Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“Keimanan dan Ketaqwaan”

Disusun Oleh :

AGNES SITI LUTFIAH (P2.06.24.2.18.003)

ALVIRA AULIA TAMARA (P2.06.24.2.18.005)

AZIZAH (P2.06.24.2.18.008)

DIANA NOVITASARI (P2.06.24.2.18.013)

LINDA SRI RAHAYU (P2.06.24.2.18.021)

POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA WILAYAH


CIREBON
Prodi D3 Kebidanan Tingkat 1
Jalan Pemuda No. 38 Kota Cirebon
Tahun Ajaran 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karean berkat rahmat-
Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dlam makalah ini kami
membahas “Keimanan dan Ketaqwaan”.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai


keimanan dan ketakwaan serta mengimplementasikannyadalam kehidupan sehari-hari.

Matreri yang kami paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik yang bersifat membangun sangat kami buat semoga bermanfaat.

Cirebon, 28 September 2018-09-28

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................2
B. Rumusuan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. Pengertian Iman......................................................................................................3
B. Wujud Iman............................................................................................................5
C. Proses Terbentuknya Iman.....................................................................................5
D. Tanda-tanda Orang Beriman..................................................................................9
E. Pengertian Takwa...................................................................................................11
F. Kolerasi keimanan dan ketakwaan.........................................................................11

BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................13

A. Kesimpulan.............................................................................................................13
B. Saran.......................................................................................................................13

DFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia
lain atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan
interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses
interaksi tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia
lain. Proses pembentuk akhlak sngat berperan dengan masalah keimanan dan
ketakwaan. Keimanan dan ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan
akhlak seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan
seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan
dan ketakwan adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang.
Keimanan dan ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak
lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka
potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang
secara perlahan.
Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa,
oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti
yang sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia
selalu menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya
sebagai arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu
dan membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu, drai
persoalan dan masalah-masalah yang terpapar diatslah yang melatar belakangi
kelompok kami untuk membahas dan mendiskusikan tentang “Keimanan dan
Ketakwaan” yang bukukan mejadi sebuah makalah kelompok.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian iman?
2. Bagaimana wujud iman?
3. Bagaimana proses terbentuknya imman?
4. Bagaimana tanda-tanda orang yang beriman?
5. Apa pengertian takwa?

1
6. Bagimana korelasi antara keimanan dan ketakwaan?

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian iman
2. Memaparkan wujud iman
3. Menjelaskan proses terbentuknya iman
4. Memaparkan tanda-tanda orang yang beriman
5. Mendeskripsikan pengertian takwa
6. Menjelaskan kolerasi antara keimanan dan ketakwaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengrtian Iman
Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), sebagaimana
firman Allah ta’ala:
Artinya: “mereka berkata: “wahai ayanah kami, sesungguhnya kami pergi
berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu
dia dimakan sarigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami,
sekalipun kami adlah orang-orang yang benar”
Kebanyakan orang yang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata
kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang
berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya,
orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun
iman, walaupun dlam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan
dankepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang
yang beriman. Hal itu disebabkan karean adanya keyakinan mereka bahwa yang
tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua
kaimah syahadat telah menjadi islam.
Dalam QS. Al-baqarah ayat:165 yang dikatakan bahwa orng yang
beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyhaddu hubban
lillah). Yang artinya:
“dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandinganselain Allah; mereka mencintainnya sebgaimana mereka mencintai
Allah. Adapaun orang-orang yang beriman amat sangat cintainnya kepada Allah.
Dan jika seandainya orang-orang yang bberbuat dzalim itu mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyan Allah
semuannya, dan bahwa Allah amat bearat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal).’’

3
Oleh karena itu beriman beriman kepada Allah amat sangat rindu
terhadap ajaran Allah, yaitu Al- qur’an menurut Sunnah Rasul.hal itu karena pa
yang dikehendaki allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat
menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu
mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadist diriwayatkan Ibnu Majah Attabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, didikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan
amal perbuatan (Ak-immaanu a’qdun bil qalbi waigraarun billisani wa’alun bil
arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara
hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai
pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al- qur’an selalu dirangkaikan dnga kata lain yang
memberikan corak dengan warna tentang sesuatau yang diimani, sperti dalam
surat an- Nisa; 51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan
thaghutb(realita/naturalisme). Yang artinya:

“ apakah kamu tidak memperhatiakn orang-orang yang diberi bahagian dari Al-
kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada orang-
orang kafir (musyrik Mekkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang
-orang yang beriman”.

Sedangkandalam surat Al- ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bthil, yaitu


walladziina aamanuu bil baatihili, yaitu walladziina aamanuu bil bhathili. Bhatil
berarti tidak menurut Allah”. Yang artinya:

“cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang
dilangit dan dibumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang bathil dan
ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi”.

Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam Al-Qur’an,
mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan
denga kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman yang haq.
Sedangkan yang berkaitan dengan selainnya, disebut iman bathil.

Definisi iman Secara istilah Syar’inya:

1. Al-Imraam Ismaa’iil bin Muhammad At-taimy rahimahulah berkata: “iman


dalam pengertian syar’i adalah satau perkataan yang mencakaup makna
semua ketaatan lahir dan batin.”
An-Nawawiy menukil perkataannya:

4
“iman dlam istilah syar’i adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan
dengan anggota tubuh”.
2. Imam Ibnu ‘Abdil;Barr rahimahullah berkata:
‘para hali fikih dan hadist telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan
dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat”.
3. Al-Iamam Ibnu-Qoyyim rahimahullah berkata”
“hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua;
perkataan hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang
kalimat Islam (mengingarkan syahadat- Abul-Jauza’). Perbuatan juga ada
dua: perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota
badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, aka hilang iman dengan
kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati,
tidak akan bermanfaat tiga hal lainnya”
Jadi dapat diseimpulkan bahwa pengertian iman adla kebenaran dengan
segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari
Allah SWT dan Rsul-Nya.

B. Wujud Iman

Akidah islam dalam Al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti
percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat.
Oleh karena itu lapangan iamn sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu
yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal shaleh.
Seseorang dinyatakan iman bukanhanya percaya terhadap sesuatu,
melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang
dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah islam adalah bagian yang paling pokok dari dalam agma islam. Ia
merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau
amal. Seseorang dipandang muslim atau bukan muslim tergantung pada
akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya
akan bernilai sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya.
Apabila ia berakidah islam, maka segala sesuatu yang yang dilakukannya akan
bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal shaleh. Apabila tidak
beraqidah, mka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun
perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.

5
Akidah islam atau iamn mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasrkan pada ajaran Islam.
1. Ilahiyah; hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah: kaitan dengan nabi, rasul, kitab, dan mukijzat.
3. Ruhaniyahkaitan dengan alam metafisik; malaikat, jin, syetan, ruh.
4. Sam’iyah; segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i.

C. Proses Terbentuknya Iman

Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar


ketentuan yang digariskan ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah
menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari rezeki yang
halalthayyiban. Pandangan dan sikap hidup seseorang ibu yang sedang hamil
memengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak lepas dari
pengaruh sumai, maka secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami
juga berpengaruh scara psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung. Oleh
karena jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yang
muttaqin , maka isteri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan
yang dikehendaki Allah.

Benih iman yang dibawa sejak dlam kandungan memerluarkan


pemupukan yang kan berkseinambungan. Benih yang unggul apabila tidak
disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah.
Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap
seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang dtang dari
lingkungan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati sperti cuaca, tanah,
air, dan lingkungan flora serta fauna.

Pengaruh pendidikan keluarga secra langsung maupu tidak langsung,


baik yang sisengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman
seseorang. Tingkah laku orang tua dala rumah tangga senantiasa merupakan
contoh dan teladan bagi anak-anaknya. Jangan berharap anak berperilaku baik,
apabila orang tuanya selalu melakukan perbuiatan yang tercela. Dalam hal ini
Nabi SAW bersabda, “setiap anak, lahir membawa fitrah. Oranng tuanya yang
berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani. Dna majusi”.

Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan


proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal
ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika

6
seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.

Seseorang yang menghendaki anknya menghendaki anaknya menjadi


mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sendiri mungkin
sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat
pemahaman. Bagaimana seorang anak mejadi mukmin, jika kepada mereka tidak
diperkenalkan al-qur’an.

Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu


diperhatikan, karena tanpa pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembbiasaan, seseorang bisa saja semula benci beruah menjadi senang. Sesorang
anak harus dibiaskan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi
hal-hal yang dilarang-Nya, agar telak stelah dewasa menjadi senang da terampil
dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.

Berbuat sesuatu secara fisik adlah satu bentuj tingkah laku yang mudah
dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terrdiri atas perbuatan yang tampak
saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah
ditanggapi kecuali secara fiisik langsung (misalnya, melalui ucapan tau
perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap mentak buruk), bahkan
secara tidak langsung itu adakalanya cukuo sulit menarik kesimpulan yang teliti.
Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dlam arti luas dan
dikaitkan dengan nili-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterimah oleh
manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju
adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang
disebut tingkah laku terpola.

Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat
dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk
intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa
prinsip dengan megemukakan implikasi metodologinya, yaitu:

1. Prinsip pembinaan berkesinambungan

Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus


menerus, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang
memungkinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif.
Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur
hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat
tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut
diterima atau yang seharusnya ditolak.

7
2. Prinsip internalisasi dan individuasi

Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam
bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk
menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima
nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan
nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan
pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri
manusia secara lebih wajar dan “amaliah”, dibandingkan bilamana nilai itu
langsung diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai tersebut
langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir semata-
mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (
internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan
untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat
hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus
mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut. Dari sudut
anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik mendapat kesempatan sebaik-
baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman pribadi,
agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.

3. Prinsip sosialisasi

Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola
baru teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi
metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan
nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat
individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam
kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian dalam
kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada
tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan
proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku
selalu mempunyai dimensi sosial.

4. Prinsip konsistensi dan koherensi

Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu
tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk

8
mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya
selalu konsisten dan koheren. Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat
dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-
ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang
terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah berikutnya.
Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka dapat
diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih
lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta.

5. Prinsip integrasi

Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap


orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan
menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula
dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu
tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah
-pisah. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin
fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan
dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai iman
hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan
tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif,
dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.

D.  Tanda-Tanda Orang Beriman

Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:

1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah
tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka
bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan
memahami ayat yang tidak dia pahami.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.”

2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah,


diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah
menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52
, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).

9
Artinya: ‘Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi
Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar
dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang
mereka kerjakan.

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-


Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk
waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.

Artinya: “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi
Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar
dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang
mereka kerjakan.”

4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini


dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan
Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan
antara yang kaya dengan yang miskin.

Artinya: “dan orang-orang yang menunaikan zakat”

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-


Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang
berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.

Artinya:”dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)


yang tiada berguna”

6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min


tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati
janji.

Artinya:”kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ;


maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”

7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan
harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.

10
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan
Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan
(kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar
beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (ni'mat) yang mulia.

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap


seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang
berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.

Artinya: “Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mu'min ialah orang-orang


yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-
sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka
tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya
orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta
izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu
kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi


kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maudadi menyebutkan tanda orang beriman
sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri

3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat

4. Senantiasa jujur dan adil

5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi

6. Mempunyai pendirian teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.

7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko,
bahkan tidak takut kepada maut.

8. Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.

9. Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.

11
E. Pengertian Takwa

Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w. tentang
apa itu taqwa. Beliau menjelaskan bahwa taqwa itu adalah :

1. Takut (kepada Allah) yang diiringi rasa cinta, bukan takut karena adanya neraka.

2. Beramal dengan Alquran yaitu bagaimana Alquran menjadi pedoman dalam


kehidupan sehari-hari seorang manusia.

3. Redha dengan yang sedikit, ini berkaitan dengan rezeki. Bila mendapat rezeki yang
banyak, siapa pun akan redha tapi bagaimana bila sedikit? Yang perlu disedari adalah
bahawa rezeki tidak semata-mata yang berwujud uang atau materi.

4. Orang yg menyiapkan diri untuk “perjalanan panjang”, maksudnya adalah hidup


sesudah mati.

Al- Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa taqwa adalah takut dan menghindari


apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah.
Taqwa juga bererti kewaspadaan, menjaga benar-benar perintah dan menjauhi
larangan.

F. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan

Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi
menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid
yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan.
Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan,
pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis
tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.

Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan
amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat
Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid
praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan
kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah
Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan
langkah.

12
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman
kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan
Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan
perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna.
Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid
yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-
hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan
tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen
.

Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal,


konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan
demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya
kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan,
dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan
beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam
syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan
meninggalkan segala larangan-Nya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Iman adalah adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa keraguan


sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasul-Nya.

13
Wujud Iman ada 4, yakni:

1. Ilahiyah: Hubungan dengan Allah

2. Nubuwwah: Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, dan mukjizat

3. Ruhaniyah: Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Syetan, Ruh

4. Sam’iyah: Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i

Prinsip-prinsip pembentukan iman adalah

1. Prinsip pembinaan berkesinambungan

2. Prinsip internalisasi dan individuasi

3. Prinsip sosialisasi

4. Prinsip konsistensi dan koherensi

5. Prinsip integrasi

Tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:

1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak
lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak
hatinya untuk segera melaksanakannya

2. Senantiasa tawakal

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga

4. Menafkahkan rezki yang diterimanya

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan

6. Memelihara amanah dan menepati janji

7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin

Taqwa adalah takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah, dan
menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Taqwa juga bererti kewaspadaan,
menjaga benar-benar perintah dan menjauhi larangan.

14
Seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah
mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan
semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

B. Saran

Masyarakat seharusnya benar-benar memahami arti dari keimanan dan


ketakwaan serta memupuk keimanan dan ketakwaan tersebut di dalam diri mereka,
sebab 2 hal tersebut sangat berperan dan berpengaruh penting terhadap diri manusia
dalam menjalani kehidupan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Barata, Mappasessu, Muhammadong. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar: TimDosen


UNM

Abu AL- Jauzaa’. DefinisiIman. http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/definisi-iman.html


diaksestanggal 4 Oktober 2011 pukul 19.16

Mariana Ramadhani. KonsepKetuhanandalam Islam. http://marianaramadhani.wordpress.


com/coretan-kuliah/konsep-ketuhanan-dalam-islam/diakses tanggal 4 Oktober 2011 pukul 19.
25

MuchamadSyihabulhaq. DefinisiTakwa. http://pencerahqolbu.wordpress.


com/2011/05/25/definisi-taqwa/ diaksestanggal 4 Oktober 2011 pukul 19.35

Saepul Anwar. KeimanandanKeyakwaan. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_


U/198111092005011-SAEPUL_ANWAR/Bahan_Kuliah_%28Power_Point,_dll%29/Pendidikan_
Agama_Islam/BAB_03_KEIMANAN_DAN_KETAKWAAN.pdf diaksestanggal 4 Oktober 2011 pukul
19.45

15

Anda mungkin juga menyukai