Anda di halaman 1dari 7

KARSINOMA NASOFARINGS

Batasan:
Karsinoma nasofarings adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofarings
atau kelenjar yang terdapat di nasofarings

Etiologi
Penyebab timbulnya karsinoma nasofarings masih belum jelas. Namun banyak yang
berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologic dan eksperimental
ada 3 faktor yang berpengaruh, yakni:
1. Faktor genetic (ras mongoloid)
2. factor virus (virus Epstein barr)
3. factor lingkungan (polusi asap kayu baker, bahan karsinogenik)
Banyak ditemukan pada usia 40-50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita dengan
perbandingan 3: 1

Histopatologi
Klasifikasi histopatologi menurut WHO (1982)
Tipe WHO1:
1. termasuk disini Karsinoma sel squamosa (KSS)
2. Diferensiasi baik sampai sedang
3. sering eksofitik (tumbuh dipermukaan)
Tipe WHO2
1. termasuk disini Karsinoma non keratinisasi (KNK)
2. paling banyak variasinya
3. menyerupai karsinoma transisional
Tipe WHO3
1. karsinoma tanpa diferensiasi
2. termasuk disini antara lain : limfoepitekioma, karsinoma anaplastik, “clear cell
carcinoma”, varian sel spindel
3. lebih radiosensitif, prognosis lebih baik

Klasifikasi TNM dan penentuan Stadium


Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sbb:
Tumor
T1: tumor terbatas pada satu sisi nasofarings
T2: tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofarings
T3: tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring
T4: tumor menyebar ke endokranium atau mengenai saraf otak
Nodus
N1: Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobile soliter dan beukuran
kurang/sama dengan 3 cm
N2: Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran lebih dari 3cm
tetapi kurang dari 6 cm, atau multiple dengan ukuran terbesar kurang dari 6cm, atau
bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari 6 cm.
N3: Metastasis pada kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm
Metastase
M1: tidak ada metastasis jauh
M2: Didapatkan metastasis jauh

Penentuan Stadium:
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
Stadum IV : T4 N0-1 M0
T1-4 N2-3 M0
T1-4 N1-3 M1

Gejala Klinis
I. Gejala Dini: merupakan gejala pada saat tumor masih terbatas pada
nasofarings
i. Telinga : tinitus, pendengaran berkurang,grebek grebek
ii. Hidung : pilek kronik, ingus/dahak bercampur darah
II. Gejala Lanjut: merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor
secara ekspansif, infiltratif dan metastasis.
i. Ekspansif
1. ke muka : menyumbat koane, terjadi hidung buntu
2. ke bawah: mendesak palatum mole; bombans,terjadi
gangguan menelan sesak
ii. Infiltratif
1. ke atas: masuk ke foramen lacerum, menyebabkan sakit
kepala, paresis/paralysis NIII,IV,V,VI secara sendiri atau
bersama-sama, menyebabkan gangguan pada mata (ptosis,
diplopia,oftalmoplegi, neuralgia trigeminal)
2. kesamping:
a. menekan NIX,X : paresis palatum pole, faring,
gangguan menelan
b. menekan NXI; gangguan fungsi otot
sternocleidomasoideus dan otot trapezius
c. menekan NXII: deviasi lidah
iii. metastasis
1. melalui aliran getah bening, menyebabkan pembesaran
kelenjar getah bening leher.(kaudal dari ujung mastoid,
dorsal dari angulus mandibula, medial dari otot
sternocleidomastoideus)
2. metastasis jauh ke:hati, paru, ginjal, lipa, tulang dan lain
sebagainya
Diagnosis

1. Anamnesis : yang teliti dan cermat


2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi luar : wajah, mata, rongga mulut dan leher
b. Pemeriksaan THT
i. Otoskopi : liang telinga dan membrane timpani
ii. Rhinoskopi anterior
1. Pada tumor endofitik tak jelas kelainan dirongga hidung,
mungkin hanya banyak sekret
2. Pada tumor eksofitik, tampak tumor dibagian belakang
rongga hidung, tertutup secret mukopurulen, fenomena
palatum mole negatif
iii. Rhinoskopi posterior
1. pada tumor endofitik tak terlihat masa, mukosa nasofaring
tampak agak menonjol, tak rata dan vaskularisasi
meningkat
2. tumor eksofitik tampak masa kemerahan.
3. bila perlu rinoskopi posterior dilakukan dengan menarik
palatum mole ke depan dengan kateter nelaton
iv. Faringoskopi dan laringoskopi
1. kadang kadang faring menyempit karena penebalan
jaringan retrofarings. Reflek muntah dapat menghilang
(negative). Dapat dijumpai kelainan fungsi larings
v. X-foto
1. CT Scan potongan coronal extended centrasi nasofarings
2. jika di daerah tidak ada CT Scan : Xfoto tengkorak lateral,
water, dasar tengkorak
3. pemeriksaan tambahan:
Biopsi
 Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai.
Dilakukan dengan anestesi local
 biopsy minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan) melalui
rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi
posterior
 bila perlu biopsi dapat diulang sampai 3 kali
 bila 3 kali biopsi hasilnya negatif sedang secara klinis mencurigakan
adanya karsinoma nasofarings , biopsi dapat dilakukan dengan anestesi
umum.
 biopsi dengan nasofaringoskopi dilakukan bila penderita trismus dan
keadaan umum kurang baik.
 biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarunm halus dilakukan
bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.
Diagnosis Banding:
 TBC nasofarings
 Adenoid persistens (pada anak)
 Angiofibroma nasofaring (pada laki-laki muda)

Terapi
 Terapi utama : Radiasi (4000-6000R)
 Terapi tambahan : Kemoterapi dan Photo Dynamic Therapy (PDT)

Stadium I dan II : dilakukan Radiasi :


 Empat minggu setelah radiasi selesai, dilakukan evaluasi dan biopsi. Bila
hasil biopsi negatif dan klinis membaik, dilakukan pemeriksaan fisik serta
biopsi ulang setiap bulan (pada tahun pertama). Bila hasil biopsi positif,
radiasi ditambah (booster).
 Setelah radiasi (full dose) biopsi tetap positif diberikan kemoterapi. Bila
tetap negatif pada tahun kedua pemeriksaan ulang dilakukan setiap 3 bulan
kemudian pada tahun ketiga setiap 6 bulan seterusnya setiap tahun sampai
5 tahun.
Stadium III dan IV : dilakukan Radiasi dan Kemoterapi.

Prognosis :
Karena umumnya penderita datang pada stadium III dan IV, prognosisnya biasanya jelek

Daftar Pustaka
Rao Y,Levitt S. Nasopharyngeal carcinoma. In:Mc Quarrie DG, Adam GL, Shons AR,
Browne GA, eds. Head and Neck clinic decisions and management principles. Chicago
Year Book Medical Publisher Inc, 1986:265-72

Fu KK. Treatment of tumours of the nasopharynx. Radiation therapy. In Thawley SE,


Panje WR, eds. Comprehensive management of head and neck tumors. Philadelphia: WB
Saunders Co,1987:662-83

Panje WR, Gross CE. Treatment of tumors of the nasopharynx. Surgical therapy. In:
Thawley SE, PanjeWR,eds. Comprehensive management of head and neck tumours.
Philadelpia: WB Sainders Co, 1987:662-83

Hermanek P, Sobin LH. UICC TNM. Classification of the tumour.4 th Full reised ed. New
York, Berlin, Heidelberg: Springerverlag,1987 :19-22
KARSINOMA LARINGS

Batasan
Karsinoma yang mengenai larings (supraglotik, glotik, subglotik)

Etiologi:
Diperkirakan rokok dan alcohol berpengaruh besar terhadap timbulnya karsinoma larings.
Merupakan 2.5% keganasan daerah kepala dan leher.
Umur tersering 40-50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita denga perbandingan
10:1

Diagnosis:
1. Anamnesis
o Gejala dini : suara parau pada orang tua lebih dari 2 minggu perlu
pemeriksaan laring yang seksama
o Gejala lanjut : Sesak nafas dan stridor inspirasi, sedikit demi sedikit,
progresif.
o Kesulitan menelan terjadi pada tumor supraglotik atau apabila tumor
sudah meluas ke farings atau esofagus.
o Pembesaran kelenjar leher (kadang kadang)
2. Pemeriksaan Fisik
o Pemeriksaan THT : pada laringoskopi indirek dan laringoskopi direk atau
FOL dapat diketahui adanya tumor laring
o Pemeriksaan Leher
 Inspeksi : terutama untuk melihat pembesran kelenjar leher, laring ,
dan tiroid
 Palpasi : Untuk memeriksa pembesaran pada membrane krikotiroid
atau tirohioid yang merupakan tanda ekstensi tumor ke ekstra
laringeal. Infiltrasi tumor ke kelenjar tiroid menyebabkan tiroid
membesar dan keras. Memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar
getah bening leher.
3. Pemeriksaan Tambahan
o Pemeriksaan radiologik
 X foto leher AP dan lateral (jaringan lunak)
 Tomogram laring atau CT Scan (bila tersedia fasilitas)
o Biopsi
 Dilakukan dengan bantuan endoskopi atai Direk laringoskopi

Penentuan Stadium
Tumor supraglotik
T1= tumor terbatas di supraglotik, gerakan pita suara normal
T2= tumor keluar dari supraglotik, tanpa fixasi
T3= tumor masih terbatas di laring dengan fiksasi dan atau ekstensi tumor ke poskrikoid,
sinus piriformis atau daerah pra epiglotis.
T4= tumor masif keluar laring, mengenai orofarings, jaringan lunak leher, atau merusak
tulang rawan tiroid.
Tumor glotik
T1= Tumor terbatas di korda vokalis, gerakan normal.
T2= Ekstensi ke supraglotik/subglotik dengan gerakan normal atau sedikit terganggu
T3= Tumor terbatas di laring dengan fiksasi korda vokalis
T4= Tumor masif dengan kerusakan tulang rawan tiroid dan atau ekstensi keluar laring

Tunor subglotik
T1= tumor terbatas didaerah subglotik
T2= Mengenai korda vokalis dengan gerakan normal atau sedikit terganggu
T3= Tumor terbatas pada laring, dengan fixsasi korda vokalis
T4= tumor massif dengan kerusakan pada tulang rawan atau ektensi keluar larings

Nodus
N1: Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobile soliter dan beukuran
kurang/sama dengan 3 cm
N2: Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran lebih dari 3cm
tetapi kurang dari 6 cm, atau multiple dengan ukuran terbesar kurang dari 6cm, atau
bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari 6 cm.
N3: Metastasis pada kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm

Metastasis
M1: tidak ada metastasis jauh
M2: Didapatkan metastasis jauh

Penentuan Stadium:
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
Stadum IV : T4 N0 M0
T1-4 N2-3 M0
T1-4 N0-3 M0
T1-4 N0-3 M1

Diagnosis Banding
 Tuberkulosis larings
 Tumor jinak larings (papiloma, kista,polip)
 Nodul vocal

Terapi
Trakeotomi : dilakukan pada penderita yang mengalami sesak nafas
Pembedahan :
1. Laringektomi parsial
2. Laringektomi total dimana dapat dikombinasi dengan ;
a. Diseksi leher fungsional
b. Diseksi leher radikal
Radioterapi dan Kemoterapi
1. Stadium I : Radiasi, bila gagal diteruskan dengan pembedahan
2. Stadium II : Laringektomi total
3. Stadium III : dengan/tanpa N1 : laringektomi total + diseksi leher diikuti
radiasi
4. Stadium IV : tanpa N/M : laringektomi total+diseksi leher fungsional
diikuti radiasi
5. Stadium IV : Radioterapi dan kemoterapi

Daftar Pustaka
Safeley BJ, Biller HF. Surgery of the larynx. Philadelphia : WB Sauders Co, 1985:45-72,
317-31,417-33

Ogura JR, Thawley SE. Cyst and tumours of the larynx. In; Paparella MM, Shumrick
DA, eds. Otolaryngology. Vol III.2nd ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders
Co, 1980:2504-27

Anda mungkin juga menyukai