Anda di halaman 1dari 2

Berdasarkan Permenkes No 83 Tahun 2014, pelayanan transfusi darah merupakan upaya

pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan
kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial. Darah dilarang diperjualbelikan dengan dalih
apapun. Pelayanan transfusi darah sebagai salah satu upaya kesehatan dalam rangka
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan sangat membutuhkan ketersediaan darah atau
komponen darah yang cukup, aman, mudah diakses dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan transfusi darah yang aman, bermanfaat, mudah
diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya dalam teknologi
pelayanan darah, pengelolaan komponen darah dan pemanfaatannya dalam pelayanan kesehatan
harus memiliki landasan hukum sebagai konsekuensi asas negara berlandaskan hukum. Oleh
karena itu, dalam rangka memberikan pelindungan kepada masyarakat, pelayanan darah hanya
dilakukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dan kewenangan, dan
hanya dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan. Hal ini
diperlukan untuk mencegah timbulnya berbagai risiko terjadinya penularan penyakit baik bagi
penerima pelayanan darah maupun bagi tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan
maupun lingkungan sekitarnya.

Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah sudah dilakukan


penyempurnaan untuk mengatur kebijakan dana aturan baru yang lebih mendalam untuk
mengatur Unit Transfusi Darah (UTD), Bank Darah Rumah Sakit dan jejaring pelayanan
transfusi darah.

Pelayanan darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai
bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk untuk tujuan komersial, sehingga
pelayanan kesehatan transfusi darah meliputi perencanaan dan pelestarian pendonor darah,
penyedia darah, pendistribusi darah dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk
tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Di setiap rumah sakit wajib memiliki Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) yang adalah sebuah unit
pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas ketersediaannya darah untuk transfusi
yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Permenkes 83 / 2014, BAB III Pasal 40).
BDRS merupakan unit pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur rumah sakit dan dapat menjadi
bagian dari laboratorium di rumah sakit.

Saat ini Indonesia masih kekurangan 500 ribu kantong darah, karena menurut WHO seharusnya
kebutuhan minimal darah di Indonesia sebanyak 2% dari jumlah penduduk atau kira kira sekitar
5,1 juta kantong per tahun, faktanya saat ini baru tersedia 4,5 juta kantong dari 3,05 juta donor.
Berdasarkan hal tersebut, Menkes Prof. Dr. dr. Nila F Moeloek, Sp. M(K) berharap masyakarat
semakin banyak terlibat dan menjadi pendonor, karena itu PMI senantiasa melakukan kegiatan
donor darah sesering mungkin dengan melibatkan semua unsur lapisan masyarakat.

Dengan sudah diberlakukannya Permenkes 83/2014 itu maka peran rumah sakit yang memiliki
BDRS semakin jelas khususnya dalam hal tugas dan tanggung jawab antara BDRS dengan UTD
yang selama ini kurang jelas, saat ini melalui Permenkes sudah ditekankan bahwa BDRS
merupakan pelayanan rumah sakit yang terintegrasi dengan UTD yang memiliki tugas dan
tanggung jawab jelas, dengan didukung bangunan, sarana dan prasarana, peralatan dan
ketenagaan yang jelas pula, termasuk kualifikasi SDM dan jobdesk-nya. Termasuk kuatnya
jejaring pelayanan transfusi antara penyelenggara dengan dinas kesehatan yang selama ini
ketentuan jejaring hanya pada instasi terkait tanpa melibatkan dinas kesehatan (SW).

Anda mungkin juga menyukai