Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 1960-an Indonesia merupakan negara yang tidak disukai oleh blok Barat
pimpinan Amerika Serikat (AS). Pada saat era perang dingin itu terjadi konflik sengit antara
Kapitalis (dipimpin AS) melawan Komunis yakni (RRT dan Uni Soviet). AS yang sudah
bersiap siap untuk mengirim ratusan ribu untuk` memberantas Komunis di Korea Utara.
Sementara di Indonesia Partai Komunis Indonesia merupakan partai yang sangat dilegalkan
sehingga memicu terjadinya konflik antara beberapa negara. Pada saat kebencian AS sudah
memuncak dengan menghentikan bantuan, Pre siden Soekarno menyambutnya dengan
pernyatan keras : Go to hell with your Aid. Sebagai pemimpin negara yang baru saja lahir,
Presiden Soekarno menerapkan kebijakan berani: Berdiri pada kaki sendiri`.

Dasar sikap Soekarno itu jelas: Alam Indonesia kaya raya. Minyak di Sumatera dan
Sulawesi, hutan maha lebat di Kalimantan, emas di Irian, serta ribuan pulau yang belum
terdeteksi kandungannya. Semua itu belum mampu dieksplorasi oleh bangsa kita. Kekayaan
alam ini dilengkapi dengan lebih darti 100 juta penduduk yang merupakan pasar potensial,
sehingga ada harapan sangat besar bahwa pada suatu saat Indonesia akan makmur tanpa
bantuan Barat. Ini yang mengilhami sikap konfrontatif Bung Karno: Ganyang Nekolim(Neo-
kolonialisme & imperialisme). Bung Karo menyatakan, Indonesia hanya butuh pemuda yang
bersemangat untuk menjadi bangsa yang besar.

Akibatnya, sikap AS juga menjadi jelas yaitu: Gulingkan Presiden Soekarno. SIkap AS
ini didukung oleh komplotannya, Inggris dan Australia. Sejak AS menghentikan bantuannya,
mereka malah membangun hubungan dengan faksi-faksi militer Indonesia. Mereka
melengkapi dan melatih para perwira dan pasukan Indonesia. Melalui operasi intelijen yang
dimotori oleh CIA, mereka menggelitik militer untuk merongrong Bung Karno. Usaha
kudeta muncul pada bulan Novenber tahun 1956. Deputi Kepala Staf TNI AD Kolonel
Zulkifli Lubis berusaha menguasai Jakarta dan menggulingkan pemerintah. Namun usaha ini
dipatahkan lantas, di Sumatera Utara dan Sumatera Tengah militer berupaya mengambil alih
kekuasaan, namun gagal. Militer-dengan pasokan bantuan AS- seperti mendapat bisikan
untuk mengganggu Bung Karno. Namun, Bung Karno masih mampu menguasai keadaan,
karena banyak perwira militer yang sangat loyal kepada Bung Karno.

Pergantian kepemimpin dalam suatu negara yang terjadi melalui pemilihan umum
merupakan suatu peralihan kekuasaan yang wajar serta dapat dikatakan demokratis. Bagi
negara yang baru tumbuh dan masih harus belajar berdemokrasi, seringkali harus
menghadapi suatu rezim kepemimpinan yang begitu lama dalam memerintah. Dampak dari
pemimpin yang terlalu lama bekuasa akan menumuhkan suatu rezim otoriter. Dalam sejarah
politik negara-negara di dunia, setiap penumbangan rezim otoriter, sering kali melalui proses
besar yang deisbut coup d’etat (kedeta). Peralihan kepemimpinan melalui kudeta biasanya
dilakukan oleh pihak militer yang bisa juga melibatkan warga sipil. Kudeta membutuhkan
bantuan intervensi massa atau kekuatan bersenjata yang besar.

Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian kekuasaan. Pergantian kekuasaan di


Indonesia ada yang melalui proses pemilihan umum, namun ada pula yang melalui proses
penyerahan kekuasaan dalam situasi yang penuh dengan ketegangan politik. Peralihan
kepemimpinan dari Soekarno kepada Soeharto, tidak terjadi begitu saja.

Anda mungkin juga menyukai