Disusun Oleh :
AZIZAH (P2.06.24.2.18.008)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karean berkat rahmat-
Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dlam makalah ini kami
membahas “Keimanan dan Ketaqwaan”.
Matreri yang kami paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik yang bersifat membangun sangat kami buat semoga bermanfaat.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................2
B. Rumusuan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian Iman......................................................................................................3
B. Wujud Iman............................................................................................................5
C. Proses Terbentuknya Iman.....................................................................................5
D. Tanda-tanda Orang Beriman..................................................................................9
E. Pengertian Takwa...................................................................................................11
F. Kolerasi keimanan dan ketakwaan.........................................................................11
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................13
A. Kesimpulan.............................................................................................................13
B. Saran.......................................................................................................................13
DFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia
lain atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan
interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses
interaksi tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia
lain. Proses pembentuk akhlak sngat berperan dengan masalah keimanan dan
ketakwaan. Keimanan dan ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan
akhlak seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan
seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan
dan ketakwan adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang.
Keimanan dan ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak
lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka
potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang
secara perlahan.
Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa,
oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti
yang sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia
selalu menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya
sebagai arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu
dan membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu, drai
persoalan dan masalah-masalah yang terpapar diatslah yang melatar belakangi
kelompok kami untuk membahas dan mendiskusikan tentang “Keimanan dan
Ketakwaan” yang bukukan mejadi sebuah makalah kelompok.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian iman?
2. Bagaimana wujud iman?
3. Bagaimana proses terbentuknya imman?
4. Bagaimana tanda-tanda orang yang beriman?
5. Apa pengertian takwa?
1
6. Bagimana korelasi antara keimanan dan ketakwaan?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian iman
2. Memaparkan wujud iman
3. Menjelaskan proses terbentuknya iman
4. Memaparkan tanda-tanda orang yang beriman
5. Mendeskripsikan pengertian takwa
6. Menjelaskan kolerasi antara keimanan dan ketakwaan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengrtian Iman
Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), sebagaimana
firman Allah ta’ala:
Artinya: “mereka berkata: “wahai ayanah kami, sesungguhnya kami pergi
berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu
dia dimakan sarigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami,
sekalipun kami adlah orang-orang yang benar”
Kebanyakan orang yang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata
kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang
berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya,
orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun
iman, walaupun dlam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan
dankepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang
yang beriman. Hal itu disebabkan karean adanya keyakinan mereka bahwa yang
tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua
kaimah syahadat telah menjadi islam.
Dalam QS. Al-baqarah ayat:165 yang dikatakan bahwa orng yang
beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyhaddu hubban
lillah). Yang artinya:
“dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandinganselain Allah; mereka mencintainnya sebgaimana mereka mencintai
Allah. Adapaun orang-orang yang beriman amat sangat cintainnya kepada Allah.
Dan jika seandainya orang-orang yang bberbuat dzalim itu mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyan Allah
semuannya, dan bahwa Allah amat bearat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal).’’
3
Oleh karena itu beriman beriman kepada Allah amat sangat rindu
terhadap ajaran Allah, yaitu Al- qur’an menurut Sunnah Rasul.hal itu karena pa
yang dikehendaki allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat
menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu
mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadist diriwayatkan Ibnu Majah Attabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, didikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan
amal perbuatan (Ak-immaanu a’qdun bil qalbi waigraarun billisani wa’alun bil
arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara
hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai
pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al- qur’an selalu dirangkaikan dnga kata lain yang
memberikan corak dengan warna tentang sesuatau yang diimani, sperti dalam
surat an- Nisa; 51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan
thaghutb(realita/naturalisme). Yang artinya:
“ apakah kamu tidak memperhatiakn orang-orang yang diberi bahagian dari Al-
kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada orang-
orang kafir (musyrik Mekkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang
-orang yang beriman”.
“cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang
dilangit dan dibumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang bathil dan
ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi”.
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam Al-Qur’an,
mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan
denga kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman yang haq.
Sedangkan yang berkaitan dengan selainnya, disebut iman bathil.
4
“iman dlam istilah syar’i adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan
dengan anggota tubuh”.
2. Imam Ibnu ‘Abdil;Barr rahimahullah berkata:
‘para hali fikih dan hadist telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan
dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat”.
3. Al-Iamam Ibnu-Qoyyim rahimahullah berkata”
“hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua;
perkataan hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang
kalimat Islam (mengingarkan syahadat- Abul-Jauza’). Perbuatan juga ada
dua: perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota
badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, aka hilang iman dengan
kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati,
tidak akan bermanfaat tiga hal lainnya”
Jadi dapat diseimpulkan bahwa pengertian iman adla kebenaran dengan
segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari
Allah SWT dan Rsul-Nya.
B. Wujud Iman
Akidah islam dalam Al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti
percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat.
Oleh karena itu lapangan iamn sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu
yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal shaleh.
Seseorang dinyatakan iman bukanhanya percaya terhadap sesuatu,
melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang
dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah islam adalah bagian yang paling pokok dari dalam agma islam. Ia
merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau
amal. Seseorang dipandang muslim atau bukan muslim tergantung pada
akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya
akan bernilai sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya.
Apabila ia berakidah islam, maka segala sesuatu yang yang dilakukannya akan
bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal shaleh. Apabila tidak
beraqidah, mka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun
perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
5
Akidah islam atau iamn mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasrkan pada ajaran Islam.
1. Ilahiyah; hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah: kaitan dengan nabi, rasul, kitab, dan mukijzat.
3. Ruhaniyahkaitan dengan alam metafisik; malaikat, jin, syetan, ruh.
4. Sam’iyah; segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i.
6
seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adlah satu bentuj tingkah laku yang mudah
dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terrdiri atas perbuatan yang tampak
saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah
ditanggapi kecuali secara fiisik langsung (misalnya, melalui ucapan tau
perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap mentak buruk), bahkan
secara tidak langsung itu adakalanya cukuo sulit menarik kesimpulan yang teliti.
Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dlam arti luas dan
dikaitkan dengan nili-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterimah oleh
manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju
adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang
disebut tingkah laku terpola.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat
dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk
intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa
prinsip dengan megemukakan implikasi metodologinya, yaitu:
7
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam
bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk
menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima
nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan
nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan
pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri
manusia secara lebih wajar dan “amaliah”, dibandingkan bilamana nilai itu
langsung diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai tersebut
langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir semata-
mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (
internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan
untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat
hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus
mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut. Dari sudut
anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik mendapat kesempatan sebaik-
baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman pribadi,
agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola
baru teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi
metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan
nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat
individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam
kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian dalam
kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada
tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan
proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku
selalu mempunyai dimensi sosial.
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu
tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk
8
mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya
selalu konsisten dan koheren. Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat
dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-
ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang
terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah berikutnya.
Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka dapat
diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih
lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta.
5. Prinsip integrasi
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah
tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka
bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan
memahami ayat yang tidak dia pahami.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.”
9
Artinya: ‘Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi
Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar
dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang
mereka kerjakan.
Artinya: “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi
Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar
dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang
mereka kerjakan.”
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan
harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
10
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan
Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan
(kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar
beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (ni'mat) yang mulia.
5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi
7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko,
bahkan tidak takut kepada maut.
11
E. Pengertian Takwa
Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w. tentang
apa itu taqwa. Beliau menjelaskan bahwa taqwa itu adalah :
1. Takut (kepada Allah) yang diiringi rasa cinta, bukan takut karena adanya neraka.
3. Redha dengan yang sedikit, ini berkaitan dengan rezeki. Bila mendapat rezeki yang
banyak, siapa pun akan redha tapi bagaimana bila sedikit? Yang perlu disedari adalah
bahawa rezeki tidak semata-mata yang berwujud uang atau materi.
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi
menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid
yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan.
Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan,
pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis
tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan
amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat
Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid
praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan
kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah
Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan
langkah.
12
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman
kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan
Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan
perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna.
Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid
yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-
hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan
tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
Wujud Iman ada 4, yakni:
3. Prinsip sosialisasi
5. Prinsip integrasi
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak
lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak
hatinya untuk segera melaksanakannya
2. Senantiasa tawakal
Taqwa adalah takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah, dan
menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Taqwa juga bererti kewaspadaan,
menjaga benar-benar perintah dan menjauhi larangan.
14
Seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah
mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan
semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15