Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

Istilah dislokasia panggul kongenital pertama kali diungkapkan pada masa


Hippocrates. Kondisi ini, biasa disebut sebagai displasia panggul atau
developmental dysplasia of the hip (DDH), telah terdiagnosa dan diterapi selama
ratusan tahun. Yang paling dikenal, Ortolani, seorang dokter anak pada tahun
1900an, mengevaluasi, mendiagnosa, dan memulai tatalaksana displasia panggul.
Galeazzi kemudian mengumpulkan 12.000 kasus DDH dan melaporkan hubungan
antara panjang femur saat fleksi yang terlihat lebih pendek dengan dislokasia
panggul. Sejak saat itu, telah banyak kemajuan dalam evaluasi dan tatalaksana
DDH.

Definisi dari DDH tidak secara universal disepakati. Istilah DDH ditujukan bagi
pasien yang lahir dengan dislokasi atau panggul yang tidak stabil, yang dapat
menyebabkan displasia panggul. Perkembangan abnormal panggul termasuk
struktur tulang, seperti asetabulum dan femur proximal, termasuk labrum, kapsul,
dan jaringan lunak lainnya. Kondisi ini dapat terjadi kapan pun, dari konsepsi hingga
perkembangan tulang dewasa.

Istilah yang lebih spesifik digunakan untuk mendeskripsikan kondisi ini; (1)
subluxation, kaput femoris berada di asetabulum dan dapat mengalami dislokasi
parsial saat pemeriksaan; (2) dislocatable, pinggul dapat dislokasi seluruhnya
dengan manipulasi tetapi berada pada lokasi normal pada saat bayi istirahat; (3)
dislocated, pinggul berada dalam posisi dislokasi (paling parah)

Diagnosis dini merupakan aspek penting dalam tatalaksana anak dengan


DDH. Kegunaan USG dan modalitas imajing lainnya dan pelaksanaan
perkembangan program edukasi dapat mengurangi angka keterlambatan diagnosis
DDH pada anak. Dewasa ini, teknik operasi invasif minimal dikembangkan sebagai
usaha untuk mengurangi angka morbiditas dari operasi dan mempermudah
penyembuhan.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Panggul


a. Persendian panggul
Sendi panggul (hip joint) merupakan hubungan proksimal dari
extremitas inferior. Hip joint (articulatio coxae) adalah persendian
antara kaput femoris yang berbentuk hemisphere dan asetabulum os
coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe “ball and socket”.
Dibandingkan dengan shoulder joint yang konstruksinya untuk
mobilitas, hip joint sangat stabil yang konstruksinya untuk menumpuh
berat badan. 11
Hip joint dibentuk oleh kaput femur yang konveks bersendi
dengan asetabulum yang konkaf. Hip joint adalah ball and socket
(spheroidal) triaxial joint. Asetabulum terbentuk dari penyatuan os ilium,
ischium, dan pubis. Seluruh asetabulum dilapisi oleh cartilago hyaline
dan pusat asetabulum terisi oleh suatu massa jaringan lemak yang
tertutup oleh membran synovial. 11
Jaringan fibrokartilago yang melingkar datar di asetabulum
disebut dengan labrum acetabular, yang melekat disekeliling margo
asetabulum. Labrum acetabular menutup cartilago hyaline dan sangat
tebal pada sekeliling asetabulum daripada pusatnya. Hal ini menambah
kedalaman asetabulum. Asetabulum terletak di bagian lateral pelvis,
menghadap ke lateral, anterior dan inferior. Kaput femur secara
sempurna ditutup oleh cartilago hyaline. Pada pusat kaput femur
terdapat lubang kecil yang dinamakan dengan fovea capitis yang tidak
ditutup oleh cartilago hyaline. Kaput femur berbentuk spherical dan
menghadap kearah anterior, medial dan superior. 11

2
Gambar 2.1. Hip (coxal) bone – lateral view

Gambar 2.2. Hip (coxal) bone - medial view


b. Ligamentum
Hip joint diperkuat oleh kapsul sendi yang kuat, ligamen iliofemoral,
pubofemoral, dan ischiofemoral. Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan
diperkuat oleh sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk Y (karena arah
serabut mirip huruf Y terbalik), yakni ligamentum ileofemoral yang melekat
pada SIAI (Spina Iliaka Anterior Inferior) dan pinggiran asetabulum serta pada
linea intertrochanterica di sebelah distal. Ligamentum ini mencegah ekstensi
yang berlebihan sewaktu berdiri.
3
Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang
berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis
pubis dan apex melekat dibawah pada bagian bawah linea intertrochanterica.
Ligamentum ini membatasi gerakan ekstensi dan abduksi.
Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang
berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli.
Ligamentum ini mencegah terjadinya hieprekstensi dengan cara memutar
kaput
femoris ke arah medial ke dalam asetabulum sewaktu diadakan ekstensi
pada articulatio coxae.
Hip joint juga diperkuat oleh ligamen transverse acetabular yang kuat
dan bersambung dengan labrum acetabular. Ligamentum teres femoris
berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini melekat melalui puncaknya
pada lubang yang ada di kaput femoris dan melalui dasarnya pada
ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli. Ligamentum ini
terletak pada sendi dan dan dibungkus membrana synovial.

Gambar 2.3. Persendian panggul – anterior view

4
Gambar 2.4. Persendian panggul – posterior view

Gambar 2.5. Persendian paggul – lateral view

Ligamen teres femoris berfungsi sebagai pengikat kaput femur ke bagian


bawah asetabulum dan memberikan stabilisator yang kuat didalam sendi
(intraartikular). Stabilisator bagian luar dihasilkan oleh 3 ligamen yang
melekat pada collum/ neck femur yaitu : ligamen iliofemoral, pubofemoral dan
ischiofemoral

5
2.2 Definisi
DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Dislocation of The
Hip. Dislokasi panggul kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat
segera sebelum atau pada saat kelahiran. Kondisi ini bervariasi dari
pergeseran minimal ke lateral sampai dislokasi komplit dari kaput femoris
keluar asetabulum.1,3
Ada tiga pola yang terlihat: (1) subluxation, kaput femoris berada di
asetabulum dan dapat mengalami dislokasi parsial saat pemeriksaan; (2)
dislocatable, pinggul dapat dislokasi seluruhnya dengan manipulasi tetapi
berada pada lokasi normal pada saat bayi istirahat; (3) dislocated, pinggul
berada dalam posisi dislokasi (paling parah).2,4

2.3 Epidemiologi
Developmental Dislocation of The Hip (DDH) merupakan fase
spektrum dari ketidakstabilan sendi panggul pada bayi. Pada keadaan
normal, panggul bayi baru lahir dalam keadaan stabil dan sedikit fleksi. 3
Ketidakstabilan panggul berkisar 5 – 20% dari 1.000 kelahiran hidup
dan sebagian besar akan menjadi stabil setelah 3 minggu dan hanya 1-2%
yang tetap tidak stabil. Dislokasi panggul kongenital tujuh kali lebih banyak
pada perempuan daripada laki – laki, sendi panggul kiri lebih sering terkena
dan hanya 1- 5% yang bersifat bilateral. Kelainan ini lebih banyak
ditemukan pada orang Amerika dan Jepang serta jarang ditemukan pada
orang Indonesia. 2,3,4

2.4 Etiologi dan Patogenesis


Ada beberapa faktor penyebab yang diduga berhubungan dengan
terjadinya Developmental Dislocation of The Hip (DDH), antara lain:
1. Faktor genetik
Faktor genetik menjadi faktor etiologi, karena dislokasi
kongenital cenderung ditemukan dalam sekeluarga dan bahkan dalam
seluruh populasi (misalnya orang Italia Utara). Wynne- Davies (1970)
menemukan dua ciri warisan yang dapat mempengaruhi
ketidakstabilan pinggul yakni sendi yang longgar merata, suatu sifat
yang dominan dan displasia asetabulum, suatu sifat poligenik yang
6
ditemukan pada kelompok yang lebih kecil (terutama gadis) yang
menderita ketidakstabilan yang menetap. Tetapi ini bukan keterangan
satu- satunya karena pada 4 dari 5 kasus hanya 1 yang mengalami
dislokasi.2,3
2. Faktor hormonal
Tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaksin pada ibu
dalam beberapa minggu terakhir kehamilan, dapat memperburuk
kelonggaran ligamentum pada bayi. Hal ini dapat menerangkan
langkanya ketidakstabilan pada bayi prematur, yang lahir sebelum
hormon- hormon mencapai puncaknya. Hormon relaksin digunakan
bayi untuk relaksasi panggul pada saat keluar dari panggul ibu. 2,3
Selama periode neonatal, bayi relatif membawa estrogen dari
ibunya. Hal ini memungkinkan relaksasi ligamen di dalam tubuh.
Beberapa bayi sangat sensitif terhadap estrogen, sehingga
menyebabkan ligament panggul menjadi terlalu lemah, dan panggul
tidak stabil.2,3
3. Malposisi intrauterin
Terutama posisi bokong dengan kaki yang berekstensi, dapat
mempermudah terjadinya dislokasi, ini berhubungan dengan lebih
tingginya insidensi pada bayi yang merupakan anak sulung, dimana
versi spontan lebih jarang terjadi.2,3
Dislokasi unilateral biasanya mempengaruhi pinggul kiri, ini
sesuai dengan presentasi verteks biasa (occiput anterior kiri) dimana
pinggul kiri menyesuaikan dengan sakrum ibu sehingga terjadi posisi
adduksi.2,3
4. Faktor pascakelahiran
Dapat menyebabkan menetapnya ketidakstabilan neonatal dan
gangguan perkembangan asetabulum. Dislokasi sering kali ditemukan
pada orang Lapps dan orang Indian Amerika Utara yang membedong
bayinya dan menggendongnya dengan kaki merapat, pinggul dan lutut
sepenuhnya berekstensi, dan jarang pada orang Cina Selatan dan
Negro Afrika yang membawa bayi pada punggungnya dengan kedua
kaki berabduksi lebar- lebar. Ada juga bukti dari percobaan bahwa

7
ekstensi lutut dan pinggul secara serentak mengakibatkan dislokasi
panggul selama perkembangan awal.2

2.5. Patologi
Panggul mungkin tidak stabil saat kelahiran, tetapi bentuknya masih
normal (McKibbin, 1970). Namun, kapsul sering tertarik secara berlebihan.
Selama masa kanak–kanak beberapa perubahan timbul, beberapa di
antaranya mungkin menunjukkan displasia primer pada asetabulum dan
/atau femur proksimal, tetapi kebanyakan di antaranya muncul karena
adaptasi terhadap ketidakstabilan menetap dan pembebanan sendi secara
abnormal.2
Kaput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior tetapi dengan
ekstensi panggul, pertama – tama kaput terletak posterolateral dan
kemudian superolateral pada asetabulum. Soket tulang rawan terletak
dangkal dan anteversi. Kaput femoris yang bertulang rawan ukurannya
normal tetapi inti tulangnya terlambat muncul dan osifikasinya tertunda
selama masa bayi.2
Kaput teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan
hipertrofi. Di bagian superior, labrum asetabulum dan tepi kapsulnya dapat
didorong ke dalam soket oleh kaput femoris yang berdislokasi; libus
fibrokartilaginosa ini dapat menghalangi usaha reduksi tertutup terhadap
kaput femoris.2

Gambar 2.6. Kaput femoris mengalami dislokasi

8
Setelah mulai menyangga badan perubahan – perubahan ini lebih
hebat. Asetabulum dan colum femur tetap anteversi dan tekanan dari kaput
femoris menyebabkan terbentuknya suatu soket palsu di atas asetabulum
dan m. psoas, menimbulkan suatu penampilan jam pasir (hourglass). Pada
saatnya otot di sekelilingnya menyesuaikan diri dengan memendek. 2

2.6. Diagnosis
a. Manifestasi klinis
Keadaan ideal yang masih belum tercapai adalah mendiagnosis
setiap kasus pada saat kelahiran. Seharusnya setiap bayi yang baru
lahir diperiksa untuk mencari tanda- tanda ketidakstabilan panggul. Bila
terdapat riwayat dislokasi kongenital dalam keluarga, disertai
presentasi bokong, kita harus berhati – hati dan bayi mungkin terpaksa
diperiksa lebih dari sekali. Pada nenonatus terdapat beberapa cara
untuk menguji ketidakstabilan panggul.2
Apabila tidak terdeteksi saat baru lahir, ibu dapat menemukan
adanya panggul yang asimetri, a clicking hip, atau kesulitan dalam
menggunakan pampers karena keterbatasan abduksi. Pada dislokasi
unilateral lipatan kulit terlihat asimetris (skin fold) dan kaki sedikit
pendek (tanda Galeazzi) dan terputar ke arah eksternal; pada
perabaan, jempol pemeriksaan ketika meraba selangkangan mungkin
tidak meraba adanya kaput femur. Pada dislokasi bilateral terdapat
lebar perineum abnormal. Abduksi berkurang. 2
Keterlambatan berjalan bukan merupakan tanda utama.
Diagnosis dislokasi pada anak yang tidak dapat berjalan sampai usia
18 bulan dapat disingkirkan. Trandelenburg gait atau waddling gait
dapat menjadi tanda terjadinya dislokasi yang tidak terdeteksi.

9
Gambar 2.7. Dislokasi unilateral lipatan kulit terlihat asimetris (skin fold)

Gambar 2.8. Trandelenburg gait

10
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul
kongenital pada bayi baru lahir adalah:
a). Uji Ortolani
Dalam uji Ortolani, bagian medial paha bayi dipegang dengan ibu
jari dan jari – jari diletakkan pada trokanter mayor; pinggul difleksikan
sampai 90o dan diabduksi perlahan – lahan. Biasanya abduksi berjalan
lancar sampai hampir 90o. Pada dislokasi kongenital biasanya gerakan
ini terbatas. Saat tekanan diberikan pada trokanter mayor akan terdapat
suatu bunyi halus yang menandakan dislokasi tereduksi, dan kemudian
panggul berabduksi sepenuhnya (sentakan ke dalam). Jika abduksi
berhenti di tengah jalan dan tidak ada sentakan ke dalam, mungkin ada
suatu dislokasi yang tak dapat direduksi.2

Gambar 2.9. Gambar skematis uji Ortolani. Pemeriksaan ini dilakukan dengan jalan
mengembalikan kepala femur yang mengalami dislokasi kembali ke asetabulum.
Pertama-tama femur dipegang dalam keadaan fleksi di daerah midline. Kemudian femur
diabduksi secara perlahan sambil mendorong torakanter mayor dengan jari-jari ke arah
anterior.

b). Uji Barlow


Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama, tetapi di sini ibu jari
pemeriksa di tempatkan pada lipatan paha dan sambil memegang paha
bagian atas, diusahakan mengungkit kaput femoris ke dalam dan keluar
asetabulum selama abduksi dan adduksi. Apabila kaput femoris
normalnya berada pada posisi reduksi, tetapi dapat keluar dari sendi dan
kembali masuk lagi, panggul itu digolongkan sebagai dislocatable (yaitu
tak stabil).2

11
Gambar 2.10. Gambar skematis nuji Barlow. Femur difleksikan kemudian dengan hati-
hati digeser ke arah midline. Setelah itu femur didorong ke arah posterior secara
perlahan. Bila terdapat dislokasi sendi panggul maka akan terasa kepala femur terdorong
keluar asetabulum.

Setiap panggul dengan tanda ketidakstabilan – walaupun ringan


– perlu dilakukan pemeriksaan USG yang dapat menggambarkan bentuk
soket tulang rawan dan posisi kepala femur. Apabila ditemukan
abnormalitas, anak ditempatkan dalam posisi splint dengan panggul
difleksikan dan diabduksi. Kemudian lakukan pemeriksaan ulang setelah 2
minggu dan 6 minggu. Pada saat itu dapat di nilai apakah panggul
tereduksi dan stabil, tereduksi tetapi tidak stabil (terdislokasi pada
pemeriksaan Barlow’s test), tersubluksasi, atau terdislokasi.
c). Tanda Galeazzi
Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan
panggul dalam keadaan fleksi 900 serta kedua paha saling dirapatkan.
Keempat jari pemeriksa memegang bagian belakang tungkai bawah
dengan ibu jari di depan. Dalam keadaan normal kedua lutut akan sama
tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul kongenital maka tungkai yang
mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih rendah dan disebut
sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif.2

12
Gambar 2.11. Gambar skematis pemeriksaan tanda Galeazi. Dalam keadaan berbaring
dan lutut dilipat, kedua lutut seharusnya sama tinggi. Bila terdapat dislokasi panggul,
maka lutut pada pada tungkai yang bersangkutan akan terlihat lebih rendah.

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan biasanya agak sulit dilakukan karena pusat
osifikasi sendi baru tampak pada bayi umur 3 bulan atau lebih sehingga
pemeriksaan ini hanya bermanfaat pada umur 6 bulan atau lebih. 2,4
Rontgen Pelvis
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler,
garis horizontal Hilgenreiner, garis vertikal Perkin serta garis arkuata
dari Shenton.
Keterangan:
 Garis Hilgenreiner adalah garis horizontal yang melintasi tulang
rawan tri-radiatum.
 Garis Perkin adalah garis vertikal yang berjalan melalui aspek
lateral dari asetabulum. Tepi asetabulum pada bayi masih
merupakan tulang rawan sehingga tidak terlihat pada foto rontgen.
 Indeks Asetabular (Sudut Hilgenreiner) Dibentuk oleh perpotongan
antara garis sepanjang atap asetabulum dengan garis Hilgenreiner.
 Garis Shenton adalah garis yang melewati arkus antara tepi atas
foramen obturator dan bagian medial leher femur. Garis ini akan
terpotong bila terdapat dislokasi panggul.

13
Gambar 2.12. (a), (b), (c) Gambaran rontgen pelvis memperlihatkan Congenital Dislocation of
the Hip

Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG pada bayi dilakukan untuk menggantikan
pencitraan panggul dengan foto rontgen. Pada bayi baru lahir,
asetabulum dan kaput femoris dihubungkan oleh tulang rawan,
sehingga pada foto polos biasa tidak terlihat. Dengan pemeriksaan
USG, meskipun penderita berusia di bawah 3 bulan, hubungan antara
kaput femoris dan asetabulum dapat diamati. 7,8,9
Persiapan pemeriksaan pada USG:
1. Persiapan pasien
 Umur yang sesuai untuk melakukan pemeriksaan USG pada
bayi adalah di atas 6 minggu.
 Bayi diposisikan secara supine (kaki bayi menghadap ke arah
pemeriksa).
 Bayi boleh diposisikan secara dekubitus dengan meletakkan
bantal di punggungnya.
 Jika bayi memakai popok, popok dibuka supaya dapat di
skaning secara coronal pada panggul.
 Bayi diiringi oleh tua.

14
2. Teknik Skanning
 Panggul bayi diskaning secara coronal dan transversal untuk
mengevaluasi panggul dalam posisi neutral, abduksi / adduksi
dan fleksi.
USG secara luas telah menggantikan radiografi untuk pencitraan
panggul neonatus. Pada saat kelahiran, asetabulum dan kaput femoris
merupakan tulang rawan sehingga tak kelihatan pada foto rontgen
biasa. USG nyata memberikan gambaran yang tepat mengenai tata
hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Diagnosis dapat ditegakkan apabila terdapat gambaran:

 Asimetris lipatan paha


 Uji Ortolani dan Galeazzi positif
 Asetabular indeks 40 derajat atau lebih besar
 Disposisi lateral kaput femoris pada radiogram
 Limitasi yang menetap dari gerakan sendi panggul dengan atau
tanpa gambaran radiologis yang abnormal
 Kombinasi dari hal-hal yang disebutkan diatas

2.13. Gambaran USG panggu normal pada anak (kanan). Gambaran DDH (kiri).
2.7. Tatalaksana2
a. 3-6 bulan pertama
Tersedia USG. Setiap anak baru lahir dan infan yang memiliki resiko
tinggi atau diduga mengalami ketidakstabilan panggul diperiksa dengan
USG. Apabila terlihat gambaran panggul yang tereduksi dan terdapat garis
kartilago yang normal, maka tidak membutuhkan terapi, tetapi anak harus

15
tertap di observasi selama 3-6 bulan. Apabila ditemukan displasia
asetabulum atau ketidakstabilan panggul, panggul di bebat dengan posisi
fleksi dan abduksi. Dilakukan skaning berulang dengan USG sampai
diperoleh stabilitas dan gambaran anatomi yang normal atau keputusan
untuk melepaskan bebat karena akan dilakukannya tatalaksana yang lebih
agresif.
Tidak tersedia USG. Semua anak yang beresiko tinggi, positif pada
tes Barlow, dan tes Ortolani, dijadikan suspek DDH dan dipasang bantal
abduksi selama 6 minggu pertama. Anak yang mengalami ketidakstabilan
yang menetap di terapi dengan bebat abduksi sampai panggul menjadi
stabil dan pada gambaran x-tray atap asetabulum yang baik (biasanya
dalam 3-6 bulan).
Terdapat dua kelemahan pada metode ini: sensitivitas dan tes klinis
tidak cukup tinggi untuk memastikan ditemukannya semua kasus, dan
pada anak dengan panggul yang tidak stabil pada saat lahir, biasanya
dalam 2-3 akan stabil secara spontan. Lebih baik tidak memulai
pembebatan secepatnya kecuali apabila panggul sudah terdislokasi. Hal ini
dapat mengurangi resiko nekrosis epifisal yang dapat terjadi pada
pemasangan bebat neonatus. Oleh karena itu, jika panggul terdislokasi
tetapi biasanya tidak mengalami dislokasi, bayi tidak diterapi tetapi diuji
pengujian setiap minggu; apabila dalam 3 minggu panggul tetap tidak
stabil, pembebatan abduksi dilakukan. Apabila panggul sudah mengalami
dislokasi pada pemeriksaan yang pertama kali, dilakukan reduksi dan
pembebatan abduksi digunakan saat permulaan. Reduksi dipertahankan
sampai panggul stabil. Mungkin hanya memerlukan beberapa minggu,
tetapi kebijakan yang paling aman adalah penggunaan bebat hingga foto x-
tray memperlihatkan gambaran atap asetabulum yang baik.
Pembebatan. Tujuan dari pembebatan adalah untuk menahan
panggul agar tetap fleksi dan abduksi. Posisi yang ekstrim dihindari dan
panggul harus masih dapat bergerak sedikit dalam pembebatan. Bebat Von
Rosen’s adalah suatu bebat lunak yang berbentuk H. Bebat ini bermanfaat
dan mudah digunakan dan dilepaskan. Pelvic harness lebih sulit
digunakan tetapi lebih sulit digunakan tetapi memberikan kebebasan pada
anak untuk bergerak, sementara posisi masih dipertahankan.
16
Tiga aturan dalam pembebatan:
1. Panggul harus direduksi terlebih dahulu sebagaimana mestinya
sebelum dibebat.
2. Hindari posisi ekstrim
3. Panggul masih dapat digerakkan

Apabila panggul dibebat dalam keadaan subluksasi atau dislokasi,


dinding posterior asetabulum beresiko tinggi mengalami gangguan
pertumbuhan yang mengakibatkan rekonstruksi. Pada saat panggul tidak
dapat tereduksi sebagaimana mestinya, pembebatan sebaiknya tidak
dilakukan. Reduksi tertutup atau reduksi terbuka menjadi pilihan terapi.
Follow up. Tindakan apa pun yang telah diambil, tindak lanjut tetap
diteruskan hingga anak dapat berjalan. Kadang-kadang sekalipun dengan
terapi yang hati-hati, panggul dapat memperlihatkan adanya dispplasia
asetabulum tertentu dikemudian hari.

2.14. Berbagai jenis pembebatan abduksi (a), (b).

b. Dislokasi menetap 6-18 bulan


Pada keadaan panggul yang tetap tidak dapat direduksi secara total
meskipun telah dilakukan terapi awal, atau anak baru memperlihatkan
gejala dikemudian hari karena dislokasi yang tidak terdeteksi, panggul
harus direduksi dengan metode tertutup. Apabila diperlukan, dapat
dilakukan operasi. Reduksi dipertahankan sampai perkembangan
asetabulum memuaskan.

17
Reduksi tertutup. Reduksi tertutup dapat digunakan pada anak
setelah usia 3 bulan. Dilakukan dibawah anastesi umum dengan
menggunakan arthrogram untuk mengkonfirmasi reduksi yang konsentrik.
Cara ini ideal tetapi mempunyai resiko rusaknya pasokan darah pada kaput
femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk mengurangi resiko neksrosis
avaskular, reduksi harus dilakukan berangsur-angsur dimana traksi
dilakuan secara vertikal pada kedua kaki. Secara berangsur-angsur
abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu, kedua kaki terentang lebar-
lebar. Manuver ini dapat mencapai reduksi konsentrik stabil dan dicek
dengan rontgen pelvis.

Apabila terjadi kegagalan pada taha reduksi konsentrik dengan metode


reduksi tertutup, diperlukan operasi terbukapad usia 1 tahun. Panggul
harus stabil dalam posisi abduksi yang aman, yang dapat ditingkatkan
dengan tenotomi aduktor tertutup.

Pembebatan. Pembebatan panggul yang direduksi secara kosentrik


ditahan dalam suatu spika gips dalam keadaan 60° fleksi, 40° abduksi, dan
20° rotasi internal. Setelah 6 minggu, spika digantikan dengan bebat yang
mencegah adduksi tetapi memungkinkan pergerakan. Pelvic harness atau
gips lutut dengan batang melintang dapat digunakan. Bebat ini
dipertahankan 3-6 bulan lagi dan diperiksa dengan rontgen untuk
memastikan kaput femoris tereduksi secara kosentrik dan atap asetabulum
berkembang dengan normal.

18
2.15. Pelvic harness

Operasi. Apabila konstentrik reduksi tidak dapat dicapai, operasi


terbuka dibutuhkan.

c. Dislokasi menetap 18 bulan – 4 tahun


Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup jarang tercapai. Dokter
bedah kebanyakan lebih memilih dilakukannya arthrography dan reduksi
terbuka.
Traksi. Meskipun reduksi tertutup tidak mencapai hasil yang
diinginkan, periode traksi (apabila dibutuhkan dikombinasikan dengan
psoas dan adduktor tenotomi) mungkin membantu dalam melonggarkan
jaringan dan menurunkan kaput femoris berhadapan dengan asetabulum.
Arthrography. Arthrogram dapat memperjelas struktur anatomi
panggul dan menunjukkan adanya displasia asetabulum.
Operasi. Kapsul sendi dibuka secara anterior, setiap kapsul yang tidak
diperlukan dibuang untuk pengurangan termasuk ligamentum teres yang
hipertrofi dan ligamentum asetabular transversus dan kaput femoris
ditempatkan pada asetabulum. Biasanya diperlukan osteotomi derotasi
femur. Pada saat yang bersamaan, 1 cm segmen dapat di buang dari
femur proksimal untuk mengurangi tekanan pada panggul.

19
2.15. Osteotomi

Pembebatan. Setelah operasi, dilakukan pembebatan dengan spika


gips selama 3 bulan dan kemudian dibiarkan tidak disanggah untuk
memungkinkan pemulihan gerakan selama 1-3 bulan. Kemudian dilakukan
pemeriksaan fisik dan radiologis sampai tercapai maturitas tulang.

d. Dislokasi menetap lebih dari 4 tahun


Reduksi dan stabilisasi menjadi sangat sulit dengan bertambahnya
usia. Namun, pada anak usia 4-8 tahun –terutama apabila dislokasi terjadi
unilateral- masih dapat diusahakan. Perlu diingat bahwa terjadi
peningkatan angka nekrosis avaskular dan kekakuan panggul sebesar
25%.
Dislokasi Unilateral. Pada anak diatas usia 8 tahun, biasanya panggul
dapat digerakan dan rasa nyeri hanya sedikit. Kondisi ini tidak memerlukan
terapi, walaupun terjadi gangguan keseimbangan. Apabila reduksi
dilakukan, diperlukan operasi terbuka dan rekonstruksi asetabulum.
Dislokasi Bilateral. Deformitas dan waddling gait simetris sehingga
tidak terlalu tampak adanya kelainan. Resiko dari operasi juga semakin
besar karena kegagalan pada satu sisi dapat menjadikannya deformitas

20
yang tidak simetris. Oleh karena itu, biasanya dokter bedah menghindari
operasi pada usia diatas 6 tahun kecuali terasa nyeri yang amat sangat di
daerah panggul atau deformitas yang terjadi memang berat. Pasien yang
tidak diterapi dapat berjalan dengan tergoyang-goyang, atau bahkan tidak
menimbulkan gejala yang berarti.

2.8. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin dapat terjadi, termasuk
redislocation, kekakuan panggul, infeksi, kehilangan darah dan
kemungkinan nekrosis paling berat dari kaput femur. Tingkat nekrosis
kaput femur bervariasi, pada penelitian ini rentang tingkat dari 0% sampai
73%. Banyak penelitian menunjukkan bahwa abduksi ekstrim, khususnya
dikombinasikan dengan ekstensi dan rotasi internal, menghasilkan nekrosis
avaskular yang lebih tinggi kecuali dikoreksi segera setelah lahir,
penekanan abnormal menyebabkan malformasi perkembanga tulang paha
dengan gaya berjalan pincang. Jika kasus kelainan panggul developmental
terlambat diobati, anak akan memiliki kesulitan berjalan yang dapat
mengakibatkan rasa sakit seumur hidup. Selain itu jika kondisi ini tidak
diobati posisi pinggul abnormal akan memaksa asetabulum untuk mencari
posisi lain untuk menampung kaput femur.2,7,8

2.9. Prognosis
Secara keseluruhan, prognosis terapi displasia panggul pada anak
sangat baik. Khususnya apabila displasia diketahui sejak dini dan
ditatalaksana dengan terapi tertutup. Apabila terapi tertutup tidak berhasil
dan reduksi terbuka diperlukan, prognosisnya menjadi kurang baik,
walaupun hasilnya terlihat memuaskan dalam jangka waktu pendek. 7
Prognosis pasien dengan displasia unilateral lebih baik dibandingkan
displasia bilateral. Displasia bilateral membutuhkan terapi yang lebih rumit
dan sering terjadi keterlambatan diagnosis. Angka kejadian nekrosis lebih
tinggi pada grup displasia bilateral, tetapi perbedaan ini disebabkan oleh
umur yang lebih tua dan derajat dislokasi panggul yang lebih besar
sebelum operasi. Hasil klinis setelah operasi pada anak dengan dislokasia
panggul bilateral lebih buruk karena hasil yang seringkali asimetris. 7
21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Dejong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2005
2. Apley Graham dkk. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi ke-7.
Jakarta: Widya Medika; 1995
3. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue; 2003
4. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2008
5. Kumpulan Bahan Kuliah Blok 18 FK Unand Padang.
6. Kelainan pada Pelvis: Hip Dysplasia. Diunduh tanggal Oktober 2015 dari
www.google.com.
7. Prognosis dan dislokasi panggul kongenital diunduh tanggal Oktober 2015
dari
http://books.google.co.id/books?id=9yqqTP6teIC&pg=PA396&lpg=PA396&dq
=Prognosis+dislokasi+panggul+kongenital&source
8. Radiologi dislokasi panggul kongenital diunduh tanggal Oktober 2015 dari
http://books.google.co.id/books?id=GTqUHHF4A6oC&pg=PA245&lpg=PA245
&dq=Radiologi+dislokasi+panggul+kongenital&source
9. Developmental Dislocation of the Hip diunduh tanggal Oktober 2015 dari
www.usp-neonatal-hips-winner.html
10. Perthes Disease diunduh tanggal Oktober 2015 dari www.ux-perthes.html
11. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006

22

Anda mungkin juga menyukai