HIPOGLIKEMIA
Pembimbing :
dr. Anita Setyanti
dr. Lusi Dwiyanti
Disusun Oleh :
dr. Windarto
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
HIPOGLIKEMIA
Disusun oleh:
dr. Windarto
Telah disetujui
Pada tanggal Oktober 2019
Pembimbing Pembimbing
2
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
3
B. ANAMNESIS
4
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak Lemah
Vital Sign
Cor
5
Pulmo
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus normal
- Perkusi : tympani
- Palpasi : nyeri tekan (-) tidak ada defens muscular, tidak
teraba massa, hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas atas
Edema (-/-), akral hangat (+/+), kekuatan motorik (5/5), sensorik dbn
Ekstremitas bawah
Edema (-/-), akral hangat (+/+), kekuatan motorik (5/5), sensorik dbn
6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS stick 2 September 2019, pukul 11.40: 34 mg/dl
7
EKG 2 September 2019
E. DIAGNOSA
F. TATALAKSANA
2) IVFD D5 12 tpm
3) Inj D40 2 fl
8
G. FOLLOW UP
Tabel 1. Follow Up 1
O2 3 LPM NK
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya (PERKENI, 2015). Hipoglikemia, juga disebut glukosa
darah rendah atau gula darah rendah, terjadi ketika kadar glukosa dalam darah turun
di bawah normal (≤ 70 mg/dL) (NIDDK, 2016). Hipoglikemia adalah penurunan
konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom,
seperti adanya whipple’s triad: Terdapat gejala hipoglikemia, kadar glukosa darah
yang rendah, gejala berkurang dengan pengobatan (PERKENI, 2015).
B. Klasifikasi
Berdasarkan usulan American Diabetes Association (ADA) 2015,
hipoglikemia terbagi menjadi 5 klasifikasi
Tabel 2.1
C. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru,
misalnya adanya riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan
gagal jantung kronik. Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan
terjadi hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan
pengalaman yang yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk
dan seperti seseorang yang akan tenggelam (Ware, et al, 2005; Huldani,
2014).
Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan
penyakit ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat.
Penderita sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan
tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering
menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue
serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat
11
pucat dan mungkin sianosis. (Mattu, et al, 2005; Ware, et al, 2005; Huldani,
2014).
2. Pemeriksaan fisik
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia,
hipotensi atau teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi
duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik
saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi
inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan
tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk
dengan sputuk yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP
meningkat (Mattu, et al, 2005; Ware, et al, 2005).
14
Gambar 3. Perbedaan edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik
15
Gambar 4. Algoritma langkah-langkah untuk membedakan antara edema paru
kardiogenik dan non-kardiogenik (Ware, et al, 2005; Mattu, et al, 2005)
16
D. Penatalaksanaan
Manajemen edema paru harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan,
meskipun pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik masih
berlangsung. Manajemen edem paru dilakukan dengan langkah-langkah terapi
berikut yang biasanya dapat dilakukan secara bersamaan :
1. Posisi dan Terapi Oksigen
Pasien diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk.
Oksigen (40-50%) segera diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk
mempertahankan PO2, kalau perlu dengan masker. Jika kondisi pasien
semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, takipneu, ronki
bertambah, PO2 tidak bisa dipertahankan ≥60 mmHg, atau terjadi kegagalan
mengurangi cairan edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi
endotrakeal, dan penggunaan ventilator (Eugene, 2003).
Efek terapinya adalah oksigen konsentrasi tinggi akan
meningkatkan tekanan intraalveolar sehingga dapat menurunkan transudasi
cairan dari kapiler alveolar dan mengurangi aliran balik vena (venous
return) ke toraks , mengurangi tekanan kapiler paru (Eugene, 2003).
2. Morfin Sulfat
Morfin diberikan secara intravena dengan dosis 2-5 mg. Dapat
diulangi tiap 15 menit. Sampai total dosis 15 mg biasanya cukup efektif.
Efek terapi dari pemberian morfin adalah obat ini mengurangi kecemasan,
mengurangi rangsang vasokonstrikstor adrenergik terhadap pembuluh darah
arteriole dan vena. Obat ini dapat menyebabkan depresi pernapasan,
sehingga nalokson harus tersedia (Eugene, 2003).
3. Nitroglycerin dan Nitroprusside
Nitroglycerin sublingual 300 – 600 mcg (dapat diulangi setiap 5
menit). Jika pasien tidak respon atau EKG menunjukkan tanda-tanda
iskemik, nitroglycerin dapat diberikan melalui drip intravena 10-30
ug/menit dan dititrasi (Eugene, 2003).
E. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi- komplikasi dari edem pulmo mungkin
18
timbul dari komplikasi – komplikasi yang berhubungan dengan penyebab
yang mendasarinya. Lebih spesifik, edem pulmo dapat menyebabkan
pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.
pengoksigenan yang buruk ( hypoxia ) dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,
seperti otak (Murray, 2011).
F. Prognosis
Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor
penyebab/pencetus yang dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui mekanisme terjadinya edema paru
nonkardiogenik akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru, perbaikan
pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas pasien masih
cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan
didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi
gas/udara. Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik
walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama (Majoli et al,
2004)
BAB III
KESIMPULAN
19
1. Edem paru biasa dibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edema
paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-
pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-
paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Kelainan tersebut bisa
diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan
onkotik (osmotik) antara kapiler paru dan alveoli, dan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler.
2. Gambaran klinis yang didapat dapat berupa kesulitan bernapas atau
perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk
yang sering menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat
takipne serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak
sangat pucat dan mungkin sianosis. Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi
terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah
dan bergelembung pada bagian bawah dada.
3. Pada pemeriksaan foto toraks memperlihatkan adanya infiltrat-infiltrat
bilateral yang difus, kadang-kadang satu paru-paru terserang lebih hebat
dari paru-paru lainnya. Pemeriksaan analisa gas darah dan CT Scan toraks
juga dapat membantu menegakkan diagnosis serta memberikan petunjuk
dalam pengobatan.Termasuk jika kardiogenik, perlu pemeriksaan EKG dan
Ekokardiografi.
4. Pengobatan edema paru ditujukan kepada penyakit primer yang
menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif
terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian
oksigen dengan teknik-teknik ventilator) dan optimalisasi hemodinamik
(retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal).
DAFTAR PUSTAKA
20
Eugene, B. 2003. Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In Harrison’s Principles
of Internal Medicine. Singapore : Mc-Graw-Hill Companies
Harun, S., Sally, N. 2009. Edema paru akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(Edisi ke-5). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Majoli, F., Monti, L., Zanierato, M., Campana, C., Mediani, S., Tavazzi, L., et al.
2004. Respiratory fatigue in patients with acute cardiogenic pulmonary
edema. European Heart Journal, 6(1) : 74-80
Nendrastuti, H., Mohamad, S. 2010. Edema paru akut, kardiogenik dan non
kardiogenik. Majalah Kedokteran Respirasi, 1(3) : 10
Nieminen, M. S., Bohm, M., Cowie, M. R., Drexler, H., Filippatos, G. S., Jondeau,
G., et al. 2005. Executive summary of the guidelines on the diagnosis
and treatment of acute heart failure. European Heart Journal, 26(3) :
384-416
21
Rodeheffer, R. J. 2004. Measuring plasma B-type natriuretic peptide in heart
failure. Journal American College Cardiology, 4(2) : 740 - 748
Ware, L. B., Matthay, M. A. 2005. Acute pulmonary edema. New England Journal
Medicine, 353(2) : 2788-2796
22