Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

(Dianjurkan untuk memenuhi mata kuliah Asuhan Keperawatan Muskuloskeletal


dengan dengan Dosen pembimbing Yosi.M. Wijaya, S.Kep,. Ners, M.S

Oleh :

Putri Hana Agavia

30120115005

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
2018
A.Konsep Dasar Medis

1.Pengertian

Menurut Harvey Cushing (2007), meningioma adalah tumor jinak ekstra-


aksial atau tumor yang terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari
meninges otak. Meningioma tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan
yang lambat.

Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi di


luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak. Meningioma tumbuh
dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat (Al-Hadidy, 2007).

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput


pelindung yangmelindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada
tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di
hemisfer otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign),
sedangkan meningioma malignan jarang terjadi. (Mardjono, 2003)

Meningioma Sphenoid adalah tumor jinak yang terdapat pada daerah


sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata

Jadi meningioma adalah tumor jinak yng terjadi pada meningen. Lokasi tumor
yang sering diantaranya pada area basis frontal (olfactorygroove), tuberculum sella,
sphenoid wing atau di area fossa posterior.
2.Anatomi Fisiologi

Lapisan Meninges (membrane yang melapisi saraf pusat ) otak:

 Duramater

Duramater adalah lapisan terluar dari tiga lapisan meninges yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang. Duramater terdiri dari dua lapis yaitu lapisan endosteal
(menyatu dengan tengkorak sebagai endostium) dan lapisan meningeal (duramater
yang sesungguhnya yang mudah dilepaskan dari tulang kepala).

 Arachnoid

Struktur arachnoid mirip jaring laba-laba, tipis, dan transparan. Bentuk tersebut
memberikan efek bantalan pada sistem saraf pusat. Arachnoid terdiri dari jaringan
fibrosa, serabut kolagen. Arachnoid yang menutupi otak disebut arachnoidea
encephali, sedangkan arachnoid yang menutupi sumsum tulang belakang disebut
arachnoid spinalis. fungsi arachnoid ada dua. Yaitu sebagai alat bantu peredaran
cairan serebrospinal dan sebagai peredam otak dari guncangan
 Piamater

Piamater (sering disebut piameter) adalah lapisan paling dalam dan paling halus dari
meninges yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Piamater yang berisi
cairan serebrospinal bersifat seperti bantal yang melindungi otak bersama dengan
lapisan meningeal lain. Kebanyakan tumor meningioma tumbuh dari arachnoid yang
dapat menekan piamater. Meningioma cenderung tumbuh perlahan-lahan dan
gejalanya mungkin akan muncul beberapa tahun setelah pembentukan awal tumor
tersebut.

Sphenoidalis

Dinding sinus sphenoidalis bervariasi ketebalannya, dinding anterosuperior dan dasar


sinus paling tipis (1-1,5 mm), Sinus ini merupakan rongga tulang yang berada di
kanan, kiri, dan atas rongga hidung, yang berfungsi untuk membantu pernafasan
dalam hal suhu dan kelembabannya.

Klasifikasi Meningioma
1)Grade I: Meningioma tumbuh dengan lambat. Pada grade I, tumor tidak
menimbulkan gejala, pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI
secara periodic.

2)Grade II: Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang
lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.

3)Grade III: Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari
1 % dari seluruh kejadian meningioma.

3.Etiologi

 Trauma

Menurut penelitian oleh Philips (2002), resiko kejadian meningioma meningkat pada
klien dengan resiko kejadian meningioma. Pada beberapa kasus ada hubungan
langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga
disimpulkan bahwa penyebab timbulnya kanker tersebut adalah trauma.

 Kehamilan

Meningioma, dapat timbul pada akhir kehamilan, hal ini dapat dijelaskan atas dasar
adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat akhir kehamilan.

 Radiasi Ionisasi

Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi disebabkan oleh
perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang belum diperbaiki sebelum
replikasi DNA. Penelitian pada orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki menemukan bahwa terjadi peningkatan insiden meningioma yang
signifikan (Calvocoressi & Claus, 2010).
 Genetik

Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang timbul pada
klien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor otak jenis
apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan meningioma hanya
beberapa dan jarang. Meningioma sering dijumpai pada penderita dengan
Neurofibromatosis type 2 (NF2), yaitu kelainan gen autosomal dominan yang jarang
dan disebabkan oleh mutasi germline pada kromosom 22q12 (Smith, 2011).

 Hormon

Angka kejadian meningioma meningkat pada wanita karena adanya pengaruh


hormon, atau penggunaan kontrasepsi. Penelitian-penelitian pada paparan hormone
endogen memperlihatkan bahwa resiko meningioma berhubungan dengan status
menopause , paritas, dan usia pertama saat menstruasi meningkat (Wiemels, 2010).
Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone.Tidak hanya
progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen,
androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor.

4.Patofisiologi

Meningioma adalah jenis tumor yang berkembang pada meninges (atau


membrane yang melapisi system saraf puasat yaitu otak dan tulang belakang). Faktor
resiko yang seperti radiasi, genetic, trauma, kehamilan dan hormone menyebabkan
pertumbuhan sel-sel tumor meningkat, yang lama kelamaan akan menekan pada otak.
Penekanan pada bagian otak tertentu dapat menyebabkan gangguan pada bagian otak
yang tertekan, misalnya pada bagian sphenoidalis menyebabkan klien mengalami
gangguan lapang pandang dan berkurangnya sensibilitas wajah. Pertumbuhan sel-sel
tumor yang terus membesar, apabila berlangsung secara terus menerus dapat
menyebabkan perubahan suplai darah, sehingga dapat menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Selain itu bertambahnya massa dalam otak dapat menyebabkan peningkatan
TIK. Apabila peningkatan TIK berlangsung cepat menyebabkan mekanisme tubuh
untuk mengkompensasi hal tersebut berkurang karena mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari ataupunn berbulan-bulan untuk menjadi efektif .
Mekanisme kompensasi ini meliputi menurunkan volume darah intrakranial,
menurunkan volume CSS, menurunkan kandungan cairan intrasel, dan mengurangi
sel-sel parenkim otak.

5.Manifestasi Klinis

1. Nyeri kepala berat pada pagi hari, semakin bertambah bila batuk atau
membungkuk
2. Kejang
3. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial: pandangan kabur, mual,
muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4. Perubahan kepribadian
5. Gangguan memori
6. Gangguan alam perasaan

6.Komplikasi

a. Edema serebral
b. Syok hipovolemik
c. Hydrocephalus
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
e. Gangguan perfusi jaringan
7. Tes Diagnostik

Pemeriksaan Diagnostik
a.Foto polos
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos.
Diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi
sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran
pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai
darah ke tumor.

b.CT-Scan
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak
meningioma. Tampak gambran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum
kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogeny pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen cystic dan kalsifikasi pada beberapa
kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan
cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.

c.MRI
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung
pada lokasi tumor berada.

d.Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.

e.Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.

f.Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

8.Penatalaksanaan

 Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis


meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan diagnosis
definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-gejala. Reseksi harus
dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang lebih baik. Sebaiknya
reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas duramater sekitar tumor,
dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada skull base sering kali
subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh darah (Modha & Gutin,
2005).

 Kemoterapi

Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu


atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel
tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan
ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu
yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat
telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah
tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak. (Febri : 2012)

 Angiografi preoperative

Angiografi preoperative dapat menggambarkan suplai pembuluh darah terhadap


tumor dan memperlihatkan pembungkusan pembuluh darah. Selain itu, angiografi
dapat memfasilitasi embolisasi preoperatif. Beberapa jenis meningioma terutama
malignan umumnya memiliki vaskularisasi yang tinggi, sehingga embolisasi
preoperatif mempermudah tindakan reseksi tumor. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya darah yang hilang secara signifikan saat reseksi. Embolisasi preoperatif
dilakukan pada tumor yang berukuran kurang dari 6 cm dan dengan pertimbangan
keuntungan dibandingkan dengan resiko dari embolisasi (Levacic et al; 2012).

Rencana preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan


dapat segera diberikan, pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai
profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian
cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas,
serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob)
B. Konsep dasar Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian

a. Biodata klien Berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, NamaSuami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat, TanggalPengkajian.

b. Keluhan utama : klien dengan meningioma biasanya mengeluh nyeri kepala,


muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau
penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.

c.Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, seperti adakah riwayat jatuh, atau
angota keluarga yang menderita meningioma.

d.Pemeriksaan Fisik

1)Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat
terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau
perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

2) Breathing

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa
berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
3)Blood

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.Tekanan


pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

4) Brain

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat tumor pada otak. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila
perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :

a)Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,pemecahan


masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

b)Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagian lapang pandang, foto fobia.

c)Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata

d)Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

e)Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus


menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

f)Gangguan nervus hipoglosus

Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga
kesulitan menelan.

5)Bladder
pada post craniotomy sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.

6)Bowel

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia).

7)Bone

Pada klien dengan meningioma sering datang dalam keadaan parese,paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal
selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

2.Diagnosa Keperawatan

-Pre operasi

1)Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK,edema


serebri, hematoma.

2)Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan medulla oblongata.

3)Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya operasi

-Intra operasi

1)Perdarahan berhubungan dengan insisi pembedahan

-Post Operasi

1)Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek


hormonal,distensi kandung kemih/abdomen.

2)Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah.


3.Intervensi

-Pre operasi

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK, edema


serebri, hematoma.

Tujuan: perfusi jaringan baik

Kriteria hasil: Tanda vital stabil (TD: 120/80-140/90 mmHg, Nadi:60-100 x/mnt,
RR: 16-24x/mnt), tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (pupil edema,muntah
proyektil, nyeri kepala ), orientasi baik.

Intervensi:

a) Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan


potensial peningkatan TIK.

b)Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK.

c)Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
GCS.

d)Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.

e)Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.

f)Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.

g)Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang


tenang.

h)Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.

i)Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.

j)Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.


k)Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

l)Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan,analgetik,


sedatif, antipiretik.

2)Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan medulla oblongata.

Tujuan : pola napas normal.

Kriteria hasil: pola nafas efektif dibuktikan dengan status pernapasan, status ventilasi,
dan pernapasan tidak terganggu), GDA dalam batas normal (pH:7.35-7.45, PCO2:
35-45, HCO3: 21-26), tidak terjadi sianosis.

Intervensi:

a)Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.

b) Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.

c)Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.

d) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.

e)Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15

detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

f)Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan
yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.

g)Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri

h)Lakukan ronsen thoraks ulang.

i)Berikan oksigen.

j)Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.


3)Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya operasi

Tujuan : Ansietas dapat teratasi

Kriteria Hasil :

a)Pasien tampak siap untuk menjalankan operasi

b)Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif

c)Pasien mengetahui tujuan dilakukannya operasi

Intervensi:

a)Kaji tingkat kecemasan pasien

b)Berikan informasi yang adekuat tentang prosedur operasi

c)Ajarkan teknik relaksasi

d)Berikan semangat dan motivai kepeda pasien

-Intra operasi

1)Perdarahan berhubungan dengan insisi pembedahan

Tujuan : perdarahan minimal atau tidak terjadi

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda syok akibat perdarahan yang berlebihan

Intervensi:

a)Siapkan kantong darah sesuai golongan darah pasien untuk transfusi klien

b) Siapkan suction pump atau kassa untuk menekan perdarahan agar perdarahan tidak
lebih banyak.

c)Monitor keluaran darah/perdarahan.

- Post Operasi
1)Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek
hormonal,distensi kandung kemih/abdomen.

Tujuan : Nyeri berkurang

Kriteria hasil :

a)Nyeri hilang atau terkontrol (skala nyeri 1-0).

b)Tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.

c)Ekspresi wajah menyeringai

Intervensi :

a)Kaji nyeri dengan PQRST, catat lokasi, karakteristik, beratnya skala (0-10).

b)Kontrol lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap nyeri seperti suhu,suara, dll.

c)Ajarkan pasien teknik non farmakologis seperti nafas dalam.

d)Berikan aktivitas hiburan.

e)Kolaborasi dengan berikan analgesik sesuai indikasi.

2)Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah.

Tujuan : tidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi, suhu tubuh

dalam batas normal (36.5 0C-37.5 0C).

Intervensi :

a)Monitor tanda-tanda infeksi sistemik maupun lokal.

b)Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

c)Pertahankan lingkungan aseptik dalam melakukan tindakan ganti balut luka post
operasi craniotomy.
d)Batasi pengunjung bila perlu.

e)Dorong intake nutrisi yang cukup pada klien.

f)Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik.

4.Evaluasi

- Pre Operasi

1)Perfusi jaringan baik

2)Pola nafas efektif.

3)Ansietas berkurang.

-Intra Operasi

1)Perdarahan minimal

-Post Operasi

1)Nyeri berkurang

2)Tidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi.

1. Pengertian Craniotomy

Menurut Brown CV (2004), Craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak


(tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan
otak.
Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian
tengkorak.

Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus luka di


otak melalui lubang di tengkorak (kranium).

Jadi, craniotomy adalah proses operasi untuk mengetahui adanya kerusakan otak dan
untuk mengetahui cara memperbaiki kerusakan pada otak.

2. Indikasi

Operasi Craniotomy dilakukan untuk pengangkatan tumor pada otak, untuk


menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi
arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk menguras abses
otak,untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau
untuk memeriksa otak.

3. Komplikasi

a.Edema cerebral
b.Syok Hipovolemik
c.Hydrocephalus
d.Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
e.Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan
ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
f.Infeksi-Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptic dan antiseptic.

4. Pemeriksaan Penunjang

Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian
dilakukan.

a.CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan


jejas tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.

b.MRI membantu mendiagnosis tumor. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas Tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor
didalam batang otak dan daerah hipofisis.

c.Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk


mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar
pengobatan dan informasi prognosis.

d.Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral


danLetak tumor serebral.

e.Elektroensefalogram (EEG) untuk mendeteksi gelombang otak abnormal pada


daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang.

5. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pada post craniotomy adalah :


a.Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b.Mempercepat penyembuhan
c.Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d.Mempertahankan konsep diri pasien

6. Tindakan keperawatan post operasi craniotomy:


-Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, intake dan output, observasi dan catat sifat
drain (warna, jumlah) drainage.
-Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati jangan sampai
drain tercabut. -Perawatan luka operasi secara steril
-Makanan Pada klien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi
adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
-Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan
baru diberikan jika perut tidak kembung, peristaltik usus normal, flatus positif.
-Klien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya
posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar
tidak terjadi dekubitus.
Daftar Pustaka

Brown CV, Weng J, Oh D, et al. Does routine serial computed tomography of


the head influence management of traumatic brain injury? A prospective evaluation. J
Trauma.Nov 2004.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC

https://edoc.site/laporan-pendahuluan-post-craniotomy-pdf-free.html

Mardjono, M. & Sidharta, P. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universtas Indonesia

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit,


Edisi: 6 Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai