Laporan Lipida Kelompok 2 Terbaru Fix
Laporan Lipida Kelompok 2 Terbaru Fix
Oleh :
Isti Faizah (161810301028)
Achmad Fudhali (161810301031)
Mila Ramadani (161810301054)
Eva Gita Kasandra (161810301058)
LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Tujuan dalam percobaan uji kualitatif lipida adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari karakteristik kelarutan minyak curah.
2. Menentukan kejenuhan pada minyak jagung dan minyak curah.
3. Melakukan analisis emulsi yang terbentuk pada minyak.
4. Mengetahui proses penyabunan pada minyak
5. Mengetahui proses pembentukan sabun.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lipida
Lipida merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu lipos yang
berarti lemak. Lipida merupakan penyusun tubuh tumbuhan atau hewan yang
dicirikan oleh sifat kelarutannya. Lipida tidak larut dalam pelarut polar seperti air,
tetapi larut dalam pelarut nonpolar seperti kloroform, eter, aseton, alkohol dan
benzena. Penyusun utama lipida adalah trigliserida yang merupakan ester gliserol
dengan tiga asam lemak yang dapat beragam jenisnya. Berikut adalah struktur dari
trigliserida :
bersifat tidak larut dalam air dan menjadikan lipida tampak berminyak atau
berlemak (Lehninger, 1982).
Kelompok lipida berbeda dengan kelompok karbohidrat dan protein.
Karakteristik protein ada pada ikatan peptidanya, karbohidrat pada ikatan
glikosidanya dan kelompok lipida pada ikatan ester. Ikatan ester alkohol atau
gliserol dengan asam karboksilat, asam fosfat, asam amino gula atau ester alkohol.
Secara kimia, lemak dan minyak merupakan senyawa yang sangat mirip meskipun
secara fisik lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu
kamar. Lemak ataupun minyak terbentuk dari 1 molekul gliserol dan 3 molekul
asam lemak, oleh sebab itu lemak dan minyak sering disebut sebagai trigliserida
(Lakitan, 2008).
Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan sifat fisiknya. Sifat fisik
trigliserida ditentukan oleh sifat asam lemak penyusunnya, yaitu :
1. Panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon penyusun asam lemak,
maka titik leleh akan semakin tinggi, semakin mudah membeku dan juga
semakin sukar larut didalam air
2. Derajat ketidakjenuhan dan isomernya, semakin banyak jumlah ikatan
rangkap pada asam lemak penyusunnya akan menyebabkan semakin rendah
titik lelehnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh konfigurasi (cis dan trans) dan
posisi ikatan rangkapnya.
3. Susunan asam lemak terhadap gugus hidroksil gliserolnya, susunan yang
berbeda akan memberikan sifat fisik yang berbeda juga
Lemak pada suhu kamar berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik
leleh dari lemak dan minyak tergantung pada strukturnya dan banyaknya ikatan
ganda dua karbon-karbon dalam komponen asam lemak. Trigliserida yang
mengandung banyak asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat akan
berwujud lemak (padat), contohnya lemak sapi atau hewani.
Berikut adalah trend nilai titik leleh terhadap struktur asam lemak jenuh maupun
tak jenuh :
7
Gambar 2.2 Nilai Titik Leleh Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh
(Sumber : Paula, 2004).
(Poedjiadi, 2009).
2.2 Penyusun Lipida
Panjang rantai asam lemak pada trigliserida yang terdapat secara alami dapat
bervariasi, namun panjang yang paling umum adalah 16, 18, atau 20 atom karbon.
Penyusun lipida lainnya berupa gliserida, monogliserida, asam lemak bebas, lilin
dan juga kelompok lipida sederhana (yang tidak mengandung komponen asam
lemak) seperti derivat senyawa terpenoid atau isoprenoid serta derivat steroida.
Lipida sering berupa senyawa kompleks dengan protein (lipoprotein) atau
karbohidrat (glikolipida) (Poedjadi, 1994).
Asam lemak penyusun lipida terdapat dua macam yaitu :
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh molekulnya tidak mempunyai ikatan rangkap pada rantai
karbonnya. Lipida yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat yang sering
disebut dengan lemak. Berikut adalah klasifikasi asam lemak jenuh :
8
derivat lipida (senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipida seperti asam
lemak, gliserol dan sterol) (Lakitan, 2008).
Lipida sederhana merupakan lipid yang paling banyak mengandung asam
lemak sebagai unit penyusunnya adalah triasilgliserol atau yang sering disebut
dengan lemak, lemak netral, atau trigliserida. Jenis lipida ini merupakan contoh
lipida yang paling sering dijumpai baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan.
Berdasarkan sumbernya, lipida dikelompokkan sebagai lemak hewan (animal fat),
lemak susu (milk fat), minyak ikan (fish oil),lemak tumbuhan atau nabati dan
sebagainya. Klasifikasi lipida ke dalam lipida majemuk karena lipida tersebut
mengandung asam lemak yang dapat disaponifikasi, sedangkan lipida sederhana
tidak mengandung asam lemak dan tidak dapat disaponifikasi. Lipida seperti lilin,
lemak, minyak, dan fosfolipida termasuk ester yang apabila dihidrolisis dapat
menghasilkan asam lemak dan senyawa lainnya termasuk alkohol. Steroid tidak
mengandung asam lemak dan tidak dapat dihidrolisis. Lipida berperan penting
dalam komponen struktur membran sel. Lemak dan minyak dalam bentuk
trigliserol sebagai sumber penyimpan energi, lapisan pelindung, dan insulator
organ-organ tubuh. Beberapa jenis lipida juga dapat berfungsi sebagai sinyal
kimia, pigmen, vitamin dan hormon (Stryer, 1996).
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein.Dalam uji ini terjadi
dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan
aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia, uji akrolein
digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak
dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan
menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid
tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau
seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih(Ketaren, 1986).
3. Uji Kejenuhan Pada Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji
apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan
pereaksi Iod Hubl.Iod Hubl ini digunakan sebagai indikator perubahan. Asam
lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok
sampai bahan larut.Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan
ke dalam tabung sambil dikocokdan perubahan warna yang terjadi terhadap
campuran diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak
jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki
ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya.Reaksi positif ketidakjenuhan asam
lemak ditandai dengan timbulnya warna merah asam lemak, lalu warna
kembali lagi ke warna awal kuning bening.Warna merah yang kembali pudar
menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon
asam lemak.
Trigliserida yang mengandung asam lemak yang mempunyai ikatan
rangkap dapat diadisi oleh golongan halogen. Pada uji ketidakjenuhan, pereaksi
iod huble akan mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap
pada molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang
selama reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi
pereaksi iod huble(Budha,K.,1981).
4. Uji Ketengikan
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan.Dalam uji ini,
diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik dengan yang belum tengik yang
11
disebabkan oleh oksidasi lipid. Minyak yang akan diuji dicampurkan dengan
HCl. Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan floroglusinol.
Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak.Setelah itu, kertas
digantungkan di dalam erlenmeyer yang berisi minyak yang diuji.Serbuk
CaCO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl yang
ditambahkan akan menyumbangkan ion-ion hidrogennya yang dapat memecah
unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan hidrogen radikal
bebas. Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir
oksidasi akan dihasilkan peroksida (Bloor, W. R. 1943).
2.6 Saponifikasi
Saponifikasi memiliki arti membuat sabun yaitu dari bahasa Latin sapon =
sabun dan –fy yang merupakan akhiran yang berarti membuat. Saponifikasi adalah
suatu proses hidrolisis ester dari alkali pada lemak yang biasanya dilakukan
dengan menambahkan basa kuat (kaustik soda) sehingga membentuk alkohol dan
garam serta sisa asam. Saponifikasi merupakan reaksi ketika minyak atau lemak
dicampur dengan alkali sehingga menghasilkan sabun dan gliserol. Alkali yang
biasanya digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun kalium hidroksida (KOH)
dan K2CO3 (Naomi dkk, 2013).
2.7 Emulsi
Emulsi adalah salah satu fasa dari jenis koloid. Emulsi merupakan bahan
atau sistem dua fasa yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain
yang bertindak sebagai pendispersi dalam bentuk tetesan. Emulsi secara
termodinamika merupakan materi yang kurang stabil yang mengandung dua atau
lebih cairan yang saling tidak bercampur cairan yang satu akan mendispersi cairan
yang lainnya (Anief, 1993). Contoh dari sebuah emulsi yaitu air dan minyak
dimana cairan yang satu akan mengalami dispersi menjadi butiran kecil dalam
cairan yang lain. Sistem emulsi minyak dan air (M/A) adalah sistem emulsi yang
mana minyak akan terdispersi didalam air, sedangkan sistem emulsi (A/M)
merupakan sistem emulsi dimana air akan terdispersi didalam minyak yang
14
bertindak sebagai fasa pendispersinya. Contoh dari emulsi M/A adalah susu,
mayonaise, krim dan adonan roti contoh dari emulsi A/M ialah pada mentega dan
margarin. Emulsi antara air dan minyak ini akan menunjukkan adanya batas pada
masing-masing zat. Emulsi dapat dikendalikan dengan menambahkan emulgator
kedalamnya (Winarno, 1997)
Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama
lainya,dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil,yang lain lipofil.Hidrofil
(lipofod) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat tercampur dengan air.
Fase lipofil (hidrofod) adalah lemak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak
(minyak lemak,paraffin,lilin,lemak coklat,malam bulu domba) atau juga bahan
pelarut lipofil kloroform,benzene dan sebagainya. Emulsi akan menghasilkan dua
kemungkinan dimana lipofod akan terdispersi dalam hidrofod ataupun fasa
hidrofod akan terdispersi didalam lipofod (Voight,1994)
- Label kertas
Hasil
- ditetesi dengan iodin hingga warna larutan iodin tetep (tidak hilang)
Aquades
- dimasukkan dalam 2 tabung reaksi berbeda sebanyak 3 ml
Hasil
3.2.4 Saponifikasi
Lemak
- ditambah 5 ml akuades
3.3.4 Saponifikasi
Sebanyak 10 gram lemak dimasukkan dalam labu alas bulas/ gelas beaker.
Tambahkan KOH alkoholik secukupnya atau hingga merende sampel lemak dan
didihkan dan amati apa yang terjadi. Tambahkan 10 ml akuades dan panaskan
larutan sedikit bersifat asam (gunakan lakmus birut untuk mengujinya) pisahkan
20
bagian atas larutan yang merupakan lapisan asam lemak kedalam tabung reaksi
yang lain. Tambahkan 5 ml akuades kedalam tabung reaksi. Panaskan pelan-pelan
sambil ditambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH hingga larutan jenih
terbentuk. Larutan ini digunakan untuk uji pembentukan sabun sebanyak 2,5 ml.
5.1 Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Sifat Kelarutan Lipida
No Sampel Hasil Jarak noda
minyak
1. PE Terdispersi 0,8 cm : 1,0 cm
2. CHCl3 Terdispersi 0,7 cm : 0,8 cm
3. C2H5OH Tidak terdispersi 0,8 cm : 0,8 cm
No Bahan Hasil
1. Minyak goreng Terbentuk emulsi (tidak stabil)
2. Na-Oleat Larut (tidak stabil)
4.1.4 Tabel Hasil Sponifikasi
No Bahan Hasil
1. Minyak goreng + KOH Terbentuk emulsi (tidak stabil)
2. Campuran dipanaskan + akuades Terbentuk 2 fasa
- Fasa atas : kuning
- Fasa bawah : putih
keruh
Didinginkan : mengeras
3. Campuran + HCl pekat Terbentuk 2 fasa
- Fasa atas : putih keruh
- Fasa bawah : tidak
berwarna
5.2 Pembahasan
Lipida digunakan untuk kelompok bahan yang tidak mempunyai kelarutan
dalam air namun larut dengan pelarut lemak yang berupa aseton, benzena, eter,
kloroform, dan alkohol. Asam penyusun lipida sederhana adalah sebagian besar
merupakan turunan dari asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon C
panjang dengan jumlah genap. Asam lemak selain jenisnya dapat dicirikan dengan
adanya suatu ikatan rangkap, sehingga sifat fisik lemak atau minyak akan
dipengaruhi dengan adanya ikatan rangkap. Uji lipida ini dilakukan dengan 5 uji
yaitu sifat kelarutan lipida, kejenuhan lipida, pembentukan emulsi, saponifikasi,
dan pembentukan sabun.
senyawa polar akan larut pada pelarut polar dan sebaliknya. Kelarutan lipid baik
lemak atau minyak akan diuji dengan berbagai pelarut yang digunakan untuk
mengetahui derajat kelarutannya.
Sampel yang lipid yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak
curah. Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah potrelium eter,
kloroform, dan etanol panas. Sampel lipida yang berupa minyak curah 1 gram
akan pada 3 tabung reaksi akan ditambahkan dengan 3 mL potrelium eter pada
tabung A, 3 mL CHCl3 tabung B, dan 3 mL etanol panas. Penambahan pelarut
yang berbeda tersebut untuk mengetahui kelarutan dari minyak ketika
ditambahkan pelarut potrelium eter, klorofom, dan etanol panas. Campuran
selanjutnya akan dikocok selama 15 menit atau hingga terdispersi, yang kemudian
didiamkan selama beberapa menit. Pengocokan tersebut bertujuan supaya minyak
curah dengan pelarut tersebut terdispersi. Hasil yang didapatkan setelah
pendiaman selama beberapa menit adalah pada tabung A dan tabung B campuran
terdispersi, sedangkan pada tabung C terdapat dua fasa. Peristiwa tersebut
disebabkan karena minyak dengan potrelium eter dan kloroform mempunyai
kepolaran yang sama yaitu bersifat nonpolar. Minyak, potrelium eter, dan
kloroform mempunyai momen dipol sama dengan nolyang menunjukan bahwa
senyawa tersebut mempunyai sifat nonpolar. Hasil tersebut sesuai dengan prinsip
like dissolve like yang menyatakan bahwa senyawa yang mempunyai kepolaran
yang sama akan saling mengalami kelarutan. Hasil tersebut mempunyai warna
kuning yang berasal dari warna pada minyak curah. Tabung C terbentuk 2 fasa
meskipun telah dilakuakan pengocokan selama 2 kali. Peristiwa tersebut
disebabkan karena minyak dengan etanol panas mempunyai keplaran yang
berbeda. Minyak mempunyai sifat nonpolar sedangkan etanol panas mempunyai
sifat polar. Peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip like dissolve like yang
menyatakan bahwa senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa
nonpolar akan larut dengan pelarut nonpolar. Minyak mempunyai momen dipol
sama dengan nol karena molekulnya saling meniadakan yang menunjukkan
bahwa minyak mempunyai sifat nonpolar, sedangkan pada etanol terdapat gugus
OH yang akan menyebabkan adanya perbedaan momen dipol atau momen dipol
24
lebih dari nol yang mengakibatkan bersifat polar. Etanol panas mempunyai
struktur polar dan nonpolar, dimana struktur polar terdapat pada -OH sedangkan
struktur nonpolarnya terdapat dalam alkilnya, namun karena rantai alkil yang
pendek menyebabkan strukturnya menjadi lebih polar. Etanol yang digunakan
adalah etanol panas, dimana semakin tinggi suhu dari etanol, akan menyebabkan
kepolarannya akan semakin berkurang. Hasil yang didapatkan pada tabung C
dimana pada lapisan atas mempunyai warna larutan putih keruh, sedangkan pada
bagian lapisan bawah berwarna kuning. Larutan keruh tersebut merupakan etanol
dan larutan kuning tersebut adalah minyak curah. Lapisan etanol yang berada
pada lapisan atas karena etanol mempunya massa jenis yang lebih rendah
dibandingkan dengan massa jenis dari minyak. Berdasarkan literatur sciencelab
(2018) massa jenis etanol sebesar 0,789 g/cm3 dan massa jenis dari minyak adalah
0,8 g/cm3. Data tersebut yang mengakibatkan lapisan etanol berada di lapisan atas
dan lapisan minyak berada di lapisan bawah.
Larutan selanjutnya diteteskan 1 tetes pada pusat lingkaran kertas hvs
dengan radius 5 cm. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya noda
dalam larutan tersebut atau tidak terdapat noda. Noda tersebut menunjukkan
minyak terdispersi dengan pelarutnya. Penetasan dipusat lingkaran bertujuan
untuk memudahkan pengukuran dalam mencari luas dari noda atau bercak yang
dihasilkan dan untuk pengukuran jari-jari noda atau bercak dari larutan.
Pengeringan dilakukan di udara terbuka selama 10 menit supaya kertas
mengering. Pengovenan sampai kering bertujuan untuk mempercepat
pengeringannya. Hasil yang didapatkan adalah pada larutan tabung A dan B
muncul noda, sedangkan pada larutan tabung C tidak muncul noda atau terdapat
noda transparan. Hasil tersebut menunjukkan adanya minyak yang telah
terdispersi dengan potrelium eter dan kloroform yang terdapat dalam larutannya
sehingga memunculkan noda atau bercak. Hasil pada larutan tabung C adalah
tidak ada noda atau transparan, hal ini menunjukkan bahwa minyak tidak
terdispersi dalam etanol panas. Peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip like
dissolve like dimana larutan dengan kepolaran yang berbeda tidak saling
melarutkan.
25
jangung maupun minyak curah akan ditambahkan dengan iodin tetes demi tetes
hingga warna iodin tetap. Warna iodin adalah berwarna merah. Penambahan iodin
tersebut disertai dengan pengocokan yaang bertujuan menghomogenkan larutan
sampel tersebut. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan
timbulnya warna merah ketika penambahan iodin. Setiap penetesan iodin
dilakukan pengocokan, dimana ketika warna merah yang kembali hilang atau
pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon
asam lemak.
Hasil yang didapatkan adalah warna merah pada minyak jagung
didapatkan dengan 7 tetes iodin sedangkan minyak curah membutuhkan 5 tetes
iodin untuk berubah menjadi warna merah. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
minyak jagung terdapat ikatan rangkap yang lebih banyak daripada dalam minyak
curah. Iodin yang semakin banyak ditambahkan akan menunjukkan banyaknya
ikatan rangkap yang mengalami reaksi adisi dengan iodin. Peristiwa tersebut yang
mengindikasikan ikatan rangkap yang terkandung dalam minyak jagung dan
minyak curah.Hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur Dwiputra (2015) dan
(Nainggolan, 2016), dimana pada tabel 4.1 dan 4.2 dapat dilihat kandungan asam
lemak tak jenuh dari minyak jagung lebih banyak dibandingkan pada minyak
curah. Hal tersebut karena pada minyak curah telah dilakukan pengorengan
dengan pemanasan yang menyebabkan ikatan rangkapnya menjadi putus karena
pemanasan yang berulang.
Minyak jagung menurut literatur Dwiputra et al (2015) merupakan minyak
yang kaya akan asam lemak tak jenuh yaitu asam linoleat dan asam linolenat.
Berdasarkan datanya adalah sebagai berikut :
Kandungan Jumlah (%)
Asam oleat 19-49%
Asam linoleat 34-62%
Asam palmitat 8-12%
Asam stearat 2,5-4,5%
Vitamin E >40%
Asam palmitoleat 0,1%
27
4.2.4 Saponifikasi
Percobaan selanjutnya adalah saponifikasi. Saponifikasi menurut Naomi
dkk (2013) merupakan proses hidrolisis ester dari alkali pada lemak yang
biasanya dilakukan penambahan basa kuat sehingga membentuk alkohol dan
garam serta sisanya asam. Prinsip dari saponifikasi lemak adalah lemak akan
29
dihidrolisis oleh basa sehingga menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Lemak
yang digunakan adalah minyak curah. Lemak sendiri menurut Solomon (2009)
merupakan unsur organik yang terdiri dari asam lemak dan gliserol yang tersusun
atas atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Minyak menurut Solomon (2009)
merupakan lemak dalam wujud cair di suhu kamar atau ruangan yang memiliki
sifat non polar (tidak larut dalam air). Minyak merupakan trigliserida yang
tersusun atas tiga unit asam lemak, lebih banyak mengandung asamlemak tidak
jenuh sehingga mudah teroksidasi. Minyak curah adalah minyak yang
mengandung banyak fat atau asam stearat. Minyak curah hanya mengalami satu
kali pemisahan atau penyaringan.
Perlakuan pertama yaitu sebanyak 10 gram lemak atau minyak curah
dimasukkan kedalam gelas beker lalu ditambah dengan KOH alkoholis sampai
sampel terendam. Kalium hidroksida atau KOH digunakan untuk mempercepat
reaksi pembentukan sabun dan untuk bahan hidrolisis yang membentuk sabun.
Kalium hidroksida merupakan basa yang menghidrolisis lemak sehingga
terbentuk gliserol dan sabun. Proses ini berjalan dalam keadaan basa
menghasilkan gliserol dan garam aam lemak atau sabun. Alkohol dalam KOH
alkoholis digunakan untuk proses hidrolisis alkali karena lemak tidak dapat larut
dalam air sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat dengan penggunaan
pelarut yang sesuai. Hasilnya yaitu terbentuk emulsi. Emulsi menurut Zulkifli dan
Estiasih (2014) merupakan keadaan dimana terbentuk sistem dua fasa yang
salahsatu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain. Hasil kedua campuran
tersebut akan terbentuk cairan yang sedikit mengental. Campuran lalu dipanaskan
sampai mendidih selama beberapa menit. Pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara minyak dengan KOH sehingga lebih cepat untuk
bereaksi atau bercampur. Hasilnya yaitu terbentuk larutan berwarna kuning yang
menandakan bahwa minyak curah dan KOH sudah bereaksi sempurna. Sabun
yang dihasilkan adalah sabun kalium (ROOCK) yang terbuat dari lemak dengan
KOH yang memiliki sifat lunak. Reaksinya adalah sebagai berikut :
30
KOH memiliki sifat yang lebih reaktif daripada NaOH sehingga busa yang
dihasilkan KOH akan lebih banyak dibandingkan NaOH.
Percobaan selanjutnya ialah pembentukakn sabun percobaan ini
menggunakan Na-Oleat dan hasil saponifikasi. Percobaan dilanjutkan dengan
pemansan Na-Oleat dan ditambahkan dengan NaOH. Penambahan NaOH akan
menyebabkan terjadinya reaksi pembentukan sabun dan pemansan yang dilakukan
akan mempercepat terjadinya reaksi pembentukan sabun yang terjadi. Hasil
pembentukan sabun pada percobaan saponifikasi kemudian uji menggunakan HCl
pekat, NaCl, MgCL2 0,1 M dan CuSO4 begitu juga dengan sabun hasil
saponifikasi Na-Oleat. Pengujian dilakuakan untuk penentuan kadar asam lemak
dalam sabun yang telah dihasilkan. Larutan sabun percobaan sebelumnya
kemudian diletakkan pada lima tabung reaksi dan sabun Na-Oleat juga diletakkan
pada lima tabung reaksi berbeda.
Pengujian pertama ialah dengan melakukan pengasaman pada 2 tabung
reaksi pertama. Pengasaman dilakukan dengan menggunakan HCl pekat pada satu
tabung sabun percobaan seelumnya dan satu tabung pada sabun Na-Oleat.
Penambahan HCl pekat menghasilkan larutan yang tidak berwarna dan adanya
sedikit gumpalan pada tabung reaksi. Penambahan HCl akan mengakibatkan
protonasi pada garam asam lemak (sabun) yang direaksikan dimana pada akhir
reaksi akan menghasilkan suatu asam lemak (asam karboksilat) dan garam. Reaks
iyang terjadi pada pengujian ini ialah sebagai berikut
C17H35COONa + HCl → NaCl + C17H35COOH
5.2 Kesimpulan
Kesimpulan pada percoban uji kualitatif lipida adalah :
1. Minyak adalah suatu senyawa yang tidak larut dalam pelarut air. Minyak
akan larut pada pelarut organik. Minyak mengalami kelarutan terhadap etanol
panas dan tidak mengalami kelarutan pada potrelium eter serta kloroform.
Hasil jari-jari pada penetasan etanol panas, potrelium eter, dan klorofom
berturut-turut adalah 0,8 cm, 1 cm, dan 0,8 cm.
2. Uji Kejenuhan menunjukkan jumlah ikatan rangkap yang terbentuk pada
minyak. Uji kejenuhan dilakukan dengan menggunakan iodin yang digunakan
untuk memutus ikatan rangkap. Iodin yang ditambahkan semakin banyak
menunjukkan ikatan rangkap pada senyawa tersebut semakin bsnysk. Hasil
yang didapatkan minyak jangung memerlukan 7 tetes iodin dan minyak curah
memerlukan 5 tetes iodin. Minyak jagung mempunyai ikatan rangkap yang
lebih banyak dibandingkan dengan minyak curah.
3. Emulsi yang terbentuk pada percobaan ini bersifat sementara, tidak stabil dan
dapat mengalami kerusakan jika dilakukan pengocokan dengan terlalu keras
akibat adanya tegangan permukaan pada emulsi
4. Proses penyabunan yang terjadi dengan mereaksikan minyak dengan KOH.
Sabun yang terbentuk ditandai dengan adanya dua fasa yaitu fasa cairan dan
fasa keruh (sabun). Sabun yang terbentuk dapat mengalami protonasi dengan
penambahan NaCl. Penambahan NaOH pada sabun juga akan mengakibatkan
terbentuknya sabun. Sabun yang terbentuk oleh KOH lebih banyak
dibandingkan dengan NaOH dikarenakan K merupakan unsur logam yang
lebih reaktif dibandingkan dengan Na.
5. Pembentukan sabun pada percobaan ini dapat diperoleh menggunakan sabun
pada proses saponifikasi dan sabun hasil saponifikasi Na-Oleat. Sabun yang
diperoleh kemudian direaksikan dengan HCl membentuk endapan dan cairan
yang hampir sama sehingga disimpulkan kandungan lipidnya sama,
direaksikan dengan NaCl tidak mengalami perubahan dan kandungan
35
5.2 Saran
Bloor, W. R. 1943. Biochemistry of The Fatty Acid and Their Compound. Jakarta :
EGC.
Budha,K.1981. Kelapa dan hasil pengolahannya. Denpasar: Fakultas teknologi
Dwiputra et al. 2015. Minyak Jagung Alternatif Pengganti Minyak Sehat. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 4(2)
Garjito,M.1980.Minyak:Sumber,penanganan, pengelolahan, dan pemurnian.
Yogyakarta: Fakultas Teknologi pertanian UGM.
Gordon, G. 1990. Pengaruh Kadar Asam Lemak Bebas. Bandung: Ilmu dan
Peternakan Institut Teknologi Bandung.
Hart Harold et al. 2003. Kimia Organik. Suminar Setiati Achmadi, penerjemah;
Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.
Ketaren,S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Lakitan. 2008. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Edisi ke-1. Thenawidjaya M,
penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Mahar, Jaya. 2014. Analisis Lemak dan Minyak. Malang: FTP UB Press.
Nainggolan et al. 2016. Uji Kelayakan Minyak Goreng Curah dan Kemasan yang
Digunakan Menggoreng Secara Berulang. Jurnal Pendidikan Kimia. Vol
8(1)
Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, F.M. Titin. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Stryer, L. 1996. BiokimiaEdisi IV. Jakarta: EGC.
38