Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TUGAS AKHIR

PERENCANAAN LAPANGAN PENUMPUKAN PETI KEMAS


DI TERMINAL PETI KEMAS
SEMARANG

DIAN KRISTIYANTI
NRP 3106.100.124

DOSEN PEMBIMBING
Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi, DEA.
Ir. Dyah Iriani W, MSc.

JURUSAN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2010

0
PERENCANAAN LAPANGAN PENUMPUKAN PETI KEMAS
DI TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG

Nama Mahasiswa : Dian Kristiyanti


NRP : 3106 100 124
Jurusan : Teknik Sipil FTSP – ITS
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi, DEA.
Ir. Dyah Iriani W, MSc.

Abstrak

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada umumnya dan lapangan penumpukannya pada
khususnya memiliki peran strategis dalam menunjang kegiatan arus lalu lintas transportasi angkutan laut
dan sebagai penggerak dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah Timur. Setiap
tahun pertumbuhan arus barang terutama dan Indonesia Bagian petikemasnya baik domestik maupun
internasional di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang mengalami peningkatan melebihi kapasitas yang
ada. Adapun proyeksi produktivitas bongkar muat peti kemas tahun 2004-2009, baik untuk ekspor, full
import, dan empty import akan selalu meningkat.
Sehingga perlu adanya pengembangan areal lapangan penumpukan untuk menampung arus
overflow dari muatan petikemas yang tidak tertangani di Pelabuhan Tanjung Emas seluruhnya.
Berdasarkan konsep Denah Pengembangan Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
lokasi yang diusulkan adalah di Pantai Utara Semarang, dimana pengembangan yang akan dilakukan
diantaranya adalah Reklamasi lapangan penumpukan seluas 5250 m2.
Namun permasalahan muncul dalam perencanaan ini.Yaitu kondisi tanah Semarang yang jelek
apalagi tanah terletak di laut dan kondisi gelombang yang besar dari Barat Laut.Hingga benar-benar
diperlukan perencanaan yang betul dengan dilakukan perbaikan tanahnya terlebih dahulu agar tidak
terjadi kegagalan struktur yang berakibat fatal.
Adapun tujuan dari perencanaan ini adalah untuk mendapatkan desain Lapangan Penumpukan
Peti Kemas di Terminal Peti Kemas, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang kuat, stabil, dan
ekonomis agar perdagangan dan industri dapat berjalan aman, nyaman, lancar, cepat, efektif dan efisien.
Selain itu desain yang direncanakan tersebut bisa dilaksanakan di lapangan dan dengan biaya yang
optimum.
Dan berdasar analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa dengan luas lahan 105 m x 50 m
hanya dapat dilakukan pengembangan berupa satu blok peti kemas saja dengan pergerakan peti kemas
dan alat yang digunakan mengikuti kondisi eksisting.
Sedang untuk reklamasinya digunakan material timbunan dengan nilai  sat 1.8 t/m³, nilai C nol,
dan sudut geser tanah 33º.Karena reklamasi dilakukan pada tanah dasar yang jelek maka dilakukanlah
perbaikan dengan menggunakan PVD dengan preload and surcharge.Adapun PVD yang digunakan
berdimensi 0.3 cm x 10 cm dipasang dengan spasi 1.5 meter dengan kedalaman -21.15 m LWS dengan
formasi segitiga.
Dan yang terakhir untuk perkerasan, area dibagi menjadi 3area.Area lapangan penumpukan, area
jalur RTGC, dan area lintasan chassis.Perencanaan berdasarkan Standard British Port Association,
1982 : The Structural Design of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries.Untuk lapisan
surface digunakan flexible pavement menggunakan paving block berdimensi 20 cm x 10 cm x 10
cm.Sedang untuk desain lapisan base dan sub-base nya didesain berbeda untuk masing-masing area
sesuai tingkat kekritisannya.

Kata kunci : Pelabuhan, Lapangan Penumpukan, Petikemas, Tanjung Emas.

1
BAB I yang sangat jelek (data terlampir) dan kondisi
PENDAHULUAN gelombang yang ada menjadi tantangan tersendiri
dalam perencanaan detailnya agar dapat diperoleh
perencanaan lapangan penumpukan yang kuat, stabil,
1.1 Latar Belakang dan ekonomis.Dan detail desain perencanaan
perluasan lapangan penumpukan inilah yang akan
Di masa kini dan mendatang, kontribusi kawasan dijadikan penulis sebagai bahan Tugas Akhir.
Jawa Tengah menjadi daerah yang sangat potensial
bagi para investor, artinya pertumbuhan industri dan
perdagangan akan makin ramai baik pada skala
nasional maupun internasional.Letak Jawa Tengah
yang strategis telah menyebabkan kawasan ini sangat
penting untuk menghubungkan propinsi-propinsi di
pulau Jawa, sehingga pada titik inilah peranan
transportasi laut menjadi sangat vital.
Begitu pula hinterland Pelabuhan Tanjung Emas
mencapai wilayah cukup luas dan daerah yang
memiliki potensi ekonomi yang tinggi yaitu meliputi
sebagian besar propinsi Jawa Tengah, termasuk
Yogyakarta dan pelabuhan Banjarmasin.Ketiga Gambar 1.1 Kondisi Dermaga dan Lapangan
kawasan ini merupakan jantung perdagangan antar Penumpukan TPKS Semarang
pulau Jawa dengan beragam pulau di Indonesia dan (Sumber : www.tpks.pp3.co.id)
juga akses terpenting bagi perdagangan
internasional.Jadi keberadaan pelabuhan Semarang ini
sangat strategis dalam meningkatkan laju perdagangan
wilayah hinterland dan pada akhirnya juga menjadi
tumpuan peningkatan perekonomian wilayah.
Salah satu fasilitas andalan Pelabuhan Tanjung
Emas adalah Terminal Peti Kemas dengan lapangan
penumpukannya yang merupakan pusat handling peti
kemas.Lapangan penumpukan ini mempunyai peranan
yang sangat penting bagi proses bongkar muat
barang.Dimungkinkan bahwa lapangan penumpukan
ini akan mengalami perluasan bila arus barang selalu
mengalami peningkatan.
Bila dilihat dari kecenderungan arus barang
melalui pelabuhan, setiap tahunnya mengalami
peningkatan, utamanya adalah dalam bentuk kemasan
(kontainer). Adapun proyeksi produktivitas bongkar Gambar 1.2 Kondisi Dermaga dan Lapangan
muat peti kemas tahun 2004-2008, baik untuk ekspor, Penumpukan TPKS Semarang
full import, dan empty import akan selalu meningkat, (Sumber : www.tpks.pp3.co.id)
dari 355009 TEUs di tahun 2004, 353675 TEUs di
tahun 2005, 370108 TEUs di tahun 2006, 385095
TEUs di tahun 2007, 373644 TEUs di tahun 2008, dan
356461 TEUs di tahun2009 (Sumber : Dinas
Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang). 1.2 Rumusan Permasalahan
Kondisi dermaga dan lapangan penumpukan TPKS Kebutuhan akan perluasan lapangan penumpukan
Semarang dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan sebagai akibat dari peningkatan arus peti kemas
Gambar 1.2. sedangkan kondisi tanah yang ada sangat jelek apalagi
Melihat kecenderungan tersebut, perlu adanya tanah tersebut terletak di laut sehingga diperlukan soil
perencanaan perluasan lapangan penumpukan di improvement agar perencanaan detail benar untuk
Terminal Peti Kemas Semarang yang mampu menghindari kegagalan struktur.
menampung terhadap arus kontainer dan kebutuhan
optimal peralatan bongkar muat peti kemas.Dimana
kondisi lapangan penumpukan di Terminal Peti
1.3 Tujuan
Kemas Semarang saat ini yang mempunyai luas ±17 Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah diharapkan
Ha (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi mampu merencanakan lapangan penumpukan dengan
TPKS Semarang) akan diperluas lagi demi memenuhi baik dan tepat serta sebagai bahan masukan yang
arus barang kontainer yang terus meningkat. sangat berguna bagi perencanaan lapangan
Namun masalah lain muncul dalam perencanaan penumpukan yang lainnya.
perluasan lapangan penumpukan ini.Kondisi tanah

2
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam Tugas Akhir ini antara
lain :
 Data yang digunakan adalah data sekunder.
 Lay out yang digunakan adalah lay out yang
diusulkan oleh PT. PELINDO III.
 Melakukan evaluasi terhadap layout lapangan
penumpukan tersebut.
 Perencanaan yang dilakukan berupa reklamasi
pada area reklamasi (siteplan terlampir) yang
akan digunakan sebagai lapangan penumpukan
yang baru dan perkerasan pada lantai kerja
lapangan penumpukan yang telah direklamasi. Gambar 1.4 TPKS Pelabuhan Tanjung Emas
 Tidak menghitung RAB. Semarang
 Metode perbaikan tanah yang digunakan adalah (Sumber : www.googleearth.com)
Preloading and Surcharge dengan kombinasi
penggunaan PVD.
1.6 Metodologi
Metodologi Tugas Akhir sebagaimana Gambar
1.5 Lokasi 1.5.

Terminal Petikemas Semarang yang berada di


wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
terletak di pantai utara Kota Semarang.Posisi geografi
Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah,
tepatnya pada garis 6º 5' - 7º 10' Lintang Selatan dan
110º 35' Bujur Timur (lihat Gambar 1.3 dan Gambar
1.4).Sedang luas wilayah mencapai 37.366.838 Ha
atau 373,7 km2.Letak geografi Kota Semarang ini
dalam koridor pembangunan Jawa Tengah dan
merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor
pantai Utara, koridor Selatan ke arah kota - kota
dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang
dikenal dengan koridor Merapi - Merbabu, koridor
Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan dan Barat
menuju Kabupaten Kendal. (Lokasi Proyek terlampir).

Gambar 1.5 Diagram Alir Metodologi Penyusunan


Tugas Akhir

Keterangan diagram alir metodologi penyusunan


Tugas Akhir tersebut adalah sebagai berikut.
1.6.1 Pendahuluan
Gambar 1.3 Lokasi TPKS Semarang dan Potensi Dalam pendahuluan ini akan dibahas dan
Hinterlandnya dipelajari
(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS permasalahan dan batasan masalah yang
Semarang) melatarbelakangi pengerjaan Tugas Akhir ini.

3
1.6.2 Dasar Teori  Teori settlement :
Berupa studi literatur, yaitu mempelajari dan  Settlement
menjelaskan tentang teori-teori, konsep, perumusan,  Immediate Settlement
peraturan, dan standar yang akan dipakai dalam Tugas  Primary Consolidation Settlement (Scp)
Akhir ini.  Penambahan tegangan pada tanah (  P) akibat
timbunan
 Waktu konsolidasi
1.6.3 Pengumpulan dan Analisis Data  Tinggi timbunan
Pengumpulan data, data yang digunakan  Preloading and surcharge
merupakan data sekunder yang didapat dari instansi  Teori vertikal drain :
terkait atau hasil survey dari pihak lain.  Menentukan kedalaman PVD
Dan data yang akan dianalisis meliputi :  Menentukan waktu konsolidasi
 Data hidrooseanografi :  Perhitungan kenaikan daya dukung tanah akibat
o Data pasang surut digunakan untuk menentukan penurunan yang terjadi
pedoman untuk mengetahui elevasi muka air  Teori sliding :
tertinggi dan terendah.  Perhitungan stabilitas terhadap Sliding
o Data arus laut digunakan untuk mengetahui  Stabilitas terhadap Puncture
kecepatan arus laut.  Stabilitas terhadap Sliding Rotasional
 Data topografi.
 Data gelombang.
 Data angin. 1.6.6 Perencanaan Perkerasan
 Data bathymetri digunakan untuk mengetahui Pada perencanaan perkerasan dalam Tugas
kedalaman dasar laut. Akhir ini, areal lapangan penumpukan yang ada perlu
 Data tanah untuk perencanaan reklamasi dan dikelompokkan sesuai tipe peralatan atau kendaraan
perencanaan perkerasan. Sebab dari data tanah yang akan melewati, juga intensitas lalu
dapat diketahui parameternya sehingga tahu lintasnya.Dengan pembagian ini akan tampak
karakteristiknya dan dapat diketahui daya kebutuhan tebal struktur bawah jalan yang sedikit
dukungnya. Data tanah itu berupa data N-SPT. berbeda satu area dengan area lain, sehingga dapat
dipastikan kebutuhan optimal masing- masing area.

1.6.4 Evaluasi Layout 1.6.7 Metode Pelaksanaan


Layout yang digunakan berpedoman pada Meliputi metode pelaksanaan reklamasi dan
Layout Pengembangan Terminal Peti Kemas metode pelaksanaan perkerasan pada perluasan
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (terlampir). lapangan penumpukan.

1.6.5 Perencanaan Reklamasi 1.6.8 Penutup


Ada tujuh teori yang dapat dijadikan acuan Berisi kesimpulan dari hasil perencanaan
dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut : meliputi :
 Analisis parameter tanah.  Evaluasi layout lapangan penumpukan.
 Material reklamasi.  Perencanaan reklamasi lahan.
 Konsep perhitungan tanah dasar :  Perencanaan perkerasan dari lantai kerja lapangan
 Short term condition penumpukan.
 Long term condition

BAB II 2.1.1 Bathymetri


DASAR TEORI Bathymetri (pemeruman) merupakan bagian
terpenting dan mendasar dari pekerjaan survey atau
pemetaan hidrografi yang didefinisikan sebagai
2.1 Survey Data Perairan kegiatan pengumpulan data dengan metode
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, survey data penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar laut.
tentang kondisi perairan diperoleh dalam bentuk data Luas areal yang diukur tergantung areal
sekunder, jadi penulis mendapatkan data yang sudah operasional yang harus mencakup seluruh wilayah
diolah berdasarkan dari PT. Pelindo III dan pelabuhan pengelolaan pelabuhan.Untuk kebutuhan design
Tanjung Emas Semarang. pemetaan secara detil dilakukan pada wilayah yang
lebih sempit di sekitar areal yang direncanakan saja.

4
Kegunaan dari peta bathymetri adalah untuk Kegunaan dari data pasang surut adalah
mengetahui kedalaman tanah dasar laut diukur dari untuk melengkapi kebutuhan penggambaran peta
posisi 0.00 m LWS. bathymetri (peta kontur kedalaman laut), dan
Analisis Data mengetahui posisi muka air laut absolut terendah dan
Hasil pengukuran dapat diplot secara manual pola pasang surutnya.Selanjutnya posisi air surut
atau diolah menggunakan komputer.Selanjutnya terendah berdasar pola pasang surut setempat
hasilnya dituangkan pada kertas gambar dengan digunakan sebagai acuan untuk penetapan elevasi
ukuran kertas sesuai kebutuhan (A0 atau A1) dan peta kontur tanah dan elevasi seluruh bangunan, sehingga
dibuat dengan skala tertentu umumnya skala 1:1000 kondisi kedalamn perairan dan elevasi posisi kering
atau 1:500. dari struktur dan wilayah darat dapat ditentukan.
Garis - garis kontur peta pantai digambar Analisis Data
untuk tiap interval -0,5 sampai -1,0 m LWS.Adanya
Analisa data pasang surut umumnya
berbagai benda yang menghalangi atau benda
menggunakan metode Dodson yang disempurnakan
berbahaya di dasar laut juga perlu ditandai.
dengan metode Admiralty.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini data Komponen penting yang perlu diketahui
bathymetri diperoleh dari PT. Pelindo III dan sudah sebagai hasil analisis data pasang surut adalah :
berupa data olahan. - LWS = Low water Spring = merupakan hasil
perhitungan level muka air rata-rata
terendah(surut), sering disebut juga MLWS (mean
2.1.2 Pasang Surut low water surface).
Pasang surut terjadi terutama karena - MSL = Mean Sea Level = adalah elevasi rata-rata
pengaruh posisi Bumi terhadap Bulan dan Matahari, muka air pada kedudukan pertengahan antara muka
sedang pengaruh bintang dan planet lain relatif lebih air terendah dan tertinggi.
kecil.Pada saat Bulan mengitari Bumi pada garis - HWS = High Water Spring = adalah elevasi rata-
orbitnya berada dalam jarak yang paling dekat dengan rata muka air tertinggi(pasang), disebut juga
Bumi akan menimbulkan posisi air pasang (High MHWS (mean high water surface).
water Spring=HWS), sebaliknya pada posisi terjauh
Dalam penulisan Tugas Akhir ini data pasang
menimbulkan air surut (Low Water Spring = LWS).
surut diperoleh dari Tugas Akhir Rifan, 2003 dari
Rangkaian pola pergerakan muka air laut ini bersifat
sumber Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas
berulang-ulang dimana antara saat pasang dan saat
Semarang, Jawa Tengah.
surut berlangsung harian. Bila terjadi 1 kali pasang
dan surut dalam sehari sehingga dalam satu periode
berlangsung sekitar 12 jam 50 menit disebut sebagai 2.1.3 Angin dan Gelombang
pasang harian tunggal (diurnal), sedang bila terjadi 2
Data dapat diperoleh dari stasiun meteorologi
kali pasang dan 2 kali surut dalam sehari disebut
terdekat atau dari bandar udara terdekat, bila
pasang harian ganda (semi diurnal). Apabila berdasar
diperlukan pengukuran langsung dapat digunakan
pengamatan jangka panjang terjadi campuran antara
peralatan Anemometer dan asesorisnya yang disurvey
kejadian diurnal dengan semi diurnal maka pada
selama minimal setahun terus menerus.
lokasi tersebut terdapat pola pasang surut campuran
Anemometer ini dapat mengukur arah
(mixed) baik dengan didominasi semi diurnal maupun
sekaligus kecepatan angin, dan asesorisnya berupa
diurnal.
recorder dengan pena yang menoreh kertas grafik.
Pengaruh posisi matahari terjadi pada pola
Cara pemasangan alat adalah dengan memasang pada
pasang surut dalam satu siklus panjangnya yang
posisi 10 meter diatas permukaan laut, dan dipasang
terjadi 1 bulan sekali atau  30 hari. Pada posisi
sepanjang tahun
Bulan ditengah antara Bumi dan matahari akan
terjadinya rangkaian pasang dan surut yang Kegunaan data angin adalah untuk menyusun
perbedaannya besar disebut Spring tide, sedang pada analisis gelombang, mengetahui distribusi arah dan
posisi Bumi diantara Bulan dan matahari akan kecepatan angin tepat di rencana lokasi pelabuhan atau
menghasilkan Neap tide, periksa Gambar 2.1 untuk di wilayah survey.
melihat rangkaian kejadian pasang surut. Analisis Data
Data yang diperoleh sudah terklasifikasi
sehingga pengolahan lebih lanjut lebih
sederhana.Umumnya data dipilah berdasar statistik
distribusi kecepatan dan arah angin serta
prosentasenya, atau dikenal dengan ‘wind rose’.
Ditambahkan pula analisis terhadap musim yang
mencakup arah dan kecepatan serta frekuensi kejadian
Gambar 2.1 Posisi Bumi, Bulan, dan Matahari pada interval waktu tertentu.
yang Mempengaruhi Pasang Surut
(Sumber : Iriani, 2000)

5
Dalam penulisan Tugas Akhir ini data angin 2.2 Definisi Lapangan Penumpukan
dan gelombang diperoleh dari Tugas Akhir Rifan,
Container yard atau lapangan penumpukan
2003 dari sumber Master Plan Pelabuhan Tanjung
adalah lapangan penumpukan peti kemas yang berisi
Emas Semarang, Jawa Tengah.
muatan FCL ( Full Container Load, yaitu seluruh isi
peti kemas milik seorang pengirim atau penerima
2.1.4 Arus muatan ) dan peti kemas kosong yang akan
Arus terjadi oleh beberapa sebab meliputi dikapalkan.Lapangan ini berada di daratan dan
adanya perbedaan muka dasar tanah di bawah air, permukaannya harus diberi perkerasan untuk bisa
perbedaan level permukaan air, perbedaan kerapatan mendukung peralatan pengangkat / pengangkut dan
/densitas air, dan perbedaan suhu air. beban peti kemas.

Pada umumnya arus yang terjadi di 2.3 Definisi Reklamasi


sepanjang pantai berupa arus akibat perbedaan muka
air pasang surut antara satu lokasi dengan lokasi yang Menurut salah satu definisi, reklamasi adalah
lain, sehingga perilaku arus dipengaruhi pola pasang suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau)
surut. dengan skala volume dan luasan yang sangat besar
pada suatu kawasan/lahan yang relatif masih kosong
Kegunaan data arus adalah untuk mengetahui dan berair (Wahyudi. H, 1997).
dan mengevaluasi kondisi stabilitas garis pantai.
Analisis Data 2.4 Evaluasi Layout
Pengolahan data arus disusun berdasar
Lapangan penumpukan adalah tempat
kegunaan data. Pada umumnya yang dibutuhkan
adalah mengetahui frekuensi arah dan kecepatan arus penyimpanan sementara peti kemas sebelum dimuat
terhadap pola aliran pasang surut.Untuk itu data diolah maupun yang sudah dibongkar. Layout akan
dievaluasi terhadap kondisi daratan atau tata letak
dan ditampilkan bersama data pasang surut.
pada lapangan penumpukan yang baru dengan
Dalam penulisan Tugas Akhir ini data arus mengacu pada kondisi eksistingnya.Evaluasi
diperoleh dari Tugas Akhir Rifan, 2003 dari sumber dilakukan bertujuan untuk menentukan apakah
Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, perencanaan layout telah sesuai dengan kebutuhan
Jawa Tengah. yang direncanakan di lapangan.
Meliputi lebar dan panjang lapangan penumpukan
yang dibutuhkan serta penambahan blok untuk
2.1.5 Data Tanah
kapasitas peti kemas tambahan yang perlu disediakan
Sangat diperlukan khususnya untuk untuk umur rencana tertentu.
perencanaan infrastruktur, baik untuk struktur
bangunan bawah (tiang pancang) maupun lapangan
penumpukan, jalan atau areal terbuka lain.
Jadi kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek =
Metode penyelidikan dilakukan dengan Pr ediksiBongkarMuatUmur Re ncanaTertentu
mengebor tanah (boring) sampai kedalaman antara 40
hingga 100 m di bawah muka tanah dasar, sekaligus JumlahMingguDalamSetahun
dilakukan test SPT tiap interval antara 1,5 hingga 3 m [2.1]
tergantung akurasi yang diinginkan.
Pada setiap sampel yang diambil sedapat Lebar 1 blok peti kemas
mungkin berupa ‘Undistubed sample’ (contoh tanah
yang tidak terusik), lalu dikirim ke laboratorium guna = (banyak GS x lebar 1 GS) + 1 jalur truk + lebar
dites terhadap beberapa jenis tes keadaan fisis jalur roda RTGC 2 sisi [2.2]
(Physical properties), dan tes lainnya.
Kegunaan data tanah adalah untuk Panjang 1 blok = banyaknya baris x 20 ft [2.3]
mengetahui kondisi tanah dasarnya.
Analisis Data 2.5 Perencanaan Reklamasi
Data ditampilkan sesuai aslinya atau diolah
sesuai kebutuhan, misal untuk perencanaan tiang Beberapa teori yang digunakan sebagai acuan
pancang, atau untuk reklamasi lahan, dan sebagainya. dalam perhitungan perencanaan reklamasi pada
lapangan penumpukan peti kemas Terminal Peti
Dalam penulisan Tugas Akhir ini data tanah
Kemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang adalah
diperoleh dari PT. Pelindo III dan sudah berupa data
sebagai berikut :
olahan.
 Analisa parameter tanah.
 Material reklamasi.
 Konsep perhitungan tanah dasar.
 Teori settlement.

6
 Teori vertikal drain.  Harus bersih dan bebas dari bahan organis dan
 Teori sliding. kotoran.
 Metode pelaksanaan.  Diameter butiran maksimum = 20 mm.
 Persentase material berdiameter halus (< 0.08 mm)
2.5.1 Analisis Parameter Tanah adalah lebih kecil dari 20%.
Analisa parameter tanah dilakukan untuk  Mempunyai relative density (Dr) timbunan
membuat stratigrafi parameter tanah di daerah yang minimum = 80% untuk zone di atas muka air pasang
akan direklamasi.Dasar yang digunakan untuk dan minimum = 60% untuk zone di bawah muka air
membuat stratigrafi tanah yaitu dengan menggunakan pasang.
pendekatan statistik sederhana.  Koefisien permeabilitas (k) minimum = 1 x 10-5
Pendekatan statistik yang digunakan dalam m/s.
mengambil keputusan adalah berdasarkan besar
coefisien variasi (CV) dari suatu distribusi nilai 2.5.3 Konsep Perhitungan Tanah Dasar
parameter tanah. Dalam perhitungan material tanah dasar, ada
Beberapa rumus statistik yang digunakan adalah dua kondisi yang harus diperhatikan, yaitu :
sebagai berikut (ITS, 1998) :  Short Term Condition
n

x Perhitungan pada material cohesive yang jenuh air,


yang berada di bawah muka air tanah, misalnya
Rata-rata = U n 1
[2.4] [2.4](Cu, u = 0), menggunakan hasil percobaan
lempung
n undrained. Yaitu memakai harga-harga tegangan total
(σ) dan berat volume tanah jenuh air (  sat).
 x  U  2

Standar Deviasi = STD  [2.5] [2.5] yang berada di atas muka air tanah, dipakai
Sedangkan
n 1 harga berat volume tanah humid (  h). Pada kondisi
STD ini, perubahan bentuk tanah terjadi pada kondisi
Koefisien Variasi = CV  x100% [2.6] [2.6]
U volume konstan (ΔV=0) dan air memegang peran
Dimana distribusi sebaran suatu nilai dapat diterima yang penting dalam perilakunya (Δu≠0).
jika harga koefisien variasi dari sebaran tersebut  Long Term Condition
antara 10 – 20 %. Jika nilai sebaran tersebut >20 % Untuk material cohesive (lempung) dan semua kasus
maka harus dilakukan pembagian layer kembali. (short dan long term) pada material non cohesive
Pembagian layer tanah didasarkan atas (pasir dan kerikil), digunakan hasil percobaan drained
korelasi SPT pada Tabel 2.1 berikut : (C', '). Perhitungan di sini dilakukan dengan
memakai harga-harga tegangan efektif (σ') dan berat
Tabel 2.1 Korelasi n-SPT dengan Karakteristik Tanah volume tanah efektif (  ') untuk yang berada di bawah
Lainnya (J.E Bowles, muka air tanah. Untuk yang berada di atas muka air
1984) tanah, dipakai harga berat volume kering (  d) untuk
pasir dan kerikil, serta  h untuk lempung. Pada
kondisi ini, tegangan air pori konstan selama
pembebanan (Δu=0 atau u konstan ), sedangkan
ΔV≠0.
Dalam kasus consolidation settlement, fenomena
ini tergolong long term condition, sehingga dipakai
harga-harga efektif (  ' =  sat-  w dan σ' = σ-
u).Sedangkan kondisi immediate settlement adalah
tergolong fenomena short term.
(Sumber : Wahyudi H, 1999)

2.5.4 Teori Settlement


2.5.2 Material Reklamasi
2.5.4.1 Settlement
Material yang digunakan untuk reklamasi ini
diambil di sekitar perairan.Karena sulitnya Jika lapisan tanah terbebani, maka tanah akan
mendapatkan data material yang jelas maka diambil mengalami regangan/penurunan (settlement).
pendekatan data parameter tanah timbunan. Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan
Persyaratan teknis yang biasa digunakan oleh deformasi partikel tanah maupun relokasi partikel
untuk material timbunan reklamasi menurut Wahyudi serta pengurangan air/udara dari dalam pori tanah
(1997) adalah sebagai berikut : tersebut. Settlement yang disebabkan oleh
 Berupa tanah pasir bercampur kerikil dan sedikit pembebanan dibagi dalam 2 yaitu:
lanau.

7
 Immediate settlement (penurunan langsung) Sehingga perhitungan settlement ini bertambah rumit
Merupakan pemampatan yang diakibatkan oleh bila fenomena terjadinya bersamaan dengan fenomena
perubahan elastis tanah tanpa adanya perubahan kadar keruntuhan timbunan (sliding). Untuk memudahkan
air. Perhitungan pemampatan segera ini umumnya biasanya diabaikan atau dianggap sama dengan nol.
didasarkan pada pemampatan yang diturunkan dari Seandainya terjadi penurunan, maka perhitungan
teori elastisitas. dianggap sebagai akibat adanya sliding.
 Consolidation settlement (penurunan akibat beban)
Penurunan total dari tanah berbutir halus yang jenuh 2.5.4.2 Immediate Settlement
air adalah jumlah dari penurunan segera dan Giroud (1973), menyajikan sebuah metode
penurunan konsolidasi. Penurunan konsolidasi masih sederhana untuk menghitung besarnya immediate
dapat dibagi lagi menjadi penurunan akibat settlement (Si) rata-rata dari suatu timbunan :
konsolidasi primer dan penurunan akibat konsolidasi
sekunder. Besarnya amplitudo/penurunan tanah total
h 
menurut Das (1985) adalah :
S i  q i  i  [2.8]
 Ei ' 
St  Si  Scp  S cs  Slat [2.7] [2.7]
dimana :
Si = immediate settlement.
dimana : St = total settlement q = tegangan yang bekerja pada permukaan
Si = immediate settlement tanah (surcharge).
Scp = consolidation primer settlement hi = tebal lapisan tanah i.
Merupakan hasil dari perubahan E’ = modulus Oedometrik pada lapisan i = σi/ε1
volume tanah jenuh air sebagai diperoleh dari tes konsolidasi. Korelasi
akibat keluarnya air yang antara modulus YOUNG dengan modulus
menempati pori-pori tanah. Oedometrik :
Scs = consolidation secondary
 2 2 
settlement E  E ' 1   [2.9]
Merupakan akibat dari perubahan  1  
plastis tanah. E = modulus elastisitas dari Young
Slat= settlement akibat pergerakan - Lempung lunak,
tanah arah lateral. E = 1380-3450 KN/m2,μ = 0,15-0,25
- Lempung keras,
Pada perhitungan perencanaan ini, jenis E = 5865 -13800 KN/m2,μ = 0,20-0,50
pemampatan (settlement) yang diperhitungkan adalah - Pasir lepas,
immediate settlement dan consolidation primer E =10350-27600 KN/m2,μ = 0,20-0,40
settlement. Adapun alasan untuk tidak - Pasir padat,
memperhitungkan settlement lainnya adalah sebagai E = 34500-69000KN/m2,μ = 0,25-0,45
berikut. dimana μ = koefisien poisson
 Consolidation secondary settlement
1. Besarnya Scs adalah lebih kecil jika dibandingkan
dengan Si, Scp, ataupun Slat.
2. Proses secondary settlement berlangsung sangat
lama.
3. Menurut definisi klasik mekanika tanah, proses
konsolidasi sekunder mulai bekerja setelah
berakhirnya konsolidasi primer (t100) yang dalam
hal ini ditandai dengan tegangan air pori konstan
(ΔU = 0) atau dengan kata lain deformasi di sini
berlangsung dalam kondisi tegangan konstan.
Namun bila ditinjau dari skala mikrospik,
ditemukan bahwa konsolidasi sekunder sudah
dimulai sebelum proses konsolidasi primer
selesai. Sehingga apabila dilihat dari aspek
korelasi mikro-makro, besarnya konsolidasi
sekunder ini menjadi tidak jelas.
 Lateral settlement
Yaitu penurunan tanah di bawah timbunan sebagai
akibat adanya pergerakan tanah arah horizontal. Gambar 2.2 Grafik Perhitungan Tegangan Vertikal
Belum ada perumusan yang tepat untuk menghitung dalam Tanah (Grafik Osterberg)
settlement akibat pergerakan tanah lateral ini. Pada (Sumber :Wahyudi H, 1997 )
umumnya settlement ini terjadi di zone tepi timbunan.

8
2.5.4.3 Primary Consolidation Settlement (Scp) tanah tersebut terkonsolidasi secara normal (Normaly
Dalam Das (1985), settlement akibat consolidation Soil-NC soil).
konsolidasi tanah dasar dapat dihitung dengan Harga Cc dapat diperoleh dari korelasi-
menggunakan Persamaan sebagai berikut : korelasi yang terdapat pada Wahyudi (1999), yaitu:
 untuk tanah terkonsolidasi normal (NC Soil) Cc = 0,009 (WL – 13)
(Biarez dan Favre) [2.13]
 C p ' o  p 
S ci   c log   H i [2.10]
Cc = 0,007 (WL – 7)
1  eo po' (Renolded Clay Skempton) [2.14]
 Cc = 1,15 (e0 – 0,35)
[2.10] (All Clay) [2.15]
 untuk tanah terkonsolidasi lebih (OC Soil) Cc = 0,30 (e0 – 0,27)
apabila : p0  p  pc (Inorganic Cohesive Soil) [2.16]
Cc = 0,0115 WN
 Cs p o'  p  (Organic Soil, Peats, dll) [2.17]

S ci  log   Hi [2.11.1] Cc = 0,009 (WL – 10)
1  eo p 0'  (Normaly Consolidated Clay) [2.18]
Cc = 0,75 (e0 – 0,50)
apabila : p0  pc  p0  p (Soils with Low Plasticity) [2.19]
Cc = 0,156 (e0–0,0107)
(All Clays) [2.20]
 C p' c C p'  p 
Sci   s log '  c log o '   Hi [2.11.2] Cc = 0,50 Ip Gs [2.21]
1  eo po 1  e0 pc 
dimana : WL = batas cair (%)
WN = kadar air natural lapangan
eo = angka pori awal lapangan
dimana :
Gs = specific gravity
Sci : pemampatan konsolidasi pada lapisan
tanah yang ditinjau, lapisan ke-i
Untuk nilai swelling index (Cs), menurut Wahyudi
Hi : tebal lapisan tanah ke-i
(1997) dapat diperoleh dari :
eo : angka pori awal dari lapisan tanah ke-i
Cc : indeks kompresi dari lapisan ke-i
Cs = 1/5 s.d 1/10 Cc [2.22]
Cs : indeks mengembang dari lapisan ke-i
Po’ : tekanan tanah vertikal efektif dari
suatu titik di tengah-tengah lapisan ke-
i akibat beban tanah sendiri di atas 2.5.4.4 Penambahan Tegangan pada Tanah (ΔP)
titik tersebut di lapangan (efektif Akibat Timbunan
overburden pressure) Beban luar yang bekerja di atas permukaan
Pc’ : efektif past overburden pressure, tanah akan mengakibatkan lapisan tanah di bawah
tegangan konsolidasi efektif di masa timbunan mengalami penambahan tegangan sebesar
lampau. ΔP. ΔP ini didistribusikan oleh massa tanah dimana
Keterangan tambahan : semakin dalam lapisan suatu tanah akan menerima
- tanah lunak di Indonesia umunya pengaruh ΔP yang semakin kecil.
dapat dianggap Besar penambahan tegangan ΔP untuk suatu
sebagai tanah agak terkonsolidasi beban luar yang berupa beban timbunan dapat
lebih, dengan harga : ditentukan dengan menurunkan persamaan Boussinesq
Pc = Po’ + f untuk beban trapesium.
[2.12]
F = fluktuasi terbesar muka air Besarnya ΔP pada kedalaman z adalah
tanah, dengan harga ΔP = Iz x q0n [2.23]
fluktuasi muka air tanah, q0 = H x  timbunan [2.24]
Δp = penambahan tegangan dimana : Iz =faktor pengaruh yang merupakan fungsi
vertikal i titik yang ditinjau dari kedalaman z dan ukuran timbunan
(di tengah-tengah lapisan ke- a dan b.
i) akibat penambahan beban. q0 = beban timbunan.
H = tinggi timbunan.
Dengan melihat data tanah SPT pada
lampiran terlihat bahwa tanah di daerah zona Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan
reklamasi dominan very soft clay, medium, dan stiff, faktor pengaruh I, yaitu :
sehingga dapat dipastikan bahwa tegangan overburden 1. Dengan bantuan Grafik Osterberg (Gambar 2.2)
pada saat ini adalah tegangan maksimum yang pernah Pada Gambar 2.2 terdapat nilai perbandingan
diterima oleh tanah tersebut atau dapat dikatakan terhadap kedalaman tanah yang ditinjau (z), yaitu
a/z dan b/z. Dimana nilai a adalah nilai lebar

9
kemiringan talud, sedangkan nilai b adalah nilai Cara menggunakan grafik tersebut adalah sebagai
lebar talud itu sendiri. berikut:
2. Dengan bantuan persamaan dalam Das Harga H (Hdr) yang telah diketahui sebelumnya
(1990).(Gambar 2.3) diplotkan pada koordinat horisontal (arah-x paling
kanan) kemudian dari titik tersebut ditarik garis
I= (1/π x [{(B1+B2)/B2}(α1+α2)}-B1/B2(α2)] [2.25] [2.25] ke atas sampai memotong garis derajat
vertikal
konsolidasi (U%) yang diinginkan. Setelah itu, dari
dimana : titik potong tersebut ditarik garis horisontal ke kiri
sampai memotong garis vertikal Cv yang sebelumnya
α1 = tan-1 {(B1+B2)/z} - tan-1 (B1/z)
telah diplotkan dan ditarik garis vertikal ke atas. Titik
(radian) [2.26] [2.26]
perpotongan itu kemudian dibaca kearah koordinat Y
bagian kiri (yang merupakan harga t (lama waktu
α2 = tan-1 (B1/z) (radian) [2.27] [2.27]
konsolidasi)).
B1 = ½ lebar timbunan  Parameter Tanah untuk Lamanya Penurunan
B2 =panjang proyeksi horisontal kemiringan Konsolidasi
1.Faktor Waktu
timbunan Faktor waktu (Tv) merupakan fungsi dari derajat
konsolidasi (U%) dan bentuk dari distribusi
tegangan air pori (u) di dalam tanah (aliran satu
Karena nilai I ditinjau di tengah-tengah dari arah atau dua arah).
lebar timbunan, maka untuk timbunan yang simetris Untuk tegangan air pori yang homogen hubungan
nilai I yang diperoleh harus dikalikan 2 kalinya. Tv dan U seperti terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Korelasi Tv dan U


Derajat Faktor
Konsolidasi Waktu
U% Tv
0 0
10 0.008
20 0.031
30 0.071
40 0.126
50 0.197

Gambar 2.3 Distribusi Tegangan Vertikal 60 0.287


dalam Tanah (Sumber : Das, 1990) 70 0.403
80 0.567
2.5.4.5 Waktu Konsolidasi 90 0.848
 Lamanya Konsolidasi 100 ∞
Menurut Terzaghi dalam Das (1990) lama waktu
konsolidasi dicari dengan persamaan : (Sumber : Wahyudi H, 1997)

Tv H dr 
2

t [2.28] [2.28]
Cv
Lamanya penurunan (t) tersebut diatas dapat pula
dicari berdasarkan cara grafis pada Gambar 2.3 yang
disajikan oleh J.P BRU (1983) di buku Wahyudi
(1997).
Catatan : mois = bulan
ans = tahun
H yang dimaksud adalah Hdr

10
dimana H = tebal total lapisan compressible
Hi = tebal lapisan compressible lapisan-i
Cvi = harga Cv lapisan-i

Gambar 2.5 Korelasi Parameter Tanah


(Sumber : Wahyudi H, 1999)

Gambar 2.4 Korelasi Grafis antara Cv, t, u, dan Hdr (J.P 2.5.4.6 Tinggi Timbunan
BRU, 1983)
Tinggi timbunan ini dibedakan menjadi
(Sumber : Wahyudi H, 1997)
tinggi timbunan kritis, tinggi timbunan rencana dan
tinggi timbunan pada saat pelaksanaan. Adapun
penjelasan adalah sebagai berikut :
2.Panjang Aliran Drainage
Jika tebal lapisan compressible adalah H, maka Tinggi timbunan kritis
panjang aliran drainage adalah Hdr, dimana : Ketinggian kritis adalah tinggi maksimal dari
Hdr= ½ H, bila arah aliran air selama proses timbunan yang mampu didukung tanah dasar agar
konsolidasi adalah dua arah (ke atas dan ke tidak sliding. Tinggi timbunan ini di dapat melalui
bawah) analisa stabilitas dengan menggunakan program Bantu
Hdr= H, bila arah drainage adalah satu arah (ke komputer “stable”.
atas atau ke bawah). Hal ini terjadi bila di
atas atau di bawah lapisan compressible Tinggi timbunan rencana
merupakan lapisan yang kedap air. Ketingggian timbunan ini adalah tinggi final
dari permukaan tanah timbunan yang akan
3.Koefisien Konsolidasi Vertikal (Cv) direncanakan.
Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) diperoleh dari
grafik korelasi antara besarnya penurunan tanah Tinggi timbunan pada saat pelaksanaan
dengan waktu (t) berdasarkan hasil konsolidasi Tinggi timbunan pada saat pelaksanaan fisik
oedometric test atau bisa juga menggunakan tabel tidaklah sama dengan tinggi timbunan rencana. Jadi
korelasi antar partikel tanah seperti pada tabel misalnya tinggi timbunan rencana adalah 3 meter,
korelasi yang terdapat pada Gambar 2.4. maka tinggi timbunan total pada saat pelaksanaan
penimbunan haruslah lebih tinggi lagi, yaitu dengan
Apabila lapisan tanah homogen dan mempunyai memperhatikan adanya penurunan tanah asli soil
beberapa nilai Cv, maka harga Cv yang digunakan settlement yang akan terjadi sebagai akibat adanya
dalam perencanaan adalah harga Cv rata-rata timbunan tersebut. Penentuan dari tinggi timbunan
(ABSI, 1965). final pada saat pelaksanaan fisik (dengan
memperhatikan adanya settlement), dapat dihitung
H [2.29] dengan (Mochtar, 2000) :
CVrata  rata 
 H1   H 2  H 
      ...   i  q final  q[  H inisial  S c  sat  S c  sat   w  [2.30]
 C v1   C v 2   C vi  2
9 q final  ( Sc.( timb   w   sat timb ))
H inisial ]
 timb [2.31]
H akhir i  H awal i  S ci [2.32]

11
2.5.4.7 Preloading dan Surcharge banyak. Preloading dengan sistem counter weight
 Preloading dan Surcharge dengan beban seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.
bertahap
Preloading dan Surcharge secara bertahap
dilakukan ketika tanah dasar memiliki daya dukung
yang tidak cukup kuat. Pemberian beban yang tinggi
dan besar menyebabkan kelongsoran pada tanah Gambar 2.7 Pemberian Preloading secara Counter
tersebut. Pada preloading dengan beban bertahap, Weight
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian
timbunan rencana tergantung dari peningkatan daya  Preloading dengan Vertical Drain
dukung tanah dasarnya. Penambahan beban setiap Sering dijumpai dalam perencanaan bahwa
lapisan beban preloading mengacu pada ketinggian preloading masih memerlukan waktu yang terlalu
yang masih mampu dipikul oleh tanah dasarnya agar lama (umumnya lebih dari 1 tahun) padahal proyek
tidak terjadi kelongsoran. tidak dapat menunggu selama itu. Untuk mempercepat
Penentuan penambahan tinggi timbunan pada konsolidasi, digunakan vertical drain. Cara ini
preloading sistem bertahap diuraikan sebagai berikut : diterapkan pada tanah dimana pemampatan terjadi
1. Menentukan besarnya tinggi timbunan kritis (Hcr), sebagian besar akibat konsolidasi primer (primary
yang mampu diterima oleh tanah dasar, consolidation).
menggunakan program stable. Vertical drain umumnya berupa tiang-tiang vertikal
2. Menentukan pentahapan penimbunan dengan yang mudah mengalirkan air (berwujud sand
memperhatikan drain/tiang pasir atau dari bahan geosintetis yang
a. kecepatan penimbunan di lapangan, misalnya : dikenal dengan "wick drain" atau juga dikenal sebagai
50 cm/minggu Prefabricated Vertical Drain (PVD) ). Tiang-tiang
b. tinggi timbunan rencana (H initial), bila H atau lubang-lubang tersebut "dipasang" di dalam tanah
initial < H kritis maka penimbunan dapat pada jarak tertentu sedemikian rupa sehingga
dilakukan setiap minggu tanpa penundaan. memperpendek jarak aliran drainase air pori (drainage
Tetapi bila H initial > H kritis path). Waktu yang diperlukan untuk mencapai derajat
dimana: ΔH = Hinitial-Hkritis maka penimbunan konsolidasi tertentu adalah fungsi dari tebal/panjang
harus diletakkan berdasarkan peningkatan lapisan aliran drainase (drainage path), yang akan
daya dukung lapisan tanah dasamya, dibahas lebih lanjut di subbab berikutnya.
kemungkinan dilakukan setiap minggu dengan
dibantu perkuatan tanah (misalnya dengan 2.5.5 Penggunaan Vertical Drain
bantuan bahan geotextile). Masalah utama dari adanya timbunan tinggi
3. Menghitung peningkatan daya dukung tanah adalah masalah konsolidasi atau penurunan pada tanah
(peningkatan Cu) lapisan tanah dasar akibat dasar.Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka
pemampatan. perlu adanya perencanaan perbaikan tanah dasar.
4. Menghitung H kritis baru (menggunakan program Penggunaan Vertikal Drain paling cocok atau sesuai
xstabl) dengan memasukkan harga Cu yang baru, untuk perbaikan tanah lempung kelanauan atau jenis
bila H kritis baru terlalu kecil maka pentahapan tanah yang compressible.
penimbunan harus ditunda.
5. Menghitung kembali untuk mengecek apakah
2.5.5.1 Menentukan Kedalaman PVD
perhitungan settlement dan tahapan penimbunan
sudah sesuai.Preloading secara bertahap dapat Besar kedalaman PVD (Prevabricated
dilihat pada Gambar 2.6. Vertical Drain) terpasang yang diperlukan untuk
mengatasi penurunan akibat konsolidasi tanah, dalam
Lapisan 4 perencanaan ini dipasang sampai kedalaman tanah
Lapisan 3 compressible yaitu n-SPT = 0-20 (lihat Gambar 2.8).
Lapisan 2
Lapisan 1

Gambar 2.6 Pemberian Preloading secara


Bertahap

 Preloading dengan Counter Weight


Bilamana daya dukung tanah sangat rendah dan
lahan yang tersedia cukup luas maka preloading yang
paling cocok untuk digunakan adalah preloading S S
dengan sistem counter weight. Hanya saja sistem Gambar 2.8 Pemasangan Vertical Drain pada Tanah
counter weight biasanya membutuhkan material yang yang Compressible
(Sumber : Mochtar, 2000)

12
2.5.5.2 Menentukan Waktu Konsolidasi  n2    3n 2  1  
Penentuan waktu konsolidasi menurut Barron F  n    2 2   ln  n    2 
[2.36]
(1948) dengan teori aliran pasir vertikal,  n 1    4n  
menggunakan asumsi teori terzagi tentang konsolidasi
linier satu dimensi. atau
 n2    1 
 D  2
 1  F  n    2 2  ln  n   3 / 4   2   [2.37]
t   .F n . ln  [2.33] [2.33] n  1   [2.30]  4n  
 8.Ch   1  Uh 
dimana : t = waktu untuk menyelesaikan dimana : n = D/dw [2.38]
konsolidasi primer dw = diameter equifalen dari vertikal
D = diameter ekivalen dari lingkaran drain
tanah yang merupakan daerah
pengaruh dari PVD pada umumnya n > 20 sehingga dapat dianggap 1/n =
0 dan

Harga D = 1.13 x s [2.34]


 n2 
 2   1 [2.39]
untuk pola susunan bujur sangkar
(Gambar 2.9.a) dan  n 1 
D = 1.05 x s [2.35] [2.35]
untuk pola susunan segitiga
jadi : F(n) = ln(n)-3/4,atau
(Gambar 2.9.b)
F(n) = ln(D/dw) – ¾ [2.40]
Ch= koefisien konsolidasi arah horisontal.
Hansbo (1979) menentukan waktu
konsolidasi dengan menggunakan persamaan sebagai
s berikut :
 D2   1  [2.41]
t   .F ( n )  Fs  Fr . ln  
s
 8 .Ch   1  Uh 
dw dimana :
s
t = waktu yang diperlukan untuk

s s s mencapai U h
D = diameter equifalen lingkaran (lihat
Gambar 2.9 a Pola Susunan Segiempat D = 1.13 . S Gambar 2.10)
(Sumber : Mochtar, 2000)

dw 
a  b [2.42]
s s 0.866 S 2 ]
s s
2 .a  b  [2.43]
dw 

s s 0.866 S
s s
BAND SHAPED PV DRAIN b
s a
0.866 S

Gambar 2.9 b Pola Susunan Segitiga


D = 1.05 . S Gambar 2.10 Equifalen Diameter untuk PVD
(Sumber : Mochtar, 2000) (Sumber : Mochtar, 2000)

Sedangkan F(n) adalah merupakan fungsi


hambatan akibat jarak antara titik pusat PVD oleh S = jarak antara titik pusat PVD
Hansbo (1979) dalam Mochtar (2000) harga F(n) Ch = koefisien aliran horisontal =
didefinisikan sebagai berikut :
(kh/kv).Cv
Kh/kv = perbandingan antara koefisien
permeabilitas tanah arah horisontal
dan vertikal, untuk tanah lempung
jenuh air berkisar antara 2 - 5

13
F(n) =faktor hambatan disebabkan karena 
jarak antara PVD Harga U v dicari dengan rumus (Casagrande( 1938)
Fr = faktor hambatan akibat gangguan pada dan Taylor(1948)) :
PVD sendiri
Fs = faktor hambatan tanah yang terganggu 
disturbed [2.47]
Untuk Tv antara 0 s/d 60 % U v =  2 Tv  x100% [2.47]
   

Uh = derajat konsolidasi tanah (arah
horisontal)  

Harga Fr merupakan faktor tahanan akibat Untuk Tv > 60% U v = (100 - 10a )% [2.48]
adanya gangguan pada PVD sendiri dan dirumuskan
sebagai berikut (Hansbo, 1979) :
 [2.41]
 kh  dimana : a = 1.781  Tv [2.49]
Fr   .z.( L  z ).   [2.44] 0.933
 qw 
π = 3.14
dimana :

L = panjang drain Derajat konsolidasi rata-rata U dapat dicari
Kh = koefisien permeabilitas arah horisontal
dengan perumusan dari Carillo (dalam Mochtar, 2000)
dalam tanah yang tidak terganggu
:
(undisturbed)
qw = discharge capacity (kapasitas 
 
discharge) dari drain (tergantung dari
jenis PVD-nya)
U
[2.50]= [1-(1 - U h)(1 - U v )]x100% [2.50]

 kh   ds  Perhitungan diameter dan jarak antar vertikal


Fs    1  .ln   [2.45]
 ks   dw  drain yang dibutuhkan dapat pula dicari dengan cara
grafis dari Magnan (LCPC, 1981) dan cara grafis pada
Gambar 2.11 ini tidak dapat digunakan apabila
dimana :
panjang PVD yang dipasang tidak sedalaman lapisan
ks = koefisien permeabilitas arah horisontal
compressible.
pada tanah sudah terganggu
(disturbed)
ds = diameter tanah yang terganggu
(disturbed) sekeliling vertical drain
dw = equivalen diameter

Untuk memudahkan perencanaan maka


diasumsikan F(n) = Fs dan harga Fr dianggap nol
sehingga persamaannya (Hansbo,1979 dalam
Mochtar, 2000) berubah menjadi :

 D2   1 
t   .2.F (n) . ln  [2.46]
 8.Ch   1  Uh 

dimana :
t = waktu yang diperlukan untuk

Gambar 2.11 Grafik Korelasi untuk Mencari
mencapai U h Diameter dan Jarak antar PVD (LCPC,
D = diameter lingkaran 1981 dalam Wahyudi, 1997)
F(n) = faktor hambatan disebabkan karena
jarak antara PVD Cara menggunakan grafik tersebut adalah sebagai
Ch = koefisien konsolidasi tanah horisontal berikut :
 Langkah pertama yang dilakukan adalah
Uh = derajat konsolidasi tanah (arah mengeplot harga Ch (Cr) dalam grafik, kemudian dari
horisontal) titik tersebut tarik garis ke arah kanan sampai
memotong waktu tunggu yang diinginkan. Kemudian
tarik kembali garis dari titik tersebut ke bawah

14
sampai memotong derajat konsolidasi arah horisontal kh
(Uh) yang telah dihitung sebelumnya. Langkah - = 3,0 to 15  varved clays and other
terakhir adalah membuat garis horisontal dari titik kv
perpotongan terakhir ke arah kiri sampai memotong deposits containing
diameter ekivalen PVD (d). Diameter pengaruh (D) embeded and more or
diperoleh dengan menarik garis vertikal kebawah dan less countinous
membaca skala yang tertera pada koordinat D permeable layers.
tersebut.
2.5.5.3 Perhitungan Kenaikan Daya Dukung
Parameter Ch diperoleh dari korelasi bawah ini. Tanah Akibat Penurunan yang Terjadi
kh
Ch = Cr = xCv [2.51] [2.51]Besarnya kenaikan daya dukung tanah dapat
kv dihitung dengan menghitung kenaikan kekuatan geser
undrained yang dapat dicari dengan menggunakan
Atau menggunakan persamaan :
persamaan (Mochtar, 2000) :
kh  untuk
Ch = [2.52] [2.52]harga Plastisitas Indeks, PI tanah < 120 %.
mv x w  Cu (kg/cm2) = 0.0737 + ( 0.1899 – 0.0016 PI ) σ P’
[2.53]
 untuk harga Plastisitas Indeks, PI tanah > 120 %.
dimana : kh = koefisien permeabilitas Cu (kg/cm2) = 0.0737 + ( 0.0454 – 0.00004 PI ) σ P’
horisontal [2.54]
kv = koefisien permeabilitas vertikal
 w = berat jenis air dimana : harga σ P’ dalam kg/cm2
U
mv = coefficient of volume change  /   P/ 
 /
P   o /  . o/ [2.55]
kh  o 
secara umum nilai
kv
untuk soft clay adalah
 /0 = tegangan overburden
sebagai berikut :
2.5.6 Perhitungan Stabilitas terhadap Sliding
kh
- = 1,2 + 0,2  no evidence of layering Di dalam melaksanakan penimbunan reklamasi,
kv tidak diperkenankan penimbunan dilakukan sekaligus.
(partially dried clay Apabila timbunan rekiamasi tersebut terlalu tinggi,
has completely maka akan muncul permasalahan baru, yaitu longsor
uniform appearence) atau sliding (lihat Gambar 2.12.a,b,c). Salah satu
kh solusi yang digunakan untuk mencegah agar timbunan
- = 1,0 to 1,5  no or only slightly itu tidak longsor adalah pelaksanaan penimbunan
kv tanah dilakukan secara bertahap. Untuk itu tinggi
developed macrofabric timbunan maksimum yang masih tergolong aman
(e.g : sedimentary terhadap sliding harus dicari.
clays with
discontinous lense and 2.5.6.1 Stabilitas terhadap Puncture
layer of more
permeable soil) Stabilitas terhadap Puncture pada prinsipnya
sama dengan perhitungan daya dukung pondasi
kh dangkal di kondisi short term (kondisi yang paling
- = 2,0 to 5,0  slight layering (e.g:
kv kritis). Faktor keamanan (F) untuk kasus di atas adalah
sedimentary clays with (Wahyudi. H,1997) :
occasional silt
dustings to random silt F 
kekua tan penahan

  2 .Cu [2.56]
lenses) kekua tan penggerak  .H t
kh
- = 2,0 to 4,0  fairly well to well Bila timbunan reklamasi adalah relatif sangat
kv lebar bila dibandingkan dengan tebal lapisan
developed macrofabric compressible (Wahyudi. H,1997), maka :
(e.g : sedimentary
clays with Cu.Nc
discoventinous lenses F [2.57]
and layers of more  .H t
permeable material)

15
 , Ht = berat volume dan tinggi
timbunan reklamasi,
Cu = cohesi undrained (harus
dikoreksi dahulu dengan faktor
koreksi dari Bjerrum, 1973 : μ,
sehingga Cu design = μ.Cu
lapangan) (lihat Gambar 2.14)
Nc = koefisien daya dukung yang
tergantung dari B/h (Mandel
dan Salenςon, 1969), dengan :
B = lebar timbunan dan h tebal
compressible soil (lihat
Gambar 2.13)
Gambar 2.14 Koefisien Korelasi μ untuk Cu
Lapangan, Ip (Indeks Plastis) (Bjerrum, 1973)
(Sumber : Wahyudi H, 1997)

2.5.6.2 Stabilitas terhadap Sliding Rotasional


Rupture circulair telah dibahas oleh
FELLENIUS dan terakhir dibahas lebih detail oleh
BISHOP. Formula dari BISHOP apabila diterapkan
untuk kasus timbunan di atas tanah lunak, menjadi :

 C  cos  1  tg1 .tg


B
.b  W .tg R  BC.Cv
/ F
R

F
A R
.R
P.d
[2.58]

Berdasarkan pengalaman, faktor ketahanan


geser dari timbunan reklamasi, hanya berperan 10 %
dari total. Oleh karena itu formula tersebut dapat
disederhanakan menjadi (dari Wahyudi, 1997)

BC.C u .R
F 1,3  1,5 [2.59]
P.d
[2.59]

dengan :
BC = panjang bidang gelincir B s/d C di
compressible soil,
R = jari-jari bidang gelincir rupture sirkular,
P = jumlah atau resultante gaya penggerak
akibat timbunan,
d = jarak antara P dengan sumbu titik putar 0.

Dewasa ini banyak dipakai program komputer


untuk perhitungan stabilitas lereng terhadap rupture
sirculair (sliding rotasional) misal : STABL, STABR,
NIXEX & TROLLS, dan lain-lain. Hasil yang
Gambar 2.13 Koefisien Daya Dukung Nc dalam diperoleh jelas lebih akurat dan terperinci, sehingga
Fungsi B/h (Randel dan dari perhitungan “otomatis” tersebut dapat dibuat
Salenςon, 1969) grafik hubungan antara : safety factor, FS (minimum
atau rata-rata), slope (tg β) dan tinggi timbunan
(Sumber : Wahyudi H, 1997) reklamasi H.

16
2.5.7 Berat Batuan dan Dimensi Tanggul sebagai 2.5.7.4 Elevasi Puncak Tanggul
shore protection Elevasi puncak breakwater terhadap LWS,
Tanggul ini digunakan untuk melindungi tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor :
reklamasi sehingga tidak lepas ke laut bebas akibat  Pasang surut
serangan gelombang dan arus.Untuk menanggulangi  Strom Surge Elevation
terjadinya scouring di kaki tanggul maka di kaki  Wave Run-Up
tanggul di pasang berm.Sebelum itu di bawah atau di  Daerah bebas
balik batu dipasang filtercloth berupa Geotextile non  Settlement
woven sehingga air tetap bisa mengalir tetapi tidak
untuk material reklamasi.Untuk perhitungan tanggul Jadi elevasi puncak tanggul adalah
laut digunakan "Hudson Formula". merupakan penjumlahan harga-harga dari faktor-faktor
di atas.
2.5.7.1 Armour Layer
Bentuk Hudson Formula dalam buku
Wahyudi (1997) didapatkan untuk armour layer 2.5.8 Metode Pelaksanaan
adalah sebagai berikut : Urutan pelaksanaan reklamasi adalah sebagai
berikut :
 .r.H s  Pekerjaan persiapan
W [2.60] [2.60]Meliputi pekerjaan : perijinan lokasi baik
K D .D 3 .Cotg
lokasi reklamasi atau lokasi quarry, mobilisasi
peralatan, pemasangan rambu-rambu dan patok
dimana : batas areal reklamasi, rambu-rambu untuk posisi
W = berat Armour (ton) areal quarry pengerukan.
r = berat jenis Armour (2,50 ton/m3)
Hs = tinggi gelombang significant (m) A
KD = koefisien kerusakan, kerusakan yang dapat
diterima berkisar 0 - 5 %.
D = berat jenis relatif batu = (r-w) / w
w = berat jenis air iaut (1,025 ton/m3)
 = sudut kemiringan tanggul

2.5.7.2 Cross Section


Lebar puncak tanggul (B) ditentukan Hudson
dalam buku Wahyudi (1997) dengan rumus dibawah
ini : A
Gambar 2.15 Pemasangan Batas Areal Reklamasi
W  (Tampak Atas)
B  m'.K . .1 / 3 [2.61] [2.61]
 r 
dimana :
m' = jumlah armour unit pada puncak tanggul,
K = packing coeficient = 1,02,
W = 60 kg (misal) Gambar 2.16 Potongan A – A dari
r = 2.500 kg/m3 Gambar 2.15

 Pembersihan lapangan
2.5.7.3 Tebal Lapisan
Sebelum reklamasi dilaksanakan perairan
Tebal masing-masing lapisan dapat dihitung pantai perlu dibersihkan dari bahan-bahan
dengan perumusan Hudson dalam buku Wahyudi organik dan anorganik berupa sampah kota,
(1997)di bawah ini : bangkai pohon, kapal karang, dan lain
sebagainya.
W   Pekerjaan pengerukan
t  m.K . .1 / 3 [2.62] [2.62]
 r  Yaitu Trailing Suction Hopper Dredger
(TSHD), alat ini berfungsi mengeruk material
untuk lebih aman maka yang perlu diperhatikan adalah dari dasar laut.Sedangkan jika material berupa
tebal masing-masing lapisan minimum 2 kali diameter pasir lepas maka pengambilannya bisa langsung
batu dan berat jenis batu harus 2,5 ton/m'1. dengan sistem penyedotan.

17
 Pemasangan tanggul bawah  Pekerjaan penimbunan reklamasi
Sand bag (karung pasir) berupa karung PVC Merupakan kegiatan penuangan material ke
kapasitas 50 kg diisi penuh dengan pasir dan area yang akan direklamasi. Metode
ditata sepanjang perairan yang penuangannya menggunakan underwater fills,
ditentukan.Pemasangan awal dapat dilakukan yaitu suatu metode penimbunan di bawah air
berdasarkan area yang akan terlebih dahulu yang dapat dilakukan dengan metode hydraulic
direklamasi. Pemasukan pasir ke dalam karung atau dengan sistem membuang material
harus menggunakan mesin, sedangkan timbunan tersebut langsung di dalam air.
penempatannya di laut hanya dapat dilakukan
secara manual. Sand bag ini berguna untuk  Pemasangan vertikal drain
melindungi material timbunan dari terjangan Vertikal drain dipasang untuk mempercepat
gelombang dan otomatis akan mengurangi jalannya air tanah untuk keluar ke permukaan.
pencemaran laut. Lembaran vertikal drain ditanam ke dalam tanah
dengan menggunakan alat pancang dilengkapi
dengan bentuk mender khusus.

 Pemasangan settlement plate


A re al R ek lam asi Pada pelapisan urugan, setelah pemasangan
vertikal drain, perlu ditambah dengan settlement
plate baru. Pemasangannya diletakkan berseling
jarak dengan settlement plate di bawahnya
meletakkan settlement plate harus pada lapisan
yang rata, diusahakan agar dapat berdiri tegak
T ah ap 2
T ah ap 1 lurus dan terhindar dari gigi las atau ditabrak
peralatan pemadatan.

Gambar 2.17 Pemasangan Tanggul Awal  Pemasangan horizontal drain


(Sand Bag) Agar air dari limpahan vertikal drain dapat
keluar dengan cepat maka di atas ujung vertikal
 Pemasangan Silt Baricade drain dilapisi pasir kasar sebagai media drainage
Jika sebelumnya sand bag berfungsi menjaga horisontal. Tebal lapisan pasir +30 cm dari jenis
material timbunan yang di bawah muka air laut pasir bergradasi baik dan kualitas baik.
agar tidak terbawa arus, maka silt baricade
disini berfungsi menjaga butiran halus timbunan  Pemasangan tanggul akhir
yang mengambang di permukaan laut agar tidak
menyebar kemana-mana.

Pemasangan Tanggul Atas


(Sand Bag)
1,5 Geotextile non Woven
1

2 Sand Bag
1

Vertikal
Drain

Gambar 2.19 Pemasangan Tanggul Akhir

 Reklamasi bagian atas


Pekerjaan reklamasi dilanjutkan dengan
Gambar 2.18 Pemasangan Silt Baricade
urutan pekerjaaan sebagai berikut :
1. Penghamparan material timbunan untuk
 Pemasangan instrument soil monitoring lapisan pertama setelah pemasangan PVD
Pemasangan alat ini perlu dilakukan untuk setebal 50 cm
perhitungan reklamasi dan untuk mengetahui 2. Pemadatan lapisan pertama
terjadinya settlement dan sliding. Dalam
pelaksanaan pembuatan tanggul dan reklamasi
perlu diperhatikan kemiringan (slope) timbunan
supaya tidak terjadi sliding.

18
2.6 Perkerasan Lapangan Penumpukan
Pavement direncanakan untuk menyediakan
permukaan yang cukup kuat menahan beban lalu
lintas, landasan yang stabil - kuat - cukup halus dan
tahan terhadap segala cuaca. Untuk dapat mencapai
tujuan tersebut maka seluruh bagian struktur
perkerasan baik lapisan subgrade, base, dan
permukaan harus mampu menerima beban yang akan
diterima.
Gambar 2.21 Sebaran Beban pada Flexible Pavement
2.6.1 Tipe Perkerasan
Terdapat dua jenis perkerasan, yaitu flexible
dan rigid (kaku).Flexible pavement terdiri dari lapisan
aspal permukaan relatif tipis diatas lapisan
aspal/bituminous base.Rigid pavement terdiri dari
lapisan beton.
Kedua jenis perkerasan harus didukung lapisan
base dari jenis tanah atau batuan yang stabil setebal
sekitar 60 cm dan lapisan tanah sub grade yang sudah
dipadatkan.
Perbedaannya adalah pada distribusi beban dari
permukaan ke lapisan di bawahnya.Pada lapisan
flexible penyebaran beban terpengaruh karakteristik
sistem lapisan di bawahnya. Gambar 2.22 Sebaran Beban pada Rigid Pavement
Sedang lapisan rigid dengan modulus elastisitas
tinggi akan menyebarkan tegangan akibat beban ke
2.6.2 Struktur Perkerasan di Pelabuhan
area yang lebih luas pada lapisan sub grade.Dan akibat
beban besar yang mampu ditanggung lapisan rigidnya  Perbandingan jenis perkerasan :
sendiri maka terjadinya variasi kekuatan sub grade
tidak banyak memepengaruhi kekuatan struktur Tabel 2.3 Perbandingan Jenis Perkerasan
perkerasan ini (lihat Gambar 2.21 dan Gambar
2.22).
Lapisan perkerasan paling atas harus mampu
menahan abrasi dan dampak lalu lintas, perubahan
kondisi cuaca, kondisi lapisan tanah dan air di bawah
permukaan yang jelek dan berubah-ubah, dan
pengaruh merusak lain.
Kondisi perkerasan mengacu pada beberapa
faktor tersebut menjadikan adanya terminologi  Tipe perkerasan : flexible pavement
klasifikasi perkerasan : "Heavy Duty Pavement",  Jenis material permukaan paling tepat : Concrete
"Medium Duty Pavement", atau "Light Duty Block (Paving Block)
Pavement".

2.6.3 Perencanaan Perkerasan


Perkerasan lapangan penumpukan dihitung
berdasarkan perumusan yang disarankan oleh British
Port Association (The Structural Design of Heavy
Duty Pavements for Ports and Other
Industries).Dimana masing - masing alat berat
dihitung nilai kerusakannya (Damaging Effect) akibat
beban pada masing - masing roda.
Gambar 2.20 Susunan Tanah pada Perkerasan

19

Anda mungkin juga menyukai