Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN FRAKTUR

Dosen Pengampu

Ns. Lukman, S.Kep, M.Kep

Kelompok 5 Tingkat II B :
1. Rahmat Aulia
2. Rheynanda
3. Ria Dwi Natasya
4. Riri Anis Marcella Simanjuntak
5. Ririndia Ditiaharman

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II tentang askep pada pasien Fraktur dengan baik meskipun
banyak kekurangan dalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambahkan wawasan serta
pengetahuan kita mengenai penyakit Fraktur. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini
dapat dipahami bagi siapupun yang membacanya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan.

Palembang, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................ Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ............................................................. Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ........................................................ Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan .......................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN.....................................................................................4

2.1. Definisi Fraktur ........................................................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Klasifikasi Fraktur ....................................................... Error! Bookmark not defined.

2.3 Etiologi ......................................................................... Error! Bookmark not defined.

2. 4 Manifestasi Klinis ........................................................ Error! Bookmark not defined.

2.5 Patofisiologi ................................................................. Error! Bookmark not defined.

2.6 Pathway ........................................................................ Error! Bookmark not defined.

2.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................... Error! Bookmark not defined.

2.8 Komplikasi ................................................................... Error! Bookmark not defined.

2.9 Penatalaksanaan ........................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................... Error! Bookmark not defined.

3.1 Pengkajian ..................................................................... Error! Bookmark not defined.

3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................. Error! Bookmark not defined.

3.4 Implementasi Keperawatan ........................................... Error! Bookmark not defined.

3.5. Evaluasi Keperawatan .................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB IV PENUTUP ................................................................. Error! Bookmark not defined.

4.1 Kesimpulan ................................................................... Error! Bookmark not defined.

4.2 Saran ............................................................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. Error! Bookmark not defined.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan
oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada
fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan
hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh
Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat
yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri
atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama
calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini.Memang di negara ini,
kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi.Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh
nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian
Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian,
dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694
mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah
kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai
1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah
ini meningkat menjadi 3.977 orang.Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah
korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah
tulang).Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa.Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu
jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur

1
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur
vertebra.Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,
tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki.Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas
atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup
tinggi.Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
(http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari fraktur?
2. Apa saja klasifikasi pada fraktur?
3. Apa saja etiologi pada fraktur ?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada fraktur?
5. Bagaimana patofisiologi pada fraktur ?
6. Bagaimana Phatway pada fraktur ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur ?
8. Apa saja komplikasi pada fraktur ?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada fraktur ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien fraktur ?

1.3 Tujuan

Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu :

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari fraktur


2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi pada fraktur
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi pada fraktur
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis pada fraktur
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi pada fraktur
6. Untuk mengetahui bagaimana Phatway pada fraktur

2
7. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur
8. Untuk mengetahui apa saja komplikasi pada fraktur
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada fraktur
10. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien fraktur .

3
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi Fraktur
Menurut Suddarth (2002:2353) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang
banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.
Menurut Santoso Herman (2000:144) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal
suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2000:43)
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu
lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges, 2000:625)

2.2 Klasifikasi Fraktur


Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

4
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

5
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
d) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
e) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
(Suddarth, 2002:2354-2356)
2.3 Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.

Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-
anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2000:627)

Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain:

1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

Menurut (Doenges, 2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:


1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat kejadian kekerasan.
3) Fraktur Patologik

6
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik
dan metabolik).

2. 4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358)
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk
meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang
normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus
dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cidera.

Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

7
2.5 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung
misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma
akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000:629)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito
(2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000:629).

8
2.6 Pathway

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Radiologi :
Pemeriksaan ini menentukan lokasi dan luasnya fraktur / cedera. Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu
AP atau PA dan Lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus)
untuk memperlihatkan patoligi yang dicari karena adanya super posisi.Perlu diketahui bahwa
permintaan X-Ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-Ray adalah :
1. Bayangan jaringan lunak
2. Tipis tebalnya korteks akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau rotasi
3. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
4. Selain X-Ray kadang perlu teknik khusus seperti :
a) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tetapi struktur lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tetapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang
verkbre yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c) Arthografi meggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

9
2. Stan Tulang (Scan CT / MKI)
Memperlihatkan fraktur untuk mengidentifikasi kerusakan jaringa lunak. Dilakukan
bila ada kerusakan vaskuler.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah

2.8 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang.FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

10
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama


a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah
ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.Nonunion ditandai dengan
adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis.Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 1993)

2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of
paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini
digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips
untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.

11
4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.

b. Penatalaksanaan pembedahan.
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah

Prinsip Penanganan Fraktur :


a. Rekoginisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, derajat keparahan, deskripsi peristiwa yang
terjadi.
b. Reduksi atau Refosisi
Usaha atau tindakan manipulasi fragmen dan tulang yang patah sedapat
mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi dari reduksi atau mobilisasi
Setelah direposisi fragmen tulang harus direlensi atau mobilisasi untuk
mempertahankan pada posisi kesejajaran benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasinya dengan cara :
1) Fiksasi Eksterna (Fips dan Traksi)
2) Fiksasi Interna (Orif) dengan lempeng logam (Plate) dan Nail yang melintang pada
cavum medularis tulang.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi normal bagian yang cidera.Rencana rehabilitasi harus
segera dimulai dan dilaksanakan bersama dengan pengobatan.

Penatalaksanaan Medis
1. Lakukan pemeriksaan fisik terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan
(breathing), dan mengetahui syok atau tidak (sirkulasi).

12
2. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara terperinci, waktu kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai diruma sakit (menginat golden
periode 1-6 jam). Bila lebih dari 8 jam komplikasi infeksi semakin besar.
3. Melakukan foto radiologi
4. Pemasangan bidai untuk menguranghi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan
yang lebih berat pada jaringan lunak. Selain itu untuk memudahkan proses pembuatan
foto.

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses


keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)

14
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses

15
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia.Selain itu
juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi.Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah.Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius,
Donna D, 1995).

16
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien.Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi.Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan
gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.

17
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk.Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

18
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau
distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di

19
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya.Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

20
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas
tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
b. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan
masalah kesehatan klien.Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data
sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Pre operasi :

1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan trauma pembuluh darah


ataukompresi pada pembuluh darah
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
4. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak
21
5. Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan pendarahan
6. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan

Post Operasi :

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,


terapi restriktif (imobilisasi)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi, pemasangan gips
3. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidkadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
trauma jaringan lunak, prosedur invasi/traksi tulang)
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
6. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pada anggota tubuh pasca post
Operasi

22
3.3 Intervensi Keperawatan

Pre Operasi :

Dx. Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Perubahan Setelah diberikan a. Kaji adanya/kualitas a. Penurunan/ tidak
perfusi tindakankeperawatan, nadi perifer distal adanya nadi dapat
jaringan diharapkan tidak terhadap cidera melalui menggambarkan cidera
perifer terjadi perubahan palpasi/doopler vaskuler dan perlunya
berhubungan perfusi jaringan, evaluasi medik segera
dengan trauma dengan kriteria hasil : terhadap status
pembuluh Individu akan sirkulasi
darah atau mengidentifikasi
kompresi pada faktor-faktor yang b. Kaji aliran kapiler, b. Kembalinya warna
pembuluh meningkatkan warna kulit dan harus cepat (3-5 detik)
darah sirkulasi perifer, kehangatan distal pada warna kulit putih
melaporkan fraktur menunjukkan gangguan
penurunan dalam arterial, sianosis diduga
nyeri ada gangguan venal

c. Lakukan pengkajian c. Gangguan perasaan


neuromuskuler, kebas, kesemutan,
perhatikan perubahan peningkatan/penyebara
fungsi motorik/sensorik. n nyeri bila terjadi
Minta pasien untuk sirkulasi pada syaraf,
meloksi nyeri tidak adekuat atau
syaraf pusat

d. Kaji jaringan sekita d. Mengidentifikasikan


akhir gips untuk titik tekanan
yang kasar/tekanan jaringan/iskimeal
selidiki keluhan “rasa menimbulkan
terbakar” dibawah gips kerusakan/nekrosis

23
e. Awasi posisi / lokasi e. Alat traksi dapat
cincin penyokong berat menyebabkan tekanan
pada pembuluh
darah/syaraf

f. Selidiki tanda f. Dislokasi fraktur


iskemis ekstremitas tiba- sendi (khususnya lutut)
tiba, contoh penurunan dapat menyebabkan
suhu kulit, kerusakan arteri yang
dan peningkatan nyeri berdekatan dengan
akibat hilangnya aliran
darah ke distal

g. Awasi tanda-tanda g. Ketidakadekuatan


vital volume sirkulasi
2. Kerusakan Setelah dilakukan a. Pertahankan tempat a. Menurunkan resiko
integritas kulit tindakan tidur yang nyaman dan kerusakan/abrasi kulit
berhubungan keperawatan aman (kering, bersih, alat yang lebih luas
dengan fraktur diharapkan tenun kencang, bantalan
terbuka, integritas kulit bawah siku, tumit)
pemasangan pasien normal,
traksi (pen, dengan kriteria : b. Masase kulit terutama b. Meningkatkan
kawat, Klien menyatakan daerah penonjolan tulang sirkulasi perifer dan
sekrup) ketidaknyamanan dan area distal bebat/gips meningkatkan
hilang, menunjukkan kelemasan kulit dan
perilaku teknik untuk otot terhadao tekanan
mencegah kerusakan yang relatif konstan
kulit/memudahkan pada imobilisasi
penyembuhan sesuai
indikasi, mencapai c. Lindungi kulit dan gips c. Mencegah gangguan
penyembuhan luka pada daerah perianal integritas kulit dan
sesuai jaringan akibat

24
waktu/penyembuhan kontaminasi fekal
lesi terjadi
d. Observasi keadaan d. Menilai
kulit, penekanan perkembangan masalah
gips/bebat terhadap kulit, klien
insersi pen/traksi
3. Gangguan Setelah dilakukan a. Pertahankan a. Memfokuskan
mobilitas fisik tindakan keperawatn pelaksanaan aktivitas perhatian,
berhubungan diharapkan mobilitas rekreasi terapeutik (radio, meningkatkan rasa
dengan fisik klien optimal, koran, kunjungan kontrol diri/harga diri,
kerusakan dengan kriteria hasil : teman/keluarga) sesuai membantu menurunkan
rangka Klien dapat keadaan klien isolasi sosial
neuromuskuler meningkatkan/mempe
,nyeri, terapi rtahankan mobilitas b. Bantu latihan rentang b. Meningkatkan
restriktif pada tingkat paling gerak pasif pada sirkulasi darah
(imobilisasi) tinggi yang mungkin ekstremitas yang sakit mukuloskeletas,
dapat maupun yang sehat sesuai mempertahankan tonus
mempertahankan keadaan klien oto, mempertahankan
posisi fungsional, gerak sendir, mencegah
meningkatkan kontraktur/atrofi dan
kekuatan/fungsi yang mencegah reabsorpsi
sakit dan kalsium karena
mengkompensasi imobilisasi
bagian tubuh,
menunjukkan teknik c. Berikan papan c. Mempertahankan
yang memampukan penyangga kaki, posisi fungsional
melakukan aktivitas gulungan ekstremitas
trokanter/tangan sesuai
indikasi

d. Bantu dan dorong d. Meningkatkan


perawatan diri kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi) dalam perawatan diri

25
sesuai keadaan klien sesuai kondisi
keterbatasan klien

e. Ubah posisi secara e. Menurunkan insiden


periodik sesuai keadaan komplikasi kulit dan
klien pernapasan (dekubitus,
atelektasis, pneumonia)

f. Dorong/pertahankan f. Mempertahankan
asupan cairan 2000-3000 hidrasi adekuat,
ml/hari mecegah komplikasi
urinarius dan konstipasi

g. Berikan diet TKTP g. Kalori dan protein


yang cukup diperlukan
untuk proses
penyembuhan dan
mempertahankan
fungsi fisiologis tubuh

h. Kolaborasi h. Kerjasama dengan


pelaksanaan fisioterapi fisioterapis perlu untuk
sesuai indikasi menyusun program
aktivitas fisik secara
individual

i. Evaluasi kemampuan i. Menilai


mobilisasi klien dan perkembangan masalah
program imobilisasi klien
4. Nyeri akut Setelah diberikan a. Pertahankan mobilisasi a. Mengurangi nyer dan
berhubungan tindakan keperawatn bagian yang sakit dengan mencegaah malformasi
dengan spasme diharapkan klien tirah baring , gips, bebat

26
otot, gerakan mengatakan nyeri atau traksi b. Meningkatkan aliran
fragmen berkurang atau hilang, balk ven, mengurangi
tulang, edema, dengan kriteria hasil: b. Tinggikan posisi edema/nyeri
cedera jaringan a. Menunjukan ektremitas yang terkena
lunak tindakan santai, c. Lakukan dan awasi c. Mempertahankan
mampu berpartisipasi latihan gerak pasif/aktif kekuatan otot dan
dalam beraktivitas, meningkatkan sirkulasi
tidur dan istrirahat vaskuler
dengan tepat
d. lakukan tindakan untuk d. Meningkatkan
b. Menunjukkan meningkatkan sirkulasi umum,
penggunaan kenyamanan (masase, menurunkan are
keterampilan relaksasi perubahan posisi) tekanan lokal dan
dan aktivitas kelelahan otot
terapeutik sesuai
indikasi untuk situasi e. Ajarkan penggunaan e. Mengalihkan
individual teknik manajemen nyeri perhatian terhadap
(latihan napas dalam, nyeri, meningkatkan
imajinasi visual dan kontrol terhadap nyeri
aktivitas diersional) yang mungkin
berlangsung lama

f. Lakukan kompres f. Menurunkan edema


dingin selama fase akut dan mengurangi rasa
(24-48 jam pertama) nyeri
sesuai keperluan

g. Kolaborasi pemberian g. Menurunkan nyeri


analgetik sesuai indikasi melalui mekanisme
penghambatan
rangsang nyeri baik
secara sentral maupun
perifer

27
h. Evaluasi keluhan nyeri h. Menilai
(skala, petunjuk verbal perkembangan masalah
dan non verbal, klien
perubahan TTV)
5. Resiko Setelah diberikan a. Rencanakan tujuan a. Deteksi dini
ketidakseimba tindakan keperawatan masukan cairan untuk memungkinkan terapi
ngan cairan (3x24) / (...x...) jam setiap pergantian (misal pergantian cairan
elektrolit diharapkan kebutuhan 1000 ml selama siang segera untuk
berhubungan volume cairan pasien hari, 800 ml selama sore memungkinkan deficit
dengan yang adekuat, dengan hari, 300 ml selama
pendarahan kriteria hasil : malam hari
Cairan dalam tubuh
klien kembali normal b. Jelaskan tentang b. Informasi yang jelas
alasan-alasan untuk akan meningkatkan
mempertahankan cairan kerja sama klien untuk
yang adekuat dan terapi
metoda-metoda untuk
mencapai tujuan masukan
cairan
6. Ansietas Setelah diberikan a. Kaji tingkat kecemasan a. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan klien (ringan, sedang, tingkat kecemasan
dengan (3x24) / (...x...) jam berat, panik) klien
prosedur diharapkan cemas
pembedahan pasien berkurang, b. Dampingi klie b. Agar klien merasa
dengan kriteria hasil : aman dan nyaman
Pasien menggunakan
mekaniske koping c. Beri support system c. Meningkatkan pola
yang efektif dan motivasi klien koping yang efektif

d. Beri dorongan spiritual d. Agar klien dapat


menerima kondisinya
saat ini

28
e. Jelaskan jenis prosedur e. Informasi yang
dan tindakan pengobatan lengkap dapat
mengurangi ansietas
klien

Post Operasi :

Dx Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1, Gangguan Setelah dilakukan a. Pertahankan a. Memfokuskan
mobilitas fisik tindakan keperawatan pelaksanaan aktivitas perhatian,
berhubungan diharapkan mobilitas rekreasi terapeutik meningkatkan rasa
dengan fisik klien normal, (radio, koran, kunjungan kontrol diri/harga diri,
kerusakan dengan kriteria hasil : teman/keluarga) sesuai membantu menurunkan
rangka Klien dapat keadaan klien isolasi sosial
neuromuskuler, meningkatkan/
nyeri, terapi mempertahankan b. Bantu latihan rentang b. Meningkatkan
restriktif mobilitas pada tingkat gerak pasif pada sirkulasi darah
(imobilisasi) paling tinggi yang ekstremitas yang sakit mukuloskeletas,
mungkin dapat maupun yang sehat mempertahankan tonus
mempertahankan sesuai keadaan klien oto, mempertahankan
posisi fungsional, gerak sendir, mencegah
meningkatkan kontraktur/atrofi dan
kekuatan/fungsi yang mencegah reabsorpsi
sakit dan kalsium karena
mengkompensasi imobilisasi
bagian tubuh,
menunjukkan teknik c. Berikan papan c. Mempertahankan
yang memampukan penyangga kaki, posisi fungsional
melakukan aktifitas gulungan ekstremitas
trokanter/tangan sesuai
indikasi

29
d. Bantu dan dorong d. Meningkatkan
perawatan diri kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi) dalam perawatan diri
sesuai keadaan klien sesuai kondisi
keterbatasan klien

e. Ubah posisi secara e. Menurunkan insiden


periodik sesuai keadaan komplikasi kulit dan
klien pernapasan (dekubitus,
atelektasis, pneumonia)

f. Dorong/pertahankan f. Mempertahankan
asupan cairan 2000-3000 hidrasi adekuat,
ml/hari mecegah komplikasi
urinarius dan
konstipasi
g. Berikan diet TKTP
g. Kalori dan protein
yang cukup diperlukan
untuk proses
penyembuhan dan
mempertahankan
fungsi fisiologis tubuh
h. Kolaborasi
pelaksanaan fisioterapi h. Kerjasama dengan
sesuai indikasi fisioterapis perlu untuk
menyusun program
aktivitas fisik secara
individual
i. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
i. Menilai
program imobilisasi
perkembangan masalah

30
klien
2. Intoleransi Setelah dilakukan a. Rencanakan periode a. Mengurangi aktivitas
aktivitas tindakan keperawatan istirahat yang cukup yang tidak diperlukan,
berhubungan diharapkan pasien dan energi tidak
dengan memiliki cukup energi diperlukan, dan energi
imobilisasi, untuk beraktivitas, terkumpul dapat
pemasangan dengan kriteria hasil : digunakan untuk
gips - Klien aktivitas seperlunya
menampakkan secara optimal
kemampuan
untuk b. Berikan latihan b. Tahapan-tahapan
memenuhi aktivitas secara bertahap yang diberikan
kebutuhan diri membantu proses
- Pasien aktivitas secara
mengungkapka perlahan dengan
n mampu menghemat tenaga
untuk namun tujuan yang
melakukan teapt, mobilisasi dini
beberapa
aktivitas tanpa c. Bantu pasien dalam c. Mengurangi
dibantu memenuhi kebutuhan pemakaian energi
- Koordinasi sesuai kebutuhan samapai kekuatan pasin
otot , tulang pulih kembali
dan anggota
gerak lainnya d. Setelah latihan dan d. Menjaga keungkinan
aktivitas kaji respons adanya respons
klien abnormal dan tubuh
sebagai akibat dari
latihan
3. Nyeri akut Setelah diberikan a. Pertahankan a. Mengurangi nyer
berhubungan tindakan keperawatn mobilisasi bagian yang dan mencegaah
dengan spasme diharapkan klien sakit dengan tirah baring malformasi
otot, gerakan mengatakan nyeri , gips, bebat atau traksi

31
fragmen tulang, berkurang atau hilang, b. Meningkatkan aliran
edema, cedera dengan kriteria hasil: b. Tinggikan posisi balk ven, mengurangi
jaringan lunak a. Menunjukan ektremitas yang terkena edema/nyeri
tindakan santai,
mampu berpartisipasi c. Lakukan dan awasi c. Mempertahankan
dalam beraktivitas, latihan gerak pasif/aktif kekuatan otot dan
tidur dan istrirahat meningkatkan sirkulasi
dengan tepat vaskuler

b. Menunjukkan d. lakukan tindakan d. Meningkatkan


penggunaan untuk meningkatkan sirkulasi umum,
keterampilan relaksasi kenyamanan (masase, menurunkan are
dan aktivitas perubahan posisi) tekanan lokal dan
terapeutik sesuai kelelahan otot
indikasi untuk situasi
individual e. Ajarkan penggunaan e. Mengalihkan
teknik manajemen nyeri perhatian terhadap
(latihan napas dalam, nyeri, meningkatkan
imajinasi visual dan kontrol terhadap nyeri
aktivitas diersional) yang mungkin
berlangsung lama

f. Lakukan kompres f. Menurunkan edema


dingin selama fase akut dan mengurangi rasa
(24-48 jam pertama) nyeri
sesuai keperluan

g. Kolaborasi pemberian g. Menurunkan nyeri


analgetik sesuai indikasi melalui mekanisme
penghambatan
rangsang nyeri baik
secara sentral maupun
perifer

32
h. Evaluasi keluhan nyeri h. Menilai
(skala, petunjuk verbal perkembangan masalah
dan non verbal, klien
perubahan TTV)

4. Resiko infeksi Setelah dilakukan a. Lakukan perawatan a. Mencegah infeksi


berhubungan tindakan keperawatan pen steril dan perawatan sekunder dan
dengan diharapkan klien luka sesuai protokol mempercepat
ketidkadekuatan mencapai penyembuhan luka
pertahanan penyembuhan luka
primer sesuai waktu, dengan b. Ajarkan klien untuk
(kerusakan kriteria hasil : bebas mempertahankan b. Meminimalkan
kulit, trauma drainase purulen atau sterilisasi insersi pen kontaminasi
jaringan lunak, eritema dan demam
prosedur
invasi/traksi
c. Kolaborasi pemberian c. Antibiotika spektrum
tulang)
antibiotika dan toksoid luas atau spesifik dapat
tetanus sesuai indikasi digunakan secara
profilaksis, mencegah
atau mengatasi
insfeksi. Toksoid
tetanus untuk
mencegah infeksi
tetanus

d. Leukositosis
d. Analisis hasil
biasanya terjadi pada
pemeriksaan
proses infeksi, anemia,
laboratorium (hitung
dan peningkatan LED
darah lengkap, LED,
dapat terjadi pada
Kultur dan sensitivitas
osteomielitis. Kultur
luka.serum/tulang)
untuk mengidentifikasi

33
organisme penyebab
infeksi.

e. Observasi tanda-tanda
e. Mengevaluasi resiko
vital dan tanda-tanda
kerusakan/abrasi kulit
peradangan lokal pada
yang lebih luas
luka

5. Kerusakan Setelah dilakukan a. Pertahankan tempat a. Menurunkan resiko


integritas kulit tindakan tidur yang nyaman dan kerusakan/abrasi kulit
berhubungan keperawatan aman (kering, bersih, alat yang lebih luas
dengan fraktur diharapkan tenun kencang, bantalan
terbuka, integritas kulit bawah siku, tumit)
pemasangan pasien normal, b. Meningkatkan
b. Masase kulit terutama
traksi (pen, dengan kriteria : sirkulasi perifer dan
daerah penonjolan tulang
kawat, sekrup) meningkatkan
Klien menyatakan dan area distal bebat/gips
kelemasan kulit dan
ketidaknyamanan
otot terhadao tekanan
hilang, menunjukkan
yang relatif konstan
perilaku teknik untuk
pada imobilisasi
mencegah kerusakan
kulit/memudahkan c. Mencegah gangguan
penyembuhan sesuai
c. Lindungi kulit dan integritas kulit dan
indikasi, mencapai
gips pada daerah perianal jaringan akibat
penyembuhan luka kontaminasi fekal
sesuai
waktu/penyembuhan
d. Observasi keadaan
lesi terjadi
kulit, penekanan d. Menilai

gips/bebat terhadap kulit, perkembangan masalah


insersi pen/traksi klien

6. Gangguan body Setelah dilakukan a. Dorong klien untuk a. Ekspresi emosi


image tindakan keperawatan mengekspresikan membantu pasien
berhubungan diharapkan klien dapat ketakutan, perasaan mulai menerima

34
dengan menerima situasi negative dan perubahan kenyataan dan realitas
perubahan pada dengan realitas, bagian tubuh hidup
anggota tubuh dengan kriteria hasil :
pasca post
- Mulai b. Beri penguatan b. Memberikan
Operasi
menunjukkan informasi pasca operasi, kesempatan untuk
adaptasi dan harapan tindakan operasi menanyakan dan
menyatakan termasuk control nyeri mengasimilasi
penerimaan dan rehabilitas informasi dan mulai
pada situasi menerima perubahan
diri gambaran diri dan
- Mengenali dan fungsi, yang dapat
menyatu membantu
dengan penyembuhan
perubahan
dalam konsep c. Kaji derajat dukungan c. Dukungan yang
diri yang yang ada cukup dari orang
akurat tanpa terdekat dan teman
harga diri dapat membantu proses
negative rehabilitasi
- Membuat
rencana nyata d. Diskusikan persepsi d. Membantu
untuk adaptasi pasien tentang diri dan mengartikan masalah
perasn hubungannya dengan sehubungan dengan
baru/perubaha perubaha dan bagaiman pola hidup sebelumnya
n peran pasien melihat dirinya dan membantu
dalam pola/peran fungsi pemercahan masalah.
yang biasa Sebagai contoh : takut
kehilangan
kemandirian,
kemampuan bekerja
dan sebagainya

35
e. Dorong partisipasi e. Meningkatkan
dalam aktivitas sehari- kemandirian dan
hari meningkatkan perasaan
harga diri

f. Berikan lingkungan f. meningkatkan


yang terbuka pada pasien pernyataan
untuk mendiskusikan keyakinan/nilai tentang
masalah subjek positif dan
mengidentifikasi
kesalahan
konsep/mitos yang
dapat mempengaruhi
penilaian situasi
Kolaborasi
g. Diskusikan g. Untuk membantu
tersedianya berbagai adaptasi lanjut yang
sumber, contoh optimal dan rehabilitasi
konseling psikiatri

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan per wujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40)
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Ada tiga fase dalam tindakan
keperawatan, yaitu :
1. Fase Persiapan
Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan
keterampilan menginterpretasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.
2. Fase Intervensi
Merupakan puncak dari implementasi yang berorientasi pada tujuan dan fokus pada
pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab secara professional, yaitu :
36
a. Secara Mandiri (Independen)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam
mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :
1) Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari – hari
2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus
3) Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara
wajar.
4) Menciptakan lingkungan terapeutik
b. Saling ketergantungan/ kolaborasi (Interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim perawatan atau
kesehatan lainnya seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan, dsb.
c. Rujukan/ Ketergantungan
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter,
psikologis, psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb.
Pada penatalaksanaanya tindakan keperawatan dilakukan secara :
1). Langsung : Ditangani sendiri oleh perawat
2). Delegasi : Diserahkan kepada orang lain/ perawat lain yang dapat dipercaya
3. Fase Dokumentasi
Merupakan terminasi antara perawat dan klien. Setelah implementasi dilakukan
dokumentasi terhadap implementasi yang dilakukan. Ada tiga sistem pencatatan yang
digunakan :
1. Sources Oriented Record
2. Problem Oriented Record
3. Computer Assisted Record (Deonges, 2000:643-644)

3.5 Evaluasi Keperawatan


Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan
yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Teknik penilaian yang didapat dari
beberapa cara, yaitu :
1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
2. Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang dicapai dan
perubahan tingkah laku klien.
Jenis evaluasi ada dua macam, yaitu :
a. Evaluasi Formatif

37
Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada saat tertentu
berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan pada tahap perencanaan. Ada
tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh perawat dalam memutuskan/ menilai :
1) Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan
kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali
dan akan timbul masalah baru.
(Deonges,2000: 635)

Evaluasi adalah stadium pada proses kepera!atan dimana taraf keberhasilan


dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Ealuasi yang diharapkan pada pasien
dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6 . Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan

38
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga
fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera, fraktur
patologi, dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan
tertutup. Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya fungsi dan
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, Pembengkakan lokal dan Perubahan warna.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

4.2 Saran
Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani
secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan
penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan
dalam menangani pasien dengan kasus kegawatdaruratan fraktur. Pasien harus mendapatkan
pertolongan sesegera mungkin. Untuk itu dibutuhkan perawat yang tanggap dalam
menangani pasien gawat darurat, terutama dalam hal ini adalah pasien dengan kegawat
daruratan sistem muskuloskeletal, fraktur.

39
DAFTAR PUSTAKA

http://tntangkeperawatan.blogspot.com/2013/07/laporan-pendahuluan-fraktur.html

http://hanifanfauzi.blogspot.com/2016/03/laporan-pendahuluan-fraktur.html

http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/fraktur-i.html

http://dumarias.blogspot.com/

http://waemukmukblog.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-pada-fraktur.html

https://www.academia.edu/17306114/ASKEP_fraktur

https://www.academia.edu/8069893/ASUHAN_KEPERAWATAN_FRAKTUR_FEMUR

40

Anda mungkin juga menyukai