Anda di halaman 1dari 132

SKRIPSI

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DINI


DENGAN STATUS GIZI DAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6
BULAN DI POSYANDU BALITA WILAYAH KELURAHAN BANJAREJO
KOTA MADIUN

Oleh :

TANTI SULISTIANI

NIM : 201402105

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

i
SKRIPSI

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DINI


DENGAN STATUS GIZI DAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6
BULAN DI POSYANDU BALITA WILAYAH KELURAHAN BANJAREJO
KOTA MADIUN

Diajukan untuk memenuhi

Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar

Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

TANTI SULISTIANI

NIM : 201402105

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur selalu saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmay,

ridho yang telah memberikan karunia yang luar biasa, sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas akhir kuliah ini.

Kupersembahkan SKRIPSI ini untuk,

1. Kedua orang tuaku yang selama ini telah memberikan motivasi, perhatian,

nasihat, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil serta doa

demi kelancaran keberhasilan studi saya.

2. Kakakku Aprilia Rahmawati yang tersayang selalu memberikan dukungan

dan bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir.

Dan terimakasih kepada,

1. Bu Sesaria selaku pembimbing 1, Pak Anastasia selaku pembimbing 2, Bu

Retno selaku dewan penguji, dengan sabar telah membimbing dan

memberi masukan kepada saya dalam mengerjakan SKRIPSI ini.

2. Sahabat terbaiku Yona, Geztika, Rizky, Lutfi, Rosalina, Mela, Senja,

Adilah, yang selama ini membanruku dalam menyelesaikan tugas ini.

Terimakasih banyak atas bantuannya semoga kesuksesan selalu menyertai

kita semua.

3. Teman seperjuanganku Keperawatan 8A dan 8B tahun 2014 terutama

Keperawatan 8B tercinta. Kita masuk bersama dan semoga kita lulus juga

bersama-sama tetap semangat dan kompak selalu.

4. Dan seluruh keluarga besar STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Tanti Sulistiani

Nim : 201402105

Judul : Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mp-Asi) Dini


Dengan Status Gizi Dan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan
Di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini berdasarkan pemikiran
dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika teerdapat karya orang lain, saya akan
mencantumkan sumber yang jelas.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di


kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi lain sesuai dengan
peraturan yang berlaku di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan
dari pihak manapun.

Madiun, Juli 2018

Tanti Sulistiani

NIM 201402105

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : TANTI SULISTIANI

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 14 Mei 1996

Agama : Islam

Alamat : Jalan Sunan Kalijogo No.14 Kota Madiun

Email : tanti.sulis14@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 03 Klegen Madiun


2. SMP Negeri 13 Madiun
3. SMA Negeri 1 Madiun
4. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Riwayat Pekerjaan : Belum pernah bekerja

vii
ABSTRAK

Tanti Sulistiani

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)


DINI DENGAN STATUS GIZI DAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI
USIA 0-6 BULAN DI POSYANDU BALITA WILAYAH KELURAHAN
BANJAREJO KOTA MADIUN
Makanan Pendamping ASI (MPASI) Dini adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada bayi pada usia kurang dari 6 bulan selain air susu ibu. Hal ini
akan berdampak terhadap kejadian infeksi yang tinggi seperti diare, infeksi
saluran napas, malnutrisi, alergi hingga gangguan pertumbuhan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian MP ASI dini dengan status gizi
dan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.
Metode penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan
menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 47 bayi yang berusia 0-6 bulan pada bulan Mei 2016, dengan
menggunakan teknik sampling simple random sampling. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner dan pengukuran. Analisa data yang digunakan Chisquare
dengan membandingkan nilai p < 0,05.
Hasil penelitian yang didapatkan 35 ibu yang memberikan MP-ASI
sebagian besar mengalami status gizi kurang sebanyak 27 bayi (57,4%).
Kemudian dari 12 ibu yang tidak memberikan MP-ASI sebagian besar mengalami
status gizi kurang sebanyak 7 bayi (14,9%). Sedangkan hasil penelitian dari
kejadian diare didapatkan 35 ibu yang memberikan MP-ASI sebagian besar
mengalami mengalami diare sebanyak 32 bayi (68,9%). Kemudian dari 12 ibu
yang tidak memberikan MP-ASI sebagian besar mengalami mengalami diare
sebanyak 7 bayi (14,9%). Hasil analisa yang didapatkan untuk status gizi nilai
p=0,048 < α = 0,05. Sedangkan hasil analisa untuk kejadian diare didapatkan nilai
p=0,029 < α = 0,05.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pemberian
makanan pendamping asi (MP-ASI) dini dengan status gizi dan kejadian diare
pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota
Madiun. Diharapkan untuk ibu-ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
kepada bayi dan memberikan makanan pendamping ASI bayi saat usia lebih dari
6 bulan.

Kata kunci : pemberian MP-ASI, status gizi, diare

viii
ABSTRACT

Tanti Sulistiani

THE RELATIONSHIP OF EARLY WEANING FOOD WITH


NUTRITIONAL STATUS AND DIARRHEA OCCURRENCE IN INFANTS
AGED 0-6 MONTHS IN MATERNAL AND CHILD HEALTH CENTRE
REGIONAL AREAS BANJAREJO OF MADIUN CITY
Early weaning food is an additional food given to infants at less than 6
months of age other than exclusive breastfeeding. This will have an impact on the
incidence of high infections such as diarrhea, respiratory infections, malnutrition,
allergies to growth disorders. This study aims to determine the relationship of
early breastfeeding AS with nutritional status and the incidence of diarrhea in
infants aged 0-6 months.
This research method used observational analytic using cross sectional
design. The number of samples in this study were 47 infants aged 0-6 months in
May 2016, using simple random sampling technique. The research instrument
used questionnaire and measurement. Analysis of data used Chisquare by
comparing the value of p <0.05.
The results of the study found 35 mothers who gave weaning food mostly
experienced less nutrition status as many as 27 babies (57.4%). Then from 12
mothers who did not give weaning food most of them experienced less nutrition
status as many as 7 babies (14,9%). While the results of research from diarrhea
occurrence found 35 mothers who give weaning food mostly experienced diarrhea
as many as 32 babies (68,9%). Then from 12 mothers who did not give the
weaning food mostly experienced diarrhea as many as 7 babies (14,9%). The
results of the analysis obtained for nutritional status p value = 0.048 <α = 0.05.
While the results of the analysis for the incidence of diarrhea obtained p value =
0.029 <α = 0.05.
The conclusion in this research is there is relationship between weaning
food with nutritional status and diarrhea occurrence in infants aged 0-6 months in
maternal and child health centre regional areas banjarejo of madiun city. It is
expected that mothers give exclusive breastfeeding for 6 months to infants and
provide complementary feeding of infants at the age of more than 6 months.

Keyword : Early weaning food, nutritional status, diarrhea

ix
DAFTAR ISI

Sampul Depan .................................................................................................. i


Sampul Dalam .................................................................................................. ii
Lembar Persetujuan .......................................................................................... iii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iv
Halaman persembahan ..................................................................................... v
Halaman pernyataan ......................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................. viii
Daftar Isi........................................................................................................... x
Daftar Tabel ..................................................................................................... xii
Daftar Gambar .................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xiv
Daftar Istilah..................................................................................................... xv
Daftar Singkatan............................................................................................... xvii
Kata Pengantar ................................................................................................. xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).......................... 9
2.1.1 Definisi Makanan Pendamping ASI ........................................... 9
2.1.2 Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI ........................... 10
2.1.3 Jenis Makanan Pendamping ASI ................................................ 10
2.1.4 Syarat-syarat Makanan Pendamping ASI ................................... 11
2.1.5 Cara Pemberian Makanan Pendamping ASI .............................. 12
2.1.6 Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengenalan MP-ASI ......... 13
2.1.7 Masalah Dalam Makanan Pendamping ASI ............................... 16
2.1.8 Gangguan Pemberian MP-ASI Dini ........................................... 16
2.1.9 Dampak Pemberian MP-ASI terlalu Dini ................................... 17
2.1.10 Prinsip Pedoman Pemberian MP-ASI......................................... 19
2.1.11 Waktu Pemberian MP-ASI ......................................................... 20
2.1.12 Faktor yang Mempengaruhi pemberian MP-ASI Dini ............... 21
2.2 Konsep Status Gizi ............................................................................... 26
2.2.1 Definisi Status Gizi ..................................................................... 26
2.2.2 Penilaian Status Gizi ................................................................... 26
2.2.3 Parameter Penelitian Status Gizi................................................. 27
2.2.4 Indeks Antropometri ................................................................... 30
2.2.5 Z-score ........................................................................................ 32
2.2.6 Kategori Status Gizi .................................................................... 33
2.2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Pada Bayi ......... 33
2.2.8 Gangguan Akibat Kekurangan Gizi ............................................ 35

x
2.3 Konsep Diare........................................................................................ 38
2.3.1 Definisi Diare .............................................................................. 38
2.3.2 Etiologi Diare .............................................................................. 39
2.3.3 Manifestasi Klinis Terhadap diare .............................................. 40
2.3.4 Faktor Resiko Diare Pada Bayi ................................................... 40
2.3.5 Patogenesis.................................................................................. 41
2.3.6 Epidemiologi Penyakit Diare ...................................................... 42
2.3.7 Penatalaksanaan Diare ................................................................ 44
2.3.8 Pencegahan Diare ....................................................................... 45
2.4 Teori Lawrence W. Green .................................................................... 45
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... 47
3.2 Hipotesis............................................................................................... 48
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 49
4.2 Populasi dan Sampel ............................................................................ 49
4.3 Teknik Sampling .................................................................................. 50
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................... 51
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................................... 52
4.6 Instrumen Penelitian............................................................................. 53
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................... 53
4.8 Lokai dan Waktu Penelitian ................................................................. 54
4.9 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 54
4.10 Teknik Analisa Data............................................................................. 55
4.9.1 Pengolahan Data ......................................................................... 55
4.9.2 Analisa Data ................................................................................ 58
4.11 Etika Penelitian ................................................................................... 59
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 60
5.2 Pembahasan .......................................................................................... 67
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 83
6.2 Saran ..................................................................................................... 83
Daftar Pustaka .................................................................................................. 85
Lampiran

xi
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


Tabel 4.1 Definisi operasional .............................................................................. 50
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia ............................. 61
Tabel 5.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan ................. 62
Tabel 5.3 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pekerjaan.................... 62
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI) Dini .............................................................................................. 63
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status gizi pada bayi usia 0-6 bulan ...................... 64
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan ............... 64
Tabel 5.7 Tabulasi silang antara pemberian makanan pendamping ASI dini
dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan ........................................ 65
Tabel 5.8 Tabulasi silang antara pemberian makanan pendamping ASI dini
dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan .................................. 66

xii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Tabel Halaman


Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................ 47
Gambar 4.1 Kerangka Kerja ................................................................................. 51

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian .....................................................................88


Lampiran 2 Surat Balasan Kelurahan .............................................................89
Lampiran 3 Permohonan Menjadi Responden ................................................90
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ....................................91
Lampiran 5 Kisi-kisi Kuesioner ......................................................................92
Lampiran 6 Lembar Kuesioner .......................................................................94
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ...............................................97
Lampiran 8 Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak ......................100
Lampiran 9 Hasil Tabulasi Data .....................................................................102
Lampiran 10 Hasil Output SPSS.......................................................................105
Lampiran 11 Jadwal Kegiatan...........................................................................111
Lampiran 12 Lembar Konsultasi Skripsi ..........................................................112
Lampiran 13 Dokumentasi ................................................................................113

xiv
DAFTAR ISTILAH

Anonimity : Tanpa Nama


Ascites : Cairan Pada Rongga Perut
Baby Scale : Timbangan Bayi
Bathroom Scale : Timbangan Kamar Mandi
Cleaning : Pembersihan Data
Coding : Pengkodean
Computer : Komputer
Confidentiallity : Kerahasiaan
Cookie : Gula-Gula
Cross Sectional : Penelitian untuk mempelajari dinamika faktor-
faktor resiko dengan efek,denga cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat
Data Entry : Memasukkan Data
Editing : Edit
Enterovirus : Virus Entero
Etamuba Coli : Bakteri E. Coli
Feces : Feses
Finger : Terbang
Fly : Terbang
Food : Makanan
Glabella : Dahi
Health Prevention Behavior : Perilaku Pencegahan Penyakit
Health Promotion Behaviour : Peningkatan Dan Pemeliharaan Kesehatan
Infant Botulism : Toksin Botulinnum
Infantometer : Alat Ukur Panjang Badan
Informed Concent : Lembar Persetujuan
Intake : Masukan

xv
Kretin Neurologic : Pertumbuhan Cebol
Microtoise : Alat Ukur Tinggi Badan
Nutritional Satus : Status Gizi
On Demand : Keinginan Bayi
Oralfecal : Mulut
Overweight : Kegemukan
Protuberantia Occipitalis : Kepala Belakang
Rotavirus : Rotavirus
Salmonella : Bakteri Samonela
Self Limiting Disease : Penyakit Yang Sembuh Dengan Sendirinya
Sigella : Bakteri Sigela
Skoring : Skor Atau Nilai

Software : Pengolah Data


Solute Load : Beban Zat Terlarut
Sugar Baby : Obesitas
Tabulating : Penjumlahan
Xeropahtalmia : Kekurangan Vitamin A
Zscore : Skor Z

xvi
DAFTAR SINGKATAN

AKG : Angka Kecukupan Gizi


ASI : Air Susu Ibu
BAB : Buang Air Besar
Baduta : Bawah Dua Tahun
BB/TB : Berat Badan/Tinggi Badan
BB/U : Berat Badan/Umur
BGM : Bawah Garis Merah
Dinkes : Dinas Kesehatan
dll : Dan Lain-Lain
GAKY : Gangguan gizi akibat kekurangan yodium
IPTEK : Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Kemenkes : Kementerian Kesehatan Indonesia
KEP : Kurang Energi Protein
KKP : Kekurangan Kalori dan Protein
KLB : Kejadian Luar Biasa
LLA/U : Lingkar Lengan Atas/Umur
MCK : Mandi Cuci Kakus
mg : Miligram
ml : Mililiter
MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
NIS : Nilai Individual Subjek
NMBR : Nilai Median Baku Rujukan
NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan
PSG : Pengukuran Status Gizi
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
SDM : Sumber Daya Manusia
TB/U : Tinggi Badan/Umur
WHO : World Health Organization

xvii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul

“Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini Dengan Status

Gizi Dan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun”.

Adapun maksud penulis menyusun skripsi ini adalah memenuhi persyaratan

dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan di Stikes Bhakti Husada

Mulia Madiun.

Penulis sadar bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan setulus hati

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Sukardjono selaku Kepala Kelurahan Banjarejo Kota Madiun yang

membrikan ijin penelitian diwilayah kerjanya.

2. Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes selaku ketua STIKES Bhakti Husada Mulia

Madiun.

3. Mega Arianti Putri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana

Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

4. Sesaria Betty M., S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing 1 dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Anastasia Eko, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing 2 dalam

penyusunan skripsi ini.

xviii
6. Retno Widiarini, S.KM., M.Kes sekalu dewan penguji dalam memberikan

masukan skripsi ini.

7. Keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam

penyusunan skripsi ini.

8. Terimakasih kepada kader-kader posyandu balita wilayah banjarejo yang

telah membantu dalam melakukan penelitian.

9. Teman-teman kelas 7B Keperawatan dan semua pihak yang banyak

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik

yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan

skripsi ini.

Madiun, Juli 2018

Peneliti

xix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bayi merupakan periode emas karena pada masa ini terjadi

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang mencapai puncaknya

pada usia 24 bulan. Periode emas pada kehidupan anak dapat tercapai

optimal apabila ditunjang dengan asupan nutrisi tepat sejak lahir dalam

dua tahun pertama (Mufida, 2015). Menurut Pemerintah RI 2012, Air Susu

Ibu (ASI) sebagai satu-satunya nutrisi bayi sampai usia enam bulan

dianggap sangat berperan penting untuk tumbuh kembang, sehingga

mendapat rekomendasi dari pemerintah. ASI eksklusif berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 adalah ASI yang diberikan

kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan

atau mengganti dengan makanan atau minuman lain kecuali obat, vitamin,

dan mineral. Persentase bayi 0-5 bulan yang masih mendapat ASI

eksklusif sebesar 54,0%, sedangkan bayi yang telah mendapatkan ASI

eksklusif sampai usia enam bulan adalah sebesar 29,5% (Kemenkes,

2016).

Setelah mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan, bayi bisa

diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sesuai dengan umurnya.

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan dan minuman yang

mengandung zat gizi, yang diberikan pada bayi atau anak yang berusia 6-

1
24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI (Wahyuni,

2015). Makanan pendamping ASI diberikan untuk memenuhi kebutuhan

bayi yang makin meningkat karena bayi membutuhkan zat-zat gizi yang

semakin tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kebiasaan di

masyarakat, seorang ibu seringkali memberikan makanan padat kepada

bayi yang masih berumur beberapa hari atau kurang dari 6 bulan seperti

memberikan nasi tim, biskuit, pisang, dll. Hal ini akan berdampak

terhadap kejadian infeksi yang tinggi seperti diare, infeksi saluran napas,

alergi hingga gangguan pertumbuhan. Selain itu asupan nutrisi yang tidak

tepat juga akan menyebabkan anak mengalami malnutrisi yang akhirnya

meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas (Mufida, 2015).

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan buang air besar

yang tidak normal dan bentuk tinja yang cair dengan frekuensi yang lebih

banyak dari biasanya, bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari tiga kali

sehari buang air besar, konsistensi encer dan bercampur lendir, serta

berwarna hijau, dampak yang ditimbulkan dari penyakit tersebut bukan

hanya bagi kesehatan bayi semata, melainkan juga bagi proses tumbuh

kembang bayi (Halimah, 2016). Penyakit diare merupakan penyakit

endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial Kejadian

Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Pada tahun 2016

terjadi 3 kali KLB diare yang tersebar di 3 provinsi yaitu Nusa Tenggara

Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara (Kemenkes, 2016). Menurut

Profil Kesehatan Jawa Timur 2015 Kasus Diare di Jawa Timur dalam

2
kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir cenderung meningkat, dimana pada

tahun 2013 mencapai 118,39 %, dan sedikit menurun pada tahun 2014

menjadi 106 % dan meningkat menjadi 110,66 % pada tahun 2015.

Sedangkan Kasus Diare di Kota Madiun masih meningkat dari tahun ke

tahun. Penderita Diare di Kota Madiun tahun 2016 untuk semua umur

berjumlah 8.595 dari perkiraan kasus, dengan distribusi terbanyak di

wilayah puskesmas banjarejo sebanyak 1.198 kasus. Sedangkan Diare

pada balita yaitu sebanyak 20% dari 843 per 1.000 dari jumlah balita yang

ada (Dinkes, 2016).

Pemberian MP-ASI harus memperhatikan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) yang dianjurkan berdasarkan kelompok umur dan tekstur makanan

yang sesuai perkembangan usia balita. Menurut Riskesdas 2013

Pemantauan pertumbuhan balita yang dilakukan setiap bulan menunjukkan

bahwa persentase balita umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang

dalam enam bulan terakhir cenderung meningkat dari 25,5% (2007),

23,8% (2010) menjadi 34,3% (2013). Jumlah balita di Kota Madiun pada

tahun 2015 sebanyak 12.618. Balita yang ditimbang atau dipantau

pertumbuhannya 10.862 (86.08%). Sedangkan untuk baduta yang BGM di

Kota Madiun pada tahun 2015 sebanyak 18 anak dengan distribusi

terbanyak pada wilayah Puskesmas Banjarejo sebanyak 9 anak. Jumlah

Baduta di Kota Madiun tahun 2016 sebanyak 5.058 anak, dari 3.759 anak

yang ditimbang, yang hasilnya Bawah Garis Merah sebesar 0,5% atau

sebanyak 18 anak dengan distribusi terbanyak pada wilayah Puskesmas

3
Banjarejo sebanyak 11 anak (Dinkes, 2016). Jumlah 11 anak yang

mengalami Bawah Garis Merah masih cukup tinggi untuk dijaman

sekarang, maka dari itu pemantaun asupan gizi yang diberikan perlu

diperhatikan. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi

yang perlu lebih diperhatikan pada kelompok bayi dan balita. Hasil

pengukuran status gizi (PSG) Kemenkes 2016 dengan indeks BB/U pada

balita 0-23 bulan mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,1%, gizi

kurang sebesar 11,8% dan gizi lebih sebesar 1,5%.

Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara

bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan pencernaan bayi.

Pencernaan makanan selain ASI dalam saluran cerna bayi (0-6 bulan)

masih belum sempurna. Sekresi enzim yang berfungsi untuk menguraikan

karbohidrat (polisakarida) seperti enzim amilase yang dihasilkan oleh

pankreas belum disekresi dalam 3 bulan pertama dan hanya terdapat dalam

jumlah sedikit sampai bayi usia 6 bulan. Pencernaan polisakarida yang

tidak sempurna pada bayi dapat mengganggu penyerapan zat gizi lain dan

dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan (Wargiana, 2013).

Pemberian MP-ASI terlalu dini juga akan mengurangi konsumsi ASI, dan

bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi serta pemberian makan

di usia dini mengakibatkan kemampuan pencernaan bayi belum siap

menerima makanan tambahan.

Resiko Jangka Pendek Pemberian makanan dini seperti pisang,

nasi didaerah pedesaan di Indonesia sering menyebabkan penyumbatan

4
saluran cerna/diare serta meningkatnya resiko terkena infeksi, akibatnya

banyak bayi yang mengalami diare. Sedangkan Resiko Jangka Panjang

dihubungkan dengan obesitas, kelebihan dalam memberikan makanan

adalah resiko utama dari pemberian makanan yang terlalu dini pada bayi.

Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya adalah kelebihan berat badan

ataupun kebiasaan makan yang tidak sehat. Sebenarnya pencernaan bayi

sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Bayi yang mengonsumsi ASI,

makanan tambahan dapat diberikan setelah usia enam bulan. Selain cukup

jumlah dan mutunya, pemberian MP-ASI juga perlu memperhatikan

kebersihan makanan agar anak terhindar dari infeksi bakteri yang

menyebabkan gangguan pecernaan (Mufida, 2015).

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini Dengan Status Gizi

Dan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut “ Adakah Hubungan Pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) Dini Dengan Status Gizi Dan Kejadian Diare

Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun?”

5
1.3 Tujuan Penelitan

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian

MP ASI dini dengan status gizi dan kejadian diare pada bayi usia 0-6

bulan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)

Dini pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun.

2. Mengidentifikasi Status Gizi pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu

Balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

3. Mengidentifikasi Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di

Posyandu Balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

4. Menganalisis Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Status Gizi

pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun.

5. Menganalisis Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian

Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

6
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan informasi khususnya dalam pengetahuan dan

pengembangan ilmu keperawatan anak terkait Hubungan Pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini Dengan Status Gizi Dan

Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Ibu-ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan

Memberikan informasi tentang Hubungan Pemberian MP-ASI Dini

dengan Status Gizi dan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan,

sehingga masyarakat atau para ibu-ibu lebih meningkatkan kepeduliannya

terhadap pentingnya dalam pemberian makanan pendamping ASI yang

tepat usia dan sehat pada bayi.

1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitinan ini dapat menjadi bahan masukan dalam

membimbing dan menambah pengetahuan mahasiswi keperawatan tentang

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) Dini pada Bayi Usia 0- 6

Bulan.

1.4.2.3 Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang

pentingnya makanan pendamping untuk bayi pada umur yang tepat dan

7
sebagai arahan untuk mensosialisasikan pemberian ASI secara eksklusif

serta pemberian makanan tambahan mulai umur 6 bulan.

1.4.2.4 Bagi Peneliti

Diharapkan penelitian ini sebagai tambahan informasi, wawasan

pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian yang terkait

dengan Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Status Gizi dan

Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan.

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

2.1.1 Definisi Makanan Pendamping ASI

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau

minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk

memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI diberikan mulai usia 4 bulan

sampai 24 bulan. Semakin meningkat usia bayi/anak, kebutuhan akan zat

gizi semakin bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan ASI yang

dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan

makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga (Molika, 2014).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau

minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak

usia 6-24 bulan, guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MP-ASI

merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan

dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk

maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi (Mufida, 2015).

Makanan Pendamping ASI (MPASI) Dini adalah makanan

tambahan yang diberikan kepada bayi pada usia kurang dari 6 bulan selain

air susu ibu (ASI) (Prawesti, 2016).

9
Jadi kesimpulannya Makanan Pendamping ASI adalah makanan

dan minuman yang diberikan kepada bayi berusia 6-24 bulan untuk

memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang bayi.

2.1.2 Tujuan Pemberian MP-ASI

Menurut Molika (2014) Pada usia 6 bulan atau lebih ASI saja

sudah tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, usia pemberian

ASI disarankan sesudah berumur 6 bulan atau lebih. Tujuan pemberian

MP-ASI diantaranya :

1. Melengkapi zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi yang

semakin meningkat sejalan dengan pertambahan umur anak.

2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam

makanan dengan berbagai bentuk, tekstur, dan rasa.

3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.

4. Mencoba beradaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar

energi tinggi.

2.1.3 Jenis MP-ASI

Menurut Molika (2014) jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah :

1. Makanan Lumat

Makanan Lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring

tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat

halus, contoh : bubur susu, bubur sumsum, pisang saring/kerok,

pepaya saring, tomat saring dan nasi tim saring.

10
2. Makanan Lunak

Makanan Lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan

tampak berair, contoh : bubur nasi, bubur ayam, nasi tim dan kentang

puri.

3. Makanan Padat

Makanan Padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan

biasanya disebut makanan keluarga, contoh : lontong, nasi tim,

kentang rebus dan biskuit.

2.1.4 Syarat-syarat MP-ASI

Menurut Molika (2014) makanan pendamping ASI yang

memenuhi syarat adalah:

1. Kaya energi, protein dan mikronutrien (terutama zat besi, zink,

kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat).

2. Bersih dan aman, yaitu tidak ada pathogen (tidak ada bakteri penyebab

penyakit atau organisme yang berbahaya lainnya), tidak ada bahan

kimia yang berbahaya atau toksin, tidak ada potongan tulang atau

bagian yang keras atau yang membuat anak tersedak.

3. Tidak terlalu panas.

4. Tidak terlalu pedas atau asin.

5. Mudah dimakan oleh anak.

6. Disukai anak.

7. Mudah disiapkan.

11
2.1.5 Cara Pemberian MP-ASI

Berikut ini merupakan cara pemberian makanan pendamping asi

(MP-ASI) menurut Molika (2014) antara lain :

1. Setelah bayi berusia 6 bulan

Perkenalkan ke makanan yang padat atau di cincang halus atau

makanan bertekstur semi cair. Mulailah dengan makanan lunak seperti

biskuit yang diencerkanpakai air atau susu. Kenalkan pula bubur susu

dalam jumlah sedikit demi sedikit. Mulai pemberian sayuran yang

dijus, kemudian buah yang dihaluskan atau dijus. Sayur dan buah yang

disarankan yaitu : pisang, pir, alpukat, jeruk.

2. Bayi usia 6 sampai 9 bulan

Perkenalkan dengan tekstur yang lebih kasar (semi padat) yaitu bubur

tim saring. Seandainya bayi menolak atau muntah, di coba terus karena

tahapan ini harus dilaluinya. Pada umur 6 bulan alat cerna sudah lebih

berfungsi, oleh karena itu bayi mulai diperkenalkaan dengan MP-ASI

lumat 2 kali sehari. Jenis sayur dan buah ynng disarankan: asparagus,

wortel, bayam, sawi, bit, lobak, mangga, blewah, timun suri, peach.

Bisa juga ditambahkan daging ayam, daging sapi, hati ayam, hati sapi,

tahu dan tempe.

3. Bayi umur 9 sampai 12

Pada umur 10 bulan bayi diperkenalkan dengan makanan keluarga

secara bertahap. Bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur

secara berangsur mendekati makanan keluarga. Berikan makanan

12
selingan satu kali sehari, pilihlah makanan selingan yang bernilai gizi

tinggi, seperti bubur kacang hijau dan buah. Pengenalan berbagai

bahan makanan sejak dini akan berpengaruh baik terhadap kebiasaan

makan yang sehat di kemudian hari.

2.1.6 Hal yang perlu diperhatikan dalam pengenalan MP-ASI

Menurut Molika (2014) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pengenalan MP-ASI adalah sebagai berikut:

1. MP-ASI diberikan sedikit demi sedikit, misalnya 2-3 sendok pada saat

pertama, dan jumlahnya bisa ditambah seiring perkembangan bayi agar

terbiasa dengan teksturnya.

2. Pemberian MP-ASI dilakukan di sela-sela pemberian ASI dan

dilakukan secara bertahap pula. Misalnya untuk pertama 1 kali sehari,

kemudian meningkat menjadi 3 kali dalam sehari.

3. Tepung beras sangat baik digunakan sebagai bahan MP-ASI karena

sangat kecil kemungkinannya menyebabkan alergi pada bayi. tepung

beras yang baik adalah yang berasal dari beras pecah kulit yang lebih

banyak ksndungsn gizinya.

4. Pengenalan sayuran sebaiknya didahulukan daripada pengenalan buah,

karena rasa buah lebih manis lebih disukai bayi, sehingga jika buah

dikenalkan terlebih dahulu, dikhawatirkan akan ada kecenderungan

bayi untuk menolak sayur yang rasanya lebih hambar. Sayur dan buah

yang dikenalkan hendaknya dipilih yang mempunyai rasa manis.

13
5. Hindari penggunaan garam dan gula. Utamakan memberikan MP-ASI

dengan rasa asli makanan, karena bayi usia 6-7 bulan fungsi ginjalnya

belum sempurna. Untuk selanjutnya, gula dan garam bisa ditambahkan

tetapi tetap dalam jumlah yang sedikit saja.

6. Untuk menambah cita rasa MP-ASI bisa menggunakan kaldu ayam,

sapi atau ikan yang dibuat sendiri, serta bisajuga ditambahkan berbagai

bumbu seperti daun salam, daun bawang, seledri.

7. Jangan terlalu banyak mencampur banyak jenis makanan pada awal

pemberian MP-ASI, namun cukup satu persatu saja. Berikan dulu 2-4

hari untuk mengetahui reaksi bayi terhadap setiap makanan yang

diberikan, untuk mengetahui jika ia memiliki alergi terhadap makanan

tertentu.

8. Perhatikan bahan makanan yang sering menjadi pemicu alergi seperti

telur, kacang, ikan, susu dan gandum.

9. Telur bisa diberikan kepada bayi kepada bayi sejak umur 6 bulan,

tetapi pemberiannya bagian kuning terlebih dahulu, karena bagian

putih telur dapat memicu reaksi alergi.

10. Madu sebaiknya diberikan pada bayi usia lebih dari 1 tahun karena

madu seringkali mengandung suatu jenis bakteri yang bisa

mengahsilkan racun pada saluran cerna bayi yang dikenal sebagai

toksin botulinnum (infant botulism).

14
Yang harus diperhatikan dalam menentukan MP-ASI sebagai berikut:

1. Umur bayi

Metabolisme anak sebenarnya tidak sama dengan metabolisme orang

dewasa, hanya anak-anak lebih aktif perkembangannya, sehingga

untuk itu diperlukan bahan ekstra. Lebih muda usia seorang anak maka

lebih banyak zat makanan yang diperlukan untuk tiap kilogram berat

badannya.

2. Berat badan bayi

Berat badaan yang lebih maupun kurang dari pada berat badan rata-

rata untuk umur tertentu merupakan faktor untuk menentukan jumlah

zat makanan yang harus diberikan supaya pertumbuhan berjalan

sebaik-baiknya.

3. Suhu lingkungan

Suhu tubuh dipertahankan pada 36,5oC – 38oC untuk metabolisme

yang optimum. Dengan adanya perbedaan suhu antara tubuh dan

lingkungannya, maka tubuh melepaskan sebagian panasnya yang harus

diganti dengan hasil metabolisme.

4. Aktifitas

Tiap aktifitas memerlukan energi. Makin banyak aktifitas yang

dilakukan maka makin banyak energi yang dibutuhkan.

15
5. Keadaan sakit

Pada keadaan sakit, seperti adanya infeksi terhadap metabolisme yang

berlebihan daripada asam amino dan lagi pula suhu tubuh meninggi,

kedua-duanya memerlukan makanan yang tidak boleh dilupakan.

2.1.7 Masalah dalam MP-ASI

Menurut Molika (2014) memulai MP-ASI terlalu dini tidak

disarankan karena:

1. ASI dapat tergantikan oleh cairan atau makanan lain yang kualitas

nutrisinya kurang dibandingkan ASI

2. Kurangnya permintaan hisapan bayi karena kenyang akibat MP-ASI

menyebabkan penurunan suplai ASI Ibu.

3. Peningkatan resiko infeksi karena terpapar makanan bayi yang tifdak

steril.

4. Bayi belum dapat mencerna makanan tertentu dengan baik.

5. Pemaparan dini terhadap makanan tertentu dapat memicu alergi

2.1.8 Gangguan pemberian MP-ASI terlalu dini

Menurut Molika (2014) gamgguan dalam pemberian MP-ASI

terlalu dini yaitu:

1. Bayi lebih sering menderita diare. Hal ini disebabkan cara menyiapkan

makanan yang kurang bersih juga karena pembentukan zat anti oleh

usus bayi yang belum sempurna.

16
2. Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu. Keadaan ini terjadi

akibat usus bayi yang masih permeabel, sehingga mudah dilalui oleh

protein asing.

3. Terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak. Bila makanan

yang diberikan kurang bergizi dapat mengakibatkan anak menderita

KEP (Kurang Energi Protein) dan dapat terjadi sugar baby atau

obesitas bila makanan yang diberikan mengandung kalori yang terlalu

tinggi.

4. Produksi ASI menurun, karena bayi yang sudah kenyang dengan MP-

ASI tadi, maka frekuensi menyusu menjadi lebih jarang, akibatnya

dapat menurunkan produksi ASI.

5. Tingginya solute load dari MP-ASI yang diberikan, sehingga dapat

menimbulkan hiperosmolaritas yang meningkatkan beban ginjal.

2.1.9 Dampak Pemberian MP-ASI Terlalu Dini

Menurut Molika (2014) dampak pemberian MP-ASI terlalu dini

ada dua yaitu :

1. Resiko jangka pendek

1) Pengenalan makanan selain ASI kepada diet bayi akan

menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi, yang akan

merupakan risiko untuk terjadinya penurunan produksi ASI.

2) Pengenalan serealia dan sayur-sayuran tertentu dapat

mempengaruhi penyerapan zat besi dari ASI sehingga

menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.

17
3) Resiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih

ASI.

4) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer,

buburnys berkuah atau berupa sup karena mudah dimakan oleh

bayi. makanan ini memang membuat lambung penuh, tetapi

memberi nutrient lebih sedikit daripada ASI sehingga kebutuhan

gigi / nutrisi anak tidak terpenuhi.

5) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga

resiko infeksi meningkat.

6) Anak akan minum ASI lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

2. Resiko jangka panjang

1) Obesitas

Kelebihan dalam memberikan makanan adalah risiko utama dari

pemberian makanan yang terlalu dini pada bayi. Konsekuensi pada

usia-usia selanjutnya adalah terjadi kelebihan berat badan ataupun

kebiasaan makan yang tidak sehat.

2) Hipertensi

Kandungan natrium dalam ASI yang cukup rendah (± 15mg/

100ml). Namun, masukan dari diet bayi dapat meningkat drastis

jika makanan telah dikenalkan. Konsekuensi di kemudian hari akan

menyebabkan kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya

gangguan / hipertensi.

18
3) Arterioskeloris

Pemberian makanan pada bayi tanpa memperhatikan diet yang

mengandung tinggi enegi dan kaya akan kolesterol serta lemak

jenuh, sebaliknya kandungan lemak tak jenuh yang rendah dapat

menyebabkan terjadinya arterioskeloris dan penyakit jantung

iskemik.

4) Alergi makanan

Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini

dapat menyebabkan alergi terhadap makanan. Manifestasi alergi

secara klinis meliputi : gangguan gastrointestinal, dermatologis,

gangguan pernafasan sampai terjadi syok anafilaktik.

2.1.10 Prinsip Pedoman Pemberian MP-ASI

Menurut Riksani (2012) ada beberapa prinsip pedoman pemberian

MP-ASI antara lain :

1. Lanjutkan pemberian ASI sesuai keinginan bayi (on demand) sampai

bayi berusia 2 tahun atau lebih.

2. Lakukan, yaitu dengan menerapkan prinsip asuhan psikososial.

Sebaiknya, ibu memberikan makanan secara pelan dan sabar, berikan

dorongan agar bayi mau makan, tetapi jangan memaksa nya untuk

makan, ajak bayi untuk bicara, dan pertahankan kontak mata. Pada

awal-awal pemberian makanan pemndamping, bayi membutuhkan

waktu untuk beradaptasi dengan jenis makanan baru yang ia temui.

19
3. Jagalah kebersihan dalam setiap makanan yang disajikan. Terapkan

pola penanganan makanan yang tepat.

4. Memulai pemberian makanan pendamping setelah bayi berusia 6 bulan

dalam sejumlah sedikit. Secara bertahap, ibu bisa menambah

jumlahnya sesuai usia bayi.

5. Sebaiknya, variasi makanan secara bertahap ditambah agar bayi bisa

merasakan segala macam citarasa.

6. Frekuensi makanan ditambah secara bertahap sesuai pertambahan

usianya, yaitu 2 – 3 kali sehari pada usia 6 – 8 bulan dan 3 – 4 kali

sehari pada usia 9 – 24 bulan. Dengan tambahan makanan selingan 1 –

2 kali bila diperlukan.

7. Berilah variasi makanan yang kaya akan zat besi.

8. Usahakan untuk membuat sendiri makanan yang akan diberikan

kepada bayi dan hindari makanan instant. Jika terpaksa memberikan

makanan instant sebaiknya anda bijak dalam melihat komposisi nutrisi

yang terkandung didalam nya.

9. Saat anak anda mengalami sakit, tambahkan asupan cairan (terutama

berikanlah air susu lebih sering) dan dorong anak untuk makan

makanan yang lunak yang ia senangi.

2.1.11 Waktu Pemberian MP-ASI

Menurut Riksani (2012) untuk memulai pemberian MP-ASI, yang

terpenting adalah kesiapan bayi untuk mulai menerima nya. Berikut adalah

20
tanda – tanda yang dapat diperhatikan pada bayi yang menunjukkan

kesiapan untuk menerima makanan pendamping, yaitu :

1. Bayi dapat menegakkan dan mengontrol kepala dengan baik

2. Bayi dapat duduk dengan bersandar tanpa dibantu.

3. Bayi menunjukkan minat terhadap makanan keluarga, seperti

memperhatikan ibu sedang makan dan berusaha meraih makanan

tersebut.

2.1.12 Faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini

Pemberian MP-ASI terlalu dini juga dapat dipengaruhi dari

beberapa faktor antara lain:

1. Faktor Predisposisi

1) Usia

Menurut Hurlock ( dalam Chairani, 2013) usia dapat mempengaruhi

cara berfikir, bertindak dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa

umumnya memiliki emosi yang stabil dibandingkan dengan usia yang

lebih muda. Usia ibu akan mempengaruhi kesiapan emosi ibu. Usia

ibu yang terlalu muda saat hamil bisa menyebabkan kondisi fisiologis

dan psikologisnya belum siap menjadi ibu. Hal ini dapat

mempengaruhi kehamilan dan pengasuhan anak. Pada umur 20-30

tahun merupakan idealnya rentang usia yang aman untuk bereproduksi

dan pada umumnya ibu pada usia tersebut memiliki kemampuan

laktasi yang lebih baik daripada yang berumur lebih dari 30 tahun.

21
2) Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik indiviidu, kelompok, atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan. Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

cenderung memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang mempunyai

pendidikan formal lebih banyak memberikan susu botol pada usia 2

minggu dibanding ibu tanpa pendidikan formal. Tingkat pendidikan

mempengaruhi cara berpikir dan perilaku (Nauli, 2012).

3) Pengetahuan

Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan. Jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik, maka diharapkan

status gizi ibu dan balitanya juga baik. Pengetahuan ibu berhubungan

dengan tingkat pengenalan informasi tentang pemberian makanan

tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan.Pengetahuan ibu

tentang kapan pemberian makanan tambahan, fungsi makanan

tambahan, makanan tambahan dapat meningkatkan daya tahan tubuh

dan risiko pemberian makanan pada bayi kurang dari enam bulan

sangatlah penting. Tetapi bayak ibu-ibu yang tidak mengetahui hal

tersebut diatas sehingga memberikan makanan tambahan pada bayi

usia di bawah enam bulan tanpa mengetahui risiko yang akan timbul.

Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi

gizi. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih

22
kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan

makanan. Sehinga sulit menerima informasi baru tentang gizi (Nauli,

2012).

4) Pekerjaan

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau

keuntungan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat pekerja

memiliki peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku

dan tujuan pembangunan, dimana dengan berkembangnya IPTEK

dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan

mempunyai produktifitas yang tinggi sehingga mampu meningkatkan

kesejahteraan. Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang berhubungan

dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memperoleh penghasilan

guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang menjadi alasan pemberian

makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Pekerjaan

ibu bisa saja dilakukan di rumah, di tempat kerja baik yang dekat

maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering memberikan

makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar

pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa (Nauli, 2012).

5) Pendapatan

Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi

keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan

menjadi lebih besar. Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan

23
yang diterima, yang jika dibandingkan dengan pengeluaran, masih

memungkinkan ibu untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi

usia kurang dari enam bulan. Biasanya semakin baik perekonomian

keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah,

sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli

akan makanan tambahan lebih sukar Tingkat penghasilan keluarga

berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini. Penurunan prevalensi

menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan ekonomi

menengah ke atas. Penghasilan keluarga yang lebih tinggi

berhubungan positif secara signifikan dengan pemberian susu botol

pada waktu dini dan makanan buatan pabrik (Nauli, 2012).

2. Faktor Pendorong

1) Pengaruh Iklan

Sumber informasi diduga berpengaruh dalam pemberian susu formula.

Media massa khususnya televisi dan radio, memiliki pengaruh yang

besar terhadap pemberian susu formula, karena iklan pada media

tersebut produsen berusaha menampilkan beberapa kelebihan dari

beberapa produk mereka yang sangat penting bagi pertumbuhan bayi,

sehingga seringkali ibu beranggapan bahwa susu formula lebih baik

dari ASI (Chairani, 2013).

3. Faktor Pendukung

1) Dukungan Petugas Kesehatan

24
Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan sesuatu pekerjaan

di bidang kesehatan atau orang mampu melakukan pekerjaan di

bidang kesehatan. Faktor petugas kesehatan adalah kualitas petugas

kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih untuk

memberikan makanan tambahan pada bayi atau tidak. Petugas

kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak memberi

makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya,

jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik kepada ibu yang

memiliki bayi usia kurang dari enam bulan, maka pada umumnya ibu

mau patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu

petugas kesehatan diharapkan menjadi sumber informasi tentang

kapan waktu yang tepat memberikan makanan tambahan dan risiko

pemberian makanan tambahan dini pada bayi (Nauli, 2012).

2) Dukungan Keluarga

Menurut Afifah (dalam Chairani, 2013) lingkungan keluarga

merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan ibu menyusui bayinya secara eksklusif. Keluarga (suami,

orang tua, mertua, ipar, dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa

serorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga untuk berhasil

menyusui secara eksklusif, misalnya dengan cara menggantikan

sementara tugas ibu rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan

membersihkan rumah.

25
2.2 Konsep Status Gizi

2.2.1 Definisi Status Gizi

Status Gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Adapun kategori dari status gizi

dibedakan menjadi 3 yaitu gizi lebih, gizi baik, dan gizi buruk (Mardalena,

2017).

Status Gizi adalah tingkat keadaan gizi seseorang yang dinyatakan

menurut jenis dan beratnya keadaan gizi misalnya gizi lebih, gizi baik, gizi

kurang dan gizi buruk. Status gizi merupakan keseimbangan antara

kebutuhan zat gizi dan konsumsi makanan (Alfiana, 2017).

Status gizi adalah salah satu unsur penting dalam membentuk

status kesehatan. Status gizi (nutritional satus) adalah keadaan yang

diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dan

kebutuhan zat gizi oleh tubuh (Wiyono, 2017).

Jadi kesimpulannya Status Gizi adalah suatu keadaan tingkat gizi

pada tubuh bayi yang diakibatkan dari keseimbangan antara asupan zat

gizi dan kebutuhan zat gizi dari makanan oleh tubuh.

2.2.2 Penilaian Status Gizi

Menurut Mardalena (2017) dalam ilmu gizi ada dua metode

penilaian status gizi yaitu penilaian status gizi langsung dan penilaian

status gizi tidak langsung. Penilaian status gizi langsung terdiri dari

antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian status

26
gizi tidak langsung terdiri dari survei, konsumsi makanan, statistik vital,

dan faktor ekologi.

2.2.3 Parameter Penilaian Status Gizi

Menurut Wiyono (2017) beberapa contoh ukuran tubuh manusia

sebagai parameter antropometri yang sering digunakan untuk menentukan

status gizi antara lain:

1. Berat Badan

Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan

mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan

komposit pengukuran ukuran total tubuh. Beberapa alasan mengapa

berat badan digunakan sebagai parameter antropometri. Alasan

tersebut di antaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat

dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat ini.

Pengukuran berat badan memerlukan alat yang hasil ukurannya akurat.

Untuk mendapatkan ukuran berat badan yang akurat, terdapat beberapa

persyaratan alat ukur berat di antaranya adalah alat ukur harus mudah

digunakan dan dibawa, mudah mendapatkannya, harga alat relatif

murah dan terjangkau, ketelitian alat ukur sebaiknya 0,1 kg (terutama

alat yang digunakan untuk memonitor pertumbuhan), skala jelas dan

mudah dibaca, cukup aman jika digunakan, dan alat selalu dikalibrasi.

Beberapa jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk mengukur

berat badan adalah dacin untuk menimbang berat badan balita,

27
timbangan detecto, bathroom scale (timbangan kamar mandi),

timbangan injak digital, dan timbangan berat badan lainnya.

2. Tinggi Badan

Tinggi badan menggambarkan ukuran pertumbuhan massa tulang

yang terjadi akibat dari asupan gizi. Oleh karena itu tinggi badan

digunakan sebagai parameter antropometri untuk menggambarkan

pertumbuhan linier. Pertambahan tinggi badan atau panjang terjadi

dalam waktu yang lama sehingga sering disebut akibat masalah gizi

kronis. Istilah tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan

cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan

berbaring (belum bisa berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur dengan

ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun

dengan menggunakan microtoise. Alat ukur yang digunakan untuk

mengukur tinggi badan atau panjang badan harus mempunyai ketelitian

0,1 cm. Tinggi badan dapat diukur dengan menggunakan microtoise.

Kelebihan alat ukur ini adalah memiliki ketelitian 0,1 cm, mudah

digunakan, tidak memerlukan tempat yang khusus, dan memiliki harga

yang relatif terjangkau. Kelemahannya adalah setiap kali akan

melakukan pengukuran harus dipasang pada dinding terlebih dahulu.

Sedangkan panjang badan diukur dengan infantometer (alat ukur

panjang badan).

28
3. Lingkar kepala

Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran ukuran

pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak, walaupun tidak

sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak. Pengukuran lingkar

kepala merupakan predikator terbaik dalam melihat perkembangan

syaraf anak dan pertumbuhan global otak dan struktur internal. Bayi

laki-laki yang baru lahir ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 36 cm,

dan pada usia 3 bulan menjadi 41 cm. Sedangkan pada bayi perempuan

ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 35 cm, dan akan bertambah

menjadi 40 cm pada usia 3 bulan. Pada usia 4-6 bulan akan bertambah

1 cm per bulan, dan pada usia 6- 12 bulan pertambahan 0,5 cm per

bulan.

Cara mengukur lingkar kepala dilakukan dengan melingkarkan pita,

pengukur melalui bagian paling menonjol di bagian kepala belakang

(protuberantia occipitalis) dan dahi (glabella). Saat pengukuran sisi

pita yang menunjukkan sentimeter berada di sisi dalam agar tidak

meningkatkan kemungkinan subjektivitas pengukur. Kemudian

cocokkan terhadap standar pertumbuhan lingkar kepala.

4. Umur

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang

salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang

akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai penentuan umur yang

29
tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan

untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun.

Oleh karena itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.

Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari.

Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, yang artinya sisa

umur dalam hari tidak diperhitungkan (Prawesti, 2016).

2.2.4 Indeks Antropometri

Menurut Mardalena (2017) antroprometri adalah ukuran tubuh

manusia. Pengukuran menggunakan metode ini dilakukan karena manusia

mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan mencakup

perubahan besar, jumlah, ukuran dan fungsi sel, jaringan, organ tingkat

individu yang diukur dengan ukuran panjang, berat, umur tulang, dan

keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam

pola yang teratur dan dapat diramalkan. Pertumbuhan dan perkembangan

dipengaruhi oleh faktor internal (genetik) dan faktor eksternal

(lingkungan).

Metode antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energi (karbohidrat dan lemak). Metode ini memiliki

keunggulan dimana alat mudah, dapat dilakukan berulang-ulang dan

objektif, siapa saja bisa dilatih mengukur, relatif murah, hasilnya mudah

disimpulkan, secara ilmiah diakui kebenarannya, sederhana, aman, bisa

sampel besar tepat, akurat, dapat menggambarkan riwayat gizi masa lalu,

30
bisa untuk skrining, dan mengevaluasi status gizi. Selain dari keunggulan,

ada pula kelemahannya antara lain tidak sensitif dan spesifik mengukur

suatu zat gizi, bisa dipengaruhi faktor diluar gizi misalnya penyakit, bisa

terjadi pengukuran.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter parameter terdiri dari umur, berat badan,

tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala dll. Setiap indeks

antropometri memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing antara

lain:

1. BB/U

Kelebihan dari BB/U yaitu mudah, cepat dimengerti, bisa

mengukur status akut dan kronis, sensitif terhadap perubahan, dapat

mendeteksi overweight. Sedangkan kelemahannya yaitu dipengaruhi

ascites, harus tahu jelas tanggal lahir, sering salah dalam pengukuran.

2. TB/U

Kelebihan dari TB/U yaitu alat mudah, murah, fleksibel, bisa

mengukur gizi masa lampau. Sedangkan kelemahannya yaitu tinggi

badan lambat berubah, posisi harus tepat, umur harus pasti.

3. BB/TB

Kelebihan dari BB/TB yaitu tidak perlu data umur, dapat

membedakan proporsi badan gemuk, normal, kurus. Sedangkan

kelemahannya yaitu tidak memberikan gambaran tinggi anak menurut

31
seumuran, sulit dilakukan pada balita, alat ukur 2 macam, lebih

lama,sering terjadi kesalahan pengukuran.

4. LLA/U

Kelebihan dari LLA/U yaitu baik untuk menilai Kekurangan

Energi Protein (KEP) berat, murah, mudah. Sedangkan kelemahannya

yaitu sulit menentukan ambang batas, sulit menilai pertumbuhan anak

usia 2-5 tahun.

2.2.5 Z Score

Berdasarkan Riskesdas (2013) Status gizi anak balita diukur

berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan

anak balita ditimbang menggunakan timbangan digital yang memiliki

presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur menggunakan alat ukur

panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB/PB anak balita

disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U, dan

BB/TB. Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka berat badan dan

tinggi badan setiap anak balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar

(Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan

mengurangi Nilai Individual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku

Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan

Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

32
2.2.6 Kategori Status Gizi

Berdasarkan Riskesdas (2013) nilai Zscore status gizi anak balita

ditentukan dengan batasan sebagai berikut :

a. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U :

Gizi buruk : Zscore < -3,0

Gizi kurang : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0

Gizi baik : Zscore ≥ -2,0

b. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U:

Sangat pendek : Zscore <-3,0

Pendek : Zscore ≥- 3,0 s/d Zscore < -2,0

Normal : Zscore ≤-2,0

c. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB:

Sangat kurus : Zscore < -3,0

Kurus : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0

Normal : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

Gemuk : Zscore > 2,0

2.2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada bayi

Menurut Rifatul (2012) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

status gizi balita terbagi menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri anak itu

sendiri, yang meliputi status kesehatan, umur, jenis kelamin, dan ukuran

tubuh. Status kesehatan berkaitan dengan adanya hambatan reaksi

imunologis dan berhubungan dengan terjadinya prevalensi dan beratnya

33
penyakit infeksi, seperti kwashiorkor atau marasmus sering didapatkan

pada taraf yang sangat berat. Infeksi sendiri mengakibatkan penderita

kehilangan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare. Faktor

umur merupakan faktor yang sangat menentukan banyaknya kebutuhan

protein terutama pada golongan balita yang masih dalam masa

pertumbuhan. Terkait dengan faktor jenis kelamin, jenis kelamin wanita

lebih banyak kasusnya Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi status

gizi yaitu 11 faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri. Faktor

ini meliputi pendidikan, pengetahuan, infeksi dan pendapatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi meliputi:

1. Program pemberian makanan tambahan

Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini biasanua

diperoleh saat mengikuti posyandu. Adapun pemberin tambahan

makanan tersebut berupa makanan pengganti ASI yang biasa didapat

dari puskesmas setempat.

2. Tingkat Pendapatan

Keluarga Dinegara Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk

sebagian rendah adalah golongan rendah dan menengah akan

berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang

bergizi

3. Pemeliharaan kesehatan

Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan

(health promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi,

34
olah raga dan sebagainya termasuk juga perilaku pencegahan penyakit

(health prevention behavior) yang merupakan respon untuk melakukan

pencegahan penyakit.

4. Pola Asuh Keluarga

Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua kepada

anak-anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian, kasih

sayang yang akan berdampak terhadap perkembangan fisik, mental dan

emosional.

5. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model penilaian

status gizi. Tujuan pengukuran sangat diperhatikan dalam memilih

metode, seperti tujuan ingin melihat fisik seseorang. Maka metode

yang digunakan adalah antropemetri.

2.2.8 Gangguan Akibat Kekurangan Gizi

Menurut Mardalena (2017) penyakit akibat malnutrisi adalah:

1. Kekurangan Kalori dan Protein (KKP)

Kekurangan Kalori dan Protein terjadi jika kebutuhan kalori, protein,

atau keduanya di dalam tubuh tidak tercukupi oleh diet. Kekurangan

kalori dan protein kadangkala terjadi bersamaan walaupun salah satu

akan mendominasi. Penyakit yang dapat ditimbulkan akibat KKP

antara lain:

1) Kwarshiorkor

Kwarshiorkor terjadi ketika tubuh kekurangan protein dalam

jumlah besar. Penderita kwarshiorkor mengalami

35
penggelembungan pada bagian tubuh dan organ dalam (hati).

Tanda klinis kwarshiorkor yaitu edema di seluruh tubuh, wajah

membulat, otot-otot mengecil tidak mampu berdiri dan duduk

hanya mampu berbaring, cengeng dan mudah rewel, mata sayu,

penderita mengalami perubahan pigmen rambut, kulit terdapat

bercak memerah dengan tepi yang menghitam dan sangat sensitif

sera mudah terkelupas, sering disertai infeksi, anemia dan diare

kronik.

2) Marasmus

Marasmus terjadi ketika tubuh kekurangan kalori dalam jumlah

besar. Tanda-tanda klinis dari marasmus antara lain kulit kering

tidak lentur dan mudah berkerut, wajah seperti orang tua, cengeng

dan mudah rewel, sering diare kronik atau konstipasi, berat badan

hanya sekitar 60% dari seharusnya, rambut tipis, kusam dan mudah

patah bahkan tercabut tanpa rasa sakit, dinding perut menegang dan

dinding limfe mudah sekali diraba.

3) Marasmik-Kwarshiorkor

Marasmik-Kwarshiorkor merupakan kondisi gabungan antara

marasmus dan kwarshiorkor yang disertai dengan edema. Tanda-

tanda klinis marasmik-kwarshiorkor antara lain tanda-tanda klinis

marasmus dan kwarshiorkor juga dialami oleh marasmik-

kwarshiorkor, pengecilan otot, kwarshiorkor edema dengan atau

tanpa lesi kulit, pengurangan lemak bawah kulit seperti marasmus,

36
jika edema hilang pada pengobatan awal, penderita akan tampak

seperti marasmus, marasmus dan kwarshiorkor muncul bersamaan

dan didominasi kekurangan protein yang parah.

2. Gangguan Gizi Akibat kekurangan vitamin A

Kebutaan yang disebabkan oleh malnutrisi merupakan akibat dari

defisiensi vitamin A yang berkepanjangan. Vitamin A sendiri sangat

penting dalam menopang fungsi tubuh termasuk penglihatan, inetgritas

sel, kompetensi kekebalan serta pertumbuhan. Kekurangan vitami A

seperti ini dapat disimpulkan sebagai penyakit sistemik yang

mempengaruhi dan mengganggu sel dan jaringan seluruh tubuh.

Penyakit mata yang diakibatkan kekurangan vitamin A disebut

xeropahtalmia, penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang

paling sering terjadi pada anak-anak di Indonesia (Prawesti, 2016).

3. Gangguan gizi akibat kekurangan yodium (GAKY)

Kekurangan yodium ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar

tiroid di leher. Defisiensi yodium dapat menyebabkan kretin

neurologic atau pertumbuhan cebol yang disertai keterlambatan

perkembangan jiwa serta menurunnya kecerdasan anak. GAKY dapat

terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Penyebab terjadinya

GAKY ini meliputi kurang intake yodium, nutrisi, kondisi air dan

tanah yang tidak mengandung yodium dan keturunan (Prawesti,2016).

37
4. Obesitas

Timbulnya obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor

keturunan dan lingkungan. Tentu saja faktor utama adalah asupan

energi yang tidak sesuai penggunaan. Obesitas sering ditemui pada

anak-anak sebagai berikut anak yang setiap menangis sejak bayi diberi

susu botol, bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan

padat, anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi, anak

yang selalu hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat sesuai

keinginan orang tua, anak yang malas untuk beraktivitas fisik

(Marimbi, 2010).

2.3 Konsep Diare

2.3.1 Definisi Diare

Diare merupakan sindrom penyakit yang di tandai dengan

perubahan bentuk dan konsistensi tinja melambat sampai mencair, serta

bertambahnya frekuansi buang air besar dari biasanya hingga 3 kali atau

lebih dalam sehari. Dengan ungkapan lain, diare adalah buang air besar

(defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan. Kandungan

air dalam tinja lebih banyak daripada biasanya (normal 100-200 ml per

jam tinja) atau frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan 3

kali pada anak (Fida;Maya, 2012).

Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Buang

air besar yang tidak normal dan bentuk tinja yang cair disertai dengan

38
frekuensi yang lebih dari biasanya. Bayi dikatakan diare apabila sudah

lebih dari 3x buang air besar sedangkan neonatus dikatakan diare apabila

sudah lebih dai 4x buang air besar (Proverawati, 2010).

Jadi kesimpulannya Diare adalah suatu keadaan penyakit yang

ditandai dengan pengeluaran tinja yang yang tidak normal dan konsistensi

tinja yang mencair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari.

2.3.2 Etiologi Diare

Menurut Fida dan Maya (2012) anak yang mengalam diare

disebabkan oleh infeksi virus (enterovirus dan rotavirus), bakteri

(etamuba coli, salmonella, dan sigella) , atau parasit (cacing dan jamur).

Akan tetapi, tidak sedikit diare yang disebabkan oleh faktor alergi

komponan makanan, keracunan, dan malabsorpsi nutrisi. Sebenarnya,

diare bukanlah penyakit melainkan pertanda adanya bahaya dalam saluran

pencernaan anak sehingga usus berusaha mengeluarkan kuman tersebut

dan terjadinya diare. Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya diare

pada anak diantaranya :

1. Infeksi oleh bakteri,virus,atau parasit.

2. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.

3. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain, seperti

campak, infeksi telinga, infeks tenggorokan, malaria dan sebagainya.

Selain beberapa faktor tersebut kesehatan lingkungan, tingkat

pendidikan, pekerjaan orang tua, usia anak, asupan gizi, sosial

39
ekonomi, dan makanan serta minuman yang di konsumsi juga

berpotensi sebagai penyebab diare.

2.3.3 Manifestasi Klinis Terhadap Diare

Menurut Fida dan Maya (2012) selain terjadi perubahan pada tinja,

anak yang terkena diare juga mengalami kondisi seperti :

1. Muntah

2. Badan terlihat lesu atau lemah

3. Panas

4. Kurang nafsu makan bahkan tidak memiliki nafsu makan

5. Keluarnya darah serta lendir yang menyertai kotoran.

2.3.4 Faktor Risiko Diare Pada Bayi

Faktor risiko terjadinya diare pada bayi menurut Pangesti (2016)

antara lain :

1. Faktor perilaku antara lain :

1) Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif)

2) Memberikan makanan pendamping (MP ASI) terlalu dini akan

mempercepat bayi kontak terhadap kuman dan terjadinya diare.

Makanan pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan 3 kali

sehari. Pemberian MP ASI yang berlebihan atau diberikan lebih

dari 3 kali sehari dapat mengakibatkan terjadinya diare

3) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena

penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

40
4) Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum

memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah

membersihkan BAB anak

5) Penyimpanan makanan yang tidak higienis

2. Faktor lingkungan antara lain :

1) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya

ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK)

2) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari

penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain:

kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi

/imunosupresi dan penderita campak. Sedangkan menurut Hartono

(2008), pemberian makanan tambahan seharusnya diberikan pada saat bayi

berumur 6 bulan keatas. Beberapa enzim pemecahan protein seperti asam

lambung, pepsin, lipase, enzim amilase akan diproduksi sempurna pada

saat bayi berumur 6 bulan. Pada bayi yang berumur 0-6 bulan rentan

terkena diare dikarenakan enzim laktosa dalam usus kerapatannya belum

sempurna sehingga sulit untuk menguraikan kuman-kuman yang masuk

sehingga bayi diare.

2.3.5 Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare menurut

Proverawati (2010), antara lain :

1. Gangguan ostimotik

41
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh

tubuh akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi

rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkan isi dari usus sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu, misalnya oleh toksin pada dinding usus

yang akan terjadi peningkatan sekresi air, dan eletrolit yang berlebih ke

dalam rongga usus, sehingga terjadi peningkatan isi dari rongga usus

yang merangsang pengeluaran isi dari rongga usus sehingga timbul

diare.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan bagi

usus untuk menyerap makanan yang masuk sehingga timbul diare.

Sebaliknya apabila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan

bakteri tumbuh berlebihan didalam rongga usus, sehingga

menyebabkan diare pula.

2.3.6 Epidemiologi Penyakit Diare

Menurut Pangesti (2016), kuman peyebab diare menyebar melalui

mulut (oralfecal) antara lain melalui makanan atau minuman akibat

tercemar oleh feses dan/atau kontak langsung dengan feses penderita akan

tetapi ada beberapa perilaku khusus yang dapat menyebabkan penyebaran

kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare, perilaku yang

dimaksud adalah :

42
1. Tidak memberikan ASI (air susu ibu) secara penuh untuk waktu 4-6

bulan. Risiko untuk menderita diare berat beberapa kali lebih besar

pada bayi yang tidak diberi ASI dibandingkan dengan bayi diberi ASI

penuh, risiko kematian karena diare juga lebih besar.

2. Penggunaan botol susu yang tidak bersih, penggunaan botol ini

memudahkan pencemaran oleh kuman yang berasal dari feses dan

sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang

tidak bersih, maka akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak

segera diminum kuman akan tumbuh.

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, kalau makanan

dimasak dan disimpan untuk digunakan kemudian, keadaan ini

memudahkan terjadinya pencemaran, seperti kontak dengan

permukaan alat-alat yang terpapar, karena makanan yang disimpan

beberapa jam pada sushu kamar, kuman dapat berkembang biak.

4. Penggunaan air minum yang tercemar bakteri dari feses, air mungkin

terpapar dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran

dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup, atau

apabila tangan yang tercemar kuman mengenai air sewaktu

mengambilnya, dari tempat penyimpanan.

5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang

feses, atau sebelum memasak makanan.

6. Membuang feses ( termasuk feses bayi) dengan tidak benar, ada

anggapan di masyarakat bahwa feses bayi tidak membahayakan

43
kesehatan, padahal sebenarnya feses bayi mengandung virus atau

bakteri dalam jumlah besar. Feses binatang dapat pula menyebabkan

infeksi pada manusia.

2.3.7 Penatalaksanaan Diare

Menurut Fida dan Maya (2012) jika tidak mendapatkan

penanganan yang tepat, anak yang menderita diare, pertumbuhannya bisa

terganggu karena kurangnya asupan gizi. Bahkan diare dapat berakibat

kematian bila dehidrasi tidak ditangani dengan baik. Sebenarnya, sebgian

besar diare bisa sembuh sendiri (self limiting disease) asalkan dicegah

terjadinya dehidrasi yang merupakan penyebab kematian.

Untuk menghindari akibat yang fatal, orang tua dan ahli kesehatan harus

melakukan pengobatan yang tepat dan akurat. Ada beberapa prinsip

pengobatan terhadap diare diantaranya sebagai berikut :

1. Rehidrasi

Ketika seorang anak mengalami diare, banyak cairan yang keluar ari

tubuhnya. Oleh karena itu, diperlukan penggantian cairan yang hilang

atau yang disebut rehidrasi. Pemberian cairan ini bisa melalui mulut

(diminum) maupun infus (jika anak mengalami dehidrasi berat).

2. Memberi asupan gizi yang baik

Saat anak menderita diare banyak zat yang dibutuhkan oleh tubuh

dikeluarkan bersama tinja. Oleh karena itu, makanan dan asupan

nutrisi yang memadai harus tetap diberikan agar anak memiliki energi

yang cukup, sehingga dapat membantu pemulihan kesehatannya.

44
3. Pemberian obat seperlunya

Pemberian obat secara berlebihan bukanlah cara yang tepat dalam

mengatasi diare yang diderita oleh anak. Bahkan hal itu dapat

mengakibatkan diare kronis. Sebab itu sebagian besar diare bisa

disembuhkan tanpa pemberian antibiotik dan antidiare.

2.3.8 Pencegahan Diare

Menurut Fida dan Maya (2012) Biasanya diare menyebar dan

menginfeksi anak melalui 4 faktor yaitu food, feces, fly, finger. Oleh

karena itu, untuk mencegah agar penyakit ini tidak menyebar dan menular,

cara yang paling praktis adalah memutus rantai penularan tersebut. Faktor

kebersihan menjadi faktor yang terpenting untuk menghindarkan anak dari

penyakit diare.

Adapun beragam upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah menyebar

dan menularnya diare adalah pemberian makanan yang higienis,

menyediakan air minum yang bersih, menjaga kebersihan perorangan,

membiasakan mencuci tangan sebelum makan, buang air besar pada

tempatnya, menyediakan tempat pembuangan sampah yang memadai,

memberantas lalan, dan menjaga kebersihan lingkungan.

2.4 Teori Lawrence W. Green

Menurut Nursalam (2016) Lawrence Green menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku adan faktor

45
lingkungan. Untuk mewujudkan suatu perilaku kesehatan, diperlukan

pengelolaan manajemen program melalui tahap pengkajian, perencanaan,

intervensi, sampai dengan penilaian dan evaluasi. Selanjutnya perilaku

kesehatan ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor antara lain :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor

internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok atau

masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku yang

terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-

nilai, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedinya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan faktor yang

menguatkan perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan, teman sebaya, orang tua, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

Ketiga faktor penyebab tersebut dipengaruhi oleh faktor penyuluhan dan

faktor kebijakan, peraturan serta organisasi. Semua faktor-faktor tersebut

merupakan ruang lingkup promosi kesehatan.

46
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah gambaran isi penelitian agar dapat dikomunikasikan

dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (baik

variabel diteliti maupun variabel yang tidak diteliti (Nursalam, 2016).

Keterangan :

: Diteliti : Berhubungan
: Tidak Diteliti : Pengaruh
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Hubungan Pemberian MP-ASI Dini Dengan
Status Gizi Dan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan

47
Makanan Pendamping ASI adalah makanan dan minuman yang diberikan

kepada bayi berusia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh

kembang bayi. Pemberian MP-ASI dini disebabkan oleh 3 faktor yaitu: faktor

predisposisi, faktor pendorong, faktor pendukung. Faktor predisposisi terdiri dari

usiapendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan. Faktor pendorong

meliputi pengaruh iklan, sedangkan faktor pendukung meliputi dukungan petugas

kesehatan dan dukungan keluarga. Selain itu, pemberian MP-ASI terlalu dini

mempunyai dampak yaitu obesitas, hipertensi, ateriosklerosis, aergi makanan,

status gizi, dan diare. Sehingga dari kerangka konsep diatas peneliti

menghubungkan pemberian MP-ASI dini dengan Status gizi dan Diare. Status gizi

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu program pemberian makanan tambahan,

tingkat pendapatan, pemeliharaan kesehatan, pola asuh keluarga, faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam memilih model penilaian status gizi. Sedangkan diare

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor perilaku dan faktor lingkungan.

3.2 Hipotesis

H1 : Ada Hubungan Pemberian MP-ASI Dini Dengan Status Gizi Pada Bayi

Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota

Madiun.

H2 : Ada Hubungan Pemberian MP-ASI Dini Dengan Kejadian Diare Pada

Bayi Usia 0-6 Bulan Posyandu Balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota

Madiun.

48
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan

menggunakan rancangan cross sectional dengan mengobservasi/

pengukuran data variabel independen dan variabel dependen hanya satu

kali pada suatu saat. Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis

tentang hubungan pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP ASI)

dini dengan status gizi dan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. Pada

penelitian ini dilakukan observasi atau pengukuran data variabel

independen dan variabel dependen yang dinilai satu kali dalam waktu yang

sama.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Target populasi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita

usia 0-6 bulan di wilayah yaitu sebanyak 53 bayi, jumlah tersebut

diperoleh dari data kunjungan di Posyandu Balita wilayah Kelurahan

Banjarejo.

4.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita

usia 0-6 bulan yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel

penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling.

49
1. Kriteria Inklusi

1) Ibu yang bersedia menjadi responden.

2) Ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan.

3) Ibu yang memberikan MP-ASI dini dan tidak memberikan MP-

ASI dini.

4) Ibu yang bisa membaca dan menulis.

2. Kriteria Ekslusi

1) Ibu yang menolak menjadi responden

2) Bayi yang memiliki kelainan kongenital

3. Besar Sampel
Keterangan :
n = N : Jumlah populasi
n : Jumlah sampel
= = = 47 d : Tingkat signifikansi (p) 0,05

4.3 Teknik Sampling

Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simple

random sampling dengan cara mengambil sampel 47 bayi dari 53 populasi

yang tersedia menggunakan pengambilan nomor yang telah ditulis secara

acak setelah semuanya terkumpul. Dalam penelitian ini kurun waktu yang

ditentukan adalah selama 1 bulan di Posyandu Balita wilayah Kelurahan

Banjarejo.

50
4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Populasi
Semua Ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan di Posyandu Balita wilayah
Kelurahan Banjarejo yang berjumlah 53 bayi.

Teknik Sampling
Simple Random Sampling

Sampel
Sebagian Ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan di Posyandu Balita wilayah
Kelurahan Banjarejo yang berjumlah 47 bayi

Desain Penelitian
Cross Sectional

Pengumpulan data
Menggunakan Kuesioner, Pengukuran

Variabel Independen Variabel Dependen


Pemberian MP ASI dini Status Gizi dan Kejadian
Diare

Pengolahan Data
Editing, Coding, Data Entry, Scoring,
Tabulating, Cleaning

Analisis
Chisquare dengan α 0,05

Hasil Penelitian
Diuji untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan pemberian mp-asi dini
dengan status gizi dan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Pemberian MP-ASI Dini


dengan Status Gizi dan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan.

51
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.5.1 Variabel Bebas (Independent Variabel)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian makanan

pendamping air susu ibu (MPASI) dini.

4.5.2 Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah status gizi dan kejadian

diare pada bayi usia 0-6 bulan.

4.5.3 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan


Status Gizi dan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan
Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor
ukur
Variabel Makanan Pendamping - Umur Kuesioner Nominal Skor untuk
Independent ASI (MPASI) Dini waktu jawaban
(pemberian adalah makanan pemberian pernyataan
MPASI dini tambahan yang MPASI. jenis MP ASI
pada usia 0-6 diberikan kepada bayi - Jenis/ yang
bulan) pada usia kurang dari 6 macam diberikan,
bulan selain air susu ibu MPASI jika jawaban
(ASI). yang :
diberikan. Diberikan : 1
Tidak
diberikan : 0
Variabel Status Gizi adalah suatu Berat badan Timbangan Ordinal Kriteria skor
Dependent keadaan tingkat gizi /umur. menurut
(Status Gizi) pada tubuh bayi yang tabel Z-score
diakibatkan dari :
keseimbangan antara 1. Gizi Buruk
asupan zat gizi dan 2. Gizi
kebutuhan zat gizi dari Kurang
makanan oleh tubuh. 3. Gizi Baik
Variabel Diare adalah suatu - Frekuensi Kuesioner Nominal Skor untuk
Dependent keadaan penyakit yang BAB pernyataan
(Kejadian ditandai dengan - Bentuk kejadian
Diare) pengeluaran tinja yang feses cair diare, jika
yang tidak normal dan atau jawaban :
konsistensi tinja yang encer Ya :1
mencair dengan Tidak : 0
frekuensi lebih dari 3
kali dalam sehari pada
bayi.

52
4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner dan

pengukuran. Pada penelitian ini untuk variabel pemberian MPASI

menggunakan kuesioner yang berisi data demografi dari responden dan

pertanyaan tentang jenis MPASI. Untuk variabel status gizi menggunakan

timbangan bayi (baby scale) yang digunakan untuk menimbang berat

badan bayi. Untuk variabel kejadian diare menggunakan kuesioner yang

berisi pertanyaan tentang kejadian diare seperti frekuensi BAB dan bentuk

feses cair atau encer.

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan dengan korelasi product moment person adapun p

< 0,05 maka item pertanyaan dinyatakan valid atau didasarkan pada nilai r,

dimana pertanyaan dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel pada taraf

signifikasi 0,05 sehingga pertanyaan dapat digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Dari 15 soal yang peneliti ujikan tentang

pemberian MP-ASI hasilnya valid 15 soal..

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang

digunakan telah reliable. Hasil pengujian dengan menggunakan alpha

cronbach dengan alat ukur kuesioner dikatakan reabel jika nilai alpha

cronbach ≥ 0,60. Berdasarkan uji reabilitas yang peneliti uji coba pada 15

responden ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang diberikan MP ASI

53
dini diperoleh nilai alpha cronbach (0.900) ≥ r tabel (0.60) berarti

instrumen tersebut dinyatakan valid.

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota dan dilaksanakan pada 14-25 Mei 2018.

4.9 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai

berikut :

1. Mengurus surat ijin penelitian dengan membawa surat ijin dari Stikes

Bhakti Husada Mulia Madiun.

2. Mengurus surat ijin kepada Kepala Bakesbangpol Kota Madiun.

3. Mengurus surat ijin kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Madiun.

4. Mengurus surat ijin kepada Kepala Puskesmas Banjarejo Kota Madiun.

5. Mengurus surat ijin kepada Lurah Banjarejo Kota Madiun.

6. Mengumpulkan responden ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan

kemudian mendata terlebih dahulu.

7. Pengambilan data dengan memilih populasi sesuai dengan kehendak

peneliti.

8. Memberikan penjelasan kepada calon responden dan bila bersedia

menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani informed

consent.

54
9. Kuesioner diberikan kepada responden.

10. Kuesioner diisi dengan memberikan tanda (√) pada daftar pertanyaan.

11. Kuesioner dikumpulkan kembali setelah responden selesai mengisi

angket.

12. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden dan memeriksa

kelengkapannya.

13. Peneliti melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data.

4.10 Teknik Analisa Data

4.9.1 Pengolahan Data

1. Editing

Editting adalah data yang terkumpul selanjutnya disusun dan

memeriksa lembar observasi yang sudah diisi sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau

kekurangan yang ada.

2. Coding

Setelah data diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean

atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan untuk selanjutnya dimasukkan dalam

table kerja untuk mempermudah pembacaan.

1. Data Umum

1) Untuk data identitas ibu kategori pendidikan tamat SD

diberikan kode 1, tamat SMP diberikan kode 2, tamat SMA

55
diberikan kode 3, perguruan tinggi diberikan kode 4, tidak

sekolah diberikan kode 5.

2) Untuk data identitas ibu kategori pekerjaan petani diberikan

kode 1, pedagang diberikan kode 2, pegawai negeri diberikan

kode 3, pegawai swasta diberikan kode 4, ibu rumah tangga

diberikan kode 5.

2. Data Khusus

1) Untuk variabel pemberian MP ASI dini dengan kategori jawaban

ya diberikan kode 1, tidak diberikan kode 2.

2) Untuk variabel status gizi dengan kategori jawaban gizi buruk

kode 1, gizi kurang kode 2, gizi baik kode 3.

3) Untuk variabel kejadian diare dengan kategori jawaban ya kode

1, tidak kode 2.

3. Data Entry

Data yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau software computer dengan menggunakan aplikasi

program SPSS versi 17.0.

4. Skoring

Pengolahan data selanjutnya adalah memberikan skor untuk setiap

item pertanyaan dan menentukan nilai terendah dan tertinggi. Tahapan

ini dilakukan setelah ditetapkan kode jawaban atau kriteria yang

ditetapkan sehingga setiap jawaban atau hasil observasi dari responden

dapat diberikan skor antara lain :

56
1) Hasil observasi kuesioner pemberian MP-ASI dini ada 15 soal

yang dibagi menjadi dua bagian yaitu diberikan dan tidak

diberikan. Jika pernyataan dengan jawaban diberikan maka dinilai

= 1, jika pernyataan dengan jawaban tidak diberikan maka dinilai

= 0. Total skor jika jawaban diberikan 1-15 dan jika jawaban tidak

diberikan total skor 0.

2) Hasil lembar observasi status gizi ada 3 pilihan yaitu gizi buruk,

gizi kurang, dan gizi baik. Penilaian untuk lembar observasi diliat

dari tabel Z-score menurut BB/U. Hasil observasi dikatakan gizi

buruk jika nilai Zscore = < -3,0; dikatakan gizi kurang jika nilai

Zscore = ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0; dikatakan gizi baik jika nilai

Zscore = ≥ -2,0.

3) Hasil observasi kuesioner kejadian diare ada 2 soal yang dibagi

menjadi dua bagian yaitu Ya dan Tidak. Jika pernyataan dengan

jawaban Ya dinilai = 1, jika pernyataan dengan jawaban Tidak

dinilai= 0. Total skor jika jawaban Ya 1-2 dan jika jawaban Tidak

total skor 0.

5. Tabulating

Proses pengelompokan jawaban – jawaban yang serupa dan

menjumlahkan dengan teliti dan teratur. Setelah jawaban terkumpul

kita kelompokkan jawaban yang sama dengan menjumlahkannya. Pada

tahapan ini data diperoleh untuk setiap variabel disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi dalam bentuk tabel.

57
6. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan,

dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

4.9.2 Analisa Data

Untuk melakukan pengujian hipotesis, analisis data yang dapat dilakukan

adalah :

1. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan tabel distribusi

frekuensi dan tendensi sentral, baik variabel bebas (independen),

variabel terikat (dependen), dan deskripsi karakteristik responden

berdasarkan pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, umur.

2. Analisa Bivariat

Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk menganalisis

hubungan pemberian makanan pendamping asi dini dengan status gizi

dan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di posyandu balita wilayah

kelurahan banjarejo kota madiun.

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan pemberian makanan

pendamping asi dini dengan status gizi dan kejadian diare

menggunakan analisis uji Chisquare, apabila nilai p signifikan < 0,05

maka H0 ditolak atau hasil pengukuran valid yang artinya ada

hubungan pemberian makanan pendamping asi dini dengan status gizi

58
dan kejadian diare sedangkan p signifikan > 0,05 maka H0 diterima

atau hasil pengukuran tidak valid yang artinya tidak ada hubungan

pemberian makanan pendamping asi dini dengan status gizi dan

kejadian diare.

4.11 Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian terdapat etika yang harus diperhatikan,

antara lain sebagai berikut :

1. Informed Concent

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden dan diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

2. Anonimity

Tidak mencantumkan nama responden pada lembar observasi, hanya

menulis kode pada pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disampaikan.

3. Confidentiallity

Peneliti menjamin kerahasiaan semua informasi yang telah

dikumpulkan.

59
BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menyajikan hasil dan pembahasan penelitian tentang

Hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dini dengan status gizi

dan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 - 25 Mei

2018 penelitian ini dilakukan di posyandu balita wilayah Kelurahan Banjarejo

Kota Madiun dengan sampel sejumlah 47 responden ibu yang memiliki bayi usia

0-6 bulan.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum

Kelurahan Banjarejo merupakan kelurahan yang berada disebelah

selatan Kota Madiun. Kelurahan Banjarejo termasuk dalam wilayah kerja

dari Puskesmas Banjarejo yang memiliki 10 posyandu balita yang diadakan

di beberapa dusun. Batas wilayah Kelurahan Banjarejo yaitu:

1. Sebelah Utara :kecamatan Kartoharjo.

2. Sebelah Selatan :kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.

3. Sebelah Barat :kecamatan Mangunharjo.

4. Sebelah Timur :kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun.

60
5.1.2 Data Umum

Data umum akan menyajikan karakteristik responden berdasarkan

usia, karakteristik responden berdasarkan pendidikan, karakteristik

responden berdasarkan pekerjaan.

5.1.2.1 Karakteristik responden berdasarkan usia

Karakteristik responden berdasarkan usia di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia di


Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
pada tanggal 14 – 25 Mei 2018.
No Usia Ibu Mean Median Modus Min-Max SD
(Tahun)
1. 19-35 27 27 25 19-35 3,49
(Sumber : Lembar kuesioner identitas responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rerata usia ibu 27

tahun, usia paling banyak 25 tahun, dengan usia terendah 19 tahun dan

usia tertinggi 35 tahun serta standar devisiasi dari distribusi frekuensi

usia ibu sebesar 3,49 di Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo

Kota Madiun pada bulan Mei 2018.

5.1.2.2 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Posyandu

balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

61
Tabel 5.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan di
Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
pada tanggal 14 – 25 Mei 2018.
No. Tingkat Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
1. SD 0 0
2. SMP 6 12,8
3. SMA 24 51,1
4. Perguruan Tinggi 17 36,2
5. Tidak Sekolah 0 0
Total 47 100,0
(Sumber : Lembar kuesioner identitas responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu

dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 24 (51,1%), sedangkan

sebagian kecil ibu dengan tingkat pendidikan SMP 6 (12,8%) di

Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan

Mei 2018.

5.1.2.3 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 5.3 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di


Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
pada tanggal 14 – 25 Mei 2018.
No. Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Petani 2 4,8
2. Pedagang 4 8,5
3. Pegawai negeri 4 8,5
4. Pegawai swasta 23 48,9
5. Ibu rumah tangga 14 29,8
Total 47 100,0
(Sumber : Lembar kuesioner identitas responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu

bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 23 ibu (48,9%), sedangkan

62
sebagian kecil ibu bekerja sebagai petani sebanyak 2 ibu (4,8%) di

Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan

Mei 2018.

5.1.3 Data Khusus

Data khusus menyajikan tentang pemberian makanan pendamping ASI

(MP-ASI) Dini, status gizi pada bayi usia 0-6 bulan, kejadian diare pada

bayi usia 0-6 bulan, hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-

ASI) dini dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun, hubungan pemberian makanan

pendamping asi (MP-ASI) dini dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan

di Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun

5.1.3.1 Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) Dini

Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) Dini di

Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi pemberian makanan pendamping ASI


(MP-ASI) Dini di Posyandu balita Wilayah Kelurahan
Banjarejo Kota Madiun pada tanggal 14 – 25 Mei 2018.
No. Pemberian MP-ASI Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Diberikan 35 74,5
2. Tidak diberikan 12 25,5
Total 47 100,0
(Sumber : Lembar kuesioner responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu

memberikan MP-ASI Dini kepada bayinya sebesar 35 bayi (74,5%) di

Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan

Mei 2018.

63
5.1.3.2 Status gizi pada bayi usia 0-6 bulan

Status gizi pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status gizi pada bayi usia 0-6 bulan di
Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
pada tanggal 14 – 25 Mei 2018.
No. Keadaan Status Gizi Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Gizi buruk 4 8,5
2. Gizi kurang 34 72,3
3. Gizi baik 9 19,1
Total 47 100,0
(Sumber : Lembar kuesioner responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar bayi

dengan keadaan status gizi kurang sebanyak 34 bayi (72,3%), dan

sebagian kecil dengan keadaan status gizi buruk sebanyak 4 bayi (8,5%)

di Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada

bulan Mei 2018.

5.1.3.3 Kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan

Kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di
Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
pada tanggal 14 – 25 Mei 2018.
No. Kejadian diare Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Ya 39 83
2. Tidak 8 17
Total 47 100,0
(Sumber : Lembar kuesioner responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

64
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian mengalami

kejadian diare sebanyak 39 bayi (83%) di Posyandu balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018.

5.1.3.4 Hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dini

dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

Hasil analisis hubungan pemberian makanan pendamping asi

(MP-ASI) dini dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.7 Tabulasi silang antara pemberian makanan pendamping ASI


dini dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu
balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun bulan Mei
2018.
Status Gizi
Total
No. MP-ASI Buruk Kurang Baik p value
f % f % f % f %
1. Diberikan 4 8,5 27 57,4 4 8,5 35 74,5
2. Tidak diberikan 0 0 7 14,9 5 10,6 12 25,5 0,048
Jumlah 4 8,5 34 72,3 9 19,1 47 100
(Sumber : Lembar kuesioner responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 35 ibu yang

memberikan MP-ASI sebagian besar mengalami status gizi kurang

sebanyak 27 bayi (57,4%). Kemudian dari 12 ibu yang tidak

memberikan MP-ASI sebagian besar mengalami status gizi kurang

sebanyak 7 bayi (14,9%). Hasil dari tabel diatas menggunakan analisis

Chisquare menunjukkan hasil uji statistik valid dan didapatkan nilai

p=0,048 < α = 0,05 yang berarti bahwa Ho ditolak dan H1 diterima

sehingga ada hubungan pemberian makanan pendamping ASI dini

65
dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

5.1.3.5 Hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dini

dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

Hasil analisis hubungan pemberian makanan pendamping asi

(MP-ASI) dini dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.8 Tabulasi silang antara pemberian makanan pendamping ASI


dini dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di
Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
bulan Mei 2018.
Diare
Total
No. MP-ASI Ya Tidak P value
f % f % f %
1. Diberikan 32 68,1 3 6,4 35 74,5
2. Tidak diberikan 7 14,9 5 10,6 12 25,5 0,029
Jumlah 39 83 8 17 47 100
(Sumber : Lembar kuesioner responden di Posyandu balita
Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018)

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 35 ibu yang

memberikan MP-ASI sebagian besar mengalami mengalami diare

sebanyak 32 bayi (68,9%). Kemudian dari 12 ibu yang tidak

memberikan MP-ASI sebagian besar mengalami mengalami diare

sebanyak 7 bayi (14,9%). Hasil dari tabel diatas menggunakan analisis

Chisquare menunjukkan hasil uji statistik valid dan didapatkan nilai

p=0,029 < α = 0,05 yang berarti bahwa Ho ditolak dan H2 diterima

sehingga ada hubungan pemberian makanan pendamping ASI dini

66
dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Mengidentifikasi Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) Dini

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) Dini di Posyandu balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018 sebanyak 74,5% bayi yang

diberikan MP-ASI oleh ibunya, jumlah ini lebih besar dari yang tidak

diberikan MP-ASI oleh ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian

makanan pendamping asi dini yaitu usia, pendidikan, pengetahuan,

pekerjaan dan pendapatan. Dari 74,5% bayi yang diberikan MP-ASI ibu

memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 38,2% yang sering memberikan

MP-ASI dini.

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan dan minuman

yang diberikan kepada bayi berusia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan

gizi dan tumbuh kembang bayi sering dengan bertambahnya usia bayi.

Menurut Molika (2014) tujuan pemberian MP-ASI adalah melengkapi zat

gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi yang semakin meningkat sejalan

dengan pertambahan umur anak, mengembangkan kemampuan bayi untuk

menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai bentuk, tekstur, dan

rasa, mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan,

mencoba beradaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi

tinggi.

67
Cara pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) menurut Molika

(2014) antara lain : Setelah bayi berusia 6 bulan perkenalkan bayi ke

makanan yang padat atau di cincang halus atau makanan bertekstur semi

cair, bayi usia 6 sampai 9 bulan perkenalkan bayi dengan tekstur yang lebih

kasar (semi padat) yaitu bubur tim saring, pada umur 6 bulan alat cerna

sudah lebih berfungsi, oleh karena itu bayi mulai diperkenalkaan dengan

MP-ASI lumat 2 kali sehari.

Menurut Kemenkes (2017) bayi yang mendapat ASI Eksklusif

berjumlah 35,7% sedangkan bayi yang diberikan MP-ASI sebanyak 64,3%

dari seluruh total bayi di Indonesia. Dari hasil Pemantauan Ststus Gizi di

provinsi Jawa Timur khususnya di Kota Madiun sebanyak 27,4% bayi yang

mendapatkan ASI Eksklusif dan bayi yang diberikan MP-ASI sebanyak

73,6% dari seluruh total bayi.

Pemberian MP-ASI terlalu dini juga dapat dipengaruhi dari beberapa

faktor antara lain faktor predisposisi, faktor pendorong, faktor pendukung.

Faktor predisposisi terdiri dari usia, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan

pendapatan. Faktor pendorong meliputi pengaruh iklan, sedangkan faktor

pendukung meliputi dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga.

Dari faktor usia dan pendidikan dapat mempengaruhi pemberian MP-ASI

dini. Berdasarkan tabel 5.1 hasil penelitian faktor usia hasil terbanyak

adalah usia 25 tahun. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Yonatan

Kristianto, Tri Sulistyarini (2013) tentang Faktor Perilaku Ibu

Mempengaruhi Pemberian Makanan Pendamping Asi Pada Bayi yaitu

68
faktor usia hasil terbanyak pada usia 25 tahun. Sesuai dengan teori Menurut

Hurlock ( dalam Chairani, 2013) usia dapat mempengaruhi cara berfikir,

bertindak dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki

emosi yang stabil dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Usia ibu yang

terlalu muda saat hamil bisa menyebabkan kondisi fisiologis dan

psikologisnya belum siap menjadi ibu. Hal ini dapat mempengaruhi

kehamilan dan pengasuhan anak.

Berdasarkan tabel 5.2 sebagian besar ibu dengan tingkat pendidikan

SMA sebanyak 24 (51,1%). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yonatan

Kristianto, Tri Sulistyarini (2013) tentang Faktor Perilaku Ibu

Mempengaruhi Pemberian Makanan Pendamping Asi Pada Bayi yaitu hasil

pendidikan ibu mayoritas SMA sebanyak 23 (72%). Sesuai dengan teori

Nauli (2012) Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung

memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang mempunyai pendidikan

formal lebih banyak memberikan susu botol pada usia 2 minggu dibanding

ibu tanpa pendidikan formal. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara

berpikir dan perilaku.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018 tentang pemberian

MP ASI dini banyak responden ibu-ibu yang beralasan tidak memberikan

ASI eksklusif sampai bayi berusia minimal 6 bulan, karena merasa ASI

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya dan responden mengatakan

bayinya belum kenyang jika diberikan ASI saja. Kebiasaan ibu memberikan

69
makanan kepada bayi saat berusia 2 bulan, dan makanan yang biasa

diberikan yaitu pisang yang dihaluskan, bubur tim, biskuit yang dihaluskan.

Oleh karena itu ibu-ibu sudah memberikan makanan pendamping air susu

ibu (MP ASI) dini pada usia bayi kurang dari 6 bulan. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian MP-ASI Dini di Posyandu balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018 menunjukkan hasil lebih besar

dari pemberian MP-ASI menurut Kemenkes (2017). Sehingga peneliti

berpendapat bahwa sebagian besar ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan

sudah memberikan MP-ASI dini pada bayi usia kurang dari 6 bulan.

Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI,

apabila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi serta pemberian

makan di usia dini mengakibatkan kemampuan pencernaan bayi belum siap

menerima makanan tambahan. Resiko pemberian makanan dini seperti

pisang, nasi sering menyebabkan penyumbatan saluran cerna atau diare

serta meningkatnya resiko terkena infeksi, akibatnya banyak bayi yang

mengalami diare. Bayi yang mengonsumsi ASI, makanan tambahan dapat

diberikan setelah usia enam bulan. Selain cukup jumlah dan mutunya,

pemberian MP-ASI juga perlu memperhatikan kebersihan makanan agar

anak terhindar dari infeksi bakteri yang menyebabkan gangguan saluran

pecernaan.

Oleh sebab itu peran kader posyandu, perawat dan tenaga kesehatan

yang lain diharapkan bisa memberikan pendidikan kesehatan pada ibu yang

memiliki bayi usia 0-6 bulan agar mereka paham dan mengerti tentang

70
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) tepat sesuai dengan

usianya yaitu 6 bulan. Selain itu upaya untuk mengatasi masalah pemberian

makanan pendamping ASI dini yaitu dengana memberikan penyuluhan di

posyandu atau konseling saat kunjungan ke puskesmas dengan memberikan

ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan.

5.2.2 Mengidentifikasi Status Gizi pada Bayi Usia 0-6 Bulan

Dari hasil tabel 5.5 sebagian besar bayi dengan keadaan status gizi

kurang sebanyak 34 bayi, keadaan status gizi baik sebanyak 9 bayi dan

keadaan status gizi buruk sebanyak 4 bayi. Hal ini didukung dengan hasil

penelitian dari Risa Wargiana (2013) tentang Pemberian MP-ASI Dini

dengan Status Gizi Bayi Umur 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas

Rowotengah Kabupaten Jember dengan status gizi berdasarkan indeks berat

badan menurut umur pada bayi usia 0-6 menunjukkan hasil 17 bayi (34%)

mengalami gizi kurang.

Menurut Wiyono (2017) Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan

oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dan kebutuhan zat

gizi oleh tubuh. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari berat badan, tinggi

badan, lingkar kepala lingkar lengan. Menurut Mardalena (2017) dalam

ilmu gizi ada dua metode penilaian status gizi yaitu penilaian status gizi

langsung dan penilaian status gizi tidak langsung. Penilaian status gizi

langsung terdiri dari antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan

penilaian status gizi tidak langsung terdiri dari survei, konsumsi makanan,

statistik vital, dan faktor ekologi. Antropometri sebagai indikator status gizi

71
dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter parameter terdiri dari

umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala dll.

Menurut pendapat Wiyono (2017) terdapat beberapa hal mendasar

yang dapat mempengaruhi tubuh manusia akibat status gizi kurang yaitu

Akibat kekurangan asupan gizi pada masa pertumbuhan, anak tidak dapat

tumbuh optimal dan pembentukan otot terhambat. Kekurangan gizi pada

waktu janin dan usia balita dapat berpengaruh pada pertumbuhan otak,

karena sel-sel otak tidak dapat berkembang. Otak mencapai pertumbuhan

yang optimal pada usia 2-3 tahun, setelah itu menurun dan selesai

pertumbuhannya pada usia awal remaja. Kekurangan gizi berakibat

terganggunya fungsi otak secara permanen, yang menyebabkan berpikir

setelah masuk sekolah dan usia dewasa menjadi berkurang.Menurut WHO,

dalam Wiyono (2017) menyebutkan, bahwa gizi kurang mempunyai peran

sebesar 54% terhadap kematian bayi dan balita. Hal ini menunjukkan bahwa

gizi mempunyai peran yang besar untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian khususnya pada bayi dan balita.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018 tentang

status gizi pada bayi usia 0-6 bulan masih banyak bayi yang mengalami

status gizi kurang. Dari hasil wawancara peneliti, banyak ibu-ibu yang

memberikan makanan kepada bayi tidak sesuai dengan usia yaitu kurang

dari 6 bulan. Pemberian makanan pendamping diberikan karena bayi sering

menangis dan rewel, sehingga ibu menyimpulkan bahwa bayinya merasa

72
lapar. Makanan pendamping yang diberikan oleh ibu biasanya pisang yang

dihaluskan dan dicampur dengan madu atau susu formula. Pemberian

makanan pendamping asi dini mengganggu kemampuan bayi untuk

mencerna, mengabsorpsi dan memetabolisme makanan. Pencernaan pada

bayi usia muda yang tidak sempurna dapat mengganggu penyerapan zat gizi

lain dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan.

Dari uraian penjelasan diatas maka peran kader posyandu, perawat

dan tenaga kesehatan yang lain diharapkan ibu bisa memberikan pendidikan

kesehatan pada ibu yang memiliki bayi agar mereka tahu dan mengerti

tentang gizi yang menjadi bagian penting dari pertumbuhan dan

perkembangan, selain itu gizi memiliki keterkaitan yang erat dengan

kesehatan dan kecerdasan. Apabila seorang anak terkena defisiensi gizi

maka kemungkinan besar anak akan mudah terkena infeksi.

5.2.3 Mengidentifikasi Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan

Berdasarkan tabel 5.6 hasil distribusi Kejadian Diare pada Bayi Usia

0-6 Bulan terdapat 39 bayi yang mengalami kejadian diare. Jumlah ini lebih

besar dari yang tidak mengalami diare yaitu terdapat 8 bayi. Hal ini

didukung dengan hasil penelitian dari Lutfi Wahyuni (2015) tentang

pemberian MP-ASI Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Dengan Terjadinya Diare Di

Desa Pacet Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto dengan bayi yang

mengalami diare sebanyak 24 bayi (57,1%) dan yang tidak mengalami diare

sebanyak 18 bayi (42,9%).

73
Diare adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dengan

pengeluaran tinja yang yang tidak normal dan konsistensi tinja yang

mencair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari. Menurut Fida dan

Maya (2012) beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya diare pada

anak adalah Infeksi oleh bakteri,virus,atau parasit, Alergi terhadap makanan

atau obat tertentu, Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit

lain, seperti campak, infeksi telinga, infeks tenggorokan, malaria dan

sebagainya. Selain beberapa faktor tersebut kesehatan lingkungan, tingkat

pendidikan, pekerjaan orang tua, usia anak, asupan gizi, sosial ekonomi, dan

makanan serta minuman yang di konsumsi juga berpotensi sebagai

penyebab diare.

Maka untuk hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada bulan Mei 2018 banyak

responden yang beralasan tidak memberikan ASI eksklusif sampai bayi

berusia minimal 6 bulan, karena merasa ASI tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan bayinya dan responden mengatakan bayinya belum

kenyang jika diberikan ASI saja. Oleh karena itu ibu-ibu sudah memberikan

makanan pendamping air susu ibu (MP ASI) dini pada usia bayi kurang dari

6 bulan. Memberikan makanan pendamping (MP ASI) terlalu dini akan

mempercepat bayi kontak terhadap kuman dan terjadinya diare. Makanan

pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan 3 kali sehari. Pemberian MP

ASI yang berlebihan atau diberikan lebih dari 3 kali sehari dapat

mengakibatkan terjadinya diare.

74
Berdasarkan penjelasan diatas maka peran kader posyandu, perawat

dan tenaga kesehatan yang lain bisa mencegah peningkatan kejadian diare

pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo

Kota Madiun perlu diupayakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan

mengenai penyakit diare meliputi penyebab diare, pencegahan diare dan

penjelasan tentang penanggulangan diare, agar ibu-ibu mengerti dan paham

tentang penyakit diare dan bisa mengurangi kejadian diare pada bayi.

5.2.4 Menganalisis Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Status Gizi

pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun.

Dari hasil tabel 5.8 dapat dilihat bahwa hasil hubungan pemberian

makanan pendamping ASI dini dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan

di Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun didapatkan

nilai p=0,048 < α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1

diterima sehingga terdapat hubungan pemberian makanan pendamping ASI

dini dengan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun. Dari hasil penelitian sebagian besar dari

35 ibu yang memberikan MP-ASI ada 27 bayi dengan status gizi kurang,

ada 4 bayi dengan status gizi buruk. Kemudian dari 12 ibu yang tidak

memberikan MP-ASI ada 7 bayi dengan status gizi kurang, dan ada 5 bayi

dengan status gizi baik.

Menurut Molika (2014) gamgguan dalam pemberian MP-ASI terlalu

dini yaitu bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu. Keadaan ini

75
terjadi akibat usus bayi yang masih permeabel, sehingga mudah dilalui oleh

protein asing. Terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak. Bila

makanan yang diberikan kurang bergizi dapat mengakibatkan anak

menderita KEP (Kurang Energi Protein) dan dapat terjadi sugar baby atau

obesitas bila makanan yang diberikan mengandung kalori yang terlalu

tinggi. Menurut Riksani (2012) untuk memulai pemberian MP-ASI, yang

terpenting adalah kesiapan bayi untuk mulai menerima nya. Tanda – tanda

yang dapat diperhatikan pada bayi yang menunjukkan kesiapan untuk

menerima makanan pendamping, yaitu bayi dapat menegakkan dan

mengontrol kepala dengan baik, bayi dapat duduk dengan bersandar tanpa

dibantu, bayi menunjukkan minat terhadap makanan keluarga, seperti

memperhatikan ibu sedang makan dan berusaha meraih makanan tersebut.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Risa Wargiana

(2013) tentang Pemberian MP-ASI Dini dengan Status Gizi Bayi Umur 0-6

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rowotengah Kabupaten Jember yang

menyimpulkan bahwa Pemberian MP-ASI secara dini yang sering dapat

memberikan dampak secara langsung pada bayi, diantaranya adalah

gangguan pencernaan seperti diare, sulit BAB, muntah, serta bayi akan

mengalami gangguan menyusu.

Berdasarkan hasil penelitian ibu yang memberikan MP-ASI ada 27

bayi dengan status gizi kurang, ada 4 bayi dengan status gizi buruk

disebabkan karena pemberian makanan pendamping ASI yang kurang tepat.

Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini mengakibatkan bayi

76
mengalami gangguan sistem pencernaan dan gangguan pertumbuhan. Hal

ini menunjukkan bahwa kemampuan bayi dalam mencerna, mengabsorpsi

makanan asing yang masuk kedalam tubuh belum adekuat. Pemberian

makanan pendamping ASI dini dapat memberikan dampak secara langsung

pada bayi, diantaranya adalah gangguan pencernaan seperti diare, sulit

BAB, muntah, serta bayi akan mengalami gangguan menyusu.

Sehingga hasil penelitian dari ibu yang tidak memberikan MP-ASI

ada 7 bayi dengan status gizi kurang, dan ada 5 bayi dengan status gizi baik.

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak bayi yang mengalami status gizi

kurang tanpa diberikan MP-ASI dini. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi status gizi yaitu program pemberian makanan tambahan,

tingkat pendapatan, pemeliharaan kesehatan, pola asuh keluarga. Daari tabel

5.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar sebanyak 23 ibu bekerja hal ini

memengaruhi pola asuh ibu kepada bayi. Banyaknya ibu yang bekerja

membuat bayi kurang mendapatkan ASI. Dalam produksi ASI memerlukan

hormon oksitosin dan prolaktin untuk memberikan produksi yang cukup

untuk bayi. Kurangnya perhatian, kasih sayang ibu terhadap bayi berdampak

pada pemberian ASI kepada bayi sehingga bayi mengalami gangguan

menyusu kebutuhan nutrisi bayi kurang terpenuhi.

Dari hasil penjelasan di atas menunjukkan bahwa mayoritas ibu sudah

memberikan MP-ASI dini kepada bayi pada usia kurang dari 6 bulan.

Pemberian MP-ASI dini pada dasarnya dapat menyebabkan risiko terhadap

gangguan kesehatan. Risiko ini ada yang langsung terjadi pada saat bayi

77
diberikan MPASI dini dan ada pula yang akan tampak setelah beberapa

lama kemudian yang disebut dengan risiko jangka panjang. Risiko jangka

panjang pemberian MP-ASI dini ini adalah Obesitas, Hipertensi,

Ateroskerosis, dan alergi makanan.

Gangguan menyusu disebabkan karena pemberian MP-ASI terlalu

banyak sehingga menyebabkan bayi kenyang dan keinginan untuk menyusu

atau minum ASI berkurang. Asupan ASI yang kurang dapat menyebabkan

gangguan kesehatan pada bayi karena didalam ASI banyak terkandung zat

gizi yang sangat dibutuhkan bayi. Standar dinas kesehatan menyebutkan

bahwa bayi usia 0-6 bulan hanya membutuhkan ASI saja karena

mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, air, dan enzim yang

dibutuhkan oleh bayi. Pemberian MP-ASI yang tidak sesuai dengan umur

dan kebutuhan bayi dapat menimbulkan dampak pada kesehatan dan status

gizi bayi. Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia.

Kekurangan gizi pada bayi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga

dewasa.

Oleh sebab itu masalah gizi pada dasarnya disebabkan oleh masalah

pada perilaku khususnya pemahaman tentang gizi. Dengan demikian upaya

untuk mengatasi masalah ini dengan memberikan penyuluhan di posyandu

atau konseling saat kunjungan ke puskesmas. Selain itu peran kader

posyandu, perawat dan tenaga kesehatan yang lain memberikn informasi

kepada ibu-ibu untuk memberikan bayi ASI secara eksklusif sampai 6

78
bulan. Setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan baru diberikan makanan

pendamping ASI. Dengan memberikan informasi atau penyuluhan

diharapkan dapat meningkatkan kesadarab ibu-ibu untuk selalu

memperhatikan kesehatan bayinya terutama dalam pemberian MP-ASI

dengan status gizi pada bayi pada usia 0-6 bulan.

5.2.5 Menganalisis Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian

Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu Balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun.

Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa hasil hubungan pemberian

makanan pendamping ASI dini dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6

bulan di Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun

didapatkan nilai p = 0,029 < α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho

ditolak dan H1 diterima sehingga terdapat hubungan pemberian makanan

pendamping ASI dini dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di

Posyandu balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun. Dari hasil

penelitian sebagian besar dari 35 ibu yang memberikan MP-ASI ada 32 bayi

mengalami diare dan ada 3 bayi tidak mengalami diare. Kemudian dari 12

ibu yang tidak memberikan MP-ASI ada 7 bayi mengalami diare dan ada 5

bayi tidak mengalami diare.

Sehingga hasil penelitian dari ibu yang memberikan MP-ASI ada 32

bayi mengalami diare dan ada 3 bayi tidak mengalami diare yang

disebabkan karena pemberian makanan pendamping ASI yang kurang tepat.

79
Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini mengakibatkan bayi

mengalami gangguan sistem pencernaan dan gangguan pertumbuhan. Hal

ini menunjukkan bahwa kemampuan bayi dalam mencerna, mengabsorpsi

makanan asing yang masuk kedalam tubuh belum adekuat. Pemberian

makanan pendamping ASI dini dapat memberikan dampak secara langsung

pada bayi, diantaranya adalah gangguan pencernaan seperti diare, sulit

BAB, muntah, serta bayi akan mengalami alergi makanan.

Kemudian untuk hasil penelitian dari ibu yang tidak memberikan MP-

ASI ada ada 7 bayi mengalami diare dan ada 5 bayi tidak mengalami diare.

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak bayi yang mengalami diare tanpa

diberikan MP-ASI dini. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi diare

pada bayi adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan. Faktor perilaku

antara lain ibu tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun

sebelum memberikan ASI, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah

membersihkan BAB anak. Sedangkan untuk faktor lingkungan antara lain

ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi

Cuci Kakus (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita

yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang

gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi

/imunosupresi.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Lutfi Wahyuni

(2015) tentang pemberian MP-ASI Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Dengan

80
Terjadinya Diare Di Desa Pacet Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto

yang menyimpilkan bahwa Pemberian Makanan Pendamping ASI dini dapat

menyebabkan terjadinya gangguan absorbsi dalam usus karena sistem

pencernaan bayi yang berusia kurang dari 6 bulan belum sempurna dan

Makanan Pendamping (MP-ASI) mengandung konsentrasi tinggi berbagai

zat makanan. Malabsorbsi yang terjadi akan menyebabkan tekanan osmotik

dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit

ke dalam rongga usus maka timbul diare. Sesuai menurut teori dari

Proverawati (2010), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare

adalah Gangguan ostimotik mengakibatkan terdapatnya makanan atau zat

yang tidak dapat diserap oleh tubuh akan menyebabkan tekanan osmotik

dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus

untuk mengeluarkan isi dari usus sehingga timbul diare.

Dari hasil penjelasan diatas diare bisa terjadi karena ibu sudah

memberikan MP-ASI dini kepada bayi pada usia kurang dari 6 bulan.

Mereka tidak mengetahui salah satu dampak pemberian MP-ASI dini bisa

menyebabkan diare pada bayi. Mayoritas ibu yang memberikan MP-ASI

dini pada bayi saat usianya kurang dari 6 bulan, bayinya cenderung

mengalami diare dibandingkan dengan ibu yang tidak memberikan MP-ASI

dini pada bayi usia 0-6 bulan. Hal ini disebabkan karena pada bayi yang

berumur kurang dari 6 bulan, sistem pencernaannya masih lemah dan belum

bisa mencerna makanan dengan sempurna sehingga apabila diberi makanan

81
asing atau makanan pendamping akan menyebabkan sistem pencernaan

mengalami gangguan.

Oleh sebab itu perawat dan tenaga kesehatan lain dapat melakukan

pendidikan kesehatan ke masyarakat di Posyandu balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun untuk memberikan informasi kepada masyarakat

khususnya ibu-ibu melalui kegiatan penyuluhan pada masyarakat di

kegiatan posyandu, sehingga para ibu bisa menambah informasi dan

pengetahuannya tentang pemberian MP-ASI, macam-macam MP-ASI,

akibat pemberian MP-ASI dini, juga mengenai penyebab diare dan

pencegahan diare. Dengan melalui kegiatan penyuluhan dapat

meningkatakan kesadaran ibu-ibu untuk selalu memperhatikan kesehatan

bayinya terutama dalam pemberian MP-ASI dengan kejadian diare pada

bayi usia 0-6 bulan.

82
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 14 - 25 Mei 2018 tentang

Hubungan pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dini dengan

status gizi dan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebanyak 35 bayi (74,5%) yang diberikan makanan pendamping ASI

dini.

2. Sebanyak 34 bayi (72,3%) dengan keadaan status gizi kurang.

3. Sebanyak 39 bayi (83%) yang mengalami kejadian diare.

4. Ada hubungan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan status

gizi pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah Kelurahan

Banjarejo Kota Madiun.

5. Ada hubungan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan

kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Posyandu balita Wilayah

Kelurahan Banjarejo Kota Madiun.

6.2 Saran

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan maka penulis akan

menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

83
1. Bagi Masyarakat atau Ibu

Diharapkan bagi masyarakat terutama kepada ibu-ibu yang memiliki

bayi usia 0-6 bulan untuk lebih aktif mencari informasi tentang

pemberian MP-ASI yang sesuai dengan usia bayi. supaya tahu makanan

pendamping apa saja yang tepat dan benar untuk bayi serta dampak yang

ditimbulkan jika bayi diberikan makanan pendamping ASI dini sebelum

usia 6 bulan.

2. Bagi Tenaga Kesehatan di Kelurahan Banjarejo

Setelah mengetahui hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan

kader posyandu, perawat dan tenaga kesehatan yang lain dapat

meningkatkan upaya dengan memberikan informasi, penyuluhan dan

meningkatkan kualitas pelayanan mengenai dampak pemberian

makanan pendamping ASI dini.

3. Bagi Mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan refrensi dan sebagai

bahan kajian untuk kegiatan penelitian selanjutnya.

4. Bagi Peneliti Lainnya

Hasil penelitian ini belum sempurna masih ada kekurangan karena

keterbatasan peneliti, diharapkan peneliti lain mampu mengembangkan

penelitian mengenai pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dini

dengan status gizi dan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan dari segi

masalah, sebab, atau faktor yang berbeda agar dapat mengembangkan

penelitian dimasa yang akan datang.

84
DAFTAR PUSTAKA

Alfina, N. 2017. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian


Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Anak.
http://repository.unimus.ac.id/403/3/BAB%20II.pdf. (Diakses 24
Desember 2017).

Chairani, S.K. 2013. Alasan Ibu Memberikan Makanan Pendamping ASI Dini
Dengan Pendekatan Teori Health Belief Model Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013. http://www.
repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26510/1/KIKI%20CHAI
RANI%20SAPUTRI-FKIK.pdf. (Diakses 17 Januari 2018).

Dahlan, Sopiyudin., 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5.


Jakarta, Salemba Medika.

Dinas Kesehatan Kota Madiun. 2015. Profil Kesehatan Kota Madiun. Madiun:
Dinas Kesehatan Kota Madiun.

. 2016. Profil Kesehatan Kota Madiun. Madiun:


Dinas Kesehatan Kota Madiun.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVIN
SI_2015/15_Jatim_2015.pdf. (Diakses 15 Desember 2017).

Fida dan Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak.. Jogjakarta: D-Medika.

Halimah, R. 2016. Hubungan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Mp-Asi)


Dengan Kejadian Diare Pada Anak Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Paduan Rajawali Kecamatan Meraksa Aji Kabupaten Tulang Bawang.
http://poltekkes-tkj.ac.id/ejurnal/index.php/JK/article/view/217/203. (Diakses
12 Desember 2017).

Kementerian Kesehatan R.I. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi


Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi.

. 2016. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:


Kementerian Kesehatan R.I.

85
. 2017. Buku saku pemantauan status gizi. Jakarta:
Direktorat Gizi Masyarakat.

Mardalena, I. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Yogyakarta:


Pustaka Baru Press.

Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.

Molika, E. 2014. Variasi Resep Makanan Bayi. Jakarta: Kunci Aksara.

Mufida, L. 2015. Prinsip Dasar MPASI Untuk Bayi Usia 6-24 Bulan. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4, : 1646-1651.

Nauli, S.D. 2012. Hubungan Pemberian Mp-Asi Dini Dengan Kejadian Penyakit
Infeksi Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sindar Raya
Kecamatan Raya Kahean Kabupaten Simalungun Tahun 2012. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37415/Chapter%20II.
pdf?sequence=4&isAllowed=y. (Diakses 10 Januari 2018).

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Pangesti, T.L. 2016. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(Mp Asi) Dini Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Desa
Suluk Kacamatan Dolopo Kabupaten Madiun. Skripsi. Program Studi
Keperawatan. Stikes Bhakti Husada Mulia, Madiun.

Pemerintah RI. 2012. Peraturan Pemerintah RI: Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif. Departemen Kesehatan RI

Prawesti, D.R. 2016. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)
Dini Dengan Status Gizi Pada Bayi Usia 1-6 Bulan Di Puskesmas Lembeyan
Kabupaten Magetan. Skripsi. Program Studi Keperawatan. Stikes Bhakti
Husada Mulia, Madiun.

Proverawati, A. 2010. Asi dan Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rifatul, N. 2012. Hubungan pola asuh gizi dan pengetahuan gizi ibu dengan
status gizi balita di Posyandu Melati Genuk Semarang.
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-
gdl-ninarifatu-6584. (Diakses 21 Desember 2017).

Riksani, R. 2012. Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Jakarta: Dunia Sehat.

86
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R & D.


Bandung: CV Alfabet.

Wahyuni, L. 2015. Hubungan Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan
Dengan Terjadinya Diare Di Desa Pacet Kecamatan Pacet Kabupaten
Mojokerto. http://ejurnaladhkdr.com/index.php/coba/article/download/67/59/
(Diakses 12 Desember 2017).

Wargiana, R. 2013. Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Status Gizi Bayi
Umur 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rowotengah Kabupaten
Jember. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/519/375.
(Diakses 12 Desember 2017).

Wiyono, S., Harjatmo, P.T., dan Par’i, M.H. 2017. Penilaian Status Gizi.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/
PENILAIAN-STATUS-GIZI-FINAL-SC.pdf. (Diakses 20 Desemer 2017).

Yonatan, K. 2013. faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian


makanan pendamping asi pada bayi umur 6 – 36 bulan
https://media.neliti.com/media/publications/210294-none.pdf. (Diakses pada
7 Juli 2018)

87
Lampiran 1

SURAT IJIN PENELITIAN

88
Lampiran 2

SURAT BALASAN DARI KELURAHAN

89
Lampiran 3

SURAT PERMOHONANMENJADI RESPONDEN

Dengan Hormat,

Saya sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES


Bhakti Husada Mulia Madiun

Nama : Tanti Sulistiani

Nim : 201402105

Bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Pemberian


Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini Dengan Status Gizi dan Kejadian
Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan” yang merupakan tugas akhir sebagai syarat
kelulusan di Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun.

Sehubungan dengan ini, saya mohon kesediaan ibu untuk bersedia menjadi
responden dalam penelitian yang akan saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi ibu
akan sangat kami jaga dan informasi yang kami dapatkan akan saya gunakan
untuk kepentingan penelitian ini.

Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan Ibu saya


mengucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Tanti Sulistiani

90
Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini saya :

Nama :....................................................

Umur :....................................................

Alamat :....................................................

Setelah saya mendapat keterangan secukupnya dari penulis serta


mengetahui manfaat, tujuan dan prosedur penelitian yang berjudul “Hubungan
Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini Dengan Status Gizi dan
Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan” menyatakan BERSEDIA/TIDAK
BERSEDIA diikutsertakan dalam penelitian ini dengan catatan apabila suatu
waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan
ini.

Saya percaya apa yang diinformasikan dijamin kerahasiaannya oleh


penulis.

Madiun, ...........................2018

Peneliti Responden

Tanti Sulistiani (__________________)

*Coret yang tidak perlu

91
Lampiran 5

KISI-KISI KUESIONER

A. Pertanyaan Tentang Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu


(MP-ASI)
Jawablah dan beri tanda centang ( √ ) pada pertanyaan dibawah ini yang ibu
anggap benar :

No Pernyataan Diberikan Tidak


diberikan
1. Apakah saat ini bayi ibu masih diberi ASI

2. Apakah ibu memberikan makanan


pendamping ASI sebelum 4 bulan?
3. Apakah bayi ibu diberikan makanan
pendamping ASI berupa susu formula
pada usia 0-6 bulan.
4. Ibu memberi makanan pendamping ASI
sebanyak ±3 kali dalam sehari
5. Apakah bayi ibu sudah diperkenalkan
makanan lembek seperti sari buah atau
bubur susu
6. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa buah pisang yang dihaluskan
7. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa buah alpukat yang dihaluskan
8. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa sayuran seperti wortel
9. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa sayuran seperti tomat
10. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa sayuran seperti bayam
11. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa lauk pauk seperti ikan
12. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa lauk pauk seperti daging
13 Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa lauk pauk seperti tahu

92
14. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa buah pepaya yang dihaluskan
15. Bayi ibu diberikan nasi tim yang
dihaluskan

B. Kuesioner Tentang Kejadian Diare

Jawablah dan beri tanda centang ( √ ) pada pertanyaan dibawah ini yang
ibu anggap benar :
No Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah bayi ibu mengalami BAB yang
lebih dari 4x sehari
2. Apakah BAB bayi ibu encer

A. Status Gizi Bayi


BB sekarang :.......................
Umur sekarang :.......................
.

1. Gizi Buruk 2. Gizi Kurang 3. Gizi Baik

93
Lampiran 6

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PEMBERIAN


(MP ASI ) DINI DENGAN STATUS GIZI DAN KEJADIAN DIARE
PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI POSYANDU BALITA WILAYAH
KELURAHAN BANJAREJO KOTA MADIUN
A. IDENTITAS BAYI
Nama :.............................................................................
Jenis kelamin :.............................................................................
Anak ke berapa :.............................................................................

B. IDENTITAS IBU
No. Responden : ……..(Ditulis Peneliti)
Nama : .............................................................................
Alamat : …………………………………………………..
Umur : …………………………………………………..
Pendidikan : ...............................................................................
1. Tamat SD
2. Tamat SMP
3. Tamat SMA
4. Perguruan Tinggi
5. Tidak Sekolah

Pekerjaan : ................................................................................
1. Petani
2. Pedagang
3. Pegawai Negeri
4. Pegawai Swasta
5. Ibu Rumah Tangga

94
C. Pertanyaan Tentang Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP ASI)

Jawablah dan beri tanda centang ( √ ) pada pertanyaan dibawah ini

yang ibu anggap benar :

No Pernyataan Diberikan Tidak


diberikan
1. Apakah saat ini bayi ibu masih diberi ASI

2. Apakah ibu memberikan makanan


pendamping ASI sebelum 4 bulan?
3. Apakah bayi ibu diberikan makanan
pendamping ASI berupa susu formula
pada usia 0-6 bulan.
4. Ibu memberi makanan pendamping ASI
sebanyak ±3 kali dalam sehari
5. Apakah bayi ibu sudah diperkenalkan
makanan lembek seperti sari buah atau
bubur susu
6. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa buah pisang yang dihaluskan
7. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa buah alpukat yang dihaluskan
8. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa sayuran seperti wortel
9. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa sayuran seperti tomat
10. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa sayuran seperti bayam
11. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa lauk pauk seperti ikan
12. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa lauk pauk seperti daging
13 Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa lauk pauk seperti tahu

95
14. Bayi ibu diberikan makanan pendamping
ASI berupa buah pepaya yang dihaluskan
15. Bayi ibu diberikan nasi tim yang
dihaluskan

D. Kuesioner Tentang Kejadian Diare

Jawablah dan beri tanda centang ( √ ) pada pertanyaan dibawah ini yang
ibu anggap benar :
No Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah bayi ibu mengalami BAB yang
lebih dari 4x sehari
2. Apakah BAB bayi ibu encer

E. Status Gizi Bayi


BB sekarang :.......................
Umur sekarang :.......................
.

1. Gizi Buruk 2. Gizi Kurang 3. Gizi Baik

96
Lampiran 7

HASIL UJI VALIDITAS DAN REABILITAS

Data 1 : Hasil Uji Validitas Dan Reabilitas Meggunakan SPSS Tentang


Kuesioner Pemberian Jenis MP-ASI

Correlations

SKOR
**
SOAL_1 Pearson Correlation .663

Sig. (2-tailed) .007

N 15
*
SOAL_2 Pearson Correlation .518

Sig. (2-tailed) .048

N 15
*
SOAL_3 Pearson Correlation .548

Sig. (2-tailed) .034

N 15
**
SOAL_4 Pearson Correlation .716

Sig. (2-tailed) .003

N 15

SOAL_5 Pearson Correlation .510

Sig. (2-tailed) .052

N 15
**
SOAL_6 Pearson Correlation .781

Sig. (2-tailed) .001

N 15
**
SOAL_7 Pearson Correlation .649

Sig. (2-tailed) .009

N 15
**
SOAL_8 Pearson Correlation .767

Sig. (2-tailed) .001

N 15

97
*
SOAL_9 Pearson Correlation .591

Sig. (2-tailed) .020

N 15
**
SOAL_10 Pearson Correlation .645

Sig. (2-tailed) .009

N 15
*
SOAL_11 Pearson Correlation .603

Sig. (2-tailed) .017

N 15
**
SOAL_12 Pearson Correlation .797

Sig. (2-tailed) .000

N 15
*
SOAL_13 Pearson Correlation .581

Sig. (2-tailed) .023

N 15
**
SOAL_14 Pearson Correlation .689

Sig. (2-tailed) .004

N 15
**
SOAL_15 Pearson Correlation .664

Sig. (2-tailed) .007

N 15

SKOR Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

N 15

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 15 100.0


a
Excluded 0 .0

Total 15 100.0

98
Case Processing Summary

N % Reliability Statistics

Cases Valid 15 100.0 Cronbach's

Excluded
a
0 .0 Alpha N of Items

Total 15 100.0 .900 15

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

99
Lampiran 8

100
101
Lampiran 9

Hasil Tabulasi Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Dini

Dengan Satus Gizi dan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Posyandu balita

Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun pada tanggal 14 - 25 Mei 2018

No. Identitas Ibu Identitas Bayi


MP-ASI Status
Resp Jenis Diare
Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Nama Usia BB Dini Gizi
Kelamin
1. Ny.De 21 SMA SWASTA By.L 4 6 P TIDAK BAIK YA
2. Ny.S 29 SMA SWASTA By.W 6 9,8 P YA BAIK YA
3. Ny.R 25 SMA IRT By.N 5 6,3 L YA KURANG YA
4. Ny.F 30 D3 PEGAWAI By.C 6 6,2 P YA KURANG YA
5. Ny.T 25 D3 SWASTA By.R 4 5,1 P YA KURANG YA
6. Ny.Cy 25 SMA IRT By.S 6 7 L YA KURANG YA
7. Ny.D 28 S1 SWASTA By.Y 6 6,8 L YA KURANG YA
8. Ny.M 26 SMA PEDAGANG By.Ad 6 8,2 L YA KURANG YA
9. Ny.A 29 D3 SWASTA By.A 5 5,5 P YA BAIK YA
10. Ny.W 32 SMP IRT By.P 4 5,3 P YA KURANG YA
11. Ny.Y 24 SMA SWASTA By.M 5 6,4 P TIDAK KURANG TIDAK
12. Ny.Ad 28 SMA SWASTA By.L 3 5,2 L YA KURANG YA
13. Ny.Yo 31 SMA IRT By.P 6 5,9 P YA KURANG TIDAK
14. Ny.Sy 25 SMA IRT By.D 6 6,7 L YA KURANG YA

102
15. Ny.H 21 SMA SWASTA By.Sh 5 7,3 P TIDAK BAIK TIDAK
16. Ny.B 31 S1 PEGAWAI By.At 4 6,2 P TIDAK BAIK YA
17. Ny.N 27 D3 SWASTA By.Y 5 6,3 L TIDAK KURANG TIDAK
18. Ny.J 25 S1 SWASTA By.R 3 5,5 L YA KURANG YA
19. Ny.Ly 19 SMA IRT By.Dh 4 4,5 P YA BURUK YA
20. Ny.Sum 27 SMA SWASTA By.Ar 6 6,1 L YA KURANG YA
21. Ny.Rh 26 SMA SWASTA By.As 5 6 P YA KURANG YA
22. Ny.D 33 S1 SWASTA By.M 6 8,9 P YA BAIK YA
23. Ny.G 26 D3 SWASTA By.Rh 4 5,1 L YA KURANG YA
24. Ny.M 24 SMA IRT By.N 4 5,8 L YA KURANG YA
25. Ny.B 29 SMA IRT By.J 3 4,2 L YA BURUK TIDAK
26. Ny.Se 29 SMA SWASTA By.Br 4 5,8 P TIDAK BAIK YA
27. Ny.W 31 S1 IRT By.A 5 6,4 P TIDAK BAIK YA
28. Ny.Sh 26 SMP SWASTA By.S 4 5,5 L YA KURANG YA
29. Ny.A 30 D3 SWASTA By.Th 4 5,2 P YA KURANG TIDAK
30. Ny.Fh 33 D3 PEDAGANG By.Ve 5 6,1 P YA KURANG YA
31. Ny.Syi 29 S1 SWASTA By.R 6 6,2 L YA KURANG YA
32. Ny.L 25 SMA IRT By.A 6 7,4 L YA KURANG YA
33. Ny.H 32 SMA IRT By.Cr 3 5,2 P TIDAK KURANG TIDAK
34. Ny.D 29 SMP PEDAGANG By.A 2 3,5 P YA KURANG YA
35. Ny.As 26 SMA IRT By.Dn 3 4 P YA BURUK YA
36. Ny.S 31 D3 SWASTA By.Ry 3 4,7 L TIDAK KURANG YA
37. Ny.C 35 S1 PEGAWAI By.Df 5 5,6 P TIDAK KURANG YA
38. Ny.P 30 S1 PEGAWAI By.G 5 6,5 L YA KURANG YA
39. Ny.S 28 SMA IRT By.B 6 6,3 L TIDAK KURANG TIDAK
40. Ny.Y 22 SMA IRT By.Y 1 3,8 P YA BAIK YA
41. Ny.Th 25 SMP PEDAGANG By.W 3 4,6 L YA BURUK YA

103
42. Ny.Su 31 SMP PETANI By.S 2 3,8 P YA KURANG YA
43. Ny.R 26 SMP PETANI By.E 1 3,1 P TIDAK KURANG YA
44. Ny.V 32 SMA SWASTA By.N 4 5,1 L YA KURANG YA
45. Ny.M 24 SMA SWASTA By.B 5 6,2 L YA KURANG YA
46. Ny.J 26 SMA SWASTA By.A 6 6,3 L YA KURANG YA
47. Ny.A 25 D3 SWASTA By.R 6 6,1 P YA KURANG YA

104
Lampiran 10

Hasil output SPSS

Statistics

PENDIDIKAN_IB PEKERJAAN_IB
USIA_IBU U U

N Valid 47 47 47

Missing 0 0 0

Mean 27.47 3.23 4.43

Median 27.00 3.00 5.00

Mode 25 3 5

Std. Deviation 3.494 .666 .927

Range 16 2 4

Minimum 19 2 1

Maximum 35 4 5

Percentiles 25 25.00 3.00 4.00

50 27.00 3.00 5.00

75 30.00 4.00 5.00

USIA_IBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 19 1 2.1 2.1 2.1

21 2 4.3 4.3 6.4

22 1 2.1 2.1 8.5

24 3 6.4 6.4 14.9

25 8 17.0 17.0 31.9

26 7 14.9 14.9 46.8

27 2 4.3 4.3 51.1

28 3 6.4 6.4 57.4

29 6 12.8 12.8 70.2

30 3 6.4 6.4 76.6

105
31 5 10.6 10.6 87.2

32 3 6.4 6.4 93.6

33 2 4.3 4.3 97.9

35 1 2.1 2.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

PENDIDIKAN_IBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SMP 6 12.8 12.8 12.8

SMA 24 51.1 51.1 63.8

PERGURUAN TINGGI 17 36.2 36.2 100.0

Total 47 100.0 100.0

PEKERJAAN_IBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PETANI 2 4.3 4.3 4.3

PEDAGANG 4 8.5 8.5 12.8

PEGAWAI NEGERI 4 8.5 8.5 21.3

SWASTA 23 48.9 48.9 70.2

IRT 14 29.8 29.8 100.0

Total 47 100.0 100.0

Statistics

MPASI_DINI STATUS_GIZI

N Valid 47 47

Missing 0 0

Mean 1.26 2.11

106
Median 1.00 2.00

Mode 1 2

Std. Deviation .441 .521

Range 1 2

Minimum 1 1

Maximum 2 3

Percentiles 25 1.00 2.00

50 1.00 2.00

75 2.00 2.00

MPASI_DINI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid DIBERIKAN 35 74.5 74.5 74.5

TIDAK DIBERIKAN 12 25.5 25.5 100.0

Total 47 100.0 100.0

STATUS_GIZI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid BURUK 4 8.5 8.5 8.5

KURANG 34 72.3 72.3 80.9

BAIK 9 19.1 19.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

DIARE

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid YA 39 83.0 83.0 83.0

TIDAK 8 17.0 17.0 100.0

Total 47 100.0 100.0

107
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

MPASI_DINI * STATUS_GIZI 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%

MPASI_DINI * STATUS_GIZI Crosstabulation

STATUS_GIZI

BURUK KURANG BAIK Total

MPASI_DINI DIBERIKAN Count 4 27 4 35

Expected Count 3.0 25.3 6.7 35.0

% of Total 8.5% 57.4% 8.5% 74.5%

TIDAK DIBERIKAN Count 0 7 5 12

Expected Count 1.0 8.7 2.3 12.0

% of Total .0% 14.9% 10.6% 25.5%

Total Count 4 34 9 47

Expected Count 4.0 34.0 9.0 47.0

% of Total 8.5% 72.3% 19.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 6.075 2 .048

Likelihood Ratio 6.462 2 .040

Linear-by-Linear Association 5.724 1 .017

N of Valid Cases 47

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 1,02.

108
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

MPASI_DINI * DIARE 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%

MPASI_DINI * DIARE Crosstabulation

DIARE

YA TIDAK Total

MPASI_DINI DIBERIKAN Count 32 3 35

Expected Count 29.0 6.0 35.0

% of Total 68.1% 6.4% 74.5%

TIDAK DIBERIKAN Count 7 5 12

Expected Count 10.0 2.0 12.0

% of Total 14.9% 10.6% 25.5%

Total Count 39 8 47

Expected Count 39.0 8.0 47.0

% of Total 83.0% 17.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.930 1 .008
b
Continuity Correction 4.785 1 .029

Likelihood Ratio 6.109 1 .013

Fisher's Exact Test .018 .018

Linear-by-Linear Association 6.782 1 .009

N of Valid Cases 47

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,04.

109
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.930 1 .008
b
Continuity Correction 4.785 1 .029

Likelihood Ratio 6.109 1 .013

Fisher's Exact Test .018 .018

Linear-by-Linear Association 6.782 1 .009

N of Valid Cases 47

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,04.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .358 .008

N of Valid Cases 47

110
Lampiran 11

JADWAL KEGIATAN

Bulan
No Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1. Pembuatan dan konsul judul
2. Penyusunan proposal
3. Bimbingan proposal
4. Ujian proposal
5. Revisi proposal
6. Pengambilan data awal
7. Eksperimental
8. Pengambilan data akhir
9. Penyusunan dan konsul skripsi
10. Ujian skripsi

111
Lampiran 12

LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

112
Lampiran 13

DOKUMENTASI

113

Anda mungkin juga menyukai