Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM BIOMOLEKUL

UJI KUALITATIF LIPID

Oleh :
Isti Faizah (161810301028)
Achmad Fudhali (161810301031)
Mila Ramadani (161810301054)
Eva Gita Kasandra (161810301058)

LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lipid adalah sekelompok senyawa organik yang dapat ditemukan dalam
tumbuhan, hewan, dan manusia.Lipid ini terdapat dalam membran sel dan berupa
lipid bilayer.Lipid adalah senyawa organik dengan rantai hidrokarbon sebagai
dasar dari struktur dan fungsi sel hidup.Lipid adalah kelompok senyawa yang
tidak dapat larut dalam air, namun dapat larut dalam pelarut organik yang
nonpolar seperti eter dan benzena.Asam lemak adalah asam karboksilat yang
seringkali terbentuk dari rantai alifatik panjang. Lipid umumnya dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis adalah lemak (lipid yang mempunyai bentuk
padat) dan minyak (lipid yang mempunyai bentuk cair). Lipid dapat tersusun dari
beberapa asam lemak. Asam lemak dapat dibagi menjadi dua yaitu asam lemak
jenuh yang rantainya tidak mempunyai ikatan rangkap C-C dan asam lemak tak
jenuh yang pada rantainya mempunyai ikatan rangkap C-C (Lakitan, 2008).
Lipid perlu dipelajari karena mempunyai manfaat bagi makhluk hidup. Lipid
mempunyai fungsi yang penting antara lain adalah untuk menyimpan energi,
sebagai komponen struktural pada membran sel, pensinyalan molekul, dan
sebagai pelapis permukaan membran sel. Lipid nabati dapat mencegah
penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Lipid hewani dapat
digunakan sebagai pelarut dari beberapa jenis vitamin (vitamin A,D,E, dan
K).Minyak dan lemak pada pengolahan bahan pangan berfungsi sebagai media
penghantar panas, seperti minyak gorenng, gajih, mentega dan margarin.
Percobaan kali ini mengenai uji kualitatif lipida. Uji kualitatif lipida
dilakukan dengan menggunakan beberapa prosedur yaitu sifat kelarutan lipida,
kejenuhan lipida, pembentukan emulsi, saponifikasi, dan pembentukan sabun.
Tahap sifat kelarutan lipida dilakuakan dengan menggunakan minyak curah
dengan menggunakan pelarut potrelium eter, kloroform, dan etanol panas. Tahap
ini dilakukan untuk mengetahui kelarutan minyak curah dari berbagai pelarut dan
untuk mengetahui kadar lipid serta jenis pelarutnya. Tahap yang kedua mengenai
3

kejenuhan dilakukan dengan minyak jagung dan minyak curah dengan


meneteskan iodin pada masing-masing sampel. Tahap ini dilakukan untuk
mengetahui ikatan rangkap pada minyak jangung dan minyak curah. Tahap ketiga
pembentukan emulsi yang dilakukan dengan meneteskan 2 tetes minyak curah dan
Na-Oleat pada akuades. Tahap keempat yaitu saponifikasi dengan menggunakan
minyak curah yang direndam dengan KOH dan menggunakan NaOH sampai
larutan jernih terbentuk. Tahap saponifikasi dilanjutkan dengan tahap
pembentukan sabun dengan membandingkan larutan sampel dan larutan hasil
reaksi Na-Oleat yang dipanaskan dengan NaOH menggunakan HCl, NaCl, CaCl2
0,1 M, MgCl2 0,1 M, dan CuSO4 0,1 M sampai terbentuk endapan
(Tim Penyusun, 2018).

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah dalam percobaan uji kualitatif lipida adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana karakteristik kelarutan minyak curah pada percobaan ini ?
2. Bagaimana kejenuhan pada minyak jagung dan minyak curah dalam
percobaan ini ?
3. Bagaimana emulsi yang terbentuk pada minyak yang dilakukan pada
percobaan ini ?
4. Bagaimana proses penyabunan dengan minyak yang dilakukan pada
percobaan ini ?
5. Bagaimana proses pembentukan sabun pada percobaan ini ?

1.1 Tujuan
Tujuan dalam percobaan uji kualitatif lipida adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari karakteristik kelarutan minyak curah.
2. Menentukan kejenuhan pada minyak jagung dan minyak curah.
3. Melakukan analisis emulsi yang terbentuk pada minyak.
4. Mengetahui proses penyabunan pada minyak
5. Mengetahui proses pembentukan sabun.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lipida
Lipida merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu lipos yang
berarti lemak. Lipida merupakan penyusun tubuh tumbuhan atau hewan yang
dicirikan oleh sifat kelarutannya. Lipida tidak larut dalam pelarut polar seperti air,
tetapi larut dalam pelarut nonpolar seperti kloroform, eter, aseton, alkohol dan
benzena. Penyusun utama lipida adalah trigliserida yang merupakan ester gliserol
dengan tiga asam lemak yang dapat beragam jenisnya. Berikut adalah struktur dari
trigliserida :

Gambar 2.1 Struktur Kimia Trigliserida


(Gordon, 1990).
Struktur trigliserida dapat dipandang sebagai hasil kondensasi ester dari satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak, sehingga senyawa ini sering
juga disebut sebagai triasilgliserol. Ketiga asam lemak penyusun lemak itu sama
disebut trigliserida paling sederhana, tetapi jika ketiga asam lemak tersebut tidak
sama disebut dengan trigliserida campuran. Umumnya trigliserida alam
mengandung lebih dari satu jenis asam lemak. Trigliserida jika dihidrolisis akan
menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol
(Sudarmadji et.al, 1989).
Komponen unit pembangun asam lemak hampir semua disusun oleh lipida.
Asam lemak merupakan asam organik berantai panjang yang mempunyai atom
karbon dari 4 sampai dengan 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal
dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan lipida
6

bersifat tidak larut dalam air dan menjadikan lipida tampak berminyak atau
berlemak (Lehninger, 1982).
Kelompok lipida berbeda dengan kelompok karbohidrat dan protein.
Karakteristik protein ada pada ikatan peptidanya, karbohidrat pada ikatan
glikosidanya dan kelompok lipida pada ikatan ester. Ikatan ester alkohol atau
gliserol dengan asam karboksilat, asam fosfat, asam amino gula atau ester alkohol.
Secara kimia, lemak dan minyak merupakan senyawa yang sangat mirip meskipun
secara fisik lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu
kamar. Lemak ataupun minyak terbentuk dari 1 molekul gliserol dan 3 molekul
asam lemak, oleh sebab itu lemak dan minyak sering disebut sebagai trigliserida
(Lakitan, 2008).
Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan sifat fisiknya. Sifat fisik
trigliserida ditentukan oleh sifat asam lemak penyusunnya, yaitu :
1. Panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon penyusun asam lemak,
maka titik leleh akan semakin tinggi, semakin mudah membeku dan juga
semakin sukar larut didalam air
2. Derajat ketidakjenuhan dan isomernya, semakin banyak jumlah ikatan
rangkap pada asam lemak penyusunnya akan menyebabkan semakin rendah
titik lelehnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh konfigurasi (cis dan trans) dan
posisi ikatan rangkapnya.
3. Susunan asam lemak terhadap gugus hidroksil gliserolnya, susunan yang
berbeda akan memberikan sifat fisik yang berbeda juga
Lemak pada suhu kamar berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik
leleh dari lemak dan minyak tergantung pada strukturnya dan banyaknya ikatan
ganda dua karbon-karbon dalam komponen asam lemak. Trigliserida yang
mengandung banyak asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat akan
berwujud lemak (padat), contohnya lemak sapi atau hewani.
Berikut adalah trend nilai titik leleh terhadap struktur asam lemak jenuh maupun
tak jenuh :
7

Gambar 2.2 Nilai Titik Leleh Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh
(Sumber : Paula, 2004).
(Poedjiadi, 2009).
2.2 Penyusun Lipida
Panjang rantai asam lemak pada trigliserida yang terdapat secara alami dapat
bervariasi, namun panjang yang paling umum adalah 16, 18, atau 20 atom karbon.
Penyusun lipida lainnya berupa gliserida, monogliserida, asam lemak bebas, lilin
dan juga kelompok lipida sederhana (yang tidak mengandung komponen asam
lemak) seperti derivat senyawa terpenoid atau isoprenoid serta derivat steroida.
Lipida sering berupa senyawa kompleks dengan protein (lipoprotein) atau
karbohidrat (glikolipida) (Poedjadi, 1994).
Asam lemak penyusun lipida terdapat dua macam yaitu :
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh molekulnya tidak mempunyai ikatan rangkap pada rantai
karbonnya. Lipida yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat yang sering
disebut dengan lemak. Berikut adalah klasifikasi asam lemak jenuh :
8

Gambar 2.3 Klasifikasi Asam Lemak Jenuh


(Sumber : Mahar Jaya, 2014).
2. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh molekulnya mempunyai ikatan rangkap pada rantai
karbonnya. Halogen dapat bereaksi cepat dengan atom C pada rantai yang
ikatannya tidak jenuh. Lipida yang mengandung asam lemak tidak jenuh bersifat
cairan pada suhu kamar yang disebut dengan minyak. Berikut adalah klasifikasi
asam lemak tak jenuh :

Gambar 2.4 Klasifikasi Asam Lemak Tak Jenuh


(Sumber : Mahar Jaya, 2014).

2.3 Macam-Macam Lipida


Senyawa-senyawa lipida dibagi dalam beberapa golongan. Lipida secara garis
besar dapat digolongkan menjadi lipida sederhana (ester asam lemak dengan
berbagai alkohol seperti lemak/gliserida dan lilin), lipida gabungan (ester asam
lemak yang mempunyai gugus tambahan seperti fosfo lipida serebrosida), dan
9

derivat lipida (senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipida seperti asam
lemak, gliserol dan sterol) (Lakitan, 2008).
Lipida sederhana merupakan lipid yang paling banyak mengandung asam
lemak sebagai unit penyusunnya adalah triasilgliserol atau yang sering disebut
dengan lemak, lemak netral, atau trigliserida. Jenis lipida ini merupakan contoh
lipida yang paling sering dijumpai baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan.
Berdasarkan sumbernya, lipida dikelompokkan sebagai lemak hewan (animal fat),
lemak susu (milk fat), minyak ikan (fish oil),lemak tumbuhan atau nabati dan
sebagainya. Klasifikasi lipida ke dalam lipida majemuk karena lipida tersebut
mengandung asam lemak yang dapat disaponifikasi, sedangkan lipida sederhana
tidak mengandung asam lemak dan tidak dapat disaponifikasi. Lipida seperti lilin,
lemak, minyak, dan fosfolipida termasuk ester yang apabila dihidrolisis dapat
menghasilkan asam lemak dan senyawa lainnya termasuk alkohol. Steroid tidak
mengandung asam lemak dan tidak dapat dihidrolisis. Lipida berperan penting
dalam komponen struktur membran sel. Lemak dan minyak dalam bentuk
trigliserol sebagai sumber penyimpan energi, lapisan pelindung, dan insulator
organ-organ tubuh. Beberapa jenis lipida juga dapat berfungsi sebagai sinyal
kimia, pigmen, vitamin dan hormon (Stryer, 1996).

2.4 Uji Lipid


Terdapat berbagai macam uji yang berkaitan dengan lipid yang meliputi
analisis kualitatif maupun kuantitatif. Uji-uji kualitatif lipid diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Uji Kelarutan Lipid
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terdahadap
berbagai macam pelarut.Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat
kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka
hasilnya lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat
nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar
(Garjito, 1980).
2. Uji Acrolein
10

Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein.Dalam uji ini terjadi
dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan
aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia, uji akrolein
digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak
dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan
menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid
tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau
seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih(Ketaren, 1986).
3. Uji Kejenuhan Pada Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji
apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan
pereaksi Iod Hubl.Iod Hubl ini digunakan sebagai indikator perubahan. Asam
lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok
sampai bahan larut.Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan
ke dalam tabung sambil dikocokdan perubahan warna yang terjadi terhadap
campuran diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak
jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki
ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya.Reaksi positif ketidakjenuhan asam
lemak ditandai dengan timbulnya warna merah asam lemak, lalu warna
kembali lagi ke warna awal kuning bening.Warna merah yang kembali pudar
menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon
asam lemak.
Trigliserida yang mengandung asam lemak yang mempunyai ikatan
rangkap dapat diadisi oleh golongan halogen. Pada uji ketidakjenuhan, pereaksi
iod huble akan mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap
pada molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang
selama reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi
pereaksi iod huble(Budha,K.,1981).
4. Uji Ketengikan
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan.Dalam uji ini,
diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik dengan yang belum tengik yang
11

disebabkan oleh oksidasi lipid. Minyak yang akan diuji dicampurkan dengan
HCl. Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan floroglusinol.
Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak.Setelah itu, kertas
digantungkan di dalam erlenmeyer yang berisi minyak yang diuji.Serbuk
CaCO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl yang
ditambahkan akan menyumbangkan ion-ion hidrogennya yang dapat memecah
unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan hidrogen radikal
bebas. Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir
oksidasi akan dihasilkan peroksida (Bloor, W. R. 1943).

2.5 Dasar Analisis Lemak dan Minyak


Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok berdasarkan tujuan analisa, yaitu :
1. Penentuan kuantitatif
Penentuan kuantitatif yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat
dalam bahan makanan atau bahan pertanian.
2. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan
proses ekstraksinya,atau ada pemurnian lanjutan misalnya penjernihan
(refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching).
Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat erat kaitannya dengan daya
tahan sampel selama penyimpanan,sifat gorengnya, bau maupun rasanya.
Tolak ukur kualitas ini adalah angka asam lemak bebasnya (free fatty acid
atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air
3. Penentuan sifat fisika maupun kimia yang khas ataupun mencirikan sifat
minyak tertentu. Data ini dapat diperoleh dari angka iodin, angka Reichert
Meissel, angka polenske, angka krischner, angka penyabunan, indeks refraksi
titik leleh, angka kekentalan, titik percik, komposisi asam-asam lemak ,dan
sebagainya
(Hart, 2003).
12

2.6 Saponifikasi
Saponifikasi memiliki arti membuat sabun yaitu dari bahasa Latin sapon =
sabun dan –fy yang merupakan akhiran yang berarti membuat. Saponifikasi adalah
suatu proses hidrolisis ester dari alkali pada lemak yang biasanya dilakukan
dengan menambahkan basa kuat (kaustik soda) sehingga membentuk alkohol dan
garam serta sisa asam. Saponifikasi merupakan reaksi ketika minyak atau lemak
dicampur dengan alkali sehingga menghasilkan sabun dan gliserol. Alkali yang
biasanya digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun kalium hidroksida (KOH)
dan K2CO3 (Naomi dkk, 2013).

Gambar 2.5 Reaksi Saponifikasi


(sumber : Naomi dkk, 2013)
Sabun merupakan bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi,
terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
sodium atau potasium. Sabun merupakan produk kaustik yang dapat dibuat dari
proses hidrolisa gliserida dengan larutan KOH maupun NaOH. Sabun merupakan
garam-garam monofalen dari asam karboksilat dengan rumus umum RCOOM
Sabun memiliki sifat yaitu dapat terhidrolisa dalam air sehingga membentuk basa
dan asam karboksilat karena sabun tersusun dari basa kuat dan asam lemah, dalam
air sabun berbentuk koloid dan dapat bereaksi dengan asam mineral membentuk
asam lemak dan garam organik. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak
minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang
digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, maupun minyak ikan
laut. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada
jenis sabun tersebut. Sabun keras biasanya menggunakan larutan alkali NaOH dan
13

sabun lunak biasanya menggunakan larutan alkali kalium hidroksida (KOH)


(Zulkifli dan Estiasih, 2014).
Hasil awal dari proses penyabunan merupakan karboksilat karena
campurannya yang bersifat basa. Campuran diasamkan maka karboksilat akan
berubah menjadi asam karboksilat. Sabun terdiri dari garam asam-asam lemak.
Sabun dapat menurunkan tegangan permukaan air sehingga air dapat membasahi
bahan yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun akan bertindak sebagai zat
pengemulsi yang dapat mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada
butiran kotoran. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan dasar sabun
yaitu :
1. Warna artinya lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak
yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun
2. Angka saponifikasi merupakan angka yang terdapat pada miligram KOH yang
digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak
3. Bilangan iod merupakan bilangan yang digunakan untuk menghitung
ketidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod maka asam
lemak tersebut akan semakin tidak jenuh.
(Ketaren, 1986).

2.7 Emulsi

Emulsi adalah salah satu fasa dari jenis koloid. Emulsi merupakan bahan
atau sistem dua fasa yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain
yang bertindak sebagai pendispersi dalam bentuk tetesan. Emulsi secara
termodinamika merupakan materi yang kurang stabil yang mengandung dua atau
lebih cairan yang saling tidak bercampur cairan yang satu akan mendispersi cairan
yang lainnya (Anief, 1993). Contoh dari sebuah emulsi yaitu air dan minyak
dimana cairan yang satu akan mengalami dispersi menjadi butiran kecil dalam
cairan yang lain. Sistem emulsi minyak dan air (M/A) adalah sistem emulsi yang
mana minyak akan terdispersi didalam air, sedangkan sistem emulsi (A/M)
merupakan sistem emulsi dimana air akan terdispersi didalam minyak yang
14

bertindak sebagai fasa pendispersinya. Contoh dari emulsi M/A adalah susu,
mayonaise, krim dan adonan roti contoh dari emulsi A/M ialah pada mentega dan
margarin. Emulsi antara air dan minyak ini akan menunjukkan adanya batas pada
masing-masing zat. Emulsi dapat dikendalikan dengan menambahkan emulgator
kedalamnya (Winarno, 1997)

Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama
lainya,dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil,yang lain lipofil.Hidrofil
(lipofod) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat tercampur dengan air.
Fase lipofil (hidrofod) adalah lemak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak
(minyak lemak,paraffin,lilin,lemak coklat,malam bulu domba) atau juga bahan
pelarut lipofil kloroform,benzene dan sebagainya. Emulsi akan menghasilkan dua
kemungkinan dimana lipofod akan terdispersi dalam hidrofod ataupun fasa
hidrofod akan terdispersi didalam lipofod (Voight,1994)

Emulgator pada emulsi berfungsi untuk mennyetabilkan emulsi. Emulgator


merupakan komponen yang penting dalam pembentukan emulsi yang stabil. Jenis
emulgator menurut Ansel (2005) terdapat beberapa jenis yaitu

a. Emulgator alami dari tumbuhan


Contoh dari emulgator dari tumbuhan adalah gom arab. Gom arab termsuk
dalam emulgator yang baik digunakan untuk tipe M/A untuk obat
minnum. Emulsi yang dibentuk menggunakan emulgator jenis ini bersiifat
stabil dan tidak terlalu kental.
b. Emulgator alami dari hewan
Contoh emulgator dari hewan ialah kuning telur. Kuning telur
mengandung lesitin dan kolesterol yang dapat berfungsi sebagai
emulgator. Lesitin merupakan senyawa yang dapat bertindak sebagai
emulgator tipe O/W dan kolesterol merupakan sennyawa yang dapat
digunakan sebagai emulgator jenis W/O. Sifat emulgator lesitin dalam
kuning telur lebih dominan jika dibandingkan dengan kolesterol sehingga
15

kuning telur secara umum merupakan emulgator O/W yang dapat


mengemulsikan minyak sampei empat kali lebih banyak dari bobotnya.
c. Emulgator mineral
Emulgator jenis ini merupakan emulgator yang terdiri dari senyawa
anorganik. Contohnya adalah garam-garam magnesium dan garam
alumunium. Emulgator ini merupakan emulgator yang bertipe O/W.
Emulsi ini khusus pada penggunaan luar.
d. Emulgator buatan
Contoh dari emulgator buatan ialah sabun. Sabun peka terhadap adanya
elektrolit dan digunakan pada pemakaian luar. Emulgator ini dapat
digunakan sebagai emulgator O/W atau W/O yang bergantung pada nilai
valensinya. Sabun bervalensi satu seperti kalium akan bertipe O/W
sedangkan sabun yang bervalensi dua yaitu kalsium akan bertipe W/O.
16

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- 10 tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Neraca analitik
- Penangas
- Botol semprot
- Pipet tetes
- Pipet mohr 10 ml
- Pipet mohr 5 ml
- Ball pipet
- Gelas beaker 100 ml
3.1.2 Bahan
- Minyak goreng
- Minyak jagung
- Minyak curah
- Larutan iodin
- Na – Oleat
- Akuades
- Larutan NaOH
- Larutan PE
- Larutan CHCl3
- Larutan etanol panas
- Larutan KOH
- Larutan HCl pekat
- Larutan MgCl
- Larutan CuSO4
- Padatan NaCl
- Kertas folio
17

- Label kertas

3.2 Diagram Alir


3.2.1 Sifat Kelarutan Lipida
1 gram Bahan Lipida Halus
- dimasukkan dalam tabung reaksi A (3 ml PE), B (3 ml CHCl3), dan C
(3 ml C2H5OH panas)

- diaduk 15 menit hingga terdispersi (pelarut merata)

- diteteskan ke pusat lingkaran kertas folio dengan radius 5 cm

- dibiarkan 10 menit diudara terbuka

- dioven hingga kering

- diukur jari-jari noda sampel yang muncul

- diamati pembentukan dan luas bercak noda

- dibandingkan noda minyak dalam lingkaran berdasarkan luas noda


yang terbentuk

Hasil

3.2.2 Kejenuhan Lipida

Sampel Lipid (minyak goreng dan minyak zaitun)

- diisikan kedalam dua tabung reaksi berbeda sebanyak 5 tetes

- ditetesi dengan iodin hingga warna larutan iodin tetep (tidak hilang)

- dihitung jumlah tetesan

- dibandingkan tingkat kejenuhan masing-masing sampel


Hasil
18

3.2.3 Pembentukan Emulsi

Aquades
- dimasukkan dalam 2 tabung reaksi berbeda sebanyak 3 ml

- ditambahkan 2 tetes minyak goreng pada tabung 1 dan Na Oleat pada


tabung 2

- dikocok bersamaan dan diamati kestabilan emulsi yang terbentuk

Hasil

3.2.4 Saponifikasi
Lemak

- dimasukkan sebanyak 10 gram dalam labu alas bulat/ gelas beaker

- ditambah KOH secukupnya hingga sampel terendam

- dididihkan selama beberapa menit dan diamati yang terjadi

- ditambahkan 10 ml akuades dan dipanaskan kembali

- diamati yang terjadi dan didinginkan

- ditambah HCl pekat hingga larutan sedikit asam

- dipisahkan bagian atas larutan (asan lemak) ke tabung reaksi lain

- ditambah 5 ml akuades

- dipanaskan pelan –pelan , ditambah NaOH sedikit demi sedikit hingga

terbentuk larutan jenuh

- digunakan larutan ini untuk uji pembentukan sabun


Hasil
19

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Sifat kelarutan lipid
Siapkan 3 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 3 ml PE (tabung 1),
3 ml CHCl3 (tabung 2 ) dan 3 ml C2H5OH panas (tabung 3). Ketiga tabung
tersebut ditambahkan 1 gram larutan curah. Masing-masing dikocok selama 15
menit hingga terdispersi (pelarut merata). Lipida terdispersi kemudiam diteteskan
sekitar 1 tetes pada pusat lingkaran kertas folio dengan radius 5 cm. Biarkan 10
menit diudara terbuka dan kemudian oven hingga kering. Ukur jari-jari noda
sample yang muncul dan amalti pembentukan da luas bercak atau noda tersebut,
dimana luas noda akan berkorelasi dengan kadar lipid dan jenis pelarutnya.
Bandingkan noda minyak dalam lingkaran berdasarkan luas noda minyak yang
terbentuk.

3.3.2 Kejenuhan Lipida


Isilah 2 tabung reaksi dengan 5 tetes sampel lipid ( minyak curah dan
minyak jagung ). Tambahkan pada masing-maisng tabung larutan yodin tetes
demi tetes sambil dikocok hingga warna dari yodin tersebut tetap (tidak hilang).
Hitunglah jumlah tetesan yang diperlukan dan bandingkan tingkat kejenuhan
masing-masing sampel lipid. Jumlah tetesan yodin berkorelasi dengan tingkat
kejenuhannya.

3.3.3 Pembentukan emulsi


Sebanyak 3 ml akuades masing-maisng ditambahkan pada 2 tabung reaksi.
Tabung reaksi pertama ditambahkan dengan 2 tetes minyak goreng dan tabung
reaksi kedua dengan 2 tetes Na-Oleat. Kedua tabung dikocok bersamaan dan
amati kestabilan emulsi yang terbentuk.

3.3.4 Saponifikasi
Sebanyak 10 gram lemak dimasukkan dalam labu alas bulas/ gelas beaker.
Tambahkan KOH alkoholik secukupnya atau hingga merende sampel lemak dan
didihkan dan amati apa yang terjadi. Tambahkan 10 ml akuades dan panaskan
larutan sedikit bersifat asam (gunakan lakmus birut untuk mengujinya) pisahkan
20

bagian atas larutan yang merupakan lapisan asam lemak kedalam tabung reaksi
yang lain. Tambahkan 5 ml akuades kedalam tabung reaksi. Panaskan pelan-pelan
sambil ditambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH hingga larutan jenih
terbentuk. Larutan ini digunakan untuk uji pembentukan sabun sebanyak 2,5 ml.

3.3.5 Pembentukan sabun


Sebanyak 5 tetes Na-Oleat dipanaskan dengan larutan alkali encer atau
NaOH 0,1 N dan amati larutan sabun yang terbentuk. Gunakan larutan ini dan
larutan produk saponifikasi (poin 2.4) untuk diuji berikut dengan membagi
dengan masing-masing larutan ke dalam 5 tabung reaksi (terdapat 8 tabung
reaksi). 2 tabung reaksi pertama dilakukan pemasaman dengan HCl pekat melalui
penambahan beberapa tetes dana amati perubahan yang terjadi. 2 tabung reaksi
kedua dilakukan penjenuhan dengan NaCl melalui penambahan kristal NaCl.
Amati perubahan yang terjadi. 2 tabung reaksi ketiga dan ke empat masing-
masing ditambahkan beberapa tetes larutan MgCl2 0,1 M dan CuSO4 0,1 M
hingga terbentuk endapan. Amati pembentukan endapan garamnya.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Sifat Kelarutan Lipida
No Sampel Hasil Jarak noda
minyak
1. PE Terdispersi 0,8 cm : 1,0 cm
2. CHCl3 Terdispersi 0,7 cm : 0,8 cm
3. C2H5OH Tidak terdispersi 0,8 cm : 0,8 cm

4.1.2 Tabel Hasil Kejenuhan Lipida


No Sampel Kejenuhan Lipida
1. Minyak curah 5 tetes Iodin, merah
2. Minyak jagung 7 tetes Iodin, merah

4.1.3 Tabel Hasil pembentukan emulsi

No Bahan Hasil
1. Minyak goreng Terbentuk emulsi (tidak stabil)
2. Na-Oleat Larut (tidak stabil)
4.1.4 Tabel Hasil Sponifikasi
No Bahan Hasil
1. Minyak goreng + KOH Terbentuk emulsi (tidak stabil)
2. Campuran dipanaskan + akuades Terbentuk 2 fasa
- Fasa atas : kuning
- Fasa bawah : putih
keruh
Didinginkan : mengeras
3. Campuran + HCl pekat Terbentuk 2 fasa
- Fasa atas : putih keruh
- Fasa bawah : tidak
berwarna

4. Fasa atas + akuades Larut


5. Campuran + NaOH (dipanaskan) Terbentuk sabun, ada busa
22

5.1.5 Tabel Hasil Pembentukan Sabun


Perlakuan Larutan saponifikasi Larutan Na-Oleat
Diasamkan dengan HCl Larutan jenuh dan Larutan jenuh dan
pekat terdapat sedikit gumpalan terdapat sedikit
gumpalan
Dijenuhkan dengan NaCl Larutan jenuh dan NaCl Larutan jenuh dan NaCl
tidak larut tidak larut
Ditetesi CuSO4 0,1 M Larutan kebiruan Larutan kebiruan
Ditetesi MgCl2 0,1 M Larutan jenuh Larutan jenuh

5.2 Pembahasan
Lipida digunakan untuk kelompok bahan yang tidak mempunyai kelarutan
dalam air namun larut dengan pelarut lemak yang berupa aseton, benzena, eter,
kloroform, dan alkohol. Asam penyusun lipida sederhana adalah sebagian besar
merupakan turunan dari asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon C
panjang dengan jumlah genap. Asam lemak selain jenisnya dapat dicirikan dengan
adanya suatu ikatan rangkap, sehingga sifat fisik lemak atau minyak akan
dipengaruhi dengan adanya ikatan rangkap. Uji lipida ini dilakukan dengan 5 uji
yaitu sifat kelarutan lipida, kejenuhan lipida, pembentukan emulsi, saponifikasi,
dan pembentukan sabun.

4.2.1 Sifat Kelarutan Lipida


Percobaan yang pertama adalah mengenai sifat kelarutan lipida. Uji
kelarutan berkaitan dengan kepolaran, dimana zat yang mempunyai kepolaran
yang sama akan mengalami kelarutan. Prinsip yang digunakan adalah “like
dissolve like’, dimana senyawa yang mempunyai sifat polar akan larut pada
pelarut yang bersifat polar dan senyawa yang mempunyai sifat nonpolar akan
larut pada pelarut nonpolar. Senyawa yang mempunyai sifat semipolar akan
menyesuaikan kelarutannya berdasarkan dengan tingkat kepolaran pada senyawa
tersebut. Derajat kepolaran adalah suatu kemampuan dari suatu zat terlarut yang
dapat larut kedalam pelarut tertentu. Senyawa dengan kepolaran yang sama akan
mudah tertarik atau terlarut dengan pelarut yang mempunyai tingkat kepolaran
yang sama. Pernyataan tersebut sesuai dengan prinsip like dissolves like, dimana
23

senyawa polar akan larut pada pelarut polar dan sebaliknya. Kelarutan lipid baik
lemak atau minyak akan diuji dengan berbagai pelarut yang digunakan untuk
mengetahui derajat kelarutannya.
Sampel yang lipid yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak
curah. Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah potrelium eter,
kloroform, dan etanol panas. Sampel lipida yang berupa minyak curah 1 gram
akan pada 3 tabung reaksi akan ditambahkan dengan 3 mL potrelium eter pada
tabung A, 3 mL CHCl3 tabung B, dan 3 mL etanol panas. Penambahan pelarut
yang berbeda tersebut untuk mengetahui kelarutan dari minyak ketika
ditambahkan pelarut potrelium eter, klorofom, dan etanol panas. Campuran
selanjutnya akan dikocok selama 15 menit atau hingga terdispersi, yang kemudian
didiamkan selama beberapa menit. Pengocokan tersebut bertujuan supaya minyak
curah dengan pelarut tersebut terdispersi. Hasil yang didapatkan setelah
pendiaman selama beberapa menit adalah pada tabung A dan tabung B campuran
terdispersi, sedangkan pada tabung C terdapat dua fasa. Peristiwa tersebut
disebabkan karena minyak dengan potrelium eter dan kloroform mempunyai
kepolaran yang sama yaitu bersifat nonpolar. Minyak, potrelium eter, dan
kloroform mempunyai momen dipol sama dengan nolyang menunjukan bahwa
senyawa tersebut mempunyai sifat nonpolar. Hasil tersebut sesuai dengan prinsip
like dissolve like yang menyatakan bahwa senyawa yang mempunyai kepolaran
yang sama akan saling mengalami kelarutan. Hasil tersebut mempunyai warna
kuning yang berasal dari warna pada minyak curah. Tabung C terbentuk 2 fasa
meskipun telah dilakuakan pengocokan selama 2 kali. Peristiwa tersebut
disebabkan karena minyak dengan etanol panas mempunyai keplaran yang
berbeda. Minyak mempunyai sifat nonpolar sedangkan etanol panas mempunyai
sifat polar. Peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip like dissolve like yang
menyatakan bahwa senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa
nonpolar akan larut dengan pelarut nonpolar. Minyak mempunyai momen dipol
sama dengan nol karena molekulnya saling meniadakan yang menunjukkan
bahwa minyak mempunyai sifat nonpolar, sedangkan pada etanol terdapat gugus
OH yang akan menyebabkan adanya perbedaan momen dipol atau momen dipol
24

lebih dari nol yang mengakibatkan bersifat polar. Etanol panas mempunyai
struktur polar dan nonpolar, dimana struktur polar terdapat pada -OH sedangkan
struktur nonpolarnya terdapat dalam alkilnya, namun karena rantai alkil yang
pendek menyebabkan strukturnya menjadi lebih polar. Etanol yang digunakan
adalah etanol panas, dimana semakin tinggi suhu dari etanol, akan menyebabkan
kepolarannya akan semakin berkurang. Hasil yang didapatkan pada tabung C
dimana pada lapisan atas mempunyai warna larutan putih keruh, sedangkan pada
bagian lapisan bawah berwarna kuning. Larutan keruh tersebut merupakan etanol
dan larutan kuning tersebut adalah minyak curah. Lapisan etanol yang berada
pada lapisan atas karena etanol mempunya massa jenis yang lebih rendah
dibandingkan dengan massa jenis dari minyak. Berdasarkan literatur sciencelab
(2018) massa jenis etanol sebesar 0,789 g/cm3 dan massa jenis dari minyak adalah
0,8 g/cm3. Data tersebut yang mengakibatkan lapisan etanol berada di lapisan atas
dan lapisan minyak berada di lapisan bawah.
Larutan selanjutnya diteteskan 1 tetes pada pusat lingkaran kertas hvs
dengan radius 5 cm. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya noda
dalam larutan tersebut atau tidak terdapat noda. Noda tersebut menunjukkan
minyak terdispersi dengan pelarutnya. Penetasan dipusat lingkaran bertujuan
untuk memudahkan pengukuran dalam mencari luas dari noda atau bercak yang
dihasilkan dan untuk pengukuran jari-jari noda atau bercak dari larutan.
Pengeringan dilakukan di udara terbuka selama 10 menit supaya kertas
mengering. Pengovenan sampai kering bertujuan untuk mempercepat
pengeringannya. Hasil yang didapatkan adalah pada larutan tabung A dan B
muncul noda, sedangkan pada larutan tabung C tidak muncul noda atau terdapat
noda transparan. Hasil tersebut menunjukkan adanya minyak yang telah
terdispersi dengan potrelium eter dan kloroform yang terdapat dalam larutannya
sehingga memunculkan noda atau bercak. Hasil pada larutan tabung C adalah
tidak ada noda atau transparan, hal ini menunjukkan bahwa minyak tidak
terdispersi dalam etanol panas. Peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip like
dissolve like dimana larutan dengan kepolaran yang berbeda tidak saling
melarutkan.
25

Langkah yang selanjutnya adalah pengukuran jari-jari. Perlakuan tersebut


bertujuan untuk mengetahui kadar lipid dan jenis pelarutnya dengan
menggunakan luas noda. Berdasarkan data yang didapatkan adalah pada etanol,
potrelium eter, dan kloroform mempunyai jari-jari sebesar 0,8 cm, 1 cm, dan 0,8
cm. Berdasarkan data tersebut hasilnya tidak sesuai literatur yang seharusnya
etanol mempunyai jari-jari dan diameter yang besar karena laju pergerakan dari
etanol yang tidak dapat bercampur dengan minyak lebih cepat. Potrelium eter
mempunyai jari-jari yang lebih besar dibandingkan dengan kloroform karena pada
potrelium eter masih terdapat gugus polar yang dapat melarutkan sedikit minyak
sehingga laju pergerakan potrelium eter lebih cepat. Kloroform seharusnya
mempunyai jari-jari yang paling kecil karena kloroform akan melarutkan minyak
lebih baik dibandingkan pelarut yang lainnya. Peristiwa tersebut didasarkan pada
laju pergerakan minyak yang lambat sehingga menghasilkan jari-jari yang lebih
kecil. Hasil yang tidak sesuai ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
proses pengukuran yang kurang sesuai karena noda transparan pada etanol panas
dan kelarutan minyak terhadap potrelium eter yang kurang sempurna yang
disebabkan karena pengocokan dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan.

4.2.2 Kejenuhan Lipida


Uji kejenuhan lipida berfungsi untuk menentukan ketidakjenuhan suatu
lemak atau minyak dan untuk mengetahui suatu sampel termasuk kedalam lemak
jenuh atau lemak tak jenuh dengan cara mereaksikan dengan menggunakan
iodium yang akan mengadisi ikatan rangkap pada sampel. Reaksi adisi adalah
reaksi pengubahan senyawa hidrokarbon yang berikatan rangkap (tak jenuh)
menjadi senyawa hidrokarbon yang berikatan tunggal (jenuh) dengan cara
menambahkan atom dari senyawa lain. Reaksi adisi hanya dapat terjadi pada
senyawa yang memiliki ikatan rangkap seperti alkena dan alkuna. Alkuna dan
alkena dapat mengalami reaksi adisi dengan hidrogen, halogen maupun asam
halida.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan minyak jagung dan minyak
curah yang diteteskan sebanyak 5 tetes dalam tabung reaksi. Sampel minyak
26

jangung maupun minyak curah akan ditambahkan dengan iodin tetes demi tetes
hingga warna iodin tetap. Warna iodin adalah berwarna merah. Penambahan iodin
tersebut disertai dengan pengocokan yaang bertujuan menghomogenkan larutan
sampel tersebut. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan
timbulnya warna merah ketika penambahan iodin. Setiap penetesan iodin
dilakukan pengocokan, dimana ketika warna merah yang kembali hilang atau
pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon
asam lemak.
Hasil yang didapatkan adalah warna merah pada minyak jagung
didapatkan dengan 7 tetes iodin sedangkan minyak curah membutuhkan 5 tetes
iodin untuk berubah menjadi warna merah. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
minyak jagung terdapat ikatan rangkap yang lebih banyak daripada dalam minyak
curah. Iodin yang semakin banyak ditambahkan akan menunjukkan banyaknya
ikatan rangkap yang mengalami reaksi adisi dengan iodin. Peristiwa tersebut yang
mengindikasikan ikatan rangkap yang terkandung dalam minyak jagung dan
minyak curah.Hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur Dwiputra (2015) dan
(Nainggolan, 2016), dimana pada tabel 4.1 dan 4.2 dapat dilihat kandungan asam
lemak tak jenuh dari minyak jagung lebih banyak dibandingkan pada minyak
curah. Hal tersebut karena pada minyak curah telah dilakukan pengorengan
dengan pemanasan yang menyebabkan ikatan rangkapnya menjadi putus karena
pemanasan yang berulang.
Minyak jagung menurut literatur Dwiputra et al (2015) merupakan minyak
yang kaya akan asam lemak tak jenuh yaitu asam linoleat dan asam linolenat.
Berdasarkan datanya adalah sebagai berikut :
Kandungan Jumlah (%)
Asam oleat 19-49%
Asam linoleat 34-62%
Asam palmitat 8-12%
Asam stearat 2,5-4,5%
Vitamin E >40%
Asam palmitoleat 0,1%
27

Asam miristat 0,1%


Asam linolenat 1,2%

Menurut literatur Nainggolan (2016) minyak goreng curah banyak mengandung


asam lemak yaitu seperti data dibawah ini :
Kandungan Jumlah (%)
Asam miristat 1-5%
Asam palmitat 5-15%
Asam stearat 5-10%
Asam Oleat 70-80%
Asam Linoleat 3-11%
Asam palmitoleat 0,8-1,4%
Minyak goreng ketika selama pengggorengan yang dilakukan berulang pada suhu
tinggi, yang akan mengakibatkan kerusakan pada cita rasanya, kerusakan vitamin,
dan asam lemak esensial pada minyak, ikatan rangkap asam lemak tak jenuh akan
teroksidasi, terbentuk isomer cis menjadi trans, terbentuk radikal bebas aktif,
aldehid, keton, terjadi polimerisasi struktur karena pengaruh panas dan dipercepat
adanya oksigen, logam tembaga atau besi sebagai wadah pengorengan. Ikatan
rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam
lemak jenuh akibat dari pengorengan minyak yang berulang-ulang. Hal tersebut
menunjukkan minyak goreng curah mempunyai ikatan rangkap yang lebih sedikit
dibandingkan dengan minyak goreng yang belum proses penggorengan.

4.2.3 Pembentukan Emulsi


Percobaan ketiga yaitu tentang pembentukan emulsi. Emulsi adalah suatu
campuran yang dapat menstabilkan larutan dalam larutan, dimana keduanya tidak
saling melarutkan. Emulsi juga dapat disebut sebagai dispersi atau suspensi yang
dapat menstabilkan suatu larutan lain yang keduanya tidak saling melarutkan.
Emulsi akan terbentuk apabila zat pemulsi yang disebut dengan emulsifier atau
emulgator dapat berfungsi untuk membantu menurunkan tegangan yang terdapat
dipermukaan antara kedua fasa larutan (dikasi caki )
28

Perlakuan pertama yaitu memasukkan akuades sebanyak 3 ml kedalam 2


tabung reaksi dan pada tabung reaksi 1 ditambahkan dengan minyak goreng,
sedangkan tabung reaski 2 ditambahkan dengan larutan Na-Oleat dan dilakukan
pengocokan. Tujuan dari pengocokan yaitu untuk diperoleh larutan yang homogen
dan membantu untuk mengetahui terbentuknya emulsi. Emulsi yang terbentuk
ditandai dengan terbentuknya larutan yang sempurna antara dua zat atau cairan
yang berbeda kepolarannya.
Tabung reaksi 1 antara air dan minyak goreng diperoleh hasil terbentuk
emulsi namun tidak stabil. Emulsi yang bersifat tidak stabil dikarenakan oleh
adanya tegangan permukaan antara kedua fasa laruan yang dapat mengakibatkan
keduanya tidak saling melarutkan. Secara fisik, pengocokan yang dihentikan,
maka akan terjadi pemisahan dengan cepat, sehingga keadaan emulsi akan muncul
namun dalam waktu yang sangat singkat. Kestabilan emulsi dapat ditentukan oleh
dua gaya yaotu gaya london dan gaya van der walls yang dapat menyebabkan
partikel-partikel koloid berkumpul dengan membentuk endapan. Faktor –faktor
yang mempengaruhi stabilitas emulsi diantaranya adalah tegangan antar muka
rendah, kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka, tolakan listrik double
layer, relatifitas fasa pendispersi kecil dan viskositas tinggi. Tabung reaksi 2
antara air dan larutan Na-Oleat hasil yang diperoleh yaitu larut, tidak terbentuk
emulsi dan tidak stabil. Hal ini dikarenakan antara air dengan Na-Oleat memiliki
kepolaran yang sama, yaitu polar, sehingga mengakibatkan kedua larutan tersebut
dapat larut dengan sempurna. Larutan polar akan larut dalam pelarut polar.
Pecahnya emulsi dikarenakan pengocokan yang terlalu keras sehingga akan
mempengaruhi perubahan pH, suhu, dan penambahan garam atau elektrolit dalam
keadaan yang besar.

4.2.4 Saponifikasi
Percobaan selanjutnya adalah saponifikasi. Saponifikasi menurut Naomi
dkk (2013) merupakan proses hidrolisis ester dari alkali pada lemak yang
biasanya dilakukan penambahan basa kuat sehingga membentuk alkohol dan
garam serta sisanya asam. Prinsip dari saponifikasi lemak adalah lemak akan
29

dihidrolisis oleh basa sehingga menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Lemak
yang digunakan adalah minyak curah. Lemak sendiri menurut Solomon (2009)
merupakan unsur organik yang terdiri dari asam lemak dan gliserol yang tersusun
atas atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Minyak menurut Solomon (2009)
merupakan lemak dalam wujud cair di suhu kamar atau ruangan yang memiliki
sifat non polar (tidak larut dalam air). Minyak merupakan trigliserida yang
tersusun atas tiga unit asam lemak, lebih banyak mengandung asamlemak tidak
jenuh sehingga mudah teroksidasi. Minyak curah adalah minyak yang
mengandung banyak fat atau asam stearat. Minyak curah hanya mengalami satu
kali pemisahan atau penyaringan.
Perlakuan pertama yaitu sebanyak 10 gram lemak atau minyak curah
dimasukkan kedalam gelas beker lalu ditambah dengan KOH alkoholis sampai
sampel terendam. Kalium hidroksida atau KOH digunakan untuk mempercepat
reaksi pembentukan sabun dan untuk bahan hidrolisis yang membentuk sabun.
Kalium hidroksida merupakan basa yang menghidrolisis lemak sehingga
terbentuk gliserol dan sabun. Proses ini berjalan dalam keadaan basa
menghasilkan gliserol dan garam aam lemak atau sabun. Alkohol dalam KOH
alkoholis digunakan untuk proses hidrolisis alkali karena lemak tidak dapat larut
dalam air sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat dengan penggunaan
pelarut yang sesuai. Hasilnya yaitu terbentuk emulsi. Emulsi menurut Zulkifli dan
Estiasih (2014) merupakan keadaan dimana terbentuk sistem dua fasa yang
salahsatu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain. Hasil kedua campuran
tersebut akan terbentuk cairan yang sedikit mengental. Campuran lalu dipanaskan
sampai mendidih selama beberapa menit. Pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara minyak dengan KOH sehingga lebih cepat untuk
bereaksi atau bercampur. Hasilnya yaitu terbentuk larutan berwarna kuning yang
menandakan bahwa minyak curah dan KOH sudah bereaksi sempurna. Sabun
yang dihasilkan adalah sabun kalium (ROOCK) yang terbuat dari lemak dengan
KOH yang memiliki sifat lunak. Reaksinya adalah sebagai berikut :
30

Gambar 4.1 Reaksi saponifikasi dengan KOH


(sumber: Naomi dkk, 2013)
Perlakuan selanjutnya yaitu ditambahkan 10 ml akuades dan dilakukan
pemanasan kembali. Hasilnya terbentuk 2 fasa yaitu fasa atas berwarna kuning
dan fasa bawah putih keruh. Akuades digunakan sebagai pelarut antara campuran
minyak dengan KOH. Pemanasan dilakukan kembali agar reaksi berlangsung
cepat karena dengan meningkatnya suhu maka tumbukan antarpartikel akan
semakin cepat sehingga laju reaksi akan semakin bertambah. Air akan
menurunkan tegangan permukaan dari sabun sehingga akan menghasilkan busa.
Air dapat digunakan sebagai indikator banyaknya busa yang terbentuk dari sabun
yang dihasilkan melalui proses saponifikasi. Hasilnya setelah didinginkan yaitu
larutan mengeras berwarna putih kekuningan.
Perlakuan selanjutnya yaitu ditambahkan HCl pekat hingga larutan sedikit
asam. Penambahan HCl dilakukan untuk menguji endapan pada sabun dari
minyak curah. Penambahan HCl diberhentikan apabila campuran sudah bersifat
asam atau sampai kertas lakmus biru menjadi merah. Proses pengadukan harus
dilakukan selama penambahan HCl agar campuran dapat homogen dan bereaksi
dengan sempurna. Hasilnya akan terbentuk larutan keruh dengan fasa atas
berwarna putih keruh dan fasa bawah tidak berwarna. Larutan yang keruh
menandakan bahwa untuk uji pengendapan hasilnya positif. Rantai panjang
hidrokarbon sabun tidak dapat larut dalam air sehingga dalam air molekul sabun
akan secara otomatis bergerombol membentuk misel. Gugus karboksil dalam
misel sabun akan membentuk permukaan bermuatan negatif dan rantai
hidrokarbon yang non polar mengarah ke pusat. HCl ditambahkan untuk
mengendapkan ion negatif yang terdapat dalam misel, io negatif dari misel yaitu
31

(CH3(CH2)16COO-) dan ion positif H+ dari HCl yang membentuk


CH3(CH2)16COOH yang tidak dapat larut dalm air sehingga membentu endapan
dan larutan menjadi keruh. Reaksinya adalah sebagai berikut :
CH3(CH2)16COO-Na+ + HCl(aq) → CH3(CH2)16COOH + NaCl(aq) ......(4.1)
Perlakuan selanjutnya fasa atas yang merupakan asam lemak dipisahkan
dan dimasukkan ke tabung reaksi yang lain dan ditambahkan 5 ml akuades.
Akuades digunakan sebagai pelarut. Perlakuan selanjutnya yaitu dipanaskan
pelan-pelan dan ditambahkan NaOH sedikit demi sedikit sampai larutan jenuh.
Pemanasan digunakan untuk melarutkan pelarut dan untuk mempercepat reaksi
yang terjadi antara lemak dengan NaOH. Akuades juga berfungsi untuk
memperkuat sifat alkali dari NaOH karena NaOH akan membentuk larutan alkali
yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Penambahan NaOH berfungsi untuk
menetralisir asam karena NaOH yang bersifat basa. Penambahan NaOH dilakukan
dengan proses pengadukan agar campuran lebih homogen dan reaksi berlangsung
lebih sempurna. Sabun yang dihasilkan merupakan sabu natrium (RCOONa) yang
bertekstur keras. Penambahan NaOH dilakukan sampai NaOH tidak dapat larut
lagi atau sudah jenuh yaitu dibutuhkan sekitar 20 mL NaOH. Larutan yang sudah
jenuh tersebut kemudian digunakan untuk uji pembentukan sabun. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 4.2 Reaksi Saponifikasi dengan NaOH


(sumber : Naomi dkk, 2013)
Natrium dan kalium merupakan unsur logam yang reaktif. Busa yang dihasilkan
pada penambahan KOH lebih banyak dibandingkan dengan NaOH. Hal ini karena
32

KOH memiliki sifat yang lebih reaktif daripada NaOH sehingga busa yang
dihasilkan KOH akan lebih banyak dibandingkan NaOH.
Percobaan selanjutnya ialah pembentukakn sabun percobaan ini
menggunakan Na-Oleat dan hasil saponifikasi. Percobaan dilanjutkan dengan
pemansan Na-Oleat dan ditambahkan dengan NaOH. Penambahan NaOH akan
menyebabkan terjadinya reaksi pembentukan sabun dan pemansan yang dilakukan
akan mempercepat terjadinya reaksi pembentukan sabun yang terjadi. Hasil
pembentukan sabun pada percobaan saponifikasi kemudian uji menggunakan HCl
pekat, NaCl, MgCL2 0,1 M dan CuSO4 begitu juga dengan sabun hasil
saponifikasi Na-Oleat. Pengujian dilakuakan untuk penentuan kadar asam lemak
dalam sabun yang telah dihasilkan. Larutan sabun percobaan sebelumnya
kemudian diletakkan pada lima tabung reaksi dan sabun Na-Oleat juga diletakkan
pada lima tabung reaksi berbeda.
Pengujian pertama ialah dengan melakukan pengasaman pada 2 tabung
reaksi pertama. Pengasaman dilakukan dengan menggunakan HCl pekat pada satu
tabung sabun percobaan seelumnya dan satu tabung pada sabun Na-Oleat.
Penambahan HCl pekat menghasilkan larutan yang tidak berwarna dan adanya
sedikit gumpalan pada tabung reaksi. Penambahan HCl akan mengakibatkan
protonasi pada garam asam lemak (sabun) yang direaksikan dimana pada akhir
reaksi akan menghasilkan suatu asam lemak (asam karboksilat) dan garam. Reaks
iyang terjadi pada pengujian ini ialah sebagai berikut
C17H35COONa + HCl → NaCl + C17H35COOH

Percobaan dilanjutkan dengan penambahan padatan NaCl pada tabung reaksi


saponifikasi percobaan sebelumnya dengan hasil saponifikasi Na-Oleat.
Penambahan NaCl pada hasil saponifikasi tidak melarutkan NaCl hal ini juga
terjadi pada penambahan NaCl pada saponifikasi Na-Oleat karena pada
penambahan NaCl akan mengakibatkan semakin banyaknya produk yang akan
terbentuk yaitu C17H35COONa dengan persamaan reaksi sebagai berikut

C17H35COONa + NaCl → C17H35COONa + NaCl


33

Pengujian selanjutnya yaitu dengan menggunakan reagen CuSO4. Reagen CuSO4


ditambahkan pada hasil saponifikasi dan saponifikasi Na-Oleat. Hasil yang
diperoleh yaitu terjadi perubahan warna menjadi kebiruan pada kedua tabung,
warna tersebut diakibatkan karena adanya ion Cu2+ dalam larutan yang
menggantikan ion Na+ yang sebelumnya diikat oleh ioon karboksilat membentuk
sabun. Persamaan reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut
C17H35COONa + CuSO4 → 2NaSO4 + Cu(C17H35COO)2
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan larutan MgCl2 0,1 M. Larutan
ini dimasukkan pada tabung reaksi hasil saponifikasi percobaans ebelumnya dan
hasil reaksi saponifikasi Na-Oleat. Hasil yang diperoleh membentuk larutan yang
tidak berwarna yang berarti larutan sudah jenuh karena tidak menghasilkan
endapan ataupun terbentuk gumpalan. MgCl2 merupakan spesi yang mengandung
Mg2+ dimana ion ini merupaka ion yang biasanya terkandung dalam air sadah.
Sabun yang dimasukkan kedalam air sadah seharusnya akan mengurangi
kelarutan dari sabun dans eharusnya terbentuk endapan atau larutan keruh.
Kesalahan yang diperoleh dapat disebabkan karena larutan MgCl2 yang digunakan
kurang berlebih. Reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut
C17H35COONa + MgCl2 → 2NaCl + Mg(C17H35COO)2
BAB 5 PENUTUP

5.2 Kesimpulan
Kesimpulan pada percoban uji kualitatif lipida adalah :
1. Minyak adalah suatu senyawa yang tidak larut dalam pelarut air. Minyak
akan larut pada pelarut organik. Minyak mengalami kelarutan terhadap etanol
panas dan tidak mengalami kelarutan pada potrelium eter serta kloroform.
Hasil jari-jari pada penetasan etanol panas, potrelium eter, dan klorofom
berturut-turut adalah 0,8 cm, 1 cm, dan 0,8 cm.
2. Uji Kejenuhan menunjukkan jumlah ikatan rangkap yang terbentuk pada
minyak. Uji kejenuhan dilakukan dengan menggunakan iodin yang digunakan
untuk memutus ikatan rangkap. Iodin yang ditambahkan semakin banyak
menunjukkan ikatan rangkap pada senyawa tersebut semakin bsnysk. Hasil
yang didapatkan minyak jangung memerlukan 7 tetes iodin dan minyak curah
memerlukan 5 tetes iodin. Minyak jagung mempunyai ikatan rangkap yang
lebih banyak dibandingkan dengan minyak curah.
3. Emulsi yang terbentuk pada percobaan ini bersifat sementara, tidak stabil dan
dapat mengalami kerusakan jika dilakukan pengocokan dengan terlalu keras
akibat adanya tegangan permukaan pada emulsi
4. Proses penyabunan yang terjadi dengan mereaksikan minyak dengan KOH.
Sabun yang terbentuk ditandai dengan adanya dua fasa yaitu fasa cairan dan
fasa keruh (sabun). Sabun yang terbentuk dapat mengalami protonasi dengan
penambahan NaCl. Penambahan NaOH pada sabun juga akan mengakibatkan
terbentuknya sabun. Sabun yang terbentuk oleh KOH lebih banyak
dibandingkan dengan NaOH dikarenakan K merupakan unsur logam yang
lebih reaktif dibandingkan dengan Na.
5. Pembentukan sabun pada percobaan ini dapat diperoleh menggunakan sabun
pada proses saponifikasi dan sabun hasil saponifikasi Na-Oleat. Sabun yang
diperoleh kemudian direaksikan dengan HCl membentuk endapan dan cairan
yang hampir sama sehingga disimpulkan kandungan lipidnya sama,
direaksikan dengan NaCl tidak mengalami perubahan dan kandungan
35

lipidnya tidak bisa ditentukan, direaksikan dengan CuSO4 menghasilkan


campuran kebiruan yang menunjukkan adanya ion Cu2+ yang bertukar
dengan Na pada sabun Na-Oleat baik pada sabun hasil saponfikasi atau
saponifikasi pembentukan sabun, direaksikan dengan MgCl2 tidak
menghasilkan endapan ataupun lalrutan keruh Mg2+ yang bersifat sadah akan
mengurangi kelarutan sabun dalam air kandungan lipid tidak dapat ditentukan
karena tidak adanya perubahan pada larutan.

5.2 Saran

Saran dalam percobaan uji kelarutan lipida adalah mempelajari dan


memahami prosedur percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini. Proses
dalam setiap perlakuan harus dipahasi supaya hasil yang didapatkan sesuai.
Percobaan harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti supaya mendapatkan data
yang akurat. Praktikan harus selalu aktif dalam percobaan ini karena waktu yang
diberikan terbatas. Pengamatan terhadap hasil yang didapatkan harus teliti supaya
data yang dihasilkan akurat. Alat-alat yang digunakan harus dibersihkan setiap
pergantian senyawa dan sebelum dilakukan praktikum alat harus dibersihkan
supaya bersih. Alat-alat harus digunakan dengan hati-hati supaya tidak terjadi
kerusakan pada alat tersebut.
36
DAFTAR PUSTAKA

Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Universitas


Indonesia Jakarta

Anief,Moh.1993.Farmasetika.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta

Bloor, W. R. 1943. Biochemistry of The Fatty Acid and Their Compound. Jakarta :
EGC.
Budha,K.1981. Kelapa dan hasil pengolahannya. Denpasar: Fakultas teknologi
Dwiputra et al. 2015. Minyak Jagung Alternatif Pengganti Minyak Sehat. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 4(2)
Garjito,M.1980.Minyak:Sumber,penanganan, pengelolahan, dan pemurnian.
Yogyakarta: Fakultas Teknologi pertanian UGM.
Gordon, G. 1990. Pengaruh Kadar Asam Lemak Bebas. Bandung: Ilmu dan
Peternakan Institut Teknologi Bandung.
Hart Harold et al. 2003. Kimia Organik. Suminar Setiati Achmadi, penerjemah;
Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.
Ketaren,S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Lakitan. 2008. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Edisi ke-1. Thenawidjaya M,
penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Mahar, Jaya. 2014. Analisis Lemak dan Minyak. Malang: FTP UB Press.
Nainggolan et al. 2016. Uji Kelayakan Minyak Goreng Curah dan Kemasan yang
Digunakan Menggoreng Secara Berulang. Jurnal Pendidikan Kimia. Vol
8(1)
Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, F.M. Titin. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Stryer, L. 1996. BiokimiaEdisi IV. Jakarta: EGC.
38

Sudarmadji, S.dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :


Penerbit Liberty.
Voight,R.1994.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Universitas Gajah
Mada:Yogyakarta

Winarno.1997.Kimia Pangan dan Gizi Jakarta PT. Gramedia


LAMPIRAN

Hasil Uji Kelarutan Penetesan Larutan Uji Kelarutan Hasil Pengocokan

Hasil Uji Kejenuhan Hasil Pembentukan emulsi

Hasil Saponifikasi Hasil Saponifikasi Penambahan NaOH


40

(a) (b) (c)


(a) Perbandingan Uji Sampel Hasil Saponifikasi dan Larutan Na-Oleat + HCl
(b) Perbandingan Uji Sampel Hasil Saponifikasi dan Larutan Na-Oleat + CuSO4
(c) Perbandingan Uji Sampel Hasil Saponifikasi dan Larutan Na-Oleat + NaCl

Anda mungkin juga menyukai