Anda di halaman 1dari 23

BAB III

IKATAN KIMIA

Sasaran pembelajaran dari bab ini adalah mahasiswa mampu:


1. Menjelaskan karakteristik ikatan: ion, kovalen, kovalen koordinasi, logam,
hidrogen, van der Waals.
2. Menjelaskan karakteristik ikatan  (sigma) dan ikatan  (phi)
3. Menjelaskan konsep hibridisasi, resonansi dan aplikasinya dalam ikatan kimia
4. Menjelaskan karakteristik dan aplikasi Teori Ikatan Valensi dan Teori Orbital
Molekul

3. 1 Pendahuluan
Semua unsur berada dalam keadaan tidak stabil, kecuali unsur gas mulia, karenanya
unsur-unsur tersebut berproses untuk mencapai keadaan yang stabil sebagaimana unsur
gas mulia. Kestabilan masing-masing unsur dapat dicapai melalui interaksi dan
pembentukan ikatan dengan unsur lain baik sebagai homoatomik maupun sebagai
heteroatomik bahkan dapat membentuk poliatomik yang stabil, seperti pada makro
molekul atau polimer. Melalui ikatan kimia unsur-unsur kemudian membentuk molekul
ataupun benda-benda yang selanjutnya menyusun dan menjadi bagian dari alam
semesta. Ikatan kimia dapat terjadi akibat adanya interaksi elektronik, dalam berbagai
wujud dan mekanisme. Sehubungan dengan itu maka dikenal beberapa jenis ikatan
kimia antara lain: ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan logam, ikatan koordinasi, ikatan
hidrogen, dan ikatan Van Der Wells.

3.2 Ikatan Ion

Ikatan Ion terjadi karena adanya gaya tarik menarik antar ion yang bermuatan
positif dan ion yang bermuatan negatif. Contoh, pada pembentukan natrium klorida,
atom Na dengan konfigurasi 1s2 2s2 2p63s1 menerima satu elektron terluarnya,
sehingga membentuk ion Na+ dengan konfigurasi elektron 1s22s22p6. Sedangkan atom
Cl dengan konfigurasi 1s22s22p63s23p5 menerima satu elektron sehingga membentuk
Cl- dengan konfigurasi 2s22p63s23p6.

III-1
Interaksi antara ion Na+ dan ion Cl_ kemudian menghasilkan ion Na+Cl - yang
mempunyai energi potensial yang lebih rendah bila dibandingkan dengan energi
potensial unsur-unsur tersebut secara terpisah.

Na+ + Cl- NaCl

Contoh di atas menggambarkan pembentukan pasangan ion dalam keadaan gas


dari atom-atom dalam keadaan bebas. Pada proses ini perubahan energi menyangkut
potensial ionisasi (pada pembentukan kation), afinitas elektron (pada pembentukan
anion) dan energi interaksi coulomb antara kedua jenis ion tersebut. Natrium klorida
biasanya ditemukan sebagai Kristal zat padat, dimana dalam kisi Kristal tiap-tiap ion
Na+ dikelilingi oleh 6 ion Cl- dan tiap ion Cl- dikelilingi oleh 6 ion Na+ yang lain.
Kekuatan ikatan ini ditunjukkan dengan kisi (U) yang didefinisikan sebagai jumlah
energi yang dilepaskan bila satu senyawa terbentuk dari ion-ionnya dalam keadaan gas.

Na(s) Na(g) S (energi sublimasi) = +180,7 kJ mol-1


Na(g) Na+(g) + e I (energi ionisasi) = +493,8 kJ mol-1
½ Cl2(g) Cl(g) ½ D (energi dissosiasi) = +120,9 kJ mol-1
Cl(g) + e Cl-(g) A (afinitas elektron) = -379,5 kJ mol-1
Na+(g) + Cl- (g) Na+Cl- U (energi kisi) = -754,8 kJ mol-1

Sesuai dengan konvensi termodinamika, energi yang dilepaskan dinyatakan


sebagai harga negatif dan energi yang diserap dinyatakan sebagai harga positif.
Jika kalor pembentukan NaCl adalah ΔHf maka
ΔHf = S + I + ½ D + A + U
= (+ 180,7 + 493,8 + 120,9 – 379,5 – 754,8)
= - 410,9 kJ mol-1
Kalor pembentukan Na+Cl- (padat) dapat pula ditentukan dengan menggunakan
daur Born-Haber sebagai berikut:
Dengan menggunakan huku Hess, entalpi pembentukan NaCl dapat dihitung
sebagai berikut:

ΔHf = ΔH1 + ΔH2 + ΔH3 + ΔH4 + ΔH5


III-2
atau
ΔHf = S + I + ½ D + A + U

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa faktor utama dalam pembentukan
senyawa ion adalah energi ionisasi, afinitas elektron dan energi kisi. Dengan demikian,
suatu senyawa ion mudah terbentuk jika:
1. Energi ionisasi salah satu atom relative rendah
2. Afinitas elektron atom yang lain lebih besar (membentuk ion negatif)
3. Energi kisi besar
Energi kisi merupakan factor yang banyak menentukan sifat ion suatu
senyawa. Senyawa ion yang umum dijumpai adalah senyawa ion yang terbentuk dari
logam-logam golongan IA dan IIA, serta unsur-unsur non-logam dari golongan VIA
dan VIIA pada susunan berkala unsur. Mudah tidaknya atom membentuk ion
tergantung pada berbagai factor. Menurut Fayans, atom dapat membentuk ion dengna
mudah, jikalau struktur ion yang bersangkutan stabil, muatan ion kecil, dan ukuran
atom besar pada pembentukan kation (+) dan ukuran atom kecil pada pembentukan
anion (-). Ion akan stabil jikalau ion itu mempunyai konfigurasi elektron gas mulia.

K 2.8.8.1 Br 2 . 8 . 18 . 7
K+ 2.8.8 Br 2 . 8 . 18 . 8
Ca 2.8.8.2 O 2.6
Ca++ 2.8.8 O-2 2.8
La 2 . 8 . 18 . 18 . 8 . 3 P 2.8.5
La3+ 2 . 8 . 18 . 18 . 8 P-3 2.8.8

Konfigurasi elektron ion dari unsur-unsur golongan transisi (golongan B) tidak


sesuai dengan konfigurasi unsur gas mulia; seperti contoh berikut ini.

Ag 2 . 8 . 18 . 18 . 1 Cd 2 . 8 . 18 . 18 . 2
Ag+ 2 . 8 . 18 . 18 Cd2+ 2 . 8 . 18 . 18
Berdasarkan aturan Fayans, maka unsur-unsur yang paling mudah membentuk
ikatan ion adalah unsur golongan IA dan VIIA. Unsur golongan IA yang berbilangan
kuantum besar pada keadaan dasar lebih mudah melepaskan elektron terakhirnya. Hal
ini berkaitan dengan energi orbitalnya sehingga gaya tarik antara elektron dengan pusat
III-3
inti tidak begitu kuat dibandingkan dengan elektron yang jaraknya lebih dekat dengan
inti atom. Misalnya unsur sesium (Cs) yang terletak di periode 6 golongan IA, begitu
mudah melepaskan elektron terluarnya sehingga banyak dipakai dalam sel foto listrik.
Energi yang digunakan untuk melepaskan elektron kedua yang berbilangan
kuantum n = 3, 1 = 0, m = 0 dan s = ½ unsur magnesium pada pembentukan ion Mg2+
adalah 22,7 eV. Magnesium dapat membentuk ion Mg2+ disebabkan karena energi
interaksi yang besar antara ion Mg2+ dengan anion (misalnya ion O2- pada pembentukan
magnesium oksida).
Sifat senyawa ion antara lain adalah:
(1) Mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi
Ini disebabkan oleh besarnya energi termal yang diperlukan untuk memutuskan
ikatan elektrostatik antara ion-ion yang terikat erat dalam kisi.
(2) Ion atau leburannya menghantar arus listrik
(3) Pada umumnya larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut non polar
(4) Sangat keras dan getas (rapuh)

3.3 Ikatan Kovalen


Pada senyawa-senyawa seperti H2,, HCl, O2, Cl2 dan sebagainya, tidak terjadi
perpindahan elektron dari satu atom ke atom lain sehingga ikatan pada senawa-
senyawa ini adalah bukan ikatan ion. Ikatan kovalen terbentuk karena pemakaian
bersama sepasang elektron ang berasal dari perjodohan elektron –elektron tunggal
(tidak berpasangan) dari masing-masing atom yang berinteraksi. Elektron seolah-olah
merupakan lem ang merekatkan kedua atom.
Senyawa Cl2, terbentuk melalui ikatan kovalen akibat pemakaian bersama
masing-masing satu elektron terluar dari tiap-tiap atom klor, sehingga konfigurasi
elektron kedua atom sama dengan konfigurasi elektron gas mulia dengan molekul Cl2.
Keadaan ini menunjukkan bahwa Cl2 lebih stabil dibandingkan atom-atom klor dalam
keadaan terpisah.
17Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1
K L M
17Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1
K L M
Ikatan kovalen juga terjadi antara atom yang berbeda, misalnya pada HCl.
1H 1s1 + 17Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1
III-4
Pengikatan antara atom hidrogen dengan atom klor menghasilkan senyawa
hidrogen klorida yang tidak simetris baik ditinjau dari jari-jari atom maupun dari
keelektronegatifannya, perbedaan keelektronegatifan mengakibatkan senyawa tersebut
menghasilkan momen dipol dan dikenal sebagai senyawa polar. Sebaliknya senyawa
Cl2 yang jari-jarinya simetris dan keelektronegatifan atom pembentuknya sama, tidak
mempunyai momen dipol dan senyawanya tidak polar.
Jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk oleh suatu atom disebut kovalensi.
Contoh rumus bangun dari beberapa senyawa kovalen diberikan di bawah ini. Garis
yang digunakan untuk menghubungkan antara atom-atom dalam senyawa dinyatakan
sebagai ikatan kovalen, garis tersebut sesungguhnya lambing atau setara dengan
sepasang elektron yang terpaut.
Adakalanya dua atom dapat menggunakan bersama lebih dari sepasang elektron
membentuk ikatan rangkap. Pemakaian bersama dua pasang elektron menghasilkan
ikatan rangkap dua dan pemakaian bersama tiga pasang elektron menghasilkan ikatan
rangkap tiga, seperti pada senyawa N2 dan CO2.

:N N: O C O

Kestabilan senyawa kovalen seperti yang dicontohka di atas, dapat pula


dijelaskan dengan menggunakan teori oktet Lewis, yang memandang bahwa dalam
molekul kovalen masing-masing atom dikelilingi oleh empat pasang elektron atau
delapan elektron kecuali hidrogen (duplet). Formasi elektron ditulis sebagai titik, satu
pasang titik (elektron) sebagai satu ikatan setara yang dapat digambarkan dengan garis
yang menghubungkan antara atom-atom yang berkaitan. Perlu diingat, elektron yang
ditulis dalam struktur Lewis hanya elektron valensi (elektron pada kulit terluar).
Teori oktet dapat menjelaskan kestabilan hampir semua senyawa kovalen
dengan baik, tetapi tidak cukup baik untuk menjelaskan beberapa sifat kimia dan fisika
senyawa kovalen tertentu. Misalnya menurut pengamatan, molekul O2 bersifat
paramagnetik, jadi harus terdapat elektron yang tidak berpasangan, tetapi dalam
struktur Lewis semua elektron berpasangan. Hal ini akan dijelaskan kemudian dalam
konsep orbital molekul. Demikian juga kepolaran air dengan sudut molekul 104,5o tidak
dapat dijelaskan oleh teori oktet.

III-5
Kadang ditemui senyawa kovalen yang cukup stabil tetapi tidak memenuhi
kaedah oktet. Di antaranya ada senyawa yang dikelilingi oleh kurang dari delapan
elektron seperti BeCl2 dan BCl3 (oktet tidak sempurna) dan ada senyawa yang
dikelilingi oleh lebih dari delapan elektron (oktet diperluas) seperti PCl5 dan SF6.

Senyawa kovalen memiliki sifat-sifat berikut:


1) Pada suhu kamar, senyawa kovalen umumnya berupa gas, cairan, atau padatan
lunak dengan titik leleh rendah. Gaya antar molekul lemah jika dibandingkan
dengan ikatan ion.
2) Larut dalam pelarut non polar seperti benzene dan beberapa di antaranya dapat
berinteraksi dengan pelarut polar.
3) Padatan, leburan atau larutannya tidak menghantar listrik.
Jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk oleh suatu unsur bergantung pada
jumlah elektron tak berpasangan dalam unsur tersebut. Namun ada beberapa
pengecualian yang dapat dijelaskan dengan teori lain.

Contoh:
Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1 : Ada satu elekton tunggal, jadi Cl
hanya dapat membentuk satu
ikatan kovalen (HCl, CCl4)
O 1s2 2s2 2px2 2py1 2pz1 : Ada dua elektron tunggal,
sehingga O dapat membentuk dua
ikatan (H – O – H, O = O).
C 1s2 2s2 2px1 2py1 : Hanya ada dua elektron tunggal,
sedangkan C biasanya
membentuk empat ikatan (CH4).
B 1s2 2s2 2p1 : Hanya ada satu elekton tunggal,
sedangkan B dapat membentuk
tiga ikatan (BCl3)
P 1s2 2s2 2p6 3s2 3px1 3py1 3pz1 : Hanya ada tiga elektron tunggal,
sedangkan P dapat membentuk
lima ikatan (PCl5)

III-6
S 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1 : Hanya ada dua elektron tunggal,
sedangkan S dapat membentuk
enam ikatan (SF6).

Pengecualian tersebut dapat dijelaskan dengan konsep hibridisasi yang akan


dibahas kemudian.
Berdasarkan dari jenis atom pembentuk, ikatan kovalen dapat bersifat
nonpolar atau polar, bergantung dari elektronegativitas (kekuatan untuk
menarik elektron) dari masing-masing atom.
- Non polar : kalau molekul terbentuk dari atom-atom yang sama atau yang
sama elektronegativitasnya.
- Polar : bersifat polar, karena ada pemisahan muatan akibat perbedaan
elektronegativitasnya atom pembentuk senyawa, sebagimana dijelaskna
pada HCl.
Jadi karena perbedaan elektronegativitas terjadi pemisahan muatan yang
menimbulkan sifat polar dan adanya momen dipol, yang digambarkan sebagai δ+ dan
δ- atau dapat dituliskan sebagai  dimana arah panah menuju ke pole negatif.
H Cl
δ+ δ-
besarnya momen dipol dapat diukur dengan rumus:
momen dipol, μ = e x R
dimana: e = muatan, dalam e.s.u
R = jarak, dalam cm
μ = dalam D (Debye), ID = 10-18 e.s.u
Sifat kepolaran molekul dapat dibuktikan secara fisis kalau ditempatkan dalam
medan magnet. Molekul polar akan menunjukkan keteraturan arah muatan positif dan
negatif.
Karena adanya sifat polar yang disebabkan oleh pemisahan muatan (δ+ dan δ-),
maka ikatan dalam senyawa polar sebagian akan bersifat ion. Besarnya (dalam %) sifat
ion ini dapat dihitung dengan beberapa cara, antara lain:
1) Ukuran dipol moment
2) Ukuran elektronegatifitas
3.4 Momen dipol (µ)

III-7
Misalkan dipol moment LiH teramati 5,9 D. Pada jarak antar muatan r = 1,60
Ao (100% ionik), µ terhitung = 7,7 D. jadi sifat ion ikatan adalah:

Sifat ionik molekul LiH =

(Hasil eksperimen = 80%)

3.5 Elektronegativitas
Cara ini dilakukan dengan menggunakan tabel elektronegatifitas beberapa
unsur sebagai berikut:
Tabel 1. elektronegatifitas beberapa unsur
IA
H
2,10 IIA IIIA IVA VA VIA VIIA
Li Be B C N O F
0,97 1,50 1,50 2,00 3,00 3,50 4,10
Na Mg Al Si P S Cl
1,00 1,20 1,50 1,90 2,20 2,40 2,80
K Cd Ga Ge As Se Br
0,91 1,00 1,80 2,00 2,20 2,50 2,70
Rb Sr In Sn Sb Te I
0,89 0,99 1,60 1,70 2,20 2,00 2,20
Cs Ba Ti Pb Bi Po At
0,86 0,97 1,40 1,60 2,20 1,80 2,00
Sumber: Chemistry, Modern Introduction, F. Brescia Cs

Berdasarkan data nilai elektronegativitas tersebut dapat diramalkan apakah


molekul itu ionik atau kovalen. Jikalau perbedaan elektronegativitas antara atom-atom
yang saling mengikat itu besar maka senyawa itu cenderung ionic, misalnya, Cesium,
Cs (0,86) dan Fluor, F (4,10), jikalau bereaksi membentuk molekul, maka senyawa
yang terbentuk akan berikatan ion. Hal ini disebabkan oleh tarikan pasangan elektron
yang kuat pada F. akan tetapi klor, Cl (2,80) dan Brom (2,70) dimana nilai
elektronegativitasnya setara, akan membentuk senyawa dengan ikatan kovalen.
Masalah yang timbul adalah, sampai seberapa jauh perbedaan nilai elektronegativitas
itu memberikan patokan terhadap jenis ikatan kovalen atau ionic? Untuk menjawab

III-8
masalah ini dibuat suatu perjanjian bahwa senyawa yang nilai elektronegativitasnya
lebih besar dari 1,5 akan membentuk senyawa ionic, sedangkan yang kurang dari 1,5
akan membentuk senyawa kovalen. Jikalau perbedaan elektronegativitas tidak
mendekati nol, senyawanya adalah polar, sebaliknya jikalau perbedaannya mendekati
nol, senyawanya adalah non-polar.
Contoh soal: Tentukan senyawa apakah molekul berikut ini:
AlBr3; AlF3, SiCl4; BrCl; SbH3
Penyelesaian:
Berdasarkan nilai elektronegativitas pada Tabel 1 dapat dilihat perbedaan nilai
elektronegativitas antar atom yang saling mengikat:
Al – Br: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa AlBr3 merupakan senyawa
1,5 2,7 kovalen (2,7 – 1,5 = 1,2 < 1,5)
Al – F: membentuk ikatan ion, jadi senyawa AlF3 merupakan senyawa ion
1,5 4,1 ion (4,1 – 1,5 = 2,6 > 1,5)
Si – Cl: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa SiCl4 merupakan senyawa
1,9 2,8 kovalen (2,8 – 1,9 = 0,9 < 1,5)
Br – Cl: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa AlBr3 merupakan senyawa
2,7 2,8 kovalen (2,8 – 2,7 = 0,1 < 1,5)
Sb – H: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa SbH3 merupakan senyawa
2,1 2,1 kovalen (2,1 – 2,1 = 0 < 1,5)

Ditinjau dari kepolarannya, maka:


AlBr3 : merupakan senyawa kovalen polar
AlF3 : merupakan senyawa ion polar
SiCl4 : merupakan senyawa kovalen non polar (bentuk geometri tetrahedral)
BrCl : merupakan senyawa kovalen polar
SbH3 : merupakan senyawa kovalen non-polar

3.6 IKATAN KOVALEN KOORDINASI

Ikatan ini disebut juga Ikatan kovalen dativ karena mirip dengan ikatan kovalen
tetapi hanya satu atom yang menyediakan dua elektron untuk dipakai bersama
(pasangan elektron pengikat berasal dari satu atom saja). Sebagai contoh perhatikan

III-9
cara pembentukan suatu kompleks BCl3 NH3 yang stabil, yang terbentuk dari amonia
dan boron triklorida.
Atom nitrogen dalam amonia mengandung dua elektron yang tidak terikat
(sepasang elektron bebas) sedangkan atom boron dalam boron triklorida kekurangan
dua elektron untuk mencapai struktur oktet yang stabil.

Pada rumus Lewis digunakan garis untuk menyatakan pasangan elektron, maka
ikatan koordinat kovalen dapat dinyatakan dengan tanda panah dari atom yang
memberikan pasangan elektron. Misalnya pada pembentukan BCl3/NH3 dapat ditulis:

Pada reaksi di atas nitrogen dapat disebut donor pasangan elektron bebas
sedangkan boron adalah akseptor pasangan elektron bebas.

3.7 IKATAN LOGAM

Ikatan logam ini adalah gaya yang mengikat atom satu terhadap atom yang
lain, dimana atom itu mengadakan penyusunan ulang elektron yang tidak
berpasangan sehingga menjadi ion. Ion-ion itu terletak pada jarak tertentu satu
terhadap yang lain sehingga membentuk suatu bidang kristal, dengan demikian ion
logam dihubungkan oleh elektron yang selalu bergerak di bidang kristal-kristal
tersebut.
Pada ikatan logam atom-atom saling berkaitan dengan cara pemakaian bersama
elektron oleh semua atom dalam kisi. Pada kisi terdapat ion positif logam yang saling
tolak menolak, akan tetapi terdapat juga tarik-menarik antara ion-ion positif dengan
elektron yang bebas bergerak di antaranya. Elektron-elektron terdelokalisasi di antara
ion-ion logam.

III-10
Logam-logam Na, hablurnya berbentuk kubus dengan ion Na+ terletak di titik
sudut jikalau ada arus listrik mengalir lewat hablur ini, maka elektron akan bergerak ke
logam Na yang cenderung bermuatan positif, dari tegangan rendah ke tegangan tinggi;
akan tetapi ion Na+ tetap di kisi-kisi kristal.
Dengan demikian, senyawa berikatan logam ini dapat menghantarkan arus
listrik. Sifat umum senyawa berikatan logam:
1. Penghantar panas dan penghantar listrik yang baik
2. Keras, mudah ditempa dan lentur
3. Suhu lebur dan suhu didihnya tinggi
4. Kristalnya mempunyai bilangan koordinasi yang tinggi

3.8 IKATAN HIDROGEN

Atom hidrogen mempunyai satu elektron dengan bilangan kuantum n = 1,1 =


0, m = 0 dan s = + ½, dengan demikian atau hidrogen hanya mempunyai satu elektron
valensi. Akan tetapi kadang-kadang ada suatu rumus molekul yang menunjukkan
seolah–olah atom hidrogen mempunyai valensi dua dan menjembatani hidrogen
dengan atom-atom yang mempunyai pasangan elektron bebas, atau dengan atom yang
berelektronegativitas tinggi, keadaan demikian ini disebut ikatan hidrogen sebagai
jembatannya disebut jembatan hidrogen (hydrogen bridge).
Adanya ikatan hidrogen menyebabkan molekul air dan alkohol mempunyai titik
didih yang relatif lebih tinggi. Senyawa nitrogen juga dapat membentuk ikatan
hidrogen. HF titik didihnya lebih tinggi daripada HBr karena HF dapat membentuk
ikatan hidrogen.

III-11
Contoh: polimer (HF)n

Ikatan hidrogen
Ikatan antara HF itu disebabkan oleh adanya gaya elektrostatik dan ikatan ini
sangat lemah.
Contoh lain: (H2O)n, alcohol (R–OH)n dan senyawa amina.

3.9 IKATAN VAN DER WAALS

Yang dimaksud dengan ikatan V.D Waals adalah gaya yang timbul antara
atom/molekul pada jarak tertentu sehingga seolah-oleh terjadi senyawa baru pada
jarak tertentu atom/senyawa itu saling tarik menarik yang sangat lemah , akan tetapi
bila jarak ini dilampaui maka keduanya akan saling menolak sehingga keduanya
menjauhi dengan demikian atom/molekul berada dalam suatu ruangan pada jarak
tertentu satu terhadap yang lain.

3.10 PERLUASAN TEORI IKATAN KOVALEN

Pembahasan yang menyangkut ikatan kovalen dapat ditinjau dengan dua cara
pertama elektron-elektron yang digunakan bersama itu menempati orbital-orbital atom
yang saling bertindihan (overlap). Cara ini yang disebut Teori Ikatan Valensi
dikembangkan oleh Hietler dan Slater, dan kemudian diperluas oleh pauling dan
Coulson. Pada cara kedua , molekul dianggap mempunyai orbital-orbital molekul

III-12
yang ditempati oleh elektron menurut energi yang meningkat. Cara ini
dikembangkan oleh Hund dan Milikan dan dikenal sebagai Teori Orbital Molekul.

3.10.1 Teori Ikatan Valensi

Teori ini bertitik tolak dari atom-atom secara terpisah, ikatan antar atom ini
terjadi dengan cara saling bertindihan dari orbital-orbital atom, dimana masing-
masing mengandung sebuah elektron. Agar didapatkan molekul yang stabil, kedua
elektron itu harus mempunyai spin yang berlawanan sehingga didapatkan suatu harga
yang minimum pada kurva energi yang potensial.
Dengan spin yang sejajar tidak akan terbentuk ikatan yang stabil.

Kekuatan ikatan bergantung pada derajat pertindihan yang terjadi. Makin besar
derajat pertindihan makin kuat ikatan. Pertindihan antara dua orbital s tidak kuat, oleh
karena distribusi muatan berbentuk bola; pada umumnya ikatan s-s relative lemah.
Orbital p dapat bertindih dengan orbital s atau orbital p lainnya dengan lebih efektif
karena orbital-orbital p terkonsentrasi pada arah tertentu.

(a) molekul H2 (pertindihan s-s)

(b) molekul HCl (pertindihan s-p)

III-13
(c) molekul Cl-Cl (pertindihan p-p)

Pada ketiga contoh di atas terjadi pertindihan pada sumbu molekul. Kerapatan
elektron maksimal. Ikatan yang terbentuk disebut ikatan sigma (ikatan σ).
Ikatan Pi (π) akan terbentuk apabila pertindihan terjadi antara orbital-orbital
yang tegak lurus pada sumbu molekul. Jadi, ikatan ini terjadi antara orbital-orbital p
yang sejajar.
Ikatan ini dijumpai misalnya pada N2 (NN) dimana terdapat satu ikatan sigma
dan dua ikatan pi.

Pada teori ikatan valensi terdapat dua konsep penting yakni konsep resonansi
dan konsep hibridisasi.

3.10.2 Konsep Hibridisasi

Pembentukan ikatan dengan cara pertindihan dari dua buah orbital atom
mempunyai syarat bahwa masing-masing orbital itu hanya mengandung satu elektron
dan bahwa kedua elektron tersebut spinnya berlawanan. Perhatikan atom-atom Be, B,
dan C dengan susunan elekton sebagai berikut:

III-14
Berdasarkan susunan ini diharapkan bahwa Be akan bersifat seperti unsur gas mulia
(sulit membentuk ikatan), B hanya membentuk satu ikatan dan C membentuk dua
ikatan, kenyataannya:
Be dapat membentuk BeCl2 (bervalensi dua)
B dapat membentuk BCl3 (bervalensi tiga)
C dapat membentuk CCl4 (bervalensi empat)
Untuk dapat menerangkan ini dipostulatkan bahwa satu elektron dalam orbital 2s
dipindahkan ke orbital 2p.

Berilium sekarang mempunyai dua buah elektron tunggal yang dapat


membentuk dua ikatan, misalnya dengan dua atom Cl. Akan tetapi sekarang timbul
kesulitan lain, yaitu kedua ikatan pada Cl – Be – Cl tidak sama oleh karena ikatan satu
terjadi karena pertindihan antara orbital 2s dari Be dengan orbital sp dari Cl. Dan ikatan
yang satu lagi terjadi karena pertindihan antara orbital 2p dari Be dengan orbital 3p dan
Cl. Kenyataan menunjukkan adalah bahwa kedua ikatan tersebut adalah sama. Untuk
mengatasi kesulitan ini dipostulatkan , bahwa orbital 2s dan orbital 2pz mengalami
hibridisasi (pencampuran) dan terbentuk dua buah orbital baru yang identik dan yang
terarah secara linier. Kedua orbital baru ini dissebut hibrid sp. Pada senyawa BeCl2,
ikatan antara Be dan Cl terjadi karena pertindihan antara orbital sp dari Be dengan
orbital 3p dari Cl. Bahwa molekul ini lurus dapat dibuktikan secara eksperimen. Dengan
cara yang sama seperti di atas dapat diturunkan, bahwa pada senyawa BCl3 atom boron

III-15
mengalami hibridisasi sp2 dengan ketiga orbital hibrid terletak dalam satu bidang dan
membentuk sudut 120o.
Demikian pula pada CCl4 atom karbon mengalami hibridisasi sp3; keempat
orbital hibrid sp3 ini terarah ke sudut-sudut suatu tetrahedron(sudut antara dua orbital
adalah 109o).
Disamping ketiga macam hibridisasi di atas ada beberapa contoh lainnya. Suatu
ikhtisar tentang orbital-orbital hibrid diberikan di bawah ini:
Orbital Jumlah
Bentuk geometrik Contoh
hibrid ikatan
sp 2 Linier (diagonal) BeCl2, C2H2
BCl3, BCl3
sp2 3 Trigonal planar
C2H4, BO33-
CCl4, SnCl4
sp3 4 Tetrahedral
NH4+

2
Ni (CN)42-
dsp 4 Bujur sangkar planar
Cu(NH3)42+
sp3d 5 Trigonal bipiramidal PCl5

2 3
Fe (CN)3-
d sp 6 Oktahedral
Cr(NH3)63+
SF6, UF6,
sp3d2 6 Oktahedral
FeF63+
Umumnya senyawa-senyawa kompleks terbentuk sebagai senyawa hibrida,
melalui hibridisasi atom pusat, seperti pada contoh-contoh dalam table di atas.
Proses pembentukan senyawa hibrida d2sp3 pada Fe(CN)6-3 dan dsp2 pada
Ni(CN)4-2 adalah sebagai berikut:
a. Pembentukan ion heksasianoferat(III)
Struktur elektron Fe, Fe3+ dan pembentukan orbital terhibridisasi sebagai berikut:

III-16
Senyawa tersebut dikenal sebagai senyawa kompleks dimana Fe sebagai
atom pusat dan CN- sebagai ligan. Senyawa tersebut terbentuk sebagai hibrid d2sp3
dengan bentuk geometri molekul adalah oktahedral.
Pengukuran momen magnetik menunjukkan bahwa pada kompleks ini
terdapat satu elektron yang tak berpasangan, oleh karena itu senyawa ini bersifat
paramagnetik.

b. Pembentukan ion tetrasianoferat(II)


Kompleks bujur sangkar dihasilkan oleh hibridisasi dsp2. Sebagai contoh lihat
tertasianonikelat(II), Ni(CN)42- :

Semua elektron berpasangan, jadi Ni(CN)42- bersifat diamagnetik.

3.10.3 Konsep Resonansi

Resonansi adalah suatu konsep untuk menerangkan struktur dari molekul yang
mempunyai dua atau lebih struktur yang ekivalen, yang memenuhi persyaratan ikatan,
senyawa yang tidak dapat dituliskan hanya dengan satu rumus struktur, melainkan
digambarkan melalui lebih dari satu rumus struktur. Kesulitannya adalah model-model
ikatan kovalen tidak dapat menggambarkan semua sifat-sifatnya. Struktur benzena
hanya dapat digambarkan melalui dua struktur yang ekivalen, sebagai berikut:

Kedua struktur ini tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.


Jarak antara kedua atom karbon ternyata sama besar untuk keenam ikatan karbon-
karbon, yaitu 1,39 Å, sedangkan panjang ikatan C – C adalah1,54 Å dan panjang ikatan

III-17
C = C adalah 1,34 Å. Secara eksperimen ditemukan pula bahwa kalor pembentukan
benzene dari C (g) dan H (g) sebesar 1315 kkal/mol, sedangkan perhitungan dari
struktur I atau II menghasilkan harga 1276 kkal/mol. Menurut konsep ini struktur
benzena yang sebenarnya bukan struktur I atau II, melainkan suatu struktur (yang tak
dapat digambarkan) yang terletak di antaranya. Struktur yang sebenarnya beresonansi
antara struktur I dan struktur II, atau merupakan hibrida resonansi dari kedua struktur
tersebut.

3.10.4 Konsep Orbital Molekul

Orbital molekul terbentuk dari hasil interaksi antara dua atau lebih orbital
atom. Jika dua orbital atom berinteraksi maka akan dihasilkan dua orbital molekul
pula , demikian seterusnya. Distribusi elektron dalam molekul tidak lagi berada
pada orbital atom masing-masing pembentuk melainkan ditempatkan atau yang
dikenal dengan istilah terlokalisasi (terlokalisir) pada daerah tumpang tindih yang kita
kenal sebagai orbital molekul.
Ditinjau dari profil energinya maka orbital molekul terbagi dua, yakni orbital
molekul bonding (ikatan) yang dilambangkan dengan OM dimana orbital molekul
memiliki tingkat energi rendah. Sedangkan orbital molekul antibonding (anti ikatan)
ayng dilambangkan dengan OM* adalah orbital molekul yang memiliki energi lebih
tinggi.

3.10.4.1 Orbital Molekul Bonding (OM)

Orbital molekul bonding digambarkan sebagai orbital molekul yang


memiliki tingkat energi lebih rendah jika dibandingkan dengan orbital atom masing-
masing atom pembentukannya.

III-18
Perhatikan bahwa setelah kedua orbital atom berinteraksi maka kerapatan
antara kedua inti menjadi tebal. Pada daerah tumpang tindih tersebut elektron
terlokalisir, sehingga merupakan daerah dimana probabilitas terbesar elektron dapat
ditemukan. Kuatnya ikatan yang terjadi dapat dibuktikan oleh kenyataan bahwa
kerapatan elektron di antara kedua inti menjadi besar.

3.10.4.2 Orbital Molekul Antibonding (OM*)

Orbital molekul antibonding memiliki energi lebih tinggi dibanding energi


level dari masing-masing atom pembentuknya. Kerapatan antara kedua inti sangat
kecil dan tidak mampu melampaui gaya tolak menolak antara inti inti atom.
Meskipun energi levelnya tinggi, orbital molekul antibonding masih dapat diterima
oleh elektron manakala orbital molekul bonding sudah terisi penuh.

3.10.4.3 Konfigurasi Elektron dalam orbital molekul

Prinsip yang berlaku pada konfigurasi elektron dalam atom berlaku pula
pada konfigurasi elektron dalam orbital molekul, seperti aturan afbau , aturan Pauli
dan aturan Hund. Dalam menggambarkan diagram energi level orbital molekul
bonding (OM), yang energi levelnya lebih rendah dari energi level atom-atom
pembentuknya.

III-19
Adanya orbital molekul bonding dan anti bonding dapat dibuktikan dalam studi
spekstroskopi molekul. Pengisian elektron dalam orbital-orbital molekul sesuai dengan
pengisian elektron dalam orbital atom yaitu: (1) orbital dengan energi terendah diisi
lebih dahulu (2) dalam satu orbital molekul terdapat maksimum dua elektron, (3) jika
terdapat orbital molekul yang energinya sama, sedapat mungkin elektron tidak
berpasangan (aturan Hund).
Orbital molekul yang terbentuk dari orbital atom dapat berupa orbita molekul
sigma (s) atau orbital molekul pi (p). Masing-masing orbital molekul dapat merupakan
orbital molekul bonding dan orbital molekul anti bonding (s*, p*). Orbital sigma adalah
orbital molekul yang simetris terhadap sumbu ikatan, sedangkan orbital pi mempunyai
bidang nodal (bidang tanpa kerapatan elektron) yang terdapat pada sumbu antar-inti.
Orbital pi terbentuk dari orbital atom p yang sejajar. Sebagai sumbu digunakan sumbu
x, y, z. orbital molekul untuk molekul diatomic homonuklear yang terbentuk dari
orbital-orbital atom dapat dinyatakan sebagai berikut:
σ1s σ*1s terbentuk dari orbital atom 1s
σ2s σ*2s terbentuk dari orbital atom 2s
σ2pz σ*2pz terbentuk dari orbital atom 2pz
π2px π*2pz terbentuk dari orbital atom 2px
π2py π*2py terbentuk dari orbital atom 2py

Urutan tingkat energi dari orbital-orbital molekul mulai dari tingkat energi
terendah, ialah
σ1s < σ*1s < σ2s < σ*2s < σ2pz < π2px = π2py < π*2px = π2py < σ*2pz

Diagram tingkat energi orbital molekul dapat dilihat pada Gambar 4. Konfigurasi
elektron menurut teori orbital molekul H2, He2, dan Li2 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Molekul H2

Diagram di atas menunjukkan kontribusi elektron dari masing-masing atom ke


dalam orbital molekul. Satu elektron dari masing-masing atom berkontribusi dan
berpasangan dalam orbital molekul σ1s yang memiliki energi lebih rendah. Orbital
molekul σ*1s tidak terisi elektron, konfigurasi elektron molekul H2 adalah:
III-20
Molekul He2.

Helium mempunyai nomor atom 2. Jika terdapat molekul He2 maka pada
molekul ini terdapat 4 elektron, sesuai dengan teori, elektron masuk ke orbital molekul
bonding σ1s dan orbital σ*1s dan konfigurasi elektronnya dapat ditulis:

Dalam molekul ini jumlah elektron dalam orbital anti ikatan sama banyak dengan
jumlah elektron dalam orbital bonding. Oleh karena itu, molekul He2 tidak stabil, jadi
dapat dikatakan bahwa molekul ini tidak pernah ada. Molekul He2 tidak pernah
ditemukan secara eksperimen. Yang pernah ditemukan adalah He22+ dan He2+.
He22+ [(σ1s)2]
He2+ [(σ1s)2 (σ*1s)1]
Oleh karena jumlah elektron dalam orbital ikatan lebih banyak dari jumlah
elektron dalam orbital anti ikatan , dapat diharapkan bahwa terdapat senyawa helium
yang stabil.

III-21
Molekul Li2

Dengan cara yang sama dengan molekul H2 dan He2 diperoleh konfigurasi untuk
molekul Li2 sebagai berikut:
Li2 : [(σ1s)2 (σ*1s)2 (σ2s)2]

Pada H2 dan Li2 terdapat masing-masing satu pasang elektron yang berbentuk
ikatan tunggal kovalen. Dalam teori orbital molekul, kestabilan ikatan kovalen
berhubugan dengan orde ikatan. Orde ikatan adalah setengah dari perbedaan jumlah
elektron dalam orbital ikatan dan dalam orbital anti ikatan. Orde ikatan (OI) dapat
diungkapkan sebagai

Nb–Na
OI =
2

Nb = jumlah elektron dalam orbital ikatan (bonding orbital)


Na = jumlah elektron dalam orbital anti ikatan (anti bonding orbital)

Untuk He2:
Nb–Na 2–2
OI = = =0
2 2

III-22
*2pz

*2px *2py

2pz 2py 2px 2px 2py 2pz

2px 2py

2pz

*2s
ENERGI

2s 2s

2s

*1s

1s 1s

1s

Orbital Atom Orbital Molekul Orbital Atom


(OA) (OM) (OA)

Gambar 4. Diagram tingkat energi orbital molekul

III-23

Anda mungkin juga menyukai