Anda di halaman 1dari 13

Journal Reading

An Unusual Case of Postmortem Burning Following Suicide

DISUSUN OLEH :
Faiza Ruby Azzahra Harahap (140100181)
Karthikraj A/L Karuppiah (140100271)
M. Catur Fariadhy (110100499)

PEMBIMBING :
dr. Abdul Gafar Parinduri, M.Ked(For), Sp F

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN
MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
An Unusual Case of Postmortem Burning Following Suicide

Focardi M, Defraia B* and Valentina B

Division of Forensic Medicine, Department of Health Sciences, University of Florence,


Italy

Journal of Forensic Research vol. 10, issue 1, 2019

Abstrak

Dalam studi kasus ini, laki-laki 63 tahun, memegang 12 gauge, ganda


pemicu senapan, sarat dengan satu kartrid, ditemukan karbonisasi dalam mobil
terbakar. Tubuh menunjukkan tingkat kerusakan akibat kebakaran, yang terdiri dari
tingkat 3 dari Skala Gagak-Glassman (CGS). analisis toksikologi dilakukan pada
masih tersedia jaringan lunak dan cairan tubuh. Berdasarkan pemeriksaan X-ray
dan temuan otopsi, korban tidak masih hidup pada saat kebakaran. kematian itu
ditentukan oleh trauma cranio-wajah karena tembakan. Fusi dari ekstremitas kanan
bawah dengan pedal akselerator menyarankan kepada peneliti cara biasa untuk
menyalakan mobil. Bahkan, tidak hanya ada tidak ditemukan accelerant, tapi itu
ditentukan bahwa api mulai dari mesin.

Pendahuluan

Sebuah tubuh yang terbakar selalu menjadi tugas yang sulit untuk
penyelidikan forensik. Mengidentifikasi korban, waktu, penyebab, dan cara
kematian rumit karena kondisi tubuh. Ini adalah tugas dari patologi forensik untuk
menentukan apakah kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan terjadi.5 Sebagian
besar kematian terkait kebakaran yang disengaja, yang terjadidalam kebakaran
rumah, mobil atau kecelakaan pesawat.
Dalam analisis kasus serangkaian tubuh terbakar Gerling melaporkan bahwa,
peristiwa kecelakaan mewakili 60,8% dari kasus dan 18,5% kasus bunuh diri,
kejadian yang sama dijelaskan oleh Yeoh (18%).7 Bohnert6 melaporkan bahwa
peristiwa kecelakaan terjadi pada 66% kasus dan bunuh diri di 23%. Bunuh diri,
terutama, terjadi dari bakar diri meskipun beberapa kasus aneh juga telah
dijelaskan. Bunuh diri dengan bakar diri adalah langka di negara-negara maju
dengan insiden variabel antara 0,06% sampai 1%, sementara di negara-negara
berkembang insiden bakar diri mencapai di 40,3%.10 Perkiraan yang akurat tetap
sulit untuk memastikan karena studi tertentu yang menganggap kematian diri
ditimbulkan. Mengenai pembunuhan, bentuk kematian menyumbang 6% sesuai
dengan Gerling. Tumer et al., baru-baru ini menggambarkan 13 kasus tubuh
terbakar setelah acara pembunuh (15,6% dari tubuh terbakar tercatat).6 Post-mortem
pembakaran berikut pembunuhan (dengan penyebab kematian paling sering oleh
pencekikan atau senjata api) biasanya terjadi untuk menutupi bukti-bukti tindakan
kriminal dan untuk mencegah identifikasi korban.10 Masalah terbesar adalah untuk
menetapkan cara kematian tubuh terbakar dalam penilaian forensik dan jika korban
terkena api sebelum atau setelah kematian dan jika luka kontribusi terhadap
penyebab kematian.13 Bahkan, bukti-bukti yang diperoleh bahkan di bawah
penyelidikan yang paling akurat tidak selalu mengizinkan rekonstruksi beberapa
peristiwa, yang mengarah ke interpretasi yang jelas tentang penyebab kematian.6
Para penulis menyajikan sebuah kasus tubuh terbakar ditemukan di mobilnya di
mana senapan hadir, menawarkan berbagai hipotesis interpretatif tentang penyebab
dan cara kematian.

Laporan Kasus

Pada bulan September, di pedesaan dekat Florence (Tuscany, Italia


Tengah), beberapa pasukan pemadam kebakaran dan ahli patologi forensik
disiagakan pada pukul 11:00 karena adanya mobil yang terbakar, dengan tubuh
korban masih berada di dalam mobil, di sisi jalan yang berada di dekat hutan. Ketika
ahli patologi forensik tiba di lokasi kematian pada pukul 12:30, api belum padam.
Mesin mobil masih menyala, pintu dan jendelanya tertutup tetapi tidak terkunci dan
ada suara tembakan dari dalam mobil. Tak lama kemudian petugas pemadam
kebakaran memadamkan api dan menemukan mayat di dalam mobil dan mayat
tersebut mengandung gas karbon, yang kemudian diidentifikasi sebagai pria berusia
63 tahun yang tinggal di daerah tersebut. Kendaraan itu dipastikan menjadi milik
korban. Dalam analisis pertama, tubuh ditemukan di kursi pengemudi,
menunjukkan permukaan tubuh yang terbakar total dan dijumpai pugilistic attitude
dengan tengkorak yang terbebas dari jaringan lunak apa pun, tetapi tidak terjadi
kalsinasi, rongga-rongga tubuh yang terlihat dengan organ-organ dalam yang
terbuka dan terdapat beberapa fraktur pada anggota gerak dengan tulang yang
terbakar. Kepala dijumpai tetapi tidak dapat diidentifikasi dengan jelas,
dikarenakan adanya kehilangan jaringan pada wajah yang terbakar. Sepertiga
bawah kaki kanan ditemukan sepenuhnya menyatu dengan kompartemen depan
mobil, melekat pada pedal akselerator (Gambar 1).

Gambar 1. Sepertiga bawah kaki kanan ditemukan sepenuhnya menyatu dengan kompartemen
depan mobil, melekat pada pedal akselerator

Fragmen tulang tengkorak ditemukan di bagian kursi belakang mobil. Skala


Crow-Glassman (CGS) digunakan untuk menggambarkan derajat luka bakar. Dari
pemeriksaan luar didapati luka bakar di tubuh dengan derajat 3 menurut CGS
(Gambar 2).14

Gambar 2. Luka bakar di tubuh dengan


derajat 3 menurut CGS
Di bagian depan, antara tuas roda gigi dan tuas yang digunakan untuk
menjatuhkan sandaran, di dekat lengan kanan tubuh, terdapat shotgun dengan
selongsong 12 meter dengan pemicu ganda, diisi dengan satu peluru. Pistol itu
kemudian ditentukan sebagai milik korban. Senapan itu tidak sepenuhnya terbakar:
khususnya, bagian-bagian kayu terbakar total. Sepotong logam, berbentuk
hemisphere (sekitar 8 mm, gr 3.5), mungkin peluru utama pada selongsong berburu,
ditemukan di bagasi mobil tetapi tidak terdapat amunisi di dalam mobil. Di atas
kursi pengemudi, di atap bagian dalam, terlihat dua cekungan di atap bagian dalam
mobil (Gambar 3).

Gambar 3. Dua cekungan di atap bagian dalam mobil

Tubuh dipindahkan ke kamar mayat setempat dan disimpan pada suhu 4 °


C. Sebelum otopsi, total radiografi tubuh dilakukan dan mengidentifikasi fragmen
kecil logam di tengkorak (Gambar 4).

Gambar 4. Fragmen kecil logam di tengkorak


Autopsi dilakukan sekitar 42 jam setelah penemuan tubuh dan analisis
toksikologis dilakukan untuk menentukan tanda-tanda vital pada korban saat
kebakaran, berdasarkan kadar CO dalam hemoglobin (HbCO).

Pada aotopsi, kepala masih tersambung dan terekstensi sebagai hasil dari
kontraksi massa otot masif di bagian belakang leher tetapi hancur pada saat otak
dikeluarkan, tetapi otak sudah tidak berbentuk lagi, jadi tidak mungkin menentukan
dimana luka masuk dan luka keluar. Garis fraktur terpancar dari depan ke belakang.
Tiga fragmen logam ditemukan di parenkim otak (Gambar 5) (dua fragmen
memiliki massa 1 gram dan satu fragmen memiliki massa 3 gram).

Gambar 5. Tiga fragmen logam ditemukan di parenkim otak

Infiltrasi perdarahan di dasar tengkorak ditemukan. Sebagian dinding dada


terbakar dan menunjukkan organ dalam. Dinding perut hancur dengan paparan
usus. Lengan dan kaki terbakar hingga hanya tampak tulang sehingga menyerupai
postur petinju. Tidak ada bukti jelaga yang ditemukan pada laring, trakea, atau
saluran bronkial atau cedera lain pada saluran napas bagian atas atau sistem
pencernaan, memberikan bukti bahwa lelaki itu tidak hidup ketika kebakaran
dimulai. Identifikasi pribadi kemudian dibuat dengan menggunakan perbandingan
karakteristik gigi ante-mortem dan post-mortem.15-17 Faktanya, meskipun sebagian
besar gigi anterior hancur, beberapa gigi posterior masih ada dan sebagian rusak
oleh api. Selain itu, analisis DNA menunjukkan ketidaksesuaian antara individu
yang hilang dan DNA yang dikumpulkan dari tubuh yang terbakar yang
mengkonfirmasi tersangka sebelumnya. Pemeriksaan histologis, pada tubuh yang
terbakar, mengkonfirmasi infiltrasi darah di dasar tengkorak, dan infiltrasi darah
otak di mana partikel logam ditemukan. Tidak dijumpai adanya tanda tanda vital
(edem, resapan darah, dll) pada organ lain.

Analisis HbCO yang dilakukan pada sampel darah dengan metode


spektrofotometri mengungkapkan rendahnya kadar karbon monoksida (di bawah
10%) konsisten dengan tidak adanya inhalasi dalam kehidupan (yang diperkuat
dengan tidak adanya jelaga yang melapisi saluran napas). Tes skrining dan analisis
toksikologis dari semua sampel jaringan lain (ginjal, hati dan urin) menunjukkan
hasil negatif. Tidak dijumpai accelerant yang terdeteksi di tempat kejadian oleh
penyelidik. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan dengan menanyakan anggota
keluarganya untuk mengkonfirmasi hipotesis bunuh diri karena ia mengalami masa
depresi berat karena kehilangan keluarga dan di rumahnya ditemukan surat-surat
tulisan tangan dengan niat bunuh diri. Akhirnya, sebuah penelitian dilakukan pada
mobil korban, menekankan bahwa terdapat kebakaran yang disebabkan oleh korslet
karena mesin terlalu panas.

Diskusi

Bagi para patologi forensik, kasus ini merupakan sebuah tantangan


tersendiri. Isu forensik paling kritis untuk dibahas adalah: penyebab kematian dan
bagaimana hal tersebut terjadi, apakah kebakaran terjadi sebelum atau sesudah
kematian. Namun bukti-bukti yang terlihat dari autopsi mendukung bahwa yang
terjadi adalah kebakaran post-mortem. Faktanya, dari pemeriksaan makroskopik
yang ditemukan tidak cocok dengan paparan panas: tidak ditemukannya abu pada
saluran pernafasan (yang umumnya 80% ditemukan pada laporan-laporan kasus
oleh Gerling6) dan tidak ditemukannya lesi pada sistem pencernaan.12 Tanda-tanda
lain yang mengindikasikan adanya kebakaran ante-mortem, seperti edema atau
lepasnya mukosa faring-laring juga tidak dijumpai dan dari pemeriksaan histologi
tidak ditemukan adanya paparan panas atupun api secara in vivo.8,10,18,19 Terlebih
lagi, tes karboksihemoglobin ditemukan negatif, berdasarkan literatur yang
mengindikasikan tingkat keparahan lesi, hasil pemeriksaan kasus tersebut adalah
non-vital burning. Dimana pada literatur dikatakan bahwa kadar HbCO tetap
konstan, yakni dibawah 10%.8 Perlu dicatat bahwa pada lingkungan tertutup, seperti
didalam mobil, konsenstrasi HbCO biasanya akan lebih tinggi pada korban kasus
kebakaran ante-mortem.10

Selama autopsi dan pemeriksaan X-ray berlangsung, ditemukan adanya sisa-


sisa besi pada otak, fraktur tulang tengkorak, dan pada basis nya ditemukan infiltrasi
darah, sesuai dengan pembunuhan akibat penembakan senapan jarak dekat dengan
arah dari arah bawah ke atap mobil, dimana disana ditemukan dua cekungan yang
ditunjukkan pada gambar 2. Saat membedah tulang tengkorak, ditemukan adanya
infiltrasi perdarahan pada basis, dimana walaupun hanya indikasi, namun memberi
kesan bahwa trauma terjadi saat masih hidup.20 Pada kasus ini, adanya infiltrasi
perdarahan pada basis tengkorak memberikan kesan kekukatan lesi yang
dikonfirmasi dengan pemeriksaan histologi. Fraktur tengkorak dengan garis dari
depan ke belakang, pecahan-pecahan besi ditemukan di basis tengkorak, dan
infiltrasi perdarahan di otak dimana pecahan besi ditemukan, memberikan kesan
bahwa penyebab kematiannya dianggap berasal dari tembakan senjata pada
kepala.21,22

Adanya luka tembakan di kepala dan jelasnya tanda kebakaran post-mortem,


meningkatkan kemungkinan adanya keterlibatan orang lain pada kasus ini. Tumer12
menjelaskan pada kasus-kasus kebakaran setelah pembunuhan terdapat tanda-tanda
penting yang membedakannya dengan bunuh diri atau kejadian tidak disengaja:
penemuan jenazah di tempat sepi, kematian keji yang disebabkan oleh kebakaran
post-mortem, dan adanya accelerant, mengindikasikan kematian yang terjadi
disebabkan oleh pembunuhan. Pada dua kasus yang ia jumpai, satu jenazah
ditemukan didalam mobil yang terparkir di lingkungan yang sepi dan penemuan
senjata api yang terbakar sebagian pada jenazah lainnya.

Pada kasus ini, dari bukti ditemukan senjata api adalah milik korban, tidak
dijumpainya accelerant, dan letak senjata api ditemukan (dekat dengan tangan
kanan korban), dari penemuan post-mortem ditemukan pecahan besi di parenkim
otak dengan infiltrasi perdarahan pada basis tengkorak. Bagian kepala adalah bagian
yang paling sering ditemukannya tembakan tunggal pada penembakan diri sendiri,
sedangkan pada dada tembakan multiple.23,24 Patut untuk dibahas, keadaan mood
korban (depresi) seperti yang di laporkan oleh keluarga, mengarahkan penyidik pada
kesimpulan bahwa kejadian yang terjadi disebabkan oleh bunuh diri.

Pembunuhan diri sendiri dengan senjata merupakan metode yang sering


dijumpai, terutama dikalangan pria25,26 dengan luka senjata api di tengkorak
dikarenakan tembakan tunggal.27,28 Berat, bentuk, dan kekuatan dari pecahan besi
yang ditemukan di parenkim otak dan bagasi mobil, juga dua cekungan pada lapisan
besi atap mobil, ditemukan cocok dengan peluru isi 9 berukuran 11/0-8.40 mm- 3,7
gr. Ke sembilan peluru ditembakkan secara serentak, menyebabkan fraktur
tengkorak dengan kerusakan pada otak sehingga korban mati seketika. Peluru lalu
memantul ke atap mobil (ditunjukkan dengan adanya dua cekungan). Peluru tersebut
akhirnya berhenti di bagian belakang kendaraan dimana ditemui sisa peluru disana.
Walaupun lokasi kejadian yang terisolasi mendukung hipotesis bunuh diri, namun
kebakaran post-mortem yang terjadi menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan
kejadian bunuh diri. Sebenarnya, terjadinya fusi bagian kaki bawah korban dengan
pedal gas memberikan kesan yang tidak biasa untuk memulai kebakaran pada
penyidik. Faktanya, tidak hanya tidak ditemukannya accelerant, penyebab
kebakaran terjadi karena mesin mobil korban yang hidup. Sebuah hipotesis yang
muncul: korban, yang berada di kursi pengemudi saat mobil terparkir, membiarkan
gigi mobil dalam keadaan netral (seperti saat ditemukan), menembak dirinya sendiri
di wajah dengan shotgun. Menurut hasil rekonstruksi kejadian yang dilaksanakan
oleh penyidik, kuatnya gerakan mundur kebelakang tubuh korban saat tertembak,
menyebabkan korban refleks menginjak pedal gas yang menimbulkan overheating
mesin dan dengan keterlibatan tidak langsung bahan-bahan terbakar menyebabkan
meledaknya mobil.29
Kesimpulan

Studi kasus ini menggambarkan kesulitan yang dihadapi oleh medis-hukum


peneliti ketika tubuh terbakar pulih dari kebakaran kendaraan, di mana ada
tampaknya luka tembak fatal bagi kepala dan otopsi menunjukkan dari post-mortem
pembakaran mayat. Ini menyoroti perlunya penyelidikan multi-disiplin-hati dari
tempat kejadian, pertimbangan keadaan latar belakang termasuk sejarah medis-
hukum almarhum, dan post-mortem radiografi. Korelasi semua sumber-sumber
bukti memastikan cara yang paling efektif dimana insiden itu dapat direkonstruksi,
sehingga hipotesis dari kesimpulan yang dinamis dan handal yang bisa ditarik
mengenai masalah hukum medico- diangkat oleh kematian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bassed R (2003) Identification of severely incinerated human remains: the need


for a cooperative approach between forensic specialities. Med Sci Law vol 43:
356-361.

2. Bartolini V, Pinchi V, Gualco B, Vanin S, Chiaracane G, et al. (2018) The iliac


crest in forensic age estimation: evaluation of three methods in pelvis X-rays. Int
J Legal Med 132: 279-288.

3. Pinchi V, Focardi M, Martinelli D, Norelli GA, Carboni I, et al. (2013) “DNA


extration method from teeth using QIAcube”. Forensic Sci Int.: genetics
supplement series 4: 276-277.

4. Matoso RI, Benedicto EN, De Lima SH, Prado FB, Daruge E, et al. (2013)
Citation: Focardi M, Defraia B, Valentina B (2019) Positive identification of a
burned body using an implanted orthopedic plate, Forensic Sci Int Jun 229:
168.e1-168.e5.

5. Eckert WG, James S, Katchis S (1988) Investigation of cremation and severely


burned bodies. Am. J. Forensic Med Pathol 9: 188-200.

6. Gerling I, Meissner C, Reiter A, Oehmichen M (2001) Death from thermal effects


and burns. Forensic Sci Int 115: 33-41.

7. Yeoh MJ, Braitberg G (2004) Carbon monoxide and cyanide poisoning in fire
related deaths in Victoria, Australia. J Toxicol Clin Toxicol 42: 855-863.

8. Bohnert M, Werner CR, Pollak S (2003) Problems associated with the diagnosis
of vitality in burned bodies. Forensic Sci Int 135: 197-205.
9. Sauvageau A, Racette S, Yesovitch R (2005) Suicide by inhalation of carbon
monoxide in a residential fire. J Forensic Sci 50: 937-938.

10. Shkrum MJ, Johnston K (1992) Fire and suicide: a three-year study of
selfimmolation deaths. J Forensic Sci 37: 208-221.

11. Ahamadi A (2007) Suicide by self-immolation: comprehensive overview,


experiences and suggestions. J Burn Care Res 28: 30-41.

12. Tümer AR, Akçan R, Karacaoğlu E, Balseven-Odabaşı A, Keten A (2012)


Postmortem burning of the corpses following homicide. J Forensic Leg Med 19:
223-228.
13. Iwase H, Yamada Y, Ootani S, Sasaki Y, Nagao M (1998) Evidence for an
antemortem injury of a burned head dissected from a burned body. Forensic Sci
Int 94: 9-14.

14. Glassman DM, Crow RM (1996) Standardization model for describing the
extent of burn injury to human remains. J Forensic Sci 41: 152–154.

15. Pinchi V, Bartolini V, Bertol E, Focardi M, Mari F, et al. (2016) Multiple deaths
caused by fire in a factory: identification and investigative issues. J Forensic
Odontostomatol 2: 47-59.

16. Sironi E, Pinchi V, Pradella F, Focardi M, Bozza S, et al. (2018) Bayesian


networks of age estimation and cassification based on dental evidence: a study
on the third molar mineralization. J Forensic Leg Med 55: 23-32.

17. Laam R, Lennard C, Kingsland G, Johnstone P, Symons A, et al. (2018)


Personportable equipment in environmental forensic investigations: application
to fire scenes. Aus Journal of Forensic Sciences 1-10.

18. Michael Bohnert MD (2004) Morphological findings in burned bodies. In


Forensic Pathology Reviews1: 3-27.

19. Bugelli V, Papi L, Fornaro S, Stefanelli F, Chericoni S (2017) Entomotoxicology


in burnt bodies: a case of maternal filicide-suicide by fire. Int J Legal Med 131:
1299-1306.

20. Ruder TD, Germerott T, Thali MJ, Hatch GM (2011) Differentiation of


antemortem and post-mortem fractures with MRI: a case report. Br J Radiol 84:
75-78.

21. Byard RW, Gilbert JD, Kostakis C, Heath KJ (2012) Circumstances of death and
diagnostic difficulties in brushfire fatalities. J Forensic Sci 57: 969-972.

22. Esen Melez İ, Arslan MN, Melez DO, Gürler AS, Büyük Y( 2017) Manner of
death determination in fire fatalities: 5-year autopsy data of Istanbul City. Am J
Forensic Med Pathol 38: 59-68

23. Di Maio VJM (1998) Gunshot wounds, practical aspects of firearms, ballistics,
and forensic techniques. 3rd ed. Boca Raton: CRC Press pp 422.

24. Strajina V, Zivkovic V, Nikolic S (2012) Forensic issues in suicidal single


gunshot injuries to the chest-an autopsy study. Am J Forensic Med Pathol 33:
373–376.
25. Karger B, Billeb E, Koops E, Brinkmann B (2002) Autopsy features relevant for
discrimination between suicidal and homicidal gunshot injuries. Int J Legal Med
116: 273-278.

26. Cina SJ, Ward ME, Hopkins MA, Nichols CA (1999) Multifactorial analysis of
firearm wounds to the head with attention to anatomic location. Am J Forensic
Med Pathol 20: 109-115.

27. Desinan L, Mazzolo GM (2005) Gunshot fatalities: suicide, homicide or


accident? A series of 48 cases. Forensic Sci Int 147: 37-40.

28. Molina DK, Wood LE, Di Maio VJ (2007) Shotgun wounds: a review of range
and location as pertaining to manner of death. Am J Forensic Med Pathol 28: 99-
102.

29. Makhlouf F, Alvarez JC, de la Grandmaison GL (2011) Suicidal and criminal


immolations: an 18-year study and review of the literature. Leg Med (Tokyo) 13:
98-102.

Anda mungkin juga menyukai