Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Kemih

1.Definisi

a. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan keadaan tumbuh dan berkembang

biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal

sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna

(Weichhart, 2008).

b. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau

mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah

bermakna (IDAI, 2011).

2. Klasifikasi

Klasifikasi infeksi saluran kemih dapat dibedakan berdasarkan anatomi dan

klinis. Infeksi saluran kemih diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu:

a. Infeksi saluran kemih bawah

Berdasarkan presentasi klinis dibagi menjadi 2 yaitu :

1). Perempuan

Sistitis adalah infeksi saluran kemih disertai bakteriuria

bermakna dan Sindroma uretra akut.

2). Laki-laki

Berupa sistitis, prostatitis, epidimidis, dan uretritis.

6
b. Infeksi saluran kemih atas

1. Berdasarkan waktunya terbagi menjadi 2 yaitu:

a). Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal

yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Sukandar, 2006).

b). Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari

infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil

(Liza,2006).

2. Berdasarkan klinisnya, ISK dibagi menjadi 2 yaitu :

a). ISK Sederhana (tak berkomplikasi)

b). ISK berkomplikasi

3. Epidemiologi

Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada

semua usia mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya

usia,insidensi ISK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-

laki karena uretra wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki (Purnomo,

2014). Menurut data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35%

semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and

Urology Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) juga

mengungkapkan bahwa pria jarang terkena ISK, namun apabila terkena

dapat menjadi masalah serius (NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih

(ISK) diperkirakan mencapai lebih dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan

biaya lebih dari $ 1 miliar. Sekitar 40% wanita akan mengalami ISK

7
setidaknya sekali selama hidupnya, dan sejumlah besar perempuan ini akan

memiliki infeksi saluran kemih berulang (Gradwohl, 2011).

Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio

antara wanita dan laki-laki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda sampai

dewasa muda wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%. ISK

adalah sumber penyakit utama dengan perkiraan 150 juta pasien pertahun

diseluruh dunia dan memerlukan biaya ekonomi dunia lebih dari 6 milyar

dollar (Karjono, 2009)

4. Faktor Resiko

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi patogenesis infeksi salurankemih

menurut Kasper (2005) antara lain:

1. Jenis kelamin dan aktivitas seksual Secara anatomi, uretra

perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan terletak di dekat

anus. Hal ini menjadikannya lebih rentan untuk terkena

kolonisasi bakteri basil gram negatif. Karenanya, perempuan

lebih rentan terkena ISK. Berbeda dengan laki-laki yang struktur

uretranya lebih panjang dan memiliki kelenjar prostat yang

sekretnya mampu melawan bakteri, ISK pun lebih jarang

ditemukan. Pada wanita yang aktif seksual,risiko infeksi juga

meningkat. Ketika terjadi koitus, sejumlah besar bakteri dapat

terdorong masuk ke vesika urinaria dan berhubungan dengan

onset sistitis. Semakin tinggi frekuensi berhubungan, makin

tinggi risiko sistitis oleh karena itu, dikenal istilah honeymoon

8
cystitis (Sobel, 2005).Penggunaan spermisida atau kontrasepsi

lain seperti diafragma dan kondom yang diberi spermisida juga

dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih karena

mengganggu keberadaan flora normal introital dan berhubungan

dengan peningkatan kolonisasi E.coli di vagina. Pada laki-laki,

faktor predisposisi bakteriuria adalah obstruksi uretra akibat

hipertrofiprostat. Hal ini menyebabkan terganggunya

pengosongan vesika urinaria yang berhubungan dengan

peningkatan risiko infeksi. Selain itu, laki-laki yang memiliki

riwayat seks anal berisiko lebih tinggi untuk terkena

sistitis,karena sama dengan pada wanita saat melakukan koitus

atau hubungan seksual dapat terjadi introduksi bakteri-bakteri

atau agen infeksi ke dalam vesika urinaria. Tidak dilakukannya

sirkumsisi juga menjadi salah satu faktor risiko infeksi saluran

kemih pada laki-laki.

2. Usia

Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula.

Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi

20% pada usia 80 tahun. Pada usia tua, seseorang akan

mengalami penurunan sistem imun,hal ini akan memudahkan

timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan mengalami

perubahan lapisan vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan

mempermudah timbulnya ISK.

9
3. Obstruksi

Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam diantaranya yaitu

tumor,striktur, batu, dan hipertrofi prostat. Hambatan pada aliran

urin dapat menyebabkan hidronefrosis, pengosongan vesika

urinaria yang tidak sempurna, sehingga meningkatkan risiko

ISK.

4. Disfungsi neurogenik vesika urinaria

Gangguan pada inervasi vesika urinaria dapat berhubungan

dengan infeksi saluran kemih. Infeksi dapat diawali akibat

penggunaan kateter atau keberadaan urin di dalam vesika

urinaria yang terlalu lama.

5. Vesicoureteral reflux

Refluks urin dari vesika urinaria menuju ureter hingga pelvis

renalis terjadi saat terdapat peningkatan tekanan di dalam vesika

urinaria. Tekanan yang seharusnya menutup akses vesika dan

ureter justru menyebabkan naiknya urin. Adanya hubungan

vesika urinaria dan ginjal melalui cairan ini meningkatkan risiko

terjadinya ISK.

6. Faktor virulensi bakteri

Faktor virulensi bakteri mempengaruhi kemungkinan strain

tertentu, begitu dimasukkan ke dalam kandung kemih, akan

menyebabkan infeksi traktusurinarius. Hampir semua strain

E.coli yang menyebabkan pielonefritis pada pasien dengan

10
traktus urinarius normal secara anatomik mempunyai pilus

tertentu yang memperantarai perlekatan pada bagian digaktosida

dan glikosfingolipid yang ada di uroepitel. Strain yang

menimbulkan pielonefritis juga biasanya merupakan penghasil

hemolisin, mempunyai aerobaktin dan resisten terhadap kerja

bakterisidal dari serum manusia.

7. Faktor genetik

Faktor genetik turut berperan dalam risiko terkena ISK. Jumlah

dan tipe reseptor pada sel uroepitel tempat menempelnya bakteri

ditentukan secara genetik.

5. Patogenesis

Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK

tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).

1. Peran patogenisitas bakteri.

Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga terkait

dengan etiologi ISK. Patogenisitas E.coli terkait dengan bagian

permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya

imunoglobulin serotype dari 170 serotipe O/E.coli yang berhasil

diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini

mempunyai patogenisitas khusus(Weissman, 2007).

2. Peran bacterial attachment of mucosa.

Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu

pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk

11
melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya

P.fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat

pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, 2004).

3. Peranan faktor virulensi lainnya.

Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin,

Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic

necrotizing factor-1 (CNF1), dan iron reuptake system (aerobactin

dan enterobactin) Hampir 95%α-hemolisin terikat pada

kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity island (PAIS)

dan hanya 5% terikat pada gen plasmio(Sudoyo, 2009). Virulensi

bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan

bergantung pada respon faktor luar. Konsep variasi fase

mikroorganisme ini menunjukan peranan beberapa penentu

virulensi bervariasi diantara individu dan lokasi saluran kemih.

Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung

kemih dan ginjal (Nguyen, 2008).

4. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

a. Faktor Predisposisi Pencetus ISK.

Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi

peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau

pencetus ISK. Jadi factor bakteri dan status saluran kemih

pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri

pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami

kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur

12
anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk

pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat

menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat

peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A)dapat

menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini

sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi

antibiotik. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal

sangat berat bila refluksvesikoureter terjadi sejak anak-anak.

Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal

ginjal terminal (GGT) tipe kering,artinya tanpa edema

dengan atau tanpa hipertensi (Pranawa et al, 2007).

b. Status Imunologi Pasien (host).

Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan

darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk

kepekaan terhadap ISK.Pada tabel di bawah dapat dilihat

beberapa faktor yang dapatmeningkatkan hubungan antara

berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi

antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas

immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga

meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI

(antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe

golongan darah Lewis (Mansjoer,2005).

13
6. Patofisiologi

Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam

saluran kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung

kemih, uretra,dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Kuman ini biasanya

memasuki saluran kemih melalui uretra, kateter, perjalanan sampai ke

kandung kemih dan dapat bergerak naik ke ginjal dan menyebabkan infeksi

yang disebut pielonefritis (National Kidney Foundation, 2012). ISK terjadi

karena gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi

(uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host.

Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan

hidup secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit

perinium, dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur,

masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke

kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal (Fitriani, 2013).

Mikroorganisme tersebut dapat memasuki saluran kemih melalui 3

cara yaitu ascending, hematogen seperti penularan M.tuberculosis atau

S.aureus , limfogen dan langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya

telah mengalami infeksi (Purnomo,2014). Sebagian besar pasien ISK

mengalami penyakit komplikasi. ISK akan diperburuk dengan adanya

penyakit lainya seperti lesi, obstruksi saluran kemih, pembentukan batu,

pemasangan kateter, kerusakan dan gangguan neurologi serta menurunya

sistem imun yang dapat mengganggu aliran yang normal dan perlindungan

14
saluran urin. Hal tersebut mengakibatkan ISK komplikasi membutuhkan

terapi yang lebih lama (Aristanti, 2015).

7. Tanda dan Gejala

Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala

seperti demam, susah buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria

terminal), sering buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika

berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik (Permenkes, 2011). Namun,

gejala-gejala klinis tersebut tidak selalu diketahui atau ditemukan pada

penderita ISK. Untuk menegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan

sekresi,pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, ureum dan kreatinin, kadar

gula darah, urinalisasi rutin, kultur urin, dan dip-stick urine test. (Stamm

dkk, 2001).

Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL.

Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase adalah 64 - 90%. Positif

nitrit pada dipstick urin, menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit oleh

bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar

50% untuk infeksi saluran kemih. Temuan sel darah putih (leukosit) dalam

urin (piuria) adalah indikator yang paling dapat diandalkan infeksi (> 10

WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95% sensitif tapi jauh kurang

spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur urin

dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015).

Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus

dilakuakan investigasi faktor predisposisi atau pencetus.

15
1. ISK bagian atas (Pielonefritis Akut). Presentasi klinis PNA seperti

panas tinggi (39,5 - 40,5°C), disertai mengigil dan sekit pinggang.

Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah

(sistitis).

2. ISK bagian bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit

suprapubik,polakiuria, nokturia, disuria, dan stanguria.

3. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit

dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan

usia antara 20-50 tahun. Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya

disuri dan sering kencing). Sering disebut sistisis bakterialis.

4. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu: a). Re-infeksi

(reinfections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval > 6

minggu mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing

infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan

sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

8. Diagnosis

Diagnosis ISK dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

9. Pemeriksaan laboratorium

1. Urinalisis

a. Leukosuria

16
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap

dugaan adalah ISK apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu

dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.

2. Hematuria

b. Bakteriologis

Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila

dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dimaksudkan untuk memastikan

diagnosis ISK yaitu bila di temukan bakteri dalam jumlah bermakna sesuai

dengan kriteria Cattel, 2006:

• Wanita, simtomatik

>102 organisme koliform/ml urin plus piuria, atau105

organisme patogen apapun/ml urin

• Laki-laki, simtomatik

>103 organisme patogen/ml urin

• Pasien asimtomatik

105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.

10. Terapi

a. Infeksi saluran kemih bawah

Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang

banyak,antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk

alkalinisasi urin (Jawetz, 2002) :

1) Terapi antibiotik, diberikan 3-7 hari untuk infeksi yang tidak

terlalu parah durasi pengobatan yang lebih singkat sekitar 1-3 hari

17
dan pada kasus yang lebih parah pasien harus di rawat inap dan

diberikan antibiotik lewat infus.

2) Terapi obat anti nyeri seperti paracetamol atau ibuprofen.

3) Terapi hormone estrogen sintetik biasanya di resepkan untuk

menangani ISK pada wanita usia lanjut.

b. Infeksi saluran kemih atas

Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap

untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotic parenteral paling

sedikit 48 jam, Beberapa terapi antibiotik umum digunakan meliputi :

- Sulfirida (trimethropin-sulfomethoxazole).

- Kuinolon (ciprofloxacin, levofloxacin).

- Sefalosporin.

- Penisilin generasi baru.

- Nitrofurantoin.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Nama Inisial : Ny.N.F

Tempat/Tgl Lahir/Umur: 30 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Menikah

Agama/ Suku : Kristen

Warga Negara : Indonesia

Pendidikan : S1

Pekerjaan : ASN

18
Alamat Rumah : Kotabunan

Tgl MPKM : 24 Maret 2019

Tgl Pengkajian : 24 Maret 2019

Diagnosa Medik : Infeksi Saluran Kemih

2. Riwayat Penyakit Sekarang.


1) Keluhan Utama : Nyeri

2) Riwayat Keluhan Utama

Ny.N.F mengeluh nyeri pada perut bagian suprapubic.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang :

Ny.N.F mengatakan bahwa sudah merasakan sakit bagian perut bawah

sejak 3 hari yang lalu

4) Riwayat Penyakit dahulu :

Ny.N.F mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya

5) Riwayat Penyakit Keluarga :

Dalam keluarga Ny.N.F tidak ada yang menderita penyakit seperti

Ini sebelumnya

3. Keadaan Sakit :

Pengkajian nyeri :

P : Saat Buang Air Kecil

Q : Nyeri Hilang Timbul

R : Perut Bagian Suprapubic

S :4

19
T : 3 Menit

.
Tanda-Tanda Vital :

Kesadaran

Kualitatif : Compos Mentis

Kuantitatif :

Skala Coma Glasgow :

 Respon motorik :6

 Respon bicara :5

 Respon membuka mata : 4

Jumlah : 15

Kesimpulan : Sadar penuh

Tekanan darah : 130/90 mmHg.

Suhu : 37,5 0C

Nadi : 88 x/mnt

Pernafasan : 24 x/mnt

20
4. Genogram

Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

5. Pemeriksaan

1). Keadaan umum

Perawat juga perlu mengkaji tentang klien, nyeri, kegelisahan,

kelemahan, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, dan

posisi istirahat klien.

2). Pemeriksaan fisik (Dongoes, 2000; 773)

Aktifitas / istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan, malaise.

21
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus.

3). Sirkulasi

Gejala : hipotensi / hipertensi, , nadi lemah halus.

Tanda : ,perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang

menurun dan tak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan,

bola mata cekung.

4). Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih biasanya peningkatan frekuensi,

poliuria atau konstipasi, batu / kalkuli.

Tanda : perubahan warna urin, contoh kuning pekat, keruh oliguria.

5). Makanan atau cairan

Gejala : peingkatan berat badan , edema, penurunan berat badan ,

mual muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.

Tanda : perubahan turgor kulit / kelembaban.

6). Neuro sensori

Gejala : sakit kepala, kram otot dan gelisah.

Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang pandang.

7). Nyeri atau kenyamanan

Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala.

22
Tanda : perilaku berhati-hati, distraksi.

8). Pernapasan

Gejala : nafas pendek.

Tanda : peningkatan frekuensi, kedalaman, batu produktif dengan

sputum kental merah muda. batuk dengan / tanpa sputum purulen,

takipnea, sesak.

6. Diagnosa Keperawatan

1). Nyeri berhubungan dengan infeksi saluran kemih.

2). Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran

kemih.

7. Perencanaan Keperawatan

1). Nyeri berhubungan dengan infeksi saluran kemih

Tujuan : Tidak ada nyeri yang setelah di berikan tindakan kepera-watan

selama 4 hari

Kriteria hasial : klien mengatakan nyeri ber-kurang.

Intervensi dan Rasional

a. Kaji sifat, intensitas, lokasi dan faktor pencetus nyeri.

Rasional : Mengetahui keadaan pasien untuk melaksanakan

tindakan selanjutnya.

23
b. Pantau urine terhadap perubahan warna, pola

berkemih,masukkan dan haluaran urine setiap 8 jam serta

hasil urinalisis ulang.

Rasional : Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyim-

pangan dari hasil yang di harapkan.

c. Jelaskan pada klien tentang penyebab nyeri.

Rasional : Agar klien mengetahui penyebab nyeri yang

dirasakan.

d. Ajarkan teknik relaksasi.

Rasional : Diharapkan klien dapat melakukannya untuk

mengurangi nyeri.

e. Anjurkan untuk memasang kateter.

Rasional : Agar klien lebih mudah untuk BAK.

1. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan infeksi

saluran kemih

Tujuan : Klien dapat berkemih sesuai dengan pola eliminasi

yang mendekati normal

Kriteria hasil : eliminasi normal kembali.

1) Kaji haluaran urine.

Rasional : Untuk Mengetahui per-kembangan kesehatan

klien

2) Ukur dan catat haluaran urine setiap kali berkemih.

24
Rasional : Mengawasi ketelitian pengosongan kandung

kemih

3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam.

Rasional : Mengetahui adanya distensi abdomen

4) Anjurkan untuk tidak minum 2-3 jam sebelum tidur dan

anjurkan untuk berkemih sebelum tidur.

Rasional : Menghindari nokturia sehingga pasien dapat tidur

secara maksimal

5) Pasang kateter.

Rasional : Mengeluarkan urine melalui kateter.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Dalam melakukan

implementasi keperawatan, perawat dapat melakukan sesuai dengan rencana

keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam pelaksanaannya

terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain :

a. Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai

sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya

sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi ADL,

memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan

lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan

kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat infasif yang dipergunakan

klien, melakukan dokumentasi, dan lain- lain.

25
b. Interdependen/ Collaborative implementations, adalah tindakan

keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan

tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian

obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan

lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam

pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan

tanggung jawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian,

ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien,

serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan

menjadi perhatian perawat.

c. Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar

rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, fisioterapi, psikolog dan

sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai

dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik)

sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi (Dermawan, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga

dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria

hasil pada tahap perencanaan (Muttaqin, 2014).

Pengertian SOAP adalah :

26
a. S artinya data subjektif. Menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan

setelah dilakukan tindakan keperawatan.

b. O artinya data objektif. Data objektif adalah data berdasarkan hasil

pengukuran atau hasil observasi secara langsung kepada klien, dan yang

dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

c. A artinya analisis. Interpretasi dari data subjektif dan objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi

atau juga dapat dituliskan masalah/ diagnosis baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam

data subjektif dan objektif.

d. P artinya planning. Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,

hentikan, modifikasi, atau tambahan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan

hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan tindakan ulang pada

umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah tindakan

kompeten untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu

untuk mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi

adalah tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah

klien, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai alternatif

pilihan lain yang diduga dapat membantu mempercepat proses

penyembuhan. Sedangkan, rencana tindakan yang baru/ sebelumnya tidak

ada, dapat dilakukan bila timbul masalah baru, atau rencana tindakan yang

ada sudah tidak kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada

(Budiono & Pertami, 2015).

27

Anda mungkin juga menyukai