Anda di halaman 1dari 4

15. Kehidupan Sosial Hidup berkelompok 10-15 orang bahkan lebih.

Semi sedenter
(setengah menetap) hidup di goa-goa sebagai tempat tinggal (abris sous roche)
sementara, tempat berlindung dari Iklim dan ancaman binatang buas. Yang hidup di
daerah pesisir menghasilkan kebudayaan Kjonkenmoddinger (sampah dapur)
16. Kehidupan Sosial Kaum wanita tidak banyak terlibat dalam perburuan dan lebih
banyak berada di sekitar goa-goa tempat tinggal mereka. Oleh karena perhatian
wanita ditujukan pada lingkungan yang terbatas , maka ia mampu memperluas
pengetahuannya tantang seluk beluk tumbuhan yang dapat dibudidayakan
17. Kehidupan Ekonomi Masih bergantung pada alam Hidup berburu didalam hutan,
menangkap ikan dan mengumpulkan makanan seperti umbi-umbian, buahbuahan,
biji-bijian dan daundaunan Yang tinggal di pesisir pantai makanan pokok mereka
adalah kerang dan ikan laut Mereka juga sudah menyimpan dan mengawetkan daging
dengan cara dijemur setelah diberi ramuan
18. Mereka juga sudah mengenal berbagai tanaman untuk dibudidayakan. Bercocok
tanam mulai dikerjakan dengan amat sederhana dan dilakukan secara berpindah-
pindah (berhuma). Hutan yang akan ditanami mereka tebang, dibakar dan
dibersihkan. Setelah tidak subur lagi, tanah tersebut mereka tinggalkan untuk mencari
lahan yang baru.
19. Hasil Budaya Hasil budaya mereka merupakan benda-benda dari zaman
Mesolitikum berupa: • Kjonkenmoddinger (sampah dapur) • Abris Sous Roche (goa
sebagai tempat tinggal) • Kapak Genggam dan alat dari tulang masih dikembangkan •
Gerabah mempunyai peranan dasar sebagai wadah
20. Hasil kebudayaan: Banyak ditemukan di abris sous roche, hasil penelitian yang
dilakukan oleh Van Stein Callenfels di Goa Lawa dekat Sampung, Ponorogo Jawa
Timur. Bersamaan dengan penemuan alat-alat dari Sampung ini ditemukan pula fosil
manusia Papua Melanesoide yang merupakan nenek moyang Bangsa Papua dan
Melanesia sekarang SAMPUNG BONE CULTURE
21. FLAKES CULTURE Kebudayaan ini merupakan hasil penelitian dua saudara
sepupu berkebangsaan Swiss bernama Fritz Sarasin dan Paul Sarasin. Penelitian
dilakukan sekitar tahun 1893-1896 di goa-goa Lumancong Sulawesi Selatan yang
didiami oleh suku bangsa Toala, mereka berhasil menemukan alat-alat serpih (flakes)
mata panah bergerigi dan alat-alat tulang. Penelitian lanjutan dilakukan di wilayah
Maros, Bone, Bantaeng Sulawesi Selatan
22. Kehidupan Kerohanian Mereka sudah mengenal penguburan dengan menata
mayat dengan posisi jongkok sesuai posisi ketika manusia ada di dalam kandungan
ibunya dengan diberi bekal kubur. Kehidupan kerohanian mereka sebatas pada
pemahaman bahwa orang yang meninggal rohnya akan hidup disekitarnya/dunia lain
di sekitar yang hidup
23. Lukisan yang mereka buat berkaitan dengan kepercayaan, penghormatan kepada
nenek moyang, menggambarkan binatang buruan, binatang yang mereka anggap suci
dan upacara penguburan.
24. LUKISAN DINDING GOA Dalam goa tempat tinggal, banyak dijumpai lukisan-
lukisan di dindingnya, yang menggambarkan kehidupan dan kepercayaan adanya
kekuatan magis, seperti goa Leang-leang di Sulawesi Selatan, terdapat cap tapak
tangan berwarna merah, yang mengandung symbol kekuatan pelindung untuk
mencegah roh jahat. Lukisan di goa juga terdapat di Irian Jaya, yakni lukisan-lukisan
binatang seperti kadal dan cap jari tangan yang tidak lengkap, mungkin sebagai tanda
berkabung
25. Tehnologi • Kehidupan semi sedenter membuat mereka mempunyai waktu luang
yang mereka gunakan untuk menghaluskan alat-alat dan membuat lukisan di dinding
goa. • Mereka juga sudah menghaluskan makanan dan membuat pakaian dari kulit
binatang dan kulit kayu
26. Keadaan alam yang lebih stabil, sehingga memungkinkan manusia untuk hidup
lebih tenang dan dapat mengembangkan kebudayaannya Masa bercocok tanam
merupakan masa penting bagi perkembangan masyarakat dan peradaban. Beberapa
penemuan baru dalam rangka penguasaan sumber alam berlangsung cepat.
Kehidupan Masyarakat Bercocok Tanam Tingkat Sederhana Keadaan Alam
27. Kehidupan Sosial Pada masa ini juga ditemukan tanda-tanda kehidupan menetap
di suatu perkampungan. Sudah ada desa-desa kecil semacam perdukuhan. Di setiap
dukuh ada beberapa tempat tinggal yang dibangun secara tidak beraturan.
Membangun rumah, menebang, membakar hutan, menanam, me manen, berburu,
menangkap ikan mereka lakukan secara bergotong royong. Pembagian kerja
berdasarkan jenis kelamin dan usia.
28. Kehidupan Sosial Pekerjaan yang menghabiskan tenaga dan beresiko dikerjakan
oleh kaum laki-laki, seperti: membuat rumah, menggali lubang untuk benih dan
menangkap ikan di laut. Kaum wanita merawat bayi, menabur benih, merawat rumah
dan membuat gerabah. Anak-nak membantu ibunya membuat gerabah dan pekerjaan
ringan lainnya. Kecenderungan mendiami tempat-tempat terbuka yang dekat dengan
sumber air. Ada juga yang mendiami temapttempat agak tinggi dan bukitbukit kecil
yang dikelilingi sungai atau jurang serta dipagar hutan. Tujuanya untuk melindungi diri
dari serangan musuh atau gangguan binatang buas.
29. Kehidupan Ekonomi Pada masa ini manusia sudah menghasilkan makanan
sendiri (foood producing) dengan cara bercocok tanam dengan berhuma (ladang
berpindah) Pada mulanya jenis tanamannya: keladi, ubi, pisang, manggis, rambutan,
salak dan kelapa. Tahap selanjutnya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
mereka sudah mengenal irigasi dan tanaman rumput-rumputan (jewawut dan padi
gaga) yang ditanam di tanah kering dengan hanya menabur biji-bijinya.
30. Kehidupan Ekonomi Mereka juga sudah menjinakkan dan memelihara binatang.
Binatang yang pertama kali dijinakkan adalah anjing yang dipergunakan sebagai
teman dalam berburu dan sebagai penjaga. Kemudian mereka juga menjinakkan
babi, ayam dan kerbau untuk dimakan. Babi dan kerbau selain untuk dimakan juga
sebagai hewan korban.
31. Kehidupan Ekonomi Telah muncul perdagangan barter, barang yang
dipertukarkan adalah hasil bercocok tanam, hasil kerajinan(gerabah, kapak dan
perhiasan) dan ikan laut yang dikeringkan. Barang-barang tersebut diangkut melalui
jalan darat, laut dan sungai. Sehingga perahu dan rakit pada masa ini memegang
peranan penting sebagai alat transportasi.
32. Kehidupan Budaya Di tempat-tempat tandus dan berbatu telah mulai
kelompokkelompok kerja dari industriindustri lokal yang menghasilkan alat-alat kerja
seperti kapak persegi dan kapak lonjong. Kelebihan waktu antara masa tanam
dengan masa panen memungkinkan berkembangnya kegiatan lain di luar sektor
pertanian yang mereka gunakan untuk membuat alat pemukul kulit kayu, membuat
anyam-anyaman membuat gerabah dan lainnya
33. Tehnologi KAPAK LONJONG Kapak lonjong adalah kapak yang penampangnya
berbentuk lonjong atau bulat telur. Di Indonesia kapak lonjong persebarannya hanya
terbatas di wilayah Indonesia bagian timur. KAPAK PERSEGI Pemberian nama kapak
persegi berasal dari peneliti berkebangsaan Belanda, Von Heine Geldern, di
Indonesia Barat terutama ditemukan di Sumatera, Jawa dan Bali, juga di Indonesia
bagian timur yaitu, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan sedikit di Kalimantan
34. GERABAH Pada zaman ini peranan penting gerabah adalah sebagai wadah atau
tempat keperluan alat-alat rumah tangga. Gerabah di gunakan sebagai akalt sehari-
hari. Banyak ditemukan di lapisan teratas bukit kerang Sumatera dan bukit pasir
pantai selatan Jawa, antara Yogyakarta dan Pacitan, Kendeng Lembu (Banyuwangi),
Tangerang, dan Minanga Sipakka (Sulawesi). Di Melolo (Sumba) banyak ditemukan
gerabah yang berisi tulang belulang manusia Gerabah zaman neolitik dari situs
Kelapa Dua. Bentuknya sangat sederhana tidak banyak variasi tidak memiliki hiasan
dan mempunyai tingkat kerapuhan yang sangat tinggi sehingga sulit ditemukan dalam
kondisi yang utuh.
35. Kehidupan Kerohanian Mereka sudah mengenal upacara penguburan dengan
menggunakan peti batu (sarkofagus, waruga, peti kubur batu) Kebudayaan
megalithikum sangat mewarnai pada jaman ini. Dengan adanya bangunan
megalithik seperti menhir, dolmen dan punden berundak
36. Keadaan alam yang lebih stabil, sehingga memungkinkan manusia untuk hidup
lebih tenang dan dapat mengembangkan kebudayaannya Masa bercocok tanam
tingkat lanjut merupakan masa dimana manusia sudah sepenuhnya mengeksplorasi
alam ditandai dengan beberapa penemuan baru seperti diketahuinya kegunaan biji
logam untuk bahan pembuatan alat. Kehidupan Masyarakat Bercocok Tanam
Tingkat Lanjut (Artisan-Pertukangan-Perundagian) Keadaan Alam
37. Kehidupan Sosial Pada masa ini mereka hidup di desa-desa di daerah
pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang makin
teratur dan terpimpin. Dimungkinkan mereka sudah mengenal hukum adat mereka
sendiri. Dikenal juga sistem kepemimpinan kesukuan dengan dipimpin kepala suku
dari suatu suku yang tinggal satu lingkungan kerabat.
38. Kehidupan Sosial Sudah dikenal keahlian membuat alat dari logam sehingga
membuat mereka bekerja sesuai dengan keahliannya Sistem sosial semakin
komplek sesuai dengan kebutuhan yang semakin bertambah
39. Kehidupan Ekonomi Kemampuan mengolah biji logam untuk membuat peralatan
membuat mereka lebih intens dalam mengolah lahan pertanian. Lahan pertanian
tidak lagi berpindah tetapi sudah membuat sawah-sawah dengan sistem irigasi.
Pertanian dalam bentuk perladangan dan persawahan menjadi mata pencaharian
utama. Kemajuan dalam persawahan membuat surplus bahan pangan sehingga
kelebihan bahan pangan ini kemudia mereka perdagangkan di luar desanya.
40. Kehidupan Budaya Kemampuan melebur biji logam untuk dibuat peralatan dari
perunggu maupun besi seperti kapak, pisau, sabit dan bajak. Tehnik pembuatan
gerabah juga sudah maju dengan berbagai ragam hiasnya. Alat-alat dari logam juga
dibuat untuk kepentingan kepercayaan seperti nekara, candrasa, moko, perhiasan,
arca perunggu dan bejana perunggu
41. Tehnologi Kemampuan melebur biji logam untuk dibuat peralatan dari perunggu
maupun besi. Tehnik pembuatan alat dari logam menggunakan tehnik A cire Perdua
dan tehnik Bivalve
42. Kehidupan Kerohanian Kehidupan kepercayaan semakin berkembang pada
jaman ini. Upacara penguburan dengan menggunakan peti batu (sarkofagus,
waruga, peti kubur batu) semakin beragam. Kebudayaan megalithikum sangat
berkembang pada jaman ini. Dengan adanya bangunan megalithik seperti menhir,
dolmen dan punden berundak
43. Studi kasus Homo Floresiensis, dibanding jenis lainnya, homo ini memiliki
keistimewaan karena tubuhnya yang kerdil. Ditemukan oleh seorang pastur
bernama Verhoeven pada tahun 1958 di goa Liang Bua Manggarai, Flores, dan baru
di umumkan sebagai temuan yang menghebohkan pada tahun 2004. Diperkirakan
hidup sekitar 30.000 – 18.000 tahun yang lalu, telah mampu membuat peralatan dari
batu, pemburu handal dan memasak dengan api, tetapi ukuran tangannya masih
panjang. Manusia kerdil ini memiliki tinggi tubuh sekitar 1m, dan ukuran tengkorak
seperti anak kecil. Dari cerita rakyat setempat, masyarakat Flores menyebut
manusia kerdil ini dengan nama Ebu Gogo. Wacana di atas merupakan gambaran
dari kehidupan Homo Floresiensis yang hidup pada zaman……………………dengan
ciri-ciri sebagai berikut: a)… b)… c)…
44. Evaluasi Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! •
Bagaimanakah pola hidup manusia purba di zaman Palaeolithikum? • Kebudayaan
apa sajakah yang berkembang pada zaman Mesolithikum? • Hasil budaya apa
sajakah yang berasal dari zaman Neolithikum? • Disebut apakah tempat yang
digunakan untuk memasak, terbuat dari tanah liat dalam masyarakat bercocok
tanam dan beternak? • Pada zaman apakah api pertama kali dikenal?

Anda mungkin juga menyukai