Dosen Pengampu
Kelompok 5 Tingkat II B :
1. Rahmat Aulia
2. Rheynanda
3. Ria Dwi Natasya
4. Riri Anis Marcella Simanjuntak
5. Ririndia Ditiaharman
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II tentang askep pada pasien Fraktur dengan baik meskipun
banyak kekurangan dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambahkan wawasan serta
pengetahuan kita mengenai penyakit Fraktur. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini
dapat dipahami bagi siapupun yang membacanya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................... Error! Bookmark not defined.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur
vertebra.Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,
tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki.Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas
atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup
tinggi.Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
(http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)
1.3 Tujuan
2
7. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur
8. Untuk mengetahui apa saja komplikasi pada fraktur
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada fraktur
10. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien fraktur .
3
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi Fraktur
Menurut Suddarth (2002:2353) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang
banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.
Menurut Santoso Herman (2000:144) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal
suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2000:43)
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu
lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges, 2000:625)
4
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
5
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
d) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
e) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
(Suddarth, 2002:2354-2356)
2.3 Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-
anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2000:627)
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
6
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik
dan metabolik).
2. 4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358)
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk
meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang
normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus
dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cidera.
7
2.5 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung
misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma
akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000:629)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito
(2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000:629).
8
2.6 Pathway
9
2. Stan Tulang (Scan CT / MKI)
Memperlihatkan fraktur untuk mengidentifikasi kerusakan jaringa lunak. Dilakukan
bila ada kerusakan vaskuler.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
2.8 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang.FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
10
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of
paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini
digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips
untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
11
4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah
Penatalaksanaan Medis
1. Lakukan pemeriksaan fisik terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan
(breathing), dan mengetahui syok atau tidak (sirkulasi).
12
2. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara terperinci, waktu kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai diruma sakit (menginat golden
periode 1-6 jam). Bila lebih dari 8 jam komplikasi infeksi semakin besar.
3. Melakukan foto radiologi
4. Pemasangan bidai untuk menguranghi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan
yang lebih berat pada jaringan lunak. Selain itu untuk memudahkan proses pembuatan
foto.
13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
14
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
15
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia.Selain itu
juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi.Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah.Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
16
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien.Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi.Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan
gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
17
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk.Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
18
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau
distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
19
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya.Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
20
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas
tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
b. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan
masalah kesehatan klien.Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data
sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
Pre operasi :
Post Operasi :
22
3.3 Intervensi Keperawatan
Pre Operasi :
23
e. Awasi posisi / lokasi e. Alat traksi dapat
cincin penyokong berat menyebabkan tekanan
pada pembuluh
darah/syaraf
24
waktu/penyembuhan kontaminasi fekal
lesi terjadi
d. Observasi keadaan d. Menilai
kulit, penekanan perkembangan masalah
gips/bebat terhadap kulit, klien
insersi pen/traksi
3. Gangguan Setelah dilakukan a. Pertahankan a. Memfokuskan
mobilitas fisik tindakan keperawatn pelaksanaan aktivitas perhatian,
berhubungan diharapkan mobilitas rekreasi terapeutik (radio, meningkatkan rasa
dengan fisik klien optimal, koran, kunjungan kontrol diri/harga diri,
kerusakan dengan kriteria hasil : teman/keluarga) sesuai membantu menurunkan
rangka Klien dapat keadaan klien isolasi sosial
neuromuskuler meningkatkan/mempe
,nyeri, terapi rtahankan mobilitas b. Bantu latihan rentang b. Meningkatkan
restriktif pada tingkat paling gerak pasif pada sirkulasi darah
(imobilisasi) tinggi yang mungkin ekstremitas yang sakit mukuloskeletas,
dapat maupun yang sehat sesuai mempertahankan tonus
mempertahankan keadaan klien oto, mempertahankan
posisi fungsional, gerak sendir, mencegah
meningkatkan kontraktur/atrofi dan
kekuatan/fungsi yang mencegah reabsorpsi
sakit dan kalsium karena
mengkompensasi imobilisasi
bagian tubuh,
menunjukkan teknik c. Berikan papan c. Mempertahankan
yang memampukan penyangga kaki, posisi fungsional
melakukan aktivitas gulungan ekstremitas
trokanter/tangan sesuai
indikasi
25
sesuai keadaan klien sesuai kondisi
keterbatasan klien
f. Dorong/pertahankan f. Mempertahankan
asupan cairan 2000-3000 hidrasi adekuat,
ml/hari mecegah komplikasi
urinarius dan konstipasi
26
otot, gerakan mengatakan nyeri atau traksi b. Meningkatkan aliran
fragmen berkurang atau hilang, balk ven, mengurangi
tulang, edema, dengan kriteria hasil: b. Tinggikan posisi edema/nyeri
cedera jaringan a. Menunjukan ektremitas yang terkena
lunak tindakan santai, c. Lakukan dan awasi c. Mempertahankan
mampu berpartisipasi latihan gerak pasif/aktif kekuatan otot dan
dalam beraktivitas, meningkatkan sirkulasi
tidur dan istrirahat vaskuler
dengan tepat
d. lakukan tindakan untuk d. Meningkatkan
b. Menunjukkan meningkatkan sirkulasi umum,
penggunaan kenyamanan (masase, menurunkan are
keterampilan relaksasi perubahan posisi) tekanan lokal dan
dan aktivitas kelelahan otot
terapeutik sesuai
indikasi untuk situasi e. Ajarkan penggunaan e. Mengalihkan
individual teknik manajemen nyeri perhatian terhadap
(latihan napas dalam, nyeri, meningkatkan
imajinasi visual dan kontrol terhadap nyeri
aktivitas diersional) yang mungkin
berlangsung lama
27
h. Evaluasi keluhan nyeri h. Menilai
(skala, petunjuk verbal perkembangan masalah
dan non verbal, klien
perubahan TTV)
5. Resiko Setelah diberikan a. Rencanakan tujuan a. Deteksi dini
ketidakseimba tindakan keperawatan masukan cairan untuk memungkinkan terapi
ngan cairan (3x24) / (...x...) jam setiap pergantian (misal pergantian cairan
elektrolit diharapkan kebutuhan 1000 ml selama siang segera untuk
berhubungan volume cairan pasien hari, 800 ml selama sore memungkinkan deficit
dengan yang adekuat, dengan hari, 300 ml selama
pendarahan kriteria hasil : malam hari
Cairan dalam tubuh
klien kembali normal b. Jelaskan tentang b. Informasi yang jelas
alasan-alasan untuk akan meningkatkan
mempertahankan cairan kerja sama klien untuk
yang adekuat dan terapi
metoda-metoda untuk
mencapai tujuan masukan
cairan
6. Ansietas Setelah diberikan a. Kaji tingkat kecemasan a. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan klien (ringan, sedang, tingkat kecemasan
dengan (3x24) / (...x...) jam berat, panik) klien
prosedur diharapkan cemas
pembedahan pasien berkurang, b. Dampingi klie b. Agar klien merasa
dengan kriteria hasil : aman dan nyaman
Pasien menggunakan
mekaniske koping c. Beri support system c. Meningkatkan pola
yang efektif dan motivasi klien koping yang efektif
28
e. Jelaskan jenis prosedur e. Informasi yang
dan tindakan pengobatan lengkap dapat
mengurangi ansietas
klien
Post Operasi :
29
d. Bantu dan dorong d. Meningkatkan
perawatan diri kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi) dalam perawatan diri
sesuai keadaan klien sesuai kondisi
keterbatasan klien
f. Dorong/pertahankan f. Mempertahankan
asupan cairan 2000-3000 hidrasi adekuat,
ml/hari mecegah komplikasi
urinarius dan
konstipasi
g. Berikan diet TKTP
g. Kalori dan protein
yang cukup diperlukan
untuk proses
penyembuhan dan
mempertahankan
fungsi fisiologis tubuh
h. Kolaborasi
pelaksanaan fisioterapi h. Kerjasama dengan
sesuai indikasi fisioterapis perlu untuk
menyusun program
aktivitas fisik secara
individual
i. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
i. Menilai
program imobilisasi
perkembangan masalah
30
klien
2. Intoleransi Setelah dilakukan a. Rencanakan periode a. Mengurangi aktivitas
aktivitas tindakan keperawatan istirahat yang cukup yang tidak diperlukan,
berhubungan diharapkan pasien dan energi tidak
dengan memiliki cukup energi diperlukan, dan energi
imobilisasi, untuk beraktivitas, terkumpul dapat
pemasangan dengan kriteria hasil : digunakan untuk
gips - Klien aktivitas seperlunya
menampakkan secara optimal
kemampuan
untuk b. Berikan latihan b. Tahapan-tahapan
memenuhi aktivitas secara bertahap yang diberikan
kebutuhan diri membantu proses
- Pasien aktivitas secara
mengungkapka perlahan dengan
n mampu menghemat tenaga
untuk namun tujuan yang
melakukan teapt, mobilisasi dini
beberapa
aktivitas tanpa c. Bantu pasien dalam c. Mengurangi
dibantu memenuhi kebutuhan pemakaian energi
- Koordinasi sesuai kebutuhan samapai kekuatan pasin
otot , tulang pulih kembali
dan anggota
gerak lainnya d. Setelah latihan dan d. Menjaga keungkinan
aktivitas kaji respons adanya respons
klien abnormal dan tubuh
sebagai akibat dari
latihan
3. Nyeri akut Setelah diberikan a. Pertahankan a. Mengurangi nyer
berhubungan tindakan keperawatn mobilisasi bagian yang dan mencegaah
dengan spasme diharapkan klien sakit dengan tirah baring malformasi
otot, gerakan mengatakan nyeri , gips, bebat atau traksi
31
fragmen tulang, berkurang atau hilang, b. Meningkatkan aliran
edema, cedera dengan kriteria hasil: b. Tinggikan posisi balk ven, mengurangi
jaringan lunak a. Menunjukan ektremitas yang terkena edema/nyeri
tindakan santai,
mampu berpartisipasi c. Lakukan dan awasi c. Mempertahankan
dalam beraktivitas, latihan gerak pasif/aktif kekuatan otot dan
tidur dan istrirahat meningkatkan sirkulasi
dengan tepat vaskuler
32
h. Evaluasi keluhan nyeri h. Menilai
(skala, petunjuk verbal perkembangan masalah
dan non verbal, klien
perubahan TTV)
d. Leukositosis
d. Analisis hasil
biasanya terjadi pada
pemeriksaan
proses infeksi, anemia,
laboratorium (hitung
dan peningkatan LED
darah lengkap, LED,
dapat terjadi pada
Kultur dan sensitivitas
osteomielitis. Kultur
luka.serum/tulang)
untuk mengidentifikasi
33
organisme penyebab
infeksi.
e. Observasi tanda-tanda
e. Mengevaluasi resiko
vital dan tanda-tanda
kerusakan/abrasi kulit
peradangan lokal pada
yang lebih luas
luka
34
dengan menerima situasi negative dan perubahan kenyataan dan realitas
perubahan pada dengan realitas, bagian tubuh hidup
anggota tubuh dengan kriteria hasil :
pasca post
- Mulai b. Beri penguatan b. Memberikan
Operasi
menunjukkan informasi pasca operasi, kesempatan untuk
adaptasi dan harapan tindakan operasi menanyakan dan
menyatakan termasuk control nyeri mengasimilasi
penerimaan dan rehabilitas informasi dan mulai
pada situasi menerima perubahan
diri gambaran diri dan
- Mengenali dan fungsi, yang dapat
menyatu membantu
dengan penyembuhan
perubahan
dalam konsep c. Kaji derajat dukungan c. Dukungan yang
diri yang yang ada cukup dari orang
akurat tanpa terdekat dan teman
harga diri dapat membantu proses
negative rehabilitasi
- Membuat
rencana nyata d. Diskusikan persepsi d. Membantu
untuk adaptasi pasien tentang diri dan mengartikan masalah
perasn hubungannya dengan sehubungan dengan
baru/perubaha perubaha dan bagaiman pola hidup sebelumnya
n peran pasien melihat dirinya dan membantu
dalam pola/peran fungsi pemercahan masalah.
yang biasa Sebagai contoh : takut
kehilangan
kemandirian,
kemampuan bekerja
dan sebagainya
35
e. Dorong partisipasi e. Meningkatkan
dalam aktivitas sehari- kemandirian dan
hari meningkatkan perasaan
harga diri
37
Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada saat tertentu
berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan pada tahap perencanaan. Ada
tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh perawat dalam memutuskan/ menilai :
1) Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan
kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali
dan akan timbul masalah baru.
(Deonges,2000: 635)
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga
fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera, fraktur
patologi, dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan
tertutup. Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya fungsi dan
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, Pembengkakan lokal dan Perubahan warna.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
4.2 Saran
Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani
secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan
penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan
dalam menangani pasien dengan kasus kegawatdaruratan fraktur. Pasien harus mendapatkan
pertolongan sesegera mungkin. Untuk itu dibutuhkan perawat yang tanggap dalam
menangani pasien gawat darurat, terutama dalam hal ini adalah pasien dengan kegawat
daruratan sistem muskuloskeletal, fraktur.
39
DAFTAR PUSTAKA
http://tntangkeperawatan.blogspot.com/2013/07/laporan-pendahuluan-fraktur.html
http://hanifanfauzi.blogspot.com/2016/03/laporan-pendahuluan-fraktur.html
http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/fraktur-i.html
http://dumarias.blogspot.com/
http://waemukmukblog.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-pada-fraktur.html
https://www.academia.edu/17306114/ASKEP_fraktur
https://www.academia.edu/8069893/ASUHAN_KEPERAWATAN_FRAKTUR_FEMUR
40