LAPORAN PBL
MODUL 4
“INKONTINENSI URIN”
BLOK TUMBUH KEMBANG DAN GERIATRI
KELOMPOK 1
Tutor : dr. Rezky Pratiwi L Basri
Disusun oleh :
11020150032 ROSMIATI
11020150103 TECSYA NENGVILDA
11020160008 YENNI MAULANI JUFRI
11020160023 ZAIDAN
11020160034 ZULFIKAR ANAND PRATAMA
11020160057 SYAFIRA ALIM
11020160088 SULFIANI
11020160137 UMMU MIR’ATUL QINAYAH
11020160151 ZULFI INDRIANI
11020160162 SYAPITRI SYAMSUL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
A. SKENARIO
SKENARIO 1
Anamnesis : Perempuan 73 tahun dibawa ke Rumah Sakit oleh keluarganya
dengan keluhan selalu mengompol. Keadaan ini dialami sudah sejak 7 bulan
lalu dimana penderita sama sekali tidak dapat menahan bila ingin buang air
kecil, sehingga kadang air seninya berceceran di lantai. Tidak ada keluhan
sakit saat berkemih.
Menurut keluarganya sejak seminggu yang lalu penderita terdengar batuk-
batuk, banyak lendir kental dan agak sesak nafas, serta nafsu makannya
sangat berkurang, tetapi tidak demam. Penderita mempunyai 9 orang anak
yang terdiri dari 4 laki-laki dan 5 perempuan. Riwayat penyakit selama ini,
sejak 13 tahun penderita mengidap dan berobat teratur penyakit kencing
manis dengan obat Glibenklamide 5 mg, tekanan darah tinggi dengan obat
Captopril 25 mg dan kedua lutut sering bengkak dan sakit.
Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah baring
170/70 mmHg dan duduk 160/70 mmHg, nadi 89x/menit, suhu aksiler 37,1OC,
pernapasan 23x/menit. Pada auskultasi paru-paru ditemukan adanya ronkhi
basah kasar pada bagian medial paru kanan dan kiri. Jantung, hati dan limpa
kesan dalam batas normal. Berat badan 76 kg dan tinggi badan 154 cm.
Pemeriksaan Penunjang : Pem. laboratorium kadar Hb 12,3 gr%, Leukosit
13.400 /mm3, GDS 268 mg/dl, ureum 61 mg/dl, kreatinin 1,84 mg/dl, asam urat
9 mg/dl.
Analisa urin : Sedimen leukosit : 1-3/lpb, Pemeriksaan toraks foto ditemukan
adanya perselubungan homogen di daerah medial kedua paru.
USG Abdomen tidak ditemukan kelainan.
B. KALIMAT KUNCI
1. Perempuan 73 tahun
2. Selalu mengompol
3. Sejak 7 bulan lalu
4. Sama sekali tidak dapat menahan bila ingin buang air kecil
5. Sehingga kadang air seninya berceceran di lantai
6. Sejak 1 minggu batuk-batuk
7. Banyak lendir kental
8. Agak sesak nafas
9. Serta nafsu makannya sangat berkurang
10. Penderita mempunyai 9 orang anak
11. Sejak 13 tahun menderita kencing manis dengan obat Glibenklamide 5 mg
12. Tekanan darah tinggi dengan obat Captopril 25 mg
13. Kedua lutut sering bengkak dan sakit
14. Tekanan darah baring 170/70 mmhg dan duduk 150/70 mmhg
15. Nadi 89x/menit
16. Suhu aksiler 37,1OC
17. Pernapasan 23x/menit
18. Ronkhi basah kasar pada bagian medial paru kanan dan kiri
19. Jantung, hati dan limpa kesan dalam batas normal
20. Berat badan 76 kg
21. Tinggi badan 154 cm
22. Kadar Hb 12,3 gr%
23. Leukosit 13.400 /mm3
24. GDS 268 mg/dl
25. Ureum 61 mg/dl
26. Kreatinin 1,84 mg/dl
27. Asam urat 9 mg/dl
28. Analisa urin : Sedimen leukosit : 1-3/lpb
29. Homogen di daerah medial kedua paru.
C. DAFTAR MASALAH
1. Inkontinensia Urin
2. Pneumonia
3. Hipotensi ortostatik
4. CKD Grade 3
5. Malnutrisi
6. Osteoatritis
7. Diabetes Militus
D. SKALA PRIORITAS
1. Inkontinensia Urin
2. Pneumonia
3. CKD Grade 3
4. Hipotensi ortostatik
5. Diabetes Militus
6. Osteoatritis
7. Malnutrisi
E. PERTANYAAN
1. Jelaskan klasifikasi Inkontinensia
2. Jelaskan faktor resiko inkontinensi urin berdasarkan skenario
3. Bagaimana hubungan usia dengan inkontinensia berdasarkan skenario ?
4. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dengan inkontinensia berdasarkan
skenario ?
5. Bagaimana hubungan riwayat persalinan dengan inkontinensia
berdasarkan skenario ?
6. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai skenario?
7. Bagaimana penatalaksanan yang sesuai dengan skenario ?
8. Bagaimana pencegahan yang sesuai dengan skenario ?
9. Bagaimana perspektif islam yang sesuai dengan skenario ?
PENDAHULUAN
A. Proses penuaan
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Secara umum terbagi atas 3 teori penuaan yaitu teori penuaan biologik, teori
penuaan psikologik, dan teori penuaan sosial.
1. Teori Penuaan Biologik
Teori biologik dipisahkan menjadi 2 golongan besar, yaitu teori
perkembangan genetik (penuaan primer) yang menunjukkan adanya
penurunan fungsi yang terkontrol secara genetic dan teori stokhastik
(penuaan sekunder) menunjukkan adanya perubahan acak sebagai akibat
penyakit yang didapat dan/atau trauma.
Macam-macam teori penuaan biologik yaitu :
a.) Teori “Genetic clock”
Menurut teori ini menua telah teprogram secara genetic untuk spesies-
spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel)nya
suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu.
Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila
tidak diputar. Jadi menurut teori ini bila jam kita itu berhenti akan
meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau
adanya penyakit.
b.) Mutasi somatic (teori Error Catastrophe)
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi somatik.
Sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang
progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebagai salah satu
hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatic adalah
hipotesis error catastrophe.
c.) Rusaknya system imun tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistemimun tubuh mengenali
dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatic menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat
menyebabkan system imun tubuh menganggap sel yang mengalami
perubahan tersebut sebagai se lasing dan menghancurkannya.
Perubahan iniah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.
d.) Teori Menua akibat metabolisme
Menurut teori ini pengurangan “intake” kalori akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Lebih jauh ternyata bahwa
perpanjangan umur tersebut berasosiasi dengan tertundanya proses
degenerasi. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori
tersebut, antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau
beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran
hormone yang merangsan proliferasi sel, misalnya insulin, dan
hormone pertumbuhan.
e.) Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas (RB) yang sering dianggap sebagai fragmen molekuler
yang mempunyai electron tidak berpasangan, dapat terbentuk didalam
tubuh akibat proses metabolik normal didalam mitokondria juga sebagai
produk sampingan didalam rantai pernapasan.
RB yang terbentuk tersebut adalah : superoksida (O2), radikal hidroksil
(OH), dan juga peroksida hidrogen (H2O2). RB bersifat merusak, karena
sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam
lemak tak jenuh, seperti dalam membrane sel, dan dengan gugus SH.
B. ANATOMI
yang terdiri atas 3 lubang yaitu 2 lubang ureter dan satu lubang uretra pada
otot polos dan lapisan fibrosa.Lapisan otot disebut dengan otot detrusor.
Otot longitudinal pada bagian dalam dan luar dan lapisan sirkular pada
C. FISIOLOGI
besar. Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh
suatu jenis epitel khusus. Epitel dan otot polos secara aktif ikut serta dalam
volume urine. Luas permukaan epitel dapat bertambah dan berkurang oleh
proses teratur daur ulang membrane sewaktu kandung kemih teisi daan
mengosongkan urin dari kandung kemih. Namun, pintu keluar dari kandung
kemih dijaga oleh dua sfingter, sfingter uretra internum dan sfingter uretra
eksternum.
yaitu refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks berkemih dimulai ketika
kandung kemih diaturr oleh reflex spinal yang tidak dapat dikendalikan
a. Jenis kelamin
Perempuan 10 – 40 %, pria 6.8 %. Perempuan lebih berisiko daripada
laki-laki
c. Riwayat Multipara
Terjadi penurunan fungsi/ melemahnya otot-otot panggul oleh karena
proses melahirkan
d. Obesitas
Terjadi Peningkatan Tekanan Bledder akibat lemak yang menumpuk
e. Riwayat Pengobatan
1) Obat DM seperti Sulfonilurea
ESO dari obat ini dapat terjadi Hipoglikemi oleh karena
Peningkatan Sekresi Insulin oleh sel beta Pankreas. Pada usia
lanjut, Hipoglikemi ini dapat menyebabkan refleks simpatik
menurun dan cenderung menyebabkan relaksasi M. Detrusor yang
dapat menyebabkan Inkontinensia.
2) Obat Hipertensi
Captopril memilki efek samping batuk-batuk yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal yang berisiko
terjadi inkontinensia stress.4,5
3. Bagaimana hubungan usia dengan inkontinensia berdasarkan
skenario ?
Dalam proses berkemih yang normal dikendalikan oleh mekanisme
volunter dan involunter. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul
yang berada dibawah kontrol mekanisme volunter. Sedangkan pada otot
detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada pada bawah
kontrol sistem saraf otonom. Ketika otot detrusor berelaksasi maka
terjadinya proses pengisian kandung kemih dan sebaliknya jika otot ini
berkontraksi maka proses berkemih (pengosongan kandung kemih) akan
berlangsung. Dengan kontraksi otot detrusor kandung kemih disebabkan
dengan aktivitas saraf parasimpatis, dimana aktivitas itu dapat terjadi
karena dipicu oleh asetilkoline. Ketika terjadi perubahan - perubahan pada
mekanisme normal ini maka dapat menyebabkan proses berkemih
terganggu. Pada usia lanjut baik wanita atau pria terjadinya perubahan
anatomis dan fisiologis dari sistem urogenital bagian bawah. Perubahan
tersebut akan berkaitan dengan menurunnya kadar hormone estrogen
pada wanita dan hormone androgen pada pria. Perubahan yang terjadi ini
berupa peningkatan fibrosis dan kandungan kolagen pada dinding
kandung kemih yang dapat mengakibatkan fungsi kontraktil dari kandung
kemih tidak efektif lagi. Pada otot uretra dapat terjadi perubahan
vaskularisasi pada lapisan submukosa, atrofi mukosa dan penipisan otot
uretra. Dengan keadaan ini menyebabkan tekanan penutupan uretra
berkurang. Otot dasar panggul juga dapat mengalami perubahan
merupakan melemahnya fungsi dan kekuatan otot. Secara keseluruhan
perubahan yang terjadi pada sistem urogenital bagian bawah akibat dari
proses menua sebagai faktor kontributor terjadinya Inkontinensia urin. 6
a) Pneumonia
Mengakibatkan beberapa gejala seperti batuk-batuk,
banyak lendeir kental, agak sesak nafas, serta nafsu makan
menurun. Hal ini dapat megakibatkan peningkatan tekanan
intraabdominal sehingga mencegah penutupan sfingter uretra
seperti pada inkontinnensia stress.
b) Obesitas
Salah satu faktor risiko peningkatan inkontinensia urin
terutama pada perempuan. Tiga puluh tahun yang lalu BMI
ditemukan berhubungan positif dengan semua bentuk
inkontinensia: baik urge inkontinensia (UUI); kebocoran kemih
involunter disertai dengan atau segera didahului oleh urgensi
karena kontraksi detrusor involunter; atau stres inkontinensia
(SUI), inkontinensia tidak disengaja ketika bersin atau batuk,
karena peningkatan tekanan perut tanpa kontraksi detrusor; atau
inkontinensia campuran - tumpang tindih kedua bentuk.
Mekanisme di balik hubungan antara obesitas dan UI tidak
diketahui. Namun, terdapat teori bahwa obesitas meningkatkan
tekanan abdominal, yang meningkatkan tekanan kandung kemih
dan mobilitas uretra, yang mengarah ke SUI dan memperburuk
ketidakstabilan detrusor, yang merupakan penyebab utama UUI.
Peningkatan tekanan intravesika yang diciptakan oleh obesitas
dapat mengurangi gradien kontinens antara kandung kemih dan
uretra, yang menyebabkan tekanan statis lebih tinggi dalam
kandung kemih dan dengan demikian mengurangi besarnya
peningkatan tekanan intraabdomen yang diperlukan untuk
memaksa urin melalui uretra. Hal ini dikonfirmasi oleh fakta bahwa
penelitian urodinamik telah membuktikan bahwa tekanan titik
kebocoran Valsalva lebih tinggi pada obesitas dibandingkan pada
wanita dengan berat badan normal.
Penurunan berat badan telah terbukti menjadi terapi lini
pertama yang efektif untuk obesitas terkait UI. Dalam uji klinis,
pengobatan penurunan berat badan ditemukan terkait dengan
penurunan yang signifikan dalam frekuensi episode mingguan
inkontinensia. Penurunan berat badan minimal 5% ditemukan
cukup untuk mengurangi frekuensi inkontinensia (pengurangan
60% pada kelompok yang diobati vs 15% pada kelompok kontrol)
dan tingkat keparahan (perbedaan median dalam uji pad setelah
perawatan: 19 g ). Namun, ada bukti bahwa hasil perawatan
penurunan berat badan dapat menurun seiring waktu,
kemungkinan sejajar dengan penambahan berat badan.
Menariknya, penurunan berat badan 5–10% yang dicapai oleh
program penurunan berat badan juga terbukti mencegah UI pada
wanita gemuk yang terkena diabetes tipe 2, mengurangi sebesar
47% ODD untuk mengembangkan UI setelah satu tahun masa
tindak lanjut, dibandingkan dengan yang tidak diobati. pasien.
Pembedahan bariatric juga terbukti efektif dalam mengurangi
frekuensi dan keparahan episode UI pada wanita gemuk yang
mengalami obesitas dengan UI pre-operatif.
Faktor risiko yang diakui dan umum untuk inkontinensia
urin pada wanita termasuk peningkatan usia, paritas, histerektomi,
kelebihan berat badan dan estrogen oral.
c) Diabetes Militus
Namun, meskipun terdapat bukti adanya hubungan antara
diabetes dan inkontinensia, sedikit yang diketahui tentang
mekanisme di mana diabetes menyebabkan inkontinensia.
Beberapa petunjuk dari studi epidemiologi memberikan beberapa
kemungkinan. Sebagai contoh, penyelidikan pada wanita dengan
diabetes tipe 2 menunjukkan bahwa komplikasi mikrovaskular
lebih meningkatkan prevalensi dan insidensi inkontinensia urin.
Komplikasi fisiologis, mikrovaskular dan neurologis diabetes
mengakibatkan perubahan yang dapat mengganggu fungsi
mekanisme kontinensia, termasuk kerusakan pada persarafan
kandung kemih, perubahan fungsi otot detrusor atau disfungsi
urotelial. Namun, pada saat yang sama peningkatan inkontinensia
urin pada wanita dengan pradiabetes yang umumnya kekurangan
komplikasi diabetes berat ini menunjukkan bahwa proses yang
tidak diketahui lainnya juga dapat mendasari perkembangan
inkontinensia pada wanita dengan gangguan glukosa.7
b. Riwayat obat
1. Obat anti hipertensi
b. Pemeriksaan Fisik
1) Identifikasi kondisi medis yang relevan lainnya (mis., Gagal jantung
kongestif, edema perifer)
2) Jika stress incontinence dicurigai, tentukan apakah kebocoran
bertepatan dengan onset dan penghentian batuk
3) Palpasi untuk distensi kandung kemih yang berkemih
4) Pemeriksaan panggul untuk mendeteksi vaginitis atrofi, kelemahan
otot panggul, massa panggul
5) Pemeriksaan rektal (iritasi kulit, istirahat nada dan kontrol sukarela
sphincter anal, nodul prostat; impaksi fecal (catatan: ukuran prostat
berkorelasi buruk dengan kehadiran obstruksi uretra)
6) Pemeriksaan neurologis (status mental dan pemeriksaan unsur,
termasuk pemeriksaan ulang sakral dan sensasi perineum)
7) Menilai Kekuatan Otot-Otot Pelvis. Tarik sedikit kedua jari tangan
Anda Berkurangnya kekuatan otot- sampai sedikit terlepas dari
serviks dan kemudian regangkan keduanya untuk otot panggul
dapat disebabkan menyentuh kedua sisi dinding vagina.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Buku harian kandung kemih Metabolik survei (elektrolit, kalsium,
glukosa, dan nitrogen urea
2) Ukur volume residu urin
3) Urinalisis untuk mendeteksi hematuria steril atau infeksi
4) USG ginjal untuk mendeteksi hidronefrosis pada laki-laki yang
volume urin residu postvoid melebihi sekitar 200 mL
5) Sitologi urin untuk pasien dengan hematuria, nyeri, atau onset baru
yang tidak jelas atau memburuknya inkontinensia
6) Uroflowmetry untuk pria yang dicurigai adanya obstruksi uretra
7) Cystoscopy untuk pasien dengan hematuria, kecurigaan patologi
saluran kemih bawah (misalnya, statu kandung kemih, batu, atau
tumor; divertikulum uretra), atau kebutuhan untuk saluran kemih
bawah.11
b. Farmakologis
Terapi farmakologis atau medikamentosa telah dibuktikan
mempunyai efek yang baik terhadap inkontinensia urin tipe urge dan
stres. Obat-obat yang dipergunakan daoat digolongkan menjadi
antikolinergik, antispasmodic, agonis adrenergik a, estrogen topikal,
dan antagonis adrenergik.13
1) Algoritma tatalaksana IU Lansia
3) Nutrisi
Tujuan program penurunan berat badan haruslah untuk
mencapai penurunan berat badan sedang yang menyebabkan
membaiknya status kesehatan. Upaya-upaya meningkatkan aktifitas
fisis dan mengurangi asupan kalori lebh diutamakan daripada
penggunaan obat.
Bila program penurunan berat badan diambil, perlu diingat
bahwa tulang dan otot akan turut berkurang selama periode penurunan
berat badan. Orang tua mengalami kehilangan berat badan dalam
proporsi sama dengan lemak dan otot seperti pada orang dewasa
muda namun demikian karena mereka mulai dengan massa tubuh
kering lebih sedikit, berlanjutnya penurunan berat badan akan
menyebabkan penurunan berat di bawah ambang risiko fraktur serta
hilangnya kejadian kekuatan otot. Perlu dilakukan upaya guna
mencegah kehilangan massa tulang dan otot seperti latihan aerobik
dan daya tahan atau terapi antiosteoporotik lainnya. Selain itu, restriksi
kalori perlu ditambahkan guna memastikan asupan adekuat zat gizi
dan vitamin selama periode diet.15
4) Osteoartrithis
a. Non Farmakologis
Memberikan edukasi adalah agar pasien mengetahui sedikit
seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar
penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap
dapat dipakai.
Terapi fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat
dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih ternyata merupakan faktor yang
akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan
harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan
berlebihan, maka harus diusahan penurunan berat badan, bila
mungkin mendekati berat badan ideal.
b. Farmakologis
Analgesik Oral Non Oplat
Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri
penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang
dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit. Pada
umumnya pasien mengetahui hal ini pada iklan media masa,
baik cetak (koran), radio maupun televisi.
Analgesik Topikal
Analgesik topikal dengan mudah dapat kita dapatkan dipasaran
dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien
telah mencoba terapi dengan cara ini sebelum memakai obat-
obatan peroral lainnya.
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Apabila dengan cara-cara tersebut diatas tidak berhasil, pada
umumnya pasien mulai datang ke dokter. Dalam hal ini
sepertiyang kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karena
obat golongan ini di samping mempunyai efek analgetik juga
mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena pasien OA
kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini
harus sangat hati-hati.
Chondroprotective Agent
Yang dimaksud disini adalah obat-obat yang dapat menjaga
atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada
pasien OA.16
6) Hipertensi
a. Non Farmakologis
Modifikasi gaya hidup
Berhenti merokok,
Pengendalian berat badan,
Mengurangi stres mental,
Pembatasan konsumsi garam & alkohol,
Meningkatkan aktivitas fisik
Asupan Na untuk usia < 50 tahun 1500 mg, usia 51-70 tahun
1300 mg & >70 tahun 1200 mg.
JNC-7(2004 ) 2400mg Na atau 6 gr garam dapur
b. Farmakologis
Prinsip pengobatan yaitu start slow go slow. Dalam skenario
dijelaskan bahwa si pasien memiliki riwayat DM serta memiliki
kadar asam urat yang tinggi, maka pengobatan yang perlu
dilakukan yaitu :
Hipertensi yang disertai DM dapat diberikan ARB => menurunkan
resistensi insulin.
Thiazid dan loop diuretik tidak diberikan karena dapat
menyebabkan hiperurisemia.18,19
7) Diabetes Melitus
a. Lifestyle modification
b. Hyperglycemic lowering agents
c. Kontrol gula darah
d. Hindari pemakaian metformin dan obat – obat sulfonil urea
dengan masa kerja panjang. Eliminasi sulfonylurea dan
metabolitnya sangat dipengaruhi oleh fungsi ginjal, sehingga pada
pasien PGK stadium 3-5 generasi pertama sulfonylurea harus
dihindari, tetapi generasi kedua yaitu glipizide dapat direkomendasi-
kan oleh karena metabolitnya tidak aktif dan risiko hipoglikemia
jauh lebih rendah. Meskipun mekanisme belum cukup jelas, obat
diabetes alpha glukosidase inhibitor dan metabolitnya dapat
menyebabkan kerusakan akibat akumulasi dosis, sehingga tidak
diper- bolehkan pada pasien dengan serum kreatinine > 2 mg/dL.
Metformin, tidak memperlihatkan efek samping hipoglikemia tetapi
perhatian khusus harus dilakukan pada pasien diabetes PGK
karena risiko asidosis laktat, bahkan pada pasien gangguan.
Jadi dapat diganti dengan Thiazolidine, DPP 4 dan insulin
e. Thiazolidinediones (TZD) diduga memper- lihatkan efek proteksi
bahkan mencegah atau memperlambat progresivitas DKD yang di-
pengaruhi oleh kontrol gula darah, beberapa penelitian kecil
memperlihatkan penurunan albuminuria pada pasien yang
mendapatkan TZD, obat ini di metabolisme di hati sehingga dapat
diberikan bahkan pada pasien diabetes yang menjalani dialisis
tanpa perlu penyesuaian dosis.
8) Hiperurisemia