Fulltext PDF
Fulltext PDF
SINKOP
Sinkop adalah masalah klinis penting karena merupakan hal yang umum,
mahal, dan seringkali mengganggu. Sinkop sering ditemukan pada populasi umum
dan episode pertama biasanya muncul pada kelompok usia tertentu. Prevalensi dan
insiden sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan 30% angka kejadian
rekuren. Sinkop refleks sejauh ini merupakan penyebab paling sering. Sebaliknya,
frekuensi kejang epilepsi pada kelompok usia muda yang sama jauh lebih rendah
(<1%) dan sinkop akibat aritmia jantung bahkan jauh lebih sedikit. Evaluasi meliputi
anamnesis penyakit secara hati-hati, pemeriksaan fisik, temasuk pengukuran tekanan
darah ortostatik dan elektrokardiogram (EKG). Berdasarkan penemuan pada
pemeriksaan-pemeriksaan ini, pemeriksaan tambahan lain dapat dilakukan. Tujuan
utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang harapan hidup,
membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan prioritas sasaran
yang berbeda ini bergantung pada penyebab sinkop. Morbiditas yang tinggi
didapatkan pada lansia dan bervariasi mulai dari kehilangan kepercayaan diri,
depresi, dan ketakutan untuk jatuh, hingga fraktur dan perawatan lanjut.
PENDAHULUAN
Sinkop adalah masalah klinis penting karena merupakan hal yang umum,
mahal, dan seringkali mengganggu. Hal ini dapat menyebabkan cedera dan mungkin
merupakan satu-satunya tanda bahaya sebelum terjadinya Sudden Cardiac Death
(SCD). Wisten dkk melaporkan bahwa 25% dari 162 korban SCD berusia 15-35
tahun awalnya mengalami sinkop atau presinkop. Pasien dengan sinkop yang
menjalani perawatan di rumah sakit berjumlah 1% dan 3% menjalani perawatan di
unit gawat darurat. Beberapa survei melaporkan bahwa hingga 50% orang pada usia
dewasa muda pernah mengalami episode kehilangan kesadaran. Kebanyakan dari
episode ini terisolasi dan tidak pernah mendapat perhatian medis.1,2
Salah satu penyebab utama sinkop adalah masalah kardiovaskular. Hal ini
dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi pada pasien dengan riwayat penyakit
jantung sebelumnya, iskemia miokard transien, dan kelainan jantung lain yang lebih
jarang.1
Tujuan utama evaluasi pasien dengan sinkop adalah untuk menentukan
apakah pasien memiliki peningkatan resiko kematian. Hal ini melibatkan identifikasi
pasien dengan iskemik miokard, sindrom Wolff-Parkinson White, dan penyakit
genetik yang secara potensial dapat mengancam nyawa seperti long QT syndrome
(LQTS), sindrom brugada dan takikardi ventrikular polimorfik katekolaminergik.1
Bila diagnosis ini dapat disingkirkan, sasaran kemudian diarahkan untuk
identifikasi penyebab sinkop dalam usaha meningkatkan kualitas hidup pasien dan
mencegah cedera pada pasien maupun orang lain.1,2
Gambar 2. Presentasi skematik pada distribusi usia dan insiden kumulatif episode
pertama sinkop pada populasi umum dengan subjek hingga usia 80 tahun. Data
dari subjek usia 5-60 tahun berasal dari studi oleh Ganzeboom et al. Data dari
subjek <5 tahun didasarkan pada studi oleh Lambrosso et al. dan subjek berusia
60-80 tahun didasarkan dari data oleh Soteriades et al.3
Resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat dapat diakibatkan oleh
aktivitas refleks yang tidak sesuai menyebabkan vasodilatasi dan bradikardia
bermanifestasi sebagai sinkop refleks tipe vasodepresor, kardioinhibitor atau pun tipe
campuran. Penyebab lain dari rendah atau tidak adekuatnya resistensi perifer adalah
kegagalan fungsional dan struktural sistem saraf otonom (ANS = Autonomic Nervous
System) akibat pengaruh obat, gangguan otonomik (ANF=Autonomic Nervous
Failure) primer atau sekunder. Pada ANF, jalur vasomotor simpatis tidak dapat
meningkatkan resistensi vaskular perifer sebagai respon terhadap posisi tegak. Stress
gravitasional, dikombinasikan dengan kegagalan vasomotor, menyebabkan pooling
vena dan akhirnya berkonsekuensi terhadap turunnya aliran balik vena dan kardiak
output.3
Bentuk klasik dari vasovagal sinkop biasanya dimulai pada pasien muda
sebagai episode terisolasi dan dibedakan dari bentuk yang lain dengan presentasi
yang atipikal. Sinkop yang dimulai pada usia tua, biasanya berhubungan dengan
gangguan kardiovaskular atau neurologikal, mungkin muncul sebagai hipotensi
ortostatik atau hipotensi postprandial. Pada bentuk yang terakhir ini, sinkop refleks
tampaknya merupakan ekspresi proses patologis, utamanya berkaitan dengan
kegagalan sistem saraf otonom untuk mengaktivasi refleks kompensasi, sehingga
terdapat tumpang tindih dengan kegagalan sistem saraf otonom.3,10
• ‘Delayed (progresif) OH’ tidak jarang pada pasien berusia tua. Hal ini
dihubungkan dengan kerusakan degeneratif pada refleks kompensasi dan
kekakuan jantung pada lansia yang sensitif terhadap penurunan preload.
’Delayed OH’ dicirikan dengan penurunan tekanan darah sistolik secara
lambat progresif pada posisi tegak. Tidak adanya refleks bradikardi (vagal)
membedakan ‘delayed OH’ dari sinkop refleks. ‘Delayed OH’ mungkin dapat
b. Penyakit Struktural
Penyakit struktural kardiovaskular dapat menyebabkan sinkop bila kebutuhan
sirkulasi melebihi kemampuan jantung yang mengalami kerusakan untuk
meningkatkan outputnya. Tabel 1 memuat penyakit kardiovaskular yang paling
sering menyebabkan sinkop. Sinkop membutuhkan perhatian besar bila
dihubungkan dengan kondisi dimana terdapat obstruksi menetap atau dinamis
pada outflow ventrikel kiri. Dasar terjadinya pingsan adalah aliran darah yang
tidak adekuat akibat obstruksi mekanik. Meskipun demikian, pada beberapa
kasus, sinkop tidak semata-mata akibat restriksi CO, namun bergabung dengan
gangguan refleks atau OH.3
2. Diagnosis Sinkop
Diferensiasi antara sinkop dan kondisi non-sinkopal dengan kehilangan
kesadaran yang nyata atau semu dapat diperoleh pada sebagian besar kasus melalui
anamnesis yang detail, namun kadang pula menjadi sangat sulit.3
Pertanyaan berikut harus dijawab:3
• Apakah kehilangan kesadaran komplit?
• Apakah kehilangan kesadaran bersifat transien dengan onset cepat dan durasi
yang pendek?
• Apakah pasien pulih secara spontan, komplit, tanpa sekuele?
• Apakah pasien kehilangan tonus postural?
3. Diagnosis Etiologi
Evaluasi awal dapat menentukan penyebab sinkop pada 23-50% pasien.
Terdapat beberapa temuan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, atau EKG yang dapat
dipertimbangkan pada diagnosis penyebab sinkop, yang membuat tidak diperlukan
lagi evaluasi lebih jauh. Pada banyak kasus lain, penemuan pada evaluasi awal tidak
dapat menegakkan diagnosis definitif namun mengarahkan pada beberapa penyebab
yang mungkin (tabel 3). Pada kondisi ini, tes-tes tambahan biasanya diperlukan.3
Gambar 5. Kelainan pada EKG saat istirahat yang potensial menjadi aritmia.
Setiap sampel diwakili sadapanV1.1
4. Stratifikasi Resiko
Bila penyebab sinkop masih tidak jelas setelah evaluasi awal, langkah
selanjutnya adalah menilai resiko kejadian kardiovaskular mayor atau SCD. Gambar
6 memperlihatkan alur diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien.3
Penyakit struktural atau koroner yang berat (Gagal jantung, ejeksi fraksi yang rendah, atau riwayat infark
miokard)
Manifestasi klinis atau gambaran EKG yang mengarahkan pada sinkop aritmik
• Pingsan saat latihan atau posisi telentang
• Palpitasi pada saat sinkop
• Riwayat keluarga dengan SCD
• Non-sustained VT
• Blok bifasikular (LBBB atau RBBB kombinasi dengan left anterior atau left posterior fascicular block) atau
abnormalitas konduksi intraventrikular yang lain ( Durasi QRS ≥0.12 detik)\
• Sinus bradikardia inadekuat <50 kali per menit) atau blok sinoatrial tanpa penggunaan obat-obat kronotropik
negatif atau latihan fisik
TES DIAGNOSTIK
Kriteria Positif
Tilt table test dinyatakan positif bila muncul gejala sinkop atau
presinkopal diikuti hipotensi, bradikardia ataupun keduanya. Perubahan
denyut jantung dan tekanan darah secara terisolasi tidak boleh dinyatakan
sebagai vasovagal sinkop.20
3. Monitoring Elektrokardiografi
Monitor EKG diindikasikan hanya bila terdapat probabilitas yang tinggi pada
evaluasi sebelumnya yang mengarahkan pada diagnosis aritmia sebagai penyebab
4. Studi Elektrofisiologi
Efisiensi diagnostik studi elektrofisiologi invasif tidak hanya sangat
bergantung pada derajat abnormalitas tes sebelumnya namun juga pada protokol
pemeriksaan dan kriteria yang digunakan untuk diagnosis. Hasil positif pada studi
elektrofisiologi terjadi hampir secara eksklusif pada pasien dengan penyakit jantung
yang jelas dan defek konduksi. Perlu ditekankan bahwa hasil studi elektrofisiologi
yang normal tidak dapat secara komplit mengeksklusi penyebab aritmia pada sinkop.
Bila mengarah pada aritmia, direkomendasikan untuk melakukan evaluasi lebih jauh
(misalnya loop recording). Sebaliknya, hasil abnormal pada studi elektrofisiologi
(misalnya interval His-Ventrikular yang relatif panjang, ventrikel fibrilasi yang dapat
diinduksi dengan stimulasi agresif) mungkin pula tidak diagnostik untuk menentukan
penyebab sinkop.21
Secara umum, studi elektrofisiologi diindikasikan pada pasien dengan sinkop
yang dicurigai akibat bradiaritmia atau takiaritmia bila pendekatan noninvasif belum
mampu mendiagnosis secara pasti.1
Pengukuran waktu pemulihan nodus sinus dan waktu pemulihan nodus sinus terkoreksi dengan mengulang
rangkaian pacu atrial selama 30-60 detik dengan setidaknya satu denyut pacu rendah (10-20 kali per menit lebih
tinggi dari nodus sinus) dan dua denyut pacu yang lebih tinggi*
Penilaian sistem His-Purkinje termasuk pengukuran interval His-Ventrikular (HV) pada baseline dan konduksi
pseudosinkop dengan stres peningkatan pacu atrial; bila studi baseline-nya inkonklusif, provokasi dengan infus
pelan ajmaline (1 mg/kg/iv), procainamide (10 mg/kgbb/iv), atau disopiramide (2 mg/kgbb/iv) ditambahkan
kecuali bila ada kontraindikasi
Penilaian induksibilitas aritmia ventrikel dilakukan dengan stimulasi ventrikel terprogram pada dua sisi ventrikel
kanan (apeks dan outflow tract), pada sepanjang dua siklus rangsangan dasar (100 atau 120 denyut per menit dan
140 atau 150 denyut per menit), dengan hingga dua stimulus ekstra. **
** Ekstrastimulus ketiga dapat ditambahkan. Hal ini dapat meningkatkan sensitivitas, namun menurunkan spesifisitas.
Ventricular extrastimulus coupling interval dibawah 200 ms juga menurunkan spesifisitas.
21
Tabel 5. Protokol Elektrofisiologi Minimal untuk Diagnosis Sinkop
• Studi elektrofisiologi bernilai diagnostik dan tidak diperlukan tes tambahan pada kondisi berikut (kelas I,
level pembuktian B) :
- Sinus bradikardi dan perpanjangan waktu pemulihan nodus sinus terkoreksi (CSNRT=corrected sinus
node recovery time) >525 ms
- Bundle Branch Block disertai interval HV baseline ≥100 ms atau blok his-purkinje derajat dua atau
tiga muncul selama pacu atrial tambahan atau dengan induksi farmakologi
- Induksi sustained VT monomorfik pada pasien dengan riwayat infark miokard
- Induksi SVT yang menyebabkan hipotensi atau gejala spontan
• Interval HV antara 70 dan 100 ms dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian
B)
• Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan sindrom brugada, ARVC, dan pasien pasca resusitasi
cardiac arrest dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian B)
• Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan kardiomiopati iskemik atau DCM tidak dapat
dipertimbangkan sebagai penemuan diagnostik (kelas III, level pembuktian B)
Tabel 6. Kriteria Diagnostik Studi Elektrofisiologi untuk Evaluasi Sinkop3
6. Ekokardiografi
Ekokardiografi termasuk evaluasi data hemodinamik fungsional dan
struktural adalah teknik kunci untuk mendiagnosis adanya penyakit jantung
struktural. Ekokardiografi memainkan peran penting pada stratifikasi resiko
didasarkan LVEF. Bila terdapat kelainan struktural jantung, tes lain untuk
mengevaluasi penyebab kardiak sinkop harus dilakukan. Ekokardiografi tanpa perlu
dilakukan tes lebih jauh hanya dapat mengidentifikasi penyebab sinkop pada sangat
sedikit pasien (misalnya stenosis aorta, miksoma atrial, tamponade, dan
sebagainya).3
TATALAKSANA
1. Prinsip Umum Penangan Sinkop
Tujuan utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang
harapan hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan
prioritas sasaran yang berbeda ini bergantung pada penyebab sinkop. Contohnya,
pada pasien dengan VT sebagai penyebab sinkop, resiko mortalitas jelas dominan,
sementara manajemen pasien dengan sinkop refleks ditujukan untuk mencegah
rekurensi dan/atau membatasi cedera.3
Kerangka terapi secara umum didasarkan pada stratifikasi resiko dan
identifikasi mekanisme spesifik bila memungkinkan sebagaimana terangkum dalam
gambar 9. 3
PROGNOSIS
Untuk prognosis dan stratifikasi resiko pada sinkop, terdapat dua elemen
penting yang harus dipertimbangkan: (i) resiko kematian dan kejadian mengancam
nyawa; dan (ii) resiko rekurensi sinkop dan cedera fisik.3
1. Resiko kematian dan kejadian mengancam nyawa
Penyakit jantung struktural dan penyakit pada sistem listrik jantung, adalah
faktor resiko mayor SCD dan mortalitas keseluruhan pada pasien dengan sinkop.3
1. Calkins HG and Zipes DP. Hypotension and Syncope. In: Braunwald's Heart
Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine 9th Ed. Elsevier 2015;40:1032-
1042
4. Thijs RD, Benditt DG, Mathias CJ,et al. Unconscious confusion—a literature
search for definitions of syncope and related disorders. Clin Auton Res
2005;15:35–39
5. Soteriades ES, Evans JC, Larson MG, et al. Incidence and prognosis of syncope.
N Engl J Med 2002;347:878–885
14. Wieling W, Krediet P, van Dijk N, et al. Initial orthostatic hypotension: review
of a forgotten condition. Clin Sci (Lond) 2007;112:157–165
15. Zareba W, Moss AJ, Le Cessie S, et al. Risk of cardiac events in family members
of patients with Long QT syndrome. J Am Coll Cardiol 1995;26:1685–1691
16. Lombroso CT, Lerman P. Breathholding spells (cyanotic and pallid infantile
syncope). Pediatrics 1967;39:563–581
17. Strickberger SA, Benson DW, Biaggioni I, et al. American Heart Association
Councils on Clinical Cardiology, Cardiovascular Nursing, Cardiovascular
Disease in the Young, and Stroke; Quality of Care and Outcomes Research
Interdisciplinary Working Group; American College of Cardiology Foundation;
Heart Rhythm Society. AHA/ACCF scientific statement on the evaluation of
syncope. J Am Coll Cardiol 2006;47:473–484
19. Lanier JB, Mote MB, Clay EC. Evaluation and Management of Orthostatic
Hypotension. American Family Physician 2011; 84: 530
21. Camm AJ, Luscher TF, Serruys PW, et al. Syncope. In: The ESC Text Book of
Cardiovascular Medicine. Blackwell Publising 2004; 941