Anda di halaman 1dari 6

A.

Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)


Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) merupakan Sistem
Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaran SPIP dikatakan berhasil
mencapai tujuannya apabila ditandai oleh eksistensi dua aspek, yaitu aspek desain
pengendalian intern (control design) dan aspek penerapannya (control
implementation). Aspek desain pengendalian terkait dengan masalah ada tidaknya
dan baik tidaknya rancangan pengendalian intern suatu organisasi. Sedangkan
aspek penerapan menyangkut efektif tidaknya pelaksanaan rancangan pengendalian
terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan
keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, organisasi yang sistem pengendaliannya baik akan memiliki
rancangan pengendalian yang tepat dan melaksanakan rancangan itu secara efektif
dalam seluruh aktivitasnya untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik.
Pelaksanaan SPIP adalah amanat PP 60 tahun 2008 yang mengamatkan bahwa
pelaksanaan kebijakan/program dilakukan secara integral antara tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai
untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dengan penerapan pelaksanaan SPI pada setiap unit kerja, diharapkan dapat
mendorong seluruh unit kerja/satuan kerja untuk melaksanakan seluruh
kebijakan/program yang telah ditetapkan yang bermuara terhadap tercapainya
sasaran dan tujuan organisasi. Disamping itu setiap satuan kerja diharapkan dapat
melakukan identifikasi kemungkinan terjadinya deviasi atau penyimpangan dalam
pelaksanaan kegiatan dengan membandingkan antara perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan tersebut, sebagai umpan balik untuk melaksanakan tindakan koreksi atau
perbaikan bagi pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi.
Dengan diberlakukannya PP 60 tahun 2008 ini, pimpinan instansi atau unit kerja
akan bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan kebijakan/program yang
terurai dalam beberapa kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang dimulai
sejak dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan pelaporan/pertanggungjawaban
keuangan yang akuntabel. SPIP dilandasi oleh pemikiran bahwa pengawasan intern
melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, serta hanya
memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak.
Penerapan SPI dalam unit kerja dilaksanakan melalui penegakan integritas dan
nilai etika, komitmen kepada kompetensi, kepemimpinan yang kondusif,
pembentukan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian
wewenang dan sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran
pengawasan intern pemerintah yang efektif serta hubungan kerja yang baik dengan
instansi pemerintah terkait.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) terdiri dari 5 (lima) unsur
yakni :
1. Lingkungan Pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah
yang mempengaruhi efektivitas pengendalian intern. Dalam hal ini,
pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan
perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan
manajemen yang sehat.
2. Penilaian Risiko, adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian
yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
Dengan demikian, pengendalian intern harus memberikan penilaian atas
risiko yang dihadapi unit organisasi baik luar maupun dari dalam.
3. Kegiatan Pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk
memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara
efektif. Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan
pimpinan instansi pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus
efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Informasi dan komunikasi proses pengolahan data yang telah diolah dan
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan serta tersampaikan
informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan instansi pemerintah
dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan
sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan instansi
pemerintah secara berjenjang melaksanakan pengendalian dan
tanggungjawab.
5. Pemantauan pengendalian Intern, pemantauan harus dapat menilai kualitas
kinerja baik secara kualitatif dan kuantitatif dari waktu ke waktu dan
memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera
ditindaklanjuti.

B. Pembangunan Zona Integritas


Komitmen Pimpinan dan seluruh jajaran Kemenkes untuk mewujudkan WBBM
diwujudkan dengan pencanangan Zona Integritas pada tanggal 18 Juli 2012 di
lingkungan Kementerian Kesehatan. Pencanangan Zona Integritas merupakan
bagian dari Gerakan Nasional Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah
Bebas dari Korupsi dan sebagai bentuk implementasi dari pelaksanaan Instruksi
Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Pencanangan ZI ini dilanjutkan dengan pencanangan ZI di seluruh Unit Utama dan
Satker di lingkungan Kemenkes.
Dalam upaya pembangunan Zona Integritas menuju WBBM, Kemenkes telah
melakukan penilaian terhadap calon Satker WBK yang memenuhi syarat indikator
hasil dan indikator proses Satker WBK serta pada tanggal 30 Agustus 2013 telah
mengusulkan 3 Satuan Kerja ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan sebagai Satker WBK.
Proses pembangunan Zona Integritas yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan dengan melakukan 2 (dua) cara penilaian, yakni sebagai berikut.
1. Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK
Penilaian Satuan Kerja berpredikat yang berpredikat WBK di lingkungan
Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang
dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Penilaian dilakukan dengan dengan
menggunakan indikator proses (nilai di atas 75) dan indikator hasil yang
mengukur efektivitas kegiatan pencegahan korupsi yang telah dilaksanakan.
Dalam upaya pencapaian predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) kriteria utama yang harus
dipenuhi adalah pencapaian opini laporan keuangan kementerian/ lembaga oleh
BPK-RI, harus memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 dan
memenuhi syarat nilai indikator hasil WBK seperti tabel berikut ini.

Tabel 5.1
Unsur Indikator Hasil WBK

BOBOT
NO UNSUR INDIKATOR PROSES
(%)
1. Penandatanganan pakta integritas 5
2. Pemenuhan kewajiban LHKPN 6
3. Pemenuhan akuntabilitas kinerja 6
4. Pemenuhan kewajiban laporan keuangan 5
5. Penerapan kewajiban disiplin PNS 5
6. Penerapan kode etik khusus 4
7. Penerapan kebijakan pelayanan publik 6
8. Penerapan whistle blower sistem tindak pidana 6
korupsi
9. Pengendalian gratifikasi 6
10. Penanganan benturan kepentingan (conflict of 6
interest)
11. Kegiatan pendidikan, pembinaan, dan promosi 6
anti korupsi
12. Pelaksanaan saran perbaikan yang diberikan oleh 5
BPK/KPK/APIP
13. Penerapan kebijakan pembinaan purna - tugas 4
14. Penerapan kebijakan pelaporan transaksi 6
keuangan yang tidak sesuai dengan profil PPATK
15. Promosi jabatan secara terbuka 3
16. Rekrutmen secara terbuka 3
17. Mekanisme pengaduan masyarakat 6
18. E – procurement 6
19. Pengukuran kinerja individu 3
20. Keterbukaan informasi publik 3
2. Penilaian dan Penetapan Satuan Kerja Berpredikat WBBM
Penilaian satker yang berpredikat Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM), dilakukan oleh Tim Penilai Nasional (TPN) melalui
evaluasi atas kebenaran material hasil self-assessment yang dilaksanakan
oleh TPI termasuk hasil self-assesament tentang capaian indikator hasil
WBBM. Untuk mencapai Indikator Hasil WBK dan WWBM dapat dinilai
mengacu pada penilaian seperti tabel berikut ini.

Tabel 5.2
Indikator Hasil WBK dan WWBM

NO UNSUR INDIKATOR HASIL WBK WBBM KETERANGAN

1. Nilai Indeks Integritas >7,0 >7,5 Skala 0 – 10 berdasarkan


intrumen KPK
2. Penilaian kinerja unit >550 >750 Skala 0 – 1000 berdasarkan
pelayanan public
3. Penilaian kerugian Negara (KN) 0% 0% Penilaian APIP dan BPK dalam
yang belum diselesaikan (%) dua tahun terakhir
4. Persentase maksimum temuan 3% 2% 0% jika jumlah pegawai 100
inefektif orang
5. Persentase minimum temuan 3% 2% <1% jika jumlah pegawai
inefisien lebih dari 100 orang
6. Persentase maksimum jumlah 1% 0% Idem
pegawai yang dijatuhi hukuman
disiplin karena penyalahgunaan
keuangan
7. Persentase pengaduan 5% 0% Idem
masyarakat yang belum ditindak
lanjuti
8. Persentase pegawai yang 0% 0% Pengaduan yang telah >60
melakukan tindak pidana hari dalam dua tahun
korupsi terakhir berdasarkan
keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan
hokum tetap
Daftar Pustaka

https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/sistem-pengendalian-intern-
pemerintah-spip-55
https://www.academia.edu/12579920/TATA_KELOLA_PEMERINTAHAN_YA
NG_BAIK_DAN_BERSIH

Anda mungkin juga menyukai