Epistimologi Filsafat Dalam Prespektif Ilmu Hadis
Epistimologi Filsafat Dalam Prespektif Ilmu Hadis
HADIS
Oleh:
M. DARUL HUDA AL-AVIF (E95217060)
Fakultas Ushuluddin, Prodi Ilmu Hadis, UIN Sunan Ampel Surabaya
Email: afvufaqoth@gmail.com
ABSTRAK
Kajian ini mengolaborasikan antara cabang filsafat yaitu Epistemologi dengan
prespektif Ilmu hadis. Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara
mendalam seluruh yang terlihat dalam upaya untuk memperoleh pengetahuan.
Kemajuan suatu peradaban terkadang dicapai melalui mata-rantai waktu yang
cukup panjang dari usaha manusia dengan kemampuan abstraksi, observasi,
penelitian, dan eksprimen yang dimilikinya. Penelitian ini akan Epitemologi filsafat
dengan jalannya hadis pada masa Nabi SAW sampai sekarang. Mencoba
mensingkronkan antara Epistemologi filsafat dengan Ilmu Hadis. Sehingga akan
memberikan suatu pemahaman yang luas dan tidak lagi terfokuskan filsafat saja.
Hadis sebagai sumber pengetahuan memang sangat luas akan tetapi jika tidak
diimbangi dengan penelitian dan riset pengetahuan hanya akan menjadi bayangan
yang semu dan tidak nyata.
Kata kunci: Epistimologi, Filsafat, Hadis.
PENDAHULUAN
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani: philosophia, yang terdiri dari dua kata yaitu philos (cinta) atau
philia (pesabahatan,) dan Sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan
pengalaman praktis, inteligensi). Jadi, secara etimologi filsafat berarti cinta
kebijaksanaan atau kebenaran.1 Kata filsafat mempunyai kesamaan makna dengan
kata Al-Hikmah dalam Bahasa arab yaitu kebijaksanaan. Al Hikmah menurut al
Ashfahani adalah mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal. Pernyataan ini sama
dengan filsafat yaitu mencari suatu kebenaran melalui ilmu (penelitian) dan akal.
1
Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 4
dan aksiologi. Sedangkan cabang filsafat yang khusus terdiri Filsafat Bahasa,
Filsafat Matematika, Filsafat Agama dan seterusnya.2
2
Ali Maksum dkk, Penngantar Filsafat (Surabaya: UINSA press, 2017), 73-75
3
Ali Imran Sinaga, Epistimologi Islam dan Barat Jurnal Ansiru PAI vol.1 No 1 2017, 162
4
M. Shofiyyuddin, Epistemologi Hadis: Kajian Tingkat Validitas Hadis Dalam Tradisi Ulama
Hanafi jurnal studi hadis volume 2 nomor 1 2016, 2
Jadi, epistemologi yaitu pengetahuan menganai pengetahuan yang sering disebut
teori pengetahuan. Dengan kata lain, epistemology merupakan suatu bidang filsafat
nilai yang mempersoalkan tentang hakikat kebenaran, karena semua pengetahuaan
mempersoalkan tentang kebenaran.5
Pengetahuan itu ada yang diperoleh secara langsung melalui sumber
kemampuan indra, dan juga diperoleh langsung secara tidak langsung melalui
penyimpulan akal pikiran. Berdasarkan jenis cara mengetahui ini, dapat dinilai
bahwa tingkat kepastian kebenaran yang diperoleh tentu berbeda-beda.
Perbedaannya adalah pertama, Ditentukan oleh kemampuan pengindraan setiap
orang. Sedangkan kemampuan pengindraan setiap orang dipengaruhi oleh posisi
dan kepentingan masing-masing terhadap objek. Kedua, Perbedaan kebenaran juga
bisa ditentukan oleh kemampuan akal pikiran yang berbeda-beda bagi setiap subjek.
Secara internal, bakat kecerdasan setiap subjek berbeda-beda, sedangkan secara
eksternal pengaruh lingkungan terhadap subjek juga berbeda-beda kualitas dan
kuantitasnya.6
Berdasarkan kedua cara mengetahui suatu kebenaran tersebut sama dengan
hadis. Hadis adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad baik
berupa perkataan, perbuaatan dan ketetapaannya. Hadis juga sama dengan
pengetahuan yaitu ada yang diperoleh dengan adanya suatu peristiwa atau
menerima suatu berita dari sumber aslinya (diperoleh langsung) melalui panca indra
dan juga diperoleh secara tidak langsung. Jika tempat dan jarak antara seseorang
yang menerima hadis dengan terjadinya peristiwa itu sangat jauh maka mustahil
bagi seseorang memperoleh kebenaran tentang sesuatu pemberitaan yang masing-
masing yang diterima tidak langsung, jika tanpa menggunakan media-mediaa yang
dapat dipercaya. Untuk menguji kebenaran masing-masing berita yang diterima
secara tidak langsung itu memerlukan suatu dasar atau sandaran, kepada dan dari
siapa pengetahuan dan pemberitaan itu diterimanya. Untuk menerima hadis dari
Nabi Muhammad SAW unsur-unsur seperti pemberita, materi berita dan sandaaran
5
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu
Pengetahuan (Jokjakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), 117-118
6
Ibid.., 118
berita, tidak dapat ditinggalkan. Para Muhadditsin menciptakan istilah-istilah untuk
unsur-unsur itu dengan nama rawi, matan dan sanad.7
Epistemologi Hadis bertolak dari teks yang identik dengan khabar sebagai
otoritas (sulthah), yaitu warisan pemikiran yang ditransmisikan oleh para sahabat
dari Nabi Muhammad SAW. Sebagai karakter distingtif yang membedakan dari
epistemologi secara umum, problematika yang mendasar dari epistemologi Hadis
bukanlah problematika benar salah secara logika, melainkan problematika
kemungkinan sahih (al-shahihah) dan status palsu (al-wadh’). Hal itu karena Hadis
sebagai otoritas referensial terkait dengan problematika antara ungkapan (lafazh)
dan makna (ma’na). Oleh karena itu, Epistemologi Hadis menunjukkan keterkaitan
antara khabar disatu sisi dan sumber-sumber pengetahuan di sisi yang lain.8
Setiap hadis mempunyai dua buah bagian, yakni isnad dan matan. Isnad
adalah penumpuan kita kepada para parawi untuk ilmu pengetahuan Hadis, matan
adalah ungkapan atau informasi yang dinisbatkan pada Nabi. Untuk menetapkan
validitas Hadis, epistemologi penelitian bertumpu pada kaidah-kaidah dan langkah-
langkah penelitian Hadis. Kaidah-kaidah penelitian menurut syuhudi ismail ada dua
yaitu kaidah mayor dan kaidah minor. Kaidah kesahihan sanad adalah segala syarat
atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad Hadis yang berkualitas sahih.
Segala syarat atau kriteria yang bersifat umum disebut kaidah mayor, sedang yang
bersifat khusus atau rincian-rincian dari kaedah mayor disebut kaidah minor. Untuk
meneliti validitas sanad dan matan Hadis dapat difahami melalui pengertian Hadis
shahih. Mengulif lbnu Shalah, Syuhudi lsmail mengemukakan pengertian tersebut.
Adapun Hadis shahih adalah Hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada
Nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabith sampaiakhir sanad, (di
dalam Hadis itu) tidak terdapat kejanggalan (syudzudz) dan cacat (illat).9
7
Fatchur Rahman, Mushthalahul Hadits (Bandung: PT Al Ma’arif, 1974), 29
8
Ahmad Atabik, Epistemology Hadis Melacak Sumber Otentitas Hadis, Jurnal Religia Vol. 13, No.
2, Oktober 2010, 215
9
Solihin, Penelitian Hadis (Ontology, Epistemology, Aksiologi) Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1, 1 (
September 2016): 64
Pengertian istilah Hadis di atas, mengandung lima kriteria kesahihan yaitu
Sanadnya bersambung sampai ke Nabi, seluruh periwayatannya adil dan dhabith,
Terhindar dari syadz dan illat.
Di dalam kajian epistemologi secara umum, terdapat beberapa teori
kesahihan atau kebenaran pengetahuan, antara lain teori kesahihan koherensi
(pernyataan suatu pengetahuan), teori kebenaran korespondensi (saling
bersesuaian), teori kebenaran pragmatis, teori kebenaran semantik dan teori
kebenaran logikal berlebihan. Tapi nampaknya dari kelima teori kebenaran ini
hanya dua teori (koherensi dan korespodensi) yang relevan diterapkan dalam
wacana kajian Hadis dikarenakan kedua teori ini kemungkinan dapat
diimplementasikan dalam bidang kajian sejarah. Teoriteori kebenaran ini
diharapkan dapat diterapkan dalam menilai status epistemik laporan Hadis (sejarah
masa silam).10
HUBUNGAN EPISTIMOLOGI DENGAN ILMU HADIS
Epistemologi dalam filsafat Islam sebagaimana diterangkan S.I.
Poeradisastra, sebagaimana dikutip Miska Muhammad Amin, berjalan dari tingkat-
tingkat. Pertama, contemplation (perenungan) tentang sunatullah sebagaimana
dianjurkan dalam al-Qur’an Surat Surat Yunus ayat 5-6 yang menyatakan bahwa
tidak ada sesuatu yang sia-sia di alam semesta.
َس ِن َعدُو ُّمبِين َو َك َٰذَلِكَ يَ ۡجتَبِيكَ َربُّك ِ ۡ طنَ ِل
َ َٰ ۡلن َ َٰ ش ۡي
َّ ص ُرءۡ يَاكَ َعلَ َٰ ٰٓى إِ ۡخ َوتِكَ فَيَ ِكيد ُواْ لَكَ ك َۡيد ًۖا إِ َّن ٱل ۡ ص ُ ي ََل ت َۡق َّ َقَا َل َٰيَبُن
َِيم َو ِإ ۡس َٰ َح َۚق
َ وب َك َما ٰٓ أَت َ َّم َها َعلَ َٰ ٰٓى أَبَ َو ۡيكَ ِمن قَ ۡب ُل ِإ ۡب َٰ َره ِ َويُ َع ِل ُمكَ ِمن ت َۡأ ِوي ِل ۡٱۡل َ َحادِي
َ ُث َويُتِ ُّم نِعۡ َمت َ ۥهُ َعلَ ۡيكَ َو َعلَ َٰ ٰٓى َءا ِل يَعۡ ق
11
ِإ َّن َربَّكَ َع ِلي ٌم َح ِكيم
Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu
kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk
membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia". Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan
diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-
Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah
menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu)
Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
10
Atabik, Epistemology Hadis.., 216
11
Alquran:12, 5-6
Kedua, sensation (penginderaan), ketiga, perception (pencerapan), keempat,
representation (penyajian), kelima, concept (konsep), keenam, judgment
(pertimbangan) dan reasoning (penalaran). Dikatakannya, epistemologi di dalam
Islam tidak berpusat kepada manusia (anthropocentric) yang menganggap manusia
sendiri sebagai makhluk mandiri (antonomours) dan menentukan segala-galanya,
melainkan berpusat kepada Allah (theocentric), sehingga berhasil atau tidaknya
tergantung setiap usaha manusia kepada kehendak Allah.12
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping
berbagai pengetahuannya lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan meupakan
khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataau tidak langsung turut
memperkaya kedupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan
manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan merupakan
sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.13
Dalam islam juga menganggap bahwa peranan ilmu dan pengetahuan dalam
kehidupan seseorang sangat besar, karena pentingnya ilmu dan banyaknya faidah
yang terkandung di dalamnya, paara ulama’menyimpulkan bahwa menuntut ilmu
adalah wajib, sesuai dengan jenis ilmu yang dituntut, berdasarkan sabda Rasulullah
SAW:
12
Atabik, Epistemology Hadis..,215
13
Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular (Jakarta: CV. Muliasri, 2001), 104
14
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah Juz 1 (Beirut: Dar ihya’, 273H), 81
meletakkan ilmu kepada selain ahlinya, maka ia seperti mengalungi babi dengan
permata, Mutiara dan emas.
Dan juga dengan pengetahuan manusia akan diangkat derajatnya oleh Allah.
Sebagaimana dalam ayat alquran yang menjelaskan bahwa Allah meletakkan para
ahli ilmu pada urutan ketiga hal ini adalah sebuah pengakuan Allah atar kemuliaaan
dan keutamaan para ahli berpengetahuan. Allah berfirman:
َّ ِش ُزواْ يَ ۡرفَع
ُٱَّلل ُ ش ُزواْ فَٱن
ُ ٱَّللُ لَ ُك ۡ ۖم َو ِإذَا قِي َل ٱن
َّ ِسح َ س ُحواْ فِي ۡٱل َم َٰ َج ِل ِس فَ ۡٱف
َ س ُحواْ يَ ۡف َّ ََٰ ٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٰٓواْ ِإذَا قِي َل لَ ُك ۡم تَف
15
َّ ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ِمن ُك ۡم َوٱلَّذِينَ أُوتُواْ ۡٱل ِع ۡل َم دَ َر َٰ َج َۚت َو
ٱَّللُ ِب َما ت َعۡ َملُونَ َخ ِبير
KESIMPULAN
Epistemoligi filsafat dalam kajian Ilmu Hadis mempunyai hubungan yang
sama yaitu dari segi pengetahuan. Dalam kajian ilmu hadis juga terdapat beberapa
faidah dalam kandungannya salah satunya yaitu pengetahuan, bahwa pada zaman
Nabi dahulu sampai sekarang hadis dipakai sebagai ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang tidak kita ketahui pada masa lampau bias kita tengok kembali
dengan melihat hadis-hadis Nabi sehingga kita mengetahui suatu peristiwa yang
besar ataupun kecil pada masa lampau. Melihat pada masa lalu maka akan otomatis
kita telah mengetahui sejarah hal ini membuktikan bahwa pengetahuan secara tidak
langsung peradaban atau sejarah akan kita ketahui.
Dalam filsafat, epistemologi dapat disebut dengan ilmu, Ilmu adalah
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat sehingga
dapat dibuktikan keautentikannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan metode
15
Alquran:58, 11
ilmiah. Pengetahuan itu diperoleh dengan metode ilmiah, sedangkan metode ilmiah
itu adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.
Kebenaran itu sendiri diperoleh dengan berbagai macam teori kebenaran yang
diungkapkan sebagian tokoh dan perjalanan sejarah.16 Jika epistemologi
dihubungkan dengan ilmu hadis maka hal ini juga sangat singkron karena dalam
pengumpulan data-data hadis dan juga sanad-sanad dalam hadis juga sangat teliti
dan sistematis. Agar sebuah hadis dapat dinyatakan kebenarannya (keshahihannya)
maka ada sebuah penelitian hadis yakni dari segi perawi apakah ada yang cacat atau
pendusta, dari segi matan (isi) sesuai yang dikatan nabi tau tidak. Hal ini
membuktikan bahwa dalam pengumpulan dan penelitian suatu hadis sangat jeli,
maka tidak heran jika hadis dijadikan sumber pedoman manusia kedua setalah
Alqur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Atabik. 2010. Epistemology Hadis Melacak Sumber Otentitas Hadis. Jurnal
Religia Vol. 13, No. 2.
Ali Imran Sinaga. 2017. Epistimologi Islam dan Barat. Jurnal Ansiru PAI Vol. 1
No. 1.
Ali Maksum dkk. 2017. Penngantar Filsafat. Surabaya: UINSA Press.
Amtsal Bakhtiar. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.
Fatchur Rahman. 1974. Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Al Ma’arif.
Ibn Majah, 273 H. Sunan Ibn Majah Juz 1. Beirut: Dar ihya’.
Jujun S. Suriasumatri. 2001. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta: CV.
Muliasri.
M. Shofiyyuddin. 2016. Epistemologi Hadis: Kajian Tingkat Validitas Hadis
Dalam Tradisi Ulama Hanafi Jurnal Studi Hadis Vol. 2 No. 1.
Solihin. 2016. Penelitian Hadis (Ontology, Epistemology, Aksiologi) Diroyah:
Jurnal Ilmu Hadis 1.
Suparlan Suhartono. 2017. Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan
Hakikat Ilmu Pengetahuan. Jokjakarta: Ar-Ruzz Media.
16
Suriasumatri, Filsafat Ilmu .., 119