Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batubara saat ini menjadi salah satu primadona dalam mengatasi kelangkaan
sumber energi di tengah permintaan sumber energi dunia yang semakin meningkat.
Potensi cadangan batubara yang sangat besar di Indonesia yang disertai dengan
kenaikan harga komoditas telah memberikan peluang bisnis yang baik bagi industri
pertambangan batubara nasional.
Salah satu perusahaan tambang batubara di Indonesia dan merupakan milik
BUMN PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Perusahaan ini adalah salah satu industri
perusahaan tambang yang memiliki cadangan batubara terbesar di Indonesia memiliki
wilayah operasi yang terbesar di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu lokasi
penambangannya terletak di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Unit pertambangan
Tanjung Enim (UPTE) PTBA menggunakan sistem penambangan tambang terbuka
(surface mining) memiliki luas area Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 90.702
hektar. Dari luas area tersebut yang memasuki tahapan eksploitasi adalah Tambang Air
Laya (TAL), Muara Tiga Besar (MTB) dan Bangko Barat yang menggunakan metode
pertambangan konvensional (Shovel-truck). Tambang Air Laya dan Muara Tiga Besar
menerapkan dua metode pertambangan yakni metode pertambangan konvensional
(convensional mining method) dan metode pertambangan berkelanjutan (continous
mining method). Penggunaan metode berkelanjutan ini dikarenakan cocoknya kondisi
geologi dan ketebalan batubara dan untuk menghasilkan produksi yang tinggi karena
metode ini mampu melakukan kerja lebih cepat dari metode konvensional.
Continous Mining menggunakan Bucket Wheel Excavator (BWE), Belt Wagon
(BW) dan Belt Conveyor yang keseluruhan alat ini dapat melakukan kegiatan
penambangan seperti gali muat dan angkut material. Alat-alat ini merupakan satu
2

kesatuan yang jika salah satu mengalami kerusakan maka alat lainnya tidak akan
beroperasi (Stand by). (Yansir Nani, 2011).
Aktivitas penambangan dengan mengggunakan BWE system di Indonesia saat
ini sudah dilakukan sejak 1985. Sampai dengan tahun 2017 alat BWE system ini sudah
digunakan selama 32 tahun sedangkan efektifitas kerja alat berdasarkan perhitungan
perusahaan hanya 30 tahun. Ini menjadi latar belakang penulis untuk melakukan
pengamatan kapasitas produksi efektif yang dihasilkan dari penggunaan BWE system
saat ini.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah :
1. Untuk mengetahui metode penambangan pada lokasi penambangan Muara Tiga
Besar Utara di PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
2. Untuk mengetahui alat –alat penunjang dan utama tambang pada BWE system pada
lokasi tambang Muara Tiga Besar Utara PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
3. Untuk mengetahui aktivitas kegiatan utama dan aktivitas kegiatan penunjang pada
BWE System lokasi tambang Muara Tiga Besar Utara PT Bukit Asam (Persero),
Tbk.

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diambil dari penulisan laporan ini adalah :
1. Mampu menjelaskan metode penambangan pada lokasi penambangan Muara Tiga
Besar Utara di PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
2. Mampu menjelaskan fungsi dari alat-alat utama dan penunjang pada BWE system
di lokasi tambang Muara Tiga Besar Utara PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
3. Mampu menjelaskan aktivitas kegiatan utama dan aktivitas penunjang pada BWE
Sytem lokasi tambang Muara Tiga Besar Utara PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
3

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pembatasan masalah yang dibahas dalam laporan ini yaitu
metode yang digunakan dalam kegiatan penambangan pada lokasi tambang MTBU,
kegiatan utama dan penunjang tambang serta penjabaran mengenai fungsi dan letak
dari alat-alat utama serta alat penunjang tambang yang ada pada lokasi Muara Tiga
Besar Utara PT Bukit Asam (Persero), Tbk.

1.5 Metodologi Penulisan


Adapun metodologi penulisan yaitu :
1. Studi litelatur
Mempelajari serta memahami litelatur yang berkaitan dengan sistem
penambangan batubara dan pengupasan over burden dengan BWE system dan mencari
sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah seperti :
a. Buku-buku yang membahas mengenai metode Continous Mining dengan
menggunakan BWE System.
b. Laporan perusahaan yang ada dari para mahasiswa yang telah melaksanakan Kerja
Praktek dan Tugas Akhir di lokasi satuan kerja Muara Tiga Besar Utara.
2. Observasi lapangan
Meninjau langsung ke lapangan untuk mengambil data yang diperlukan
berkaitan dengna metode penambangan BWE System dengan melakukan wawancara
kepada orang-orang yang bekerja di lokasi penambangan Muara Tiga Besar Utara –
Barat di PT Bukit Asam (Persero), Tbk. antara lain yaitu :
a. Asisten Manajer Operasional BWE System MTBU.
b. Supervisior Lapangan Operasi BWE/
c. Operator Operasional BWE System.
d. Supervisior dan Operator MCC.
e. Operator alat berat.
f. Supervisior dan Operator TLS I
4

3. Pengumpulan data hasil pengamatan


a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil
pengamatan di lapangan, wawancara pengawas dan pekerja yang sedang bertugas.
Data-data yang diambil di antara lain data gambar, berupa bagian-bagian alat yang
menurut penulis penting untuk memudahkan terhadap penjelasan sistem kerja Bucket
Wheel Excavator di lokasi tambang Muara Tiga Besar Utara.
b. Data Sekunder
Data sekunder berupa data pendukung seperti data produksi dari MCC (Mine
Control Center), data geologi, curah hujan, serta data-data dari litelatur yang
berhubungan dengan pengamatan hasil observasi orang lain, laporan-laporan teknis
maupun hasil publikasi teradahulu serta spesifikasi alat-alat yang beroperasi di
penambangan Muara Tiga Besar Utara.

4. Pengolahan data
Mengumpulkan data yang telah diperoleh kemudian data tersebut menjadi
susunan kata yang saling tersabung satu sama lain. Melakukan perhitungan dengan
rumus-rumus seperti :
a. Rumus kapasitas efektif BWE
b. Rumus kapasitas nyata BWE
c. Rumus perhitungan volume galian BWE
d. Rumus kapasitas dan produksi backhoe atau shovel
e. Rumus kapasitas dan produksi alat angkut (Dump truck).
5. Penarikan Kesimpulan
Mengambil inti-inti dari data yang diperoleh menjadi kesimpulan yang penting
sehingga mudah dipahami.
5

1.6 Sistematika Penulisan


Penyusunan laporan penelitian akan disusun perbab yang di dalamnya terdapat
subbab yang akan menguraikan pembahasan secara singkat dan jelas, susunan tersebut
di antara lain :
I. PENDAHULUAN
Pada bab ini tercantum latar belakang, tujuan dan manfaat kegiatan,
pembatasan masalah, metode penulisan, sistematika penulisan.
II. TINJAUAN UMUM
Bab ini membahas sejarah perusahaan, struktur organisasi, lokasi dan
kesampaian daerah, iklim dan curah hujan, keadaan geologi, cadangan dan kualitas
batubara, dan persyaratan kerja alat.
III. PEMBAHASAN
Menguraikan dan menerangkan kegiatan aktifitas penambangan BWE, dan
aktifitas penunjang BWE System. Menguraikan dan membahas mengenai
penambangan dengan metode shovel and truck pada MTBU serta melakukan kajian
perhitungan produktivitas alat BWE dan excavator dan dump truck.
IV. KESIMPULAN
Menyimpulkan hasil pembahasan kedalam suatu rangkuman mengenai tujuan
praktik kerja lapangan. Penulisan kesimpulan berdasarkan point tertentu dari hasil
pembahasan yang merupakan upaya dari kegiatan analisa data dari lapangan.
6

Masalah :

a. Apa metode penambangan yang digunakan di PT Bukit Asam (Persero), Tbk pada site
MTBU ?
b. Bagaimana aktivitas kegiatan penambangan di site MTBU PT Bukit Asam (Persero),
Tbk.
c. Apa saja alat-alat utama dan penunjang tambang yang digunakan pada site MTBU PT
Bukit Asam (Persero), Tbk. ?

Studi Pustaka

Observasi

Pengumpulan data hasil pengamatan

Data Primer Data Sekunder

a. Dokumentasi lapangan a. Lokasi dan kesampaian daerah


b. Kondisi geologi
c. Stratigrafi dan lapisan batubara
d. Kualitas batubara
e. Struktur organisasi
f. Sumberdaya dan cadangan
g. Spesifikasi alat

Pengolahan data :

- Metode penambangan site MTBU PT Bukit Asam (Persero), Tbk.


- Aktivitas utama dan penunjang tambang site MTBU PT Bukit Asam (Persero),
Tbk.
- Alat utama tambang dan penunjang tambang site MTBU.

Kesimpulan

Gambar 1.1. Bagan Alur Penulisan


7

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Perusahaan


PT Bukit Asam (Persero) Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
di dirikan pada tanggal 2 Maret 1981 dengan dasar Peraturan Pemerintah No 42 tahun
1980 yang berkantor pusat di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Diawali Penyelidikan
Eksplorasi yang dilakukan oleh bangsa Belanda Pada tahun 1915 sampai dengan 1918
yang di pimpin Ir. Man Haat yang hasilnya menunjukkan ditemukannya kandungan
batubara yang besar di kawasan Bukit Asam. Pada tahun 1919 tambang batubara di
Bukit Asam mulai berpoduksi, wilayah operasi penambangan pertama dilakukan di
areal Tambang Air Laya dengan sistem penambangan tambang bawah tanah. Batubara
yang dihasilkan dihubungkan melalui pelabuhan Kertapati Palembang melalui kereta
api sejauh ±165 km dan jalan darat sejauh ± 200 km.
Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di tanah air, para
karyawan Indonesia kemudian berjuang menuntut perubahan status tambang menjadi
Pertambangan Nasional. Pada 1950 Pemerintah RI kemudian mengesahkan
pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).
Pada 1981, PN TABA berubah status menjadi Perseroan Terbatas dengan nama
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. Dalam rangka meningkatkan
pengembangan industri batubara di Indonesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan
penggabungan Perum Tambang Batubara dengan Perseroan.
Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada 1993
Pemerintah menugaskan Perseroan untuk mengembangkan usaha briket batubara. Pada
23 Desember 2002, Perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa
Efek Indonesia dengan kode “PTBA” sejak saat itulah menjadi PT Bukit Asam
(Persero) Tbk.
8

Ditinjau dari lembaga yang mengurusnya sampai saat ini PT Bukit Asam
(Persero) Tbk, secara berturut-turut dikelola oleh :
Lembaga-lembaga yang mengurus Tambang Batubara Bukit Asam
diantaranya:
1. Tahun 1919 – 1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
2. Tahun 1942 – 1945 oleh Pemerintah Militer Jepang.
3. Tahun 1945 – 1947 oleh Pemerintah Republik Indonesia.
4. Tahun 1947 – 1949 oleh Pemerintah Belanda (Agresi II).
5. Tahun 1949 – sekarang oleh Pemerintah Republik Indonesia yang terdiri dari:
a. Tahun 1959 sampai dengan tahun 1960 oleh Biro Perusahaan Tambang Negara
(BUPTAN) berdasarkan PP No 86 th 1958.
b. Tahun 1961 sampai dengan tahun 1967 oleh Badan Pimpinan Umum (BPU)
perusahaan-perusahaan tambang batubara. BPU juga membawahi tiga perusahaan
negara yaitu :
1. PN. Batubara Ombilin di Sumatera Barat.
2. PN. Tambang Arang Bukit Asam di Tanjung Enim SUMSEL.
3. PN. Tambang Batubara Mahakam di Kalimantan Timur.
c. Tahun 1968 s.d 1980 oleh PN. Tambang Batubara berdasarkan PP No 23 tahun
1968.
d. Tahun 1981 s.d sekarang oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam berdasarkan PP
No 42 tahun 1980.
PT Bukit Asam (Persero) Tbk bertujuan untuk memenuhi permintaan industri baik
dalam maupun luar negeri terutama untuk memasok kebutuhan batubara bagi PLTU
Suralaya, Jawa Barat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, maka
dikembangkan beberapa site di wilayah IUP PTBA Tanjung Enim, yaitu:
1. Tambang Muara Tiga Besar Utara (MTBU), merupakan tambang yang
dioperasikan dengan metode penambangan menggunakan Bucket Wheel
Excavator (BWE). Site ini telah memasuki wilayah Kabupaten lahat yang IUP-nya
pun Izin dari Bupati Lahat.
9

2. Tambang Muara Tiga Besar Selatan (MTBS), merupakan bagian dari Tambang
Muara Tiga Besar yang berada di sebelah Selatan. Site ini juga telah memasuki
wilayah Kabupaten lahat yang IUPnya pun Izin dari Bupati Lahat.
3. Tambang Air Laya (TAL), merupakan site terbesar di wilayah IUP PTBA yang
dioperasikan dengan teknologi penambangan terbuka secara excavator-truck.
4. Tambang Banko Barat, terdiri dari Pit 1 dan Pit 3 yang dioperasikan dengan
metode kombinasi excavator-truck.

2.2 Struktur Organisasi PT Bukit Asam (Persero) Tbk


Dalam menjalankan bisnisnya PT Bukit Asam (Persero) Tbk memilki dewan
direksi yang terdiri dari Direktur Utama, Direktur Pengembangan Usaha, Direktur
Operasi/Produksi, Direktur Keuangan, Direktur Niaga dan Direktur Sumber Daya
Manusia Umum, disini setiap bagian-bagian utama langsung berada dibawah seorang
pemimpin serta pemberian wewenang dan tanggung jawab bergerak vertikal ke bawah
dengan pendeglegasian yang tegas melalui jenjang hirarki yang ada.
Dalam pembagianya PTBA dipimpin oleh satu direktur utama selain dari
beberapa direktur yang membantu ada bagian yang lain juga yang ikut langsung
bertanggung jawab terhadap direktur utama yaitu sekretaris perusahaan,satuan
pengawasan intern dan sistem management perusahaan. Pada setiap direktur ada juga
beberapa pembagian departemen. Pada direktur keuangan ada departemen akutansi dan
anggaran, departemen pembendaharaan dan pendanaan, departemen teknologi dan
informasi.
Pada bagian Operasi Produksi, terdapat lima unit General Manager yang
mengurusi bagian yang berbeda satu sama lain yaitu, Unit Pertambangan Tanjung
Enim, Pelabuhan Tarahan, Dermaga Kertapati, Unit Pertambangan Ombilin dan Unit
Briket. Pada Unit Pertambangan Tanjung enim, aktivitas penambangan batubara di
tugaskan kepada Senior Manager.
10

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT Bukit Asam (Persero), Tbk.


SM
PENAMBANGAN

MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER


POHA BWE SYSTEM WASNAMTOR SWAKELOLA

ASS MAN
BWE SYSTEM

ASS MAN
GESERAN

ASS MAN
SPREADER

ASS MAN
MCC

ASS MAN
PENIRISAN

Sumber: Satuan Kerja BWE System PTBA.


Gambar 2.2 Struktur Organisasi Satuan Kerja BWE System.
11

2.3 Satuan Kerja di PT Bukit Asam (Persero), Tbk.


Secara umum satuan kerja yang terdapat di PT Bukit Asam (Persero) Tbk cukup
banyak dan setiap satuan kerja mempunyai tugasnya masing-masing diantaranya
adalah :

2.4.1 Satuan Kerja Penambangan BWE System


Penambangan BWE System merupakan tempat kami diletakkan untuk
melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan. Satuan kerja ini melakukan aktivitas
penambangan dengan metode continous mining baik produksi batubara maupun
pengupasan overburden, dimana alat utamanya yaitu Bucket Wheel Excavator (BWE).

2.4.2 Satuan Pengawasan Penambangan Kontraktor


Wasnamtor merupakan salah satu bagian unit kerja di bagian Operasi Produksi
yang berfungsi sebagai pengawasan kegiatan penambangan yang dilakukan oleh
perusahaan kontraktor yang dipercaya untuk melaksanakan operasi penambangan yang
ada.
Perusahaan penambangan kontraktor yang bekerja sama dengan PTBA adalah
PT Sumber Mitra Jaya (SMJ) dan PT Pamapersada Nusantara yang menjadi pelaksana
penambangan di wilayah Unit Penambangan Tanjung Enim.

2.4.3 Satuan Kerja Swakelola


Satuan kerja mempunyai peranan penting dalam melakukan produksi batubara
ataupun tanah penutup (Overburden) serta (Interburden). Satuan kerja ini sama seperti
Wasnamtor hanya tetapi aktivitas penambangan dilakukan sepenuhnya oleh karyawan
PTBA, mereka hanya menyewa alatnya saja.

2.4.4 Satuan Kerja Rencana Operasi (Renop)


Satuan kerja ini bertugas untuk merencanakan kegiatan penambangan dalam
jangka panjang dan pendek. Rencana jangka panjang yaitu rencana yang dibuat untuk
12

merencanakan operasi kerja dalam waktu tahunan dan rencana jangka pendek yaitu
berupa triwulan. Dalam proses perencanaan operasi jangka panjang biasanya
diserahkan ke satuan kerja POHA (Perencanaan Operasi Harian) untuk di buat rencana
harian pada satuan kerja yang akan di berikan.

2.4.5 Satuan Kerja POHA (Perencanaan Operasi Harian dan Administrasi)


Merupakan Satuan kerja yang bertugas untuk membuat rancangan harian
terhadap rencana tahunan yang telah di tetapkan oleh satuan kerja Renop serta turut
mengawasi keadaan lapangan apakah sesuai dengan yang direncanakan.

2.4.6 Satuan Kerja PAB (Penanganan Angkutan Batubara)


Satuan kerja memiliki tugas dalam mengatur dan memonitoring peralatan dan
proses handling batubara jalur kereta api untuk diangkut menuju pelabuhan
pengiriman.

2.4.7 Satuan Kerja Keloling (Kelolah Lingkungan)


Satuan Kerja yang bertugas dalam mengawasi dan menangani permasalahan
terhadap lingkungan yang dapat terjadi dari hasil proses aktifitas penambangan selama
dan atau sesudah pasca tambang.

2.4 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) PT Bukit Asam (Persero) Tbk di
Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera
Selatan dengan jarak ± 186 km Barat Daya dari pusat kota Palembang. Wilayah IUP
PT Bukit Asam terletak pada posisi 3°42’ 30” LS – 4o 47’ 30” LS dan 103o 45’ 00” BT
– 103°50’ 10” BT atau garis bujur 9.583.200 – 9.593.200 dan lintang 360.600 –
367.000 dalam sistem koordinat internasional. Untuk selengkapnya dapat dilihat peta
regional PT Bukit Asam (Persero) Tbk UPTE. Lokasi penambangan PT Bukit Asam
13

(Persero) Tbk terdiri dari dua bagian yaitu Tambang Air Laya (TAL) dan Non Air
Laya (NAL).
Non Air Laya secara umum terbagi menjadi dua bagian yaitu Banko Barat dan
Muara Tiga Besar. Muara Tiga Besar terbagi lagi menjadi dua bagian lokasi
pengembangan yaitu Muara Tiga Besar Utara dan Muara Tiga Besar Selatan.
Muara Tiga Besar (MTB) yang terdiri dari Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dan
Muara Tiga Besar Selatan (MTBS) memiliki Luas IUP ± 3.300 Ha serta terdapat lokasi
Tambang Banko Barat dengan luas IUP ± 4.500 Ha. Daerah operasional penambangan
Muara Tiga Besar Utara adalah salah satu wilayah operasional PT Tambang Batubara
Bukit Asam yaitu sekitar 7 km dari Tanjung Enim kearah timur.

Sumber : www.ptba.co.id.
Gambar 2.3 Kesampaian Daerah PT Bukit Asam (Persero) Tbk
14

LOKASI KERJA PRAKTEK

Sumber: Satuan Kerja Eksplorasi Pengembangan dan PJP PTBA


Gambar 2.4 Wilayah Penambangan Muara Tiga Besar Utara (MTBU)

2.5 Kondisi Geologi dan Stratigrafi


2.6.1 Kondisi Geologi
Lapisan batubara di daerah IUP PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit
Penambangan Tanjung Enim menempati tepi barat bagian dari Cekungan Sumatera
Selatan (Coster, 1974 dan Harsa, 1975). Lapisan batubara pada daerah ini tersingkap
dalam sepuluh lapisan batubara yang terdiri dari lapisan tua sampai muda, yakni
Lapisan Petai, Lapisan Suban, Lapisan Mangus dan tujuh lapisan gantung (hanging
seam).
Ditinjau dari keadaan geologi pembentukan batubara, maka lapisan batubara
pada awalnya berupa lapisan yang datar (flat) atau sedikit miring. Kemiringan yang
15

besar mengindikasikan telah terjadinya fenomena geologi yang signifikan


(lipatan/patahan) di sekitar lokasi tersebut, sehingga batubara memiliki kemiringan
yang besar, maka material batuan di sekitar batubara tersebut (overburden/interburden)
juga mengalami proses geologi yang sama.

Gambar 2.5. Peta Geologi Regional Tanjung Enim (Satuan Kerja Geoteknik dan
Eksplorasi Rinci PT. BA, 2017)

2.6.1.1 Sedimen Kuarter


Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa
Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang lebih
tua yang terdiri dari batupasir, fragmen-fragmen konglomerat berukuran kerikil hingga
bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur
resen.
16

2.6.1.2 Formasi Kasai


Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan
ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batu pasir tufan dan tefra riolitik di
bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat,
tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu
kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang
terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai
berumur Pliosen akhir-Plistosen awal.

2.6.1.3 Formasi Muara Enim


Formasi Muara Enim diendapkan selaras diatas Formasi Benakat. Formasi ini
berumur Miosen Atas yang tersusun oleh batu pasir lempungan, batu lempung pasiran
dan batubara. Formasi ini merupakan hasil dari pengendapan lingkungan laut neritik
sampai rawa, dengan ketebalan berkisar antara 150 m sampai 750 m.

2.6.1.4 Formasi Air Bekanat


Formasi Air Benakat diendapkan selaras diatas Formasi Gumai yang berumur
Miosen Tengah, tersusun oleh batu lempung pasiran dan batu pasir glaukonitan.
Formasi Air Benakat diendapkan pada lingkungan laut neritik dan berangsur menjadi
laut dangkal, dengan ketebalan antara 100 m sampai 800 m. Formasi ini diendapkan
pada lingkungan neritik dan berangsur-angsur menjadi laut dangkal dan prodelta.
Diendapkan selaras di atas formasi gumai pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir
dengan ketebalan kurang dari 600 meter.

2.6.1.5 Formasi Gumai


Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana
formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan.
Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batu gamping,
17

napal dan batu lanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batu pasir
dan serpih. Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan
diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen awal-Miosen
tengah.

2.6.1.6 Formasi Baturaja


Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar dengan
ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batu gamping, batu gamping
terumbu, batu gamping pasiran, batu gamping serpihan, serpih gampingan dan napal
kaya foraminifera, moluska, dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral-
neritik dan berumur Miosen awal.

2.6.1.7 Formasi Talang Akar


Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batu lanau, batu
pasir, dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga
transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur Oligosen akhir
hingga Miosen awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian
bawah formasi ini terdiri dari batu pasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan
di bagian atasnya berupa perselingan antara batu pasir dan serpih. Ketebalan Formasi
Talang Akar berkisar antara 400 m – 850 m.

2.6.2 Stratigrafi
Secara umum Perlapisan di daerah Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dapat
diihat pada kolom Stratigrafi, dimana merupakan rangkaian Formasi Muara Enim dari
tiga lapisan batubara yaitu lapisan Mangus, lapisan Suban, dan lapisan Petai yang tiap-
tiap lapisan terdapat lapisan sisipan yaitu lapisan batuan sedimen berupa batu lempung
lanauan sampai pasiran. Adapun urutan stratigrafi sebagai berikut:
18

2.6.2.1 Lapisan Tanah Penutup (Overburden)


Lapisan ini dicirikan dengan adanya batulempung, batupasir, batulempung
lanauan (Silt Clay Stone) dan Bentonit. Pada lapisan ini ditemukan juga lapisan
batubara gantung (Hanging Coal) pada kedalaman 8 m dengan ketebalan ± 1,35m.

2.6.2.2 Lapisan Batubara A1 (Mangus Atas)


Lapisan ini dicirikan dengan adanya lapisan pengotor yang berupa lempung
berwarna keabu-abuan. Ketebalan batubara pada lapisan ini bervariasi antara 6,8 m –
10 m dengan ketebalan rata-rata 8,6 m.

2.6.2.3 Lapisan Interburden A1 – A2


Lapisan ini dicirikan dengan adanya batu pasir tufaan berwarna putih keabu-
abuan sebagian dari hasil aktivitas vulkanik. Lapisan ini mempunyai ketebalan rata-
rata ± 2,9 m.

2.6.2.4 Lapisan Batubara A2 (Mangus Bawah)


Lapisan batubara A2 mempunyai variasi ketebalan antara 9,8 m – 14,75 m
dengan ketebalan rata-rata 12,8 m, dimana daerah bagian Barat mempunyai ketebalan
relatif lebih besar dibandingkan dengan daerah bagian Timur.

2.6.2.5 Lapisan Interburden A2 – B1


Lapisan ini dicirikan dengan batu lanau,dengan ketebalan rata-rata 16 m dengan
sisipan pasor halus. Disini ditemukan adanya lapisan batubara tipis dikenal dengan
nama Suban Marker Seam.

2.6.2.6 Lapisan Batubara B1 (Suban)


Lapisan Batubara ini memiliki ketebalan 17 meter. Ketebalan terbesar terdapat
dekat dengan antikilin Muara Tiga, yaitu sekitar 20 meter dan ketebalan terkecil sekitar
10 meter.
19

2.6.2.7 Lapisan Interburden B1 – B2


Lapisan ini mengandung batu lempung dan batu lanau yang tipis.

2.6.2.8 Lapisan Batubara B2


Lapisan batubara ini memiliki ketebalan 4.3 – 5.5 m.

2.6.2.9 Lapisan Interburden B2 – C


Lapisan ini dicirikan dengan adanya batu pasir yang mendominasi dengan
ketebalan rata-rata ± 40 m. Material lain yang tersisip berupa batu pasir lanauan yang
berwarna abu – abu.

2.6.2.10Lapisan Batubara C (Petai)


Lapisan Batubara ini memiliki ketebalan ± 8.9 m dengan sisipan tipis batu
lempung dan dibawahnya terdapat batu lempung dan batu lanau. Pada lapisan C banyak
dijumpai lensa-lensa batu lanau atau siltstone terkadang bersifat silikaan dan warnanya
mirip batubara.
20

Sumber: Satuan Kerja Eksplorasi Rinci PTBA


Gambar 2.6 Stratigrafi MTBU
2.6 Iklim dan Curah Hujan
Wilayah Tanjung Enim memiliki iklim tropis dengan kelembaban dan suhu yang
tinggi. Suhu yang ada di daerah berkisar 24℃ hingga 32℃ dan kelembaban yang
dimiliki wilayah ini berkisar 75% dengan kecepatan angin 1-3 m/det.

Tabel 2.1 Data Curah Hujan MTBU PT Bukit Asam (Persero) Tbk
MTBU Selatan MTBU Barat

E C.Hujan Jam C.Hujan Jam


Frekwensi Frekwensi
Hujan Hujan
mm (Kali) mm (Kali)
(jam) (jam)

1 3,00 1,80 1,00 3,00 1,80 1,00

2 0,60 1,60 1,00 0,60 1,60 1,00


21

3 0,70 0,30 1,00 0,70 0,30 1,00

4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

7 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

8 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

11 4,50 0,20 2,00 0,00 0,00 0,00

12 70,40 1,45 2,00 79,00 3,15 3,00

13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

14 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

16 2,60 0,30 2,00 2,00 0,50 1,00

17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

18 0,40 0,15 3,00 0,70 1,00 1,00

19 0,30 1,60 1,00 0,30 1,60 1,00

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00


20

21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

23 10,90 0,42 1,00 10,90 0,42 1,00

24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

25 2,70 0,67 1,00 2,70 0,67 1,00

26 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

28 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

29 11,90 1,50 1,00 11,90 1,50 1,00

30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Juml 108,00 9,98 16,00 111,80 12,53 12,00

Sumber : Satuan Kerja Hidrologi PTBA, 2015


22

Dengan metode penambangan terbuka seluruh aktivitas pekerjaan berhubungan


langsung dengan udara bebas, sehingga iklim yang ada berdampak langsung pada
operasional.

2.7 Cadangan dan Kualitas Batubara


2.8.1 Cadangan Batubara
Jumlah cadangan batubara yang terdapat pada lokasi PTBA-UPTE berbeda-
beda pada setiap wilayah dengan total cadangan terukur sebesar 3126,94 juta ton.
Adapun jumlah cadangan terukur (measured reserves) Tambang Muara Tiga Besar
Utara secara keseluruhan adalah 577.610.000 ton batubara.

Tabel 2.2 Potensi Batubara di daerah konsesi PT Bukit Asam Tanjung Enim
Sumatera Selatan

CADANGAN (Juta Ton)


Nama Daerah Terukur Terindikasi Tereka
Jumlah
(Measured) (Indicated) (Inferred)
Air Laya 236,74 12,62 0,00 249,36
Arahan Utara 180 40 10 230
Arahan Selatan 272 86 0,00 358
Air Selero 49,04 0,69 0,00 49,73
Banko Barat 554,75 116,35 0,00 671,10
Banko Tengah 480,39 308,91 0,00 789,30
Banko Selatan 273,41 184.4 0,00 457,81
Banjar Sari 242,14 42,9 0,00 285,04
Bukit Bunian 20,67 0 0,00 20,67
Bukit Kendi 14,67 30,77 0,00 45,44
Kungkilan 105,20 41,19 0,00 146,39
Muara Tiga Besar 308,40 23 0,00 331,40
Utara
Muara Tiga Besar 215,36 33,38 0,00 248,72
Selatan
Sukamerindu 174,17 0 0,00 174,17
Suban Jeriji Timur 0 0 325 325
Suban Jeriji Utara 0 502 0,00 502
23

Total 3126,94 1422,21 335 4884,15

Sumber : Arsip Satuan Kerja Eksplorasi Rinci dan Geoteknik PT Bukit Asam (Persero), Tbk.,2017

2.8.2 Kualitas Batubara


Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk mengetahui memberikan nama
serta membuat batasan-batasan kelas menurut Fix carbon yang dimiliki batubara
tersebut. Klasifikasi batubara yang umum digunakan adalah klasifikasi menurut ASTM
(American Standard for Testing Materials). Klasifikasi ini didasarkan atas analisa
proksimat batubara, yaitu berdasarkan derajat perubahan selama proses pembatubaraan
mulai dari lignit sampai antrasit. Untuk itu diperlukan data karbon tertambat (fixed
carbon), zat terbang (volatile matter) dan nilai kalor.

Tabel 2.3 Penggolongan Kualitas Batubara di PT Bukit Asam (Persero), Tbk

Kelas Group Group Keterangan

1 Meta Anthracite -

Antrasit 2 Anthracite Suban

3 Semi-Anthracite Air Laya

1 Low Volatile Bituminus -

Medium Volatile
2 -
Bituminus

Bituminus High Volatile Bituminus Air Laya &


3
Coal A Bukit Kendi
High Volatile Bituminus
4 -
Coal B
High Volatile Bituminus
5 -
Coal C
24

1 Sub-Bituminus Coal A Air Laya

Sub- 2 Sub-Bituminus Coal B Muara Tiga Besar


Bituminus
3 Sub-Bituminus Coal C Banko Barat

Sumber: Satuan Kerja Eksplorasi Rinci dan Geoteknik PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
Cara pengklasifikasian batubara dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Untuk batubara dengan kandungan (VM) kurang dari 31%, klasifikasi didasarkan
pada fixed carbon (FC), yaitu :
a. Meta anthracite coal FC > 98%
b. Anthracite coal 98% >FC > 92%
c. Semi anthracite coal 92% > FC > 86%
d. Low volatile bituminous coal 86% > FC > 78%
e. Medium volatile bituminous coal 78% > FC > 69%
25

a. Untuk batubara dengan kandungan volatile matter lebih dari 31%, klasifikasi
didasarkan atas nilai kalorinya (btu/lb), yaitu:
1. Group anthracitic coal yang mempunyai nilai kalori lebih dari 14.000 Btu/lb,
antara lain:
a. Metaanthracite
b. Anthracite
c. Semianthracite
2. Group bituminous coalyang mempunyai nilai kalori antara 13.000 - 14.000 btu/lb,
antara lain:
1. Low Volatile bituminous coal
2. Medium Volatile bituminous coal
3. High Volatile A bituminous coal
4. High Volatile B bituminous coal
5. High Volatile C bituminous coal
3. Group subbituminous coal yang mempunyai nilai kalori antara 8.300 - 13.000
Btu/lb, antara lain :
1. Sub Bituminous A coal
2. Sub Bituminous B coal
3. Sub Bituminous C coal
4. Group Lignit coal dengan nilai kalori kurang dari 8.300 Btu/lb, antara lain:
1. Lignit
2. Brown coal
Dengan cara pengklasifikasian diatas, batubara PTBA (UPTE) secara umum
termasuk kelas sub bituminous sampai antrasit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel Market Brand (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Klasifikasi Batubara Berdasarkan Market Brand


26

CV
Coal TM IM Ash VM FC TS
(Kcal/Kg,
Brand (%,ar) (%,adb) (%, adb) (%, adb) (%, adb) (%, adb)
abd)

BA 59 5850 28 14.5 8.0 40 37.5 0.8


BA 63 6300 21 11.5 6.0 40 43.0 0.5
BA 67 6650 18 9.0 6.0 40 44.5 0.7
BA 70 7000 13 6.5 6.0 40 47.5 0.7

Sumber : Satuan Kerja Penanganan dan Angkutan Batubara (PAB) PT Bukit Asam (Persero), Tbk.

Pada areal penambangan Muara Tiga Besar, terdapat beberapa lapisan dengan
kalori yang beragam. Kalori yang banyak terdapat di MTBU berkisar antara 5000
Kkal/kg - 6000 Kkal/kg. Untuk lebih jelas mengenai kualitas batubara dari analisa
proksimat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5 Kualitas Batubara Muara Tiga Besar


Mine Brand Parameter
CV 5.600 Maksimum Kkal/kg (adb)
TE 55 LS
TS 0,7 Maksimum % (adb)
CV 5.600 Maksimum Kkal/kg (adb)
TE 55 HS
TS 0,7 Minimum % (adb)
CV 5.600 – 6.100 Kkal/kg (adb)
TE 59 LS TS 0,7 Maksimum % (adb)
CV 5.600 – 6.100 Kkal/kg (adb)
TE 59 HS TS 0,7 Minimum % (adb)
CV 6.100 – 6.500 Kkal/kg (adb)
TE 63
TS - % (adb)
27

Sumber: Satuan Laboratorium Batubara PT Bukit Asam (Persero), Tbk.

2.9 Penyediaan Kebutuhan Air


Mengingat kebutuhan air sangat penting, maka PT. Batubara Bukit Asam
(Persero) Tbk mendirikan tempat pengolahan air bersih sendiri yang sangat baik dan
sangat mencukupi kebutuhan perkantoran, rumah sakit (kesehatan), perumahan, dan
fasilitas umum lainnya.
Sumber air bersih PT. Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk berasal dari Sungai
Enim yang diolah instansi air bersih. Tempat pengolahan air bersih ini terletak ditepi
sungai enim, yang diberi nama Water Treatment Plant (WPT).
Sistem pengolahan air bersih di Water Treatment Plant kramat secara besar
dimulai dengan menghisap air sungai sebagai bahan baku dengan pompa intake dan
dialirkan menuju ke bak prasedimentasi dan disini terjadi pengendapan awal . Air dari
bak prasedimentasi akan masuk kedalam bak pengaduk cepat dan ditambahkan tawas
untuk proses koagulasi agar tewas bentuk koagulan bak pengaduk cepat, air akan terus
mengalir ke bak pengaduk lambat agar koagulan yang terbentuk semakin banyak dan
pada flokulator ini ditambahkan larutan kapur tohor untuk menaikkan pH air agar
menjadi netral.
Dari flokulator air akan masuk ke bak sedimentasi dan pada bak sedimentasi
ini akan terjadi pemisahan air yang jernih dan sisa koagulan yang terbentuk. Air yang
jernih akan masukn ke filter kemudian kan mengalir menuju bak penampung air bersih
dan ditambahkan kaporit untuk membunuh bakteri yang terdapat dalam air. Dari bak
penampungan air kan dialirkan ke Water tank 1 dan water tank 2. Dapun sistem
pendistribusi sebagai berikut :
1. Dari Water Treatment Plant air dipompakan menuju Water Tank 1 untuk daerah
perkantoran dan pertambangan
2. Dari Water Treatment Plant air dipompakan menuju Water Tank 2 untuk daerah
perumahan, rumah sakit, dan fasilitas lainnnya.
28

2.10 Penyediaan Kebutuhan Listrik


Sumber listrik yang digunakan oleh PT. Bukit Asam (Persero) Tbk berasal dari
PT. PLN Bukit Asam (Persero) dengan kapasitas sebesar 5.500 KVA (Kilo volt
ampere), tegangan 3 phasa, 20.000 Volt, 50 HZ. Sumber listrik digunakan untuk
perkantoran Bukit Asam, Perumahan Bukit Asam, Rumah Sakit Bukit Asam dan
fasilitas lainnya.
Sumber listrik ini disuplai melalui Gardu Induk Sentral Bukit Asam dengan
tegangan listrik yang digunakan Laboratorium Tanjung Enim (Analisa Batubara dan
AMDAL (Analisis Mengenai dampak lingkungan)) PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
sebesar 3 phasa, 380 volt, 50bHz digunakan untuk instalansi penerangan dengan total
kapasitas 197 KVA.
Selain menggunakan sumber listrik dari PT. PLN Bukit Asam (Persero), Tbk
juga menggunakan sumber listrik cadangan dengan mengoperasikan generator yang
kapasitasnya 875 KVA, tegangan 3 phasa, 380 volt, 50 Hz. Generator digunakan
apabila sumber listrik dari PT. PLN Bukit Asam (Persero), Tbk mengalami gangguan
atau mati lampu.
2.11 Pengelolaan Lingkungan
PT Bukit Asam (Persero), Tbk telah melakukan kebijakan dalam pengelolaan
dan pematauan lingkungan demi tercapainya tujuan agar dapat menambang batubara
dengan cara ramah lingkungan serta tidak merugikan masyarakat sekitar daerah
penambangan. PTBA sangat serius dalam menangani berbagai masalah lingkungan di
sekitar wilayah pertambangan maka dari itu PTBA telah menerapkan sistem
pemantauan yang terdiri dari beberapa bidang seperti:

2.11.1 Kualitas Air


Baku mutu air yang telah ditetapkan untuk sungai berdasarkan SK Gubernur
Sumatera Selatan No.16 tahun 2005 terdiri dari berbagai parameter yaitu:
a. pH = 6 – 9 c. Mn = 0.1 mg/l
b. TDS= 50 mg/l d. Fe = 0.3 mg/l
Kualitas air di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Berdasarkan PP No. 82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air, SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No.2
tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan No.37 tahun 2003 tentang metode pengujian
kualitas air permukaan dan contoh air permukaan dan peraturan Perundang-undangan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan No.18 tahun 2005. Dalam
proses penambangan Batubara akan menghasilkan air asam yang akan dialirkan
kembali ke sungai Air Laya, namun air asam memiliki kandungan asam yang tinggi
dan mengandung material yang berbahaya bagi lingkungan seperti (Fe dan Mn) maka
dari itu sebelum air tersebut dibuang harus diolah di Kolam Pengendap. Kolam
pengendap berupa kolam yang dibuat diatas tanah langsung dan dirancang sedemikian
rupa sehingga ketika air asam dilewatkan akan mengendapkan bahan-bahan terlarut
secara bertahap dari kolam awal (depan) ke kolam selanjutnya. Selain berfungsi
sebagai kolam pengendap bahan terlarut kolam ini berfungsi menetralkan nilai
kandungan asam dengan mencampurkan kapur (CaCO3) ke kolam yang ke-2 atau ke-3
(pilihan operator), dan keluaran air di kolam ujung akan diuji parameter-parameter
kualitasnya di Laboratorium PTBA dalam jangka waktu dua minggu sekali dan dalam
jangka waktu 3 bulan juga di uji oleh pihak ketiga yaitu Baristand propinsi Sumatera
Selatan.

2.11.2 Kualitas Udara


Udara yang bersih sangat dibutuhkan bagi para pekerja tambang juga bagi
makhluk hidup lainnya telah mengeluarkan SK Menteri KLH No. Kep.
13/MENKLH/3/1995 yang salah satunya berisi kadar debu yang masih diizinkan yaitu
230 mg/m3 dengan kadar zat-zat seperti:
- CO = 3 x 105 mg/m3
- NOx = 1000 mg/m3
- NO2 = 400 mg/m3
- SOx = 800 mg/m3
30

Debu banyak berasal dari proses spreading di stockpile yaitu ketika debunya
dengan menyemprotkan air dari atas spreader ke batubara yang berjatuhan. PTBA juga
telah bekerjasama dengan pihak Bappeda untuk menguji kadar debu di sekitar daerah
tambang.

2.11.3 Kualitas Tanah


Pada proses penggalian batubara yang terdapat didalam tanah, tanahnya harus
dikeruk terlebih dahulu lalu dihamparkan di suatu lokasi dan terus ditumpuk selama
proses penggalian berlangsung. Suatu daerah tambang yang telah habis batubaranya
selalu meninggalkan lokasi (area) bekas penambangan. Hal ini merupakan suatu
permasalahan tersendiri yang dihadapi oleh PTBA. Oleh karena itu, PTBA telah
bekerjasama dengan UNSRI untuk melakukan pengujian atas kualitas tanah setelah
penambangan dan telah menyiapkan beberapa cara yang dapat dilakukan guna
mengelola lokasi bekas penambangan. Cara-cara tersebut antara lain:
a. Menimbun daerah bekas tambang menggunakan tanah penutup
b. Memadatkan tanah penutup menggunakan buldozer
c. Membuat dam dari batu pecah untuk pengendalian erosi
d. Membuat kolam pengendap lumpur
e. Melakukan revegetasi atau penanaman kembali pada daerah bekas penambangan

2.11.4 Vegetasi dan Satwa Liar


Sebelum digali lokasi penambangan merupakan daerah perhutanan yang banyak
hidup berbagai jenis vegetasi dan satwa liar. Untuk tetap melestarikan vegetasi telah di
lakukan reklamasi atau pembangunan wilayah hutan kembali dan secara tidak langsung
akan secara bertahap mengembalikan satwa-satwa liar yang telah lari ke hutan lain.
Selain menjaga hewan dan vegetasi darat PTBA juga memperhatikan biota air dengan
bekerjasama dengan Bappeda untuk melestarikan biota air.

2.11.5 Revegetasi
31

Revegetasi bertujuan memulihkan lahan yang sudah final akibat penambangan.


Manfaatnya, antara lain, merehabilitas lahan yang rusak/gundul, menghindari
kelongsoran pada lereng-lereng bekas galian atau timbunan, mencegah erosi oleh air
permukaan, mengembalikan fungsi lahan daerah yang telah terganggu, dan
menampilkan bukti bahwa kegiatan penambangan ramah dengan alam.
Ada sejumlah lokasi bekas aktivitas penambangan yang harus dilakukan
kegiatan revegetasi. Lokasi-lokasi itu meliputi daerah galian (mined out pit) yang sudah
final, daerah timbunan yang belum final tapi ditinggalkan sampai dua tahun berpotensi
terjadi erosi, serta area kegiatan penunjang yang ditinggalkan. Agar proses revegetasi
berjalan dengan baik, maka harus disediakan bibit yang baik melalui proses
pembibitan. Penanaman dilakukan pada daerah yang sudah ditata dan dihamparkan
dengan tanah pucuk yang terdiri atas tanah humus dan tanah merah yang merupakan
hasil pelapukan tanah induk.
Sebelum penanaman, dilakukan kajian tentang kriteria tanaman yang cocok
untuk lahan yang akan direvegetasi dengan memperhatikan rekomendasi pihak-pihak
yang berkepentingan (stakeholders) atau sesuai dengan dokumen amdal. Jenis-jenis
tanaman harus memenuhi persyaratan untuk reklamasi. Persyaratan itu adalah sesuai
dengan kegunaan reklamasi, mudah diperbanyak secara generatif, toleran terhadap
pemangkasan, mampu memberikan unsur-unsur kesuburan tanah, tahan terhadap
kekeringan dan perawatan minim, mempunyai daya adaptasi yang tinggi, tahan
terhadap hama, mampu mengendalikan gulma, dan tidak mempunyai sifat yang tidak
menyenangkan seperti berduri atau banyak sulur yang membelit.

2.12 BWE System


Continuous Mining System menggunakan suatu alat gali yang disebut Bucket
Wheel Excavator (BWE). Alat BWE ini dilengkapi dengan alat angkut material berupa
Belt Conveyor, alat hampar tanah di disposal berupa Spreader, dan alat tumpuk
batubara di stockpile berupa Stacker Reclaimer serta alat untuk pengisian batubara ke
32

gerbong kereta api berupa Train Loading Station. Keseluruhan alat inilah yang
dinamakan dengan BWE System (Yansir Nani, 2011)
Menurut Yansir Nani , Bucket Wheel Excavator merupakan alat gali muat material
(baik tanah maupun batubara) dalam Continuous Mining System. Alat ini beroperasi di
front penggalian dan dalam pelaksanaan operasionalnya ada beberapa hal yang perlu
diketahui yaitu : proses penggalian, cara pemotongan galian, metode pengoperasian.

2.13 Proses Penggalian


Yansir dalam bukunya yang berjudul Bucket Wheel Excavator Teknologi
Penambangan Continuous Mining menjelaskan berdasarkan proses penggaliannya
(Gambar 3.1). BWE dapat dioperasikan dengan tiga cara kerja yaitu cara kerja blok
penuh (Full Block working/Voll Blok), cara kerja setengah blok (Half Block
Working/Teil Blok) dan cara kerja depan (Front Working/Strossen Blok). Penggunaan
cara kerja ini bergantung pada jangkauan lengan dan roda rangka (crawler) BWE yang
dapat berupa jenis track atau rail.
a. Cara kerja Blok penuh (Full Block working/Voll Blok)
Penggalian ini dilakukan dengan cara membuat blok-blok. BWE bekerja
dengan cara menaikkan dan menurunkan serta mengayun lengan secara terus menerus
dengan sudut swing sebesar ± 145⁰. Lereng depan hasil penggalian berbentuk busur.
Kedalaman penggalian diatur dengan memajukan lengan.
33

Sumber : Nani, Yansir. (2011).


Gambar 2.7. Proses Penggalian BWE
34

b. Cara Kerja Setengah Blok (Half Block Working/Teil Blok)


Pada cara kerja ini, BWE bergerak sepanjang permukaan kerja (working face).
Arah gerak BWE tegak lurus dengan arah lengan dan ayunan (swing) hanya
dilakukan pada akhir permukaan kerja, dimana besarnya sudut swing ±70⁰. Jarak
jalan BWE pada cara setengah blok lebih besar dari jarak jalan pada cara blok
penuh.
c. Cara Kerja Depan (Front Working/Strossen Blok)
Cara kerja ini hampir sama dengan cara kerja setengah blok. Hanya saja pada
cara kerja depan, sudut swing pada akhir permukaan kerja sebesar ±55⁰. Jarak jalan
BWE pada cara kerja depan lebih besar dari jarak jalan pada cara setengah blok.

2.14 Cara Penggalian


Cara penggalian BWE System dapat dilakukan dengan tiga cara, antara lain:
2.14.1 Terrace Cut
Adalah cara penggalian dengan ketebalan galian ditentukan melalui gerak
maju BWE. Dimana pada awal galian, gigi bucket menggali material yang tipis
(bagian galian yang paling atas) sedangkan pada akhir galian, gigi bucket menggali
material yang tebal (bagian dasar galian). Penggalian ini juga untuk membuat
tangga-tangga agar kestabilan lereng dapat terjaga serta menghasilkan galian yang
optimal.

2.14.2 Dropping Cut


Adalah cara penggalian BWE dimana ketebalan galian ditentukan melalui
gerak turun bucket. Dimana pada awal penggalian, gigi bucket menggali material
yang tipis sedangkan pada akhir penggalian, gigi bucket menggali material yang
tebal (kebalikan dari Terrace Cut).
Cara penggalian ini digunakan untuk menggali tanah yang lunak dan
lengket agar material hasil galian tersebut tidak mengotori landasan kerja BWE
bagian depan.
35

Sumber : Nani, Yansir. (2011)


Gambar 2.8. Cara Penggalian BWE System Terrace Cut

Sumber : Nani, Yansir. (2011)


Gambar 2.9. Cara Penggalian BWE System Dropping Cut

2.14.3 Combination Cut


Adalah cara penggalian gabungan antara terrace cut dengan dropping cut.
Penggalian lapisan dilakukan dengan menggunakan terrace cut dan bagiann
bawahnya menggunakan dropping cut.
Cara ini jarang digunakan, karena saat menggali dropping cut, bucket akan
mengalami tahanan yang besar pada saat memotong slice yang cukup tebal
sehingga beresiko patahnya gigi bucket.

2.15 Metode Pengoperasian


Berdasarkan metode pengoperasiannya, operasional BWE dapat dibedakan
menjadi empat macam antara lain :
36

2.15.1 High Cut


High cut adalah sistem pengoperasian BWE dimana elevasi latar kerja
BWE, BW dan CE berada pada ketinggian yang sama. Tinggi maksimal galian
adalah 12 meter. Sistem ini berguna untuk memperluas daerah dengan batas
maksimum 90 meter dari jalur Conveyor Excavating (CE). Lebar blok galian 20
meter dengan sudut bidang gali 60⁰.

2.15.2 High Steep


High Steep adalah cara penggalian blok penambangan dimana elevasi latar
kerja BWE berada lebih tinggi daripada latar kerja BW dan CE. Perbedaan
ketinggian maksimum dari masing-masing alat adalah 6 meter. Cara ini digunakan
bila ketinggian jenjang penggalian yang tersedia jauh lebih tinggi (>12 m) daripada
ketinggian blok penggalian normal. Lebar blok galian 20 meter dengan sudut
bidang gali >60⁰. Kaki ramp maksimal 37 meter dari CE, dan kemiringan ramp
≥1:25.

Sumber : Nani, Yansir. (2011)


Gambar 2.10. Metode Pengoperasian High Cut
37

Sumber : Nani, Yansir. (2011)


Gambar 2.11. Metode Pengoperasian High Step

2.15.3 Double Deep Step


Double Deep Step adalah suatu system penggalian dimana elevasi latar kerja
BWE lebih rendah (-6 m) daripada latar kerja BW, dan latar kerja BW lebih rendah
(-6 m) dari latar kerja CE.

2.15.4 Deep Step


Deep Step adalah cara penggalian blok penamangan dimana elevasi latar
kerja BWE dan BW lebih rendah daripada latar kerja CE dengan beda ketinggian
maksimum jenjang 6 meter. Cara ini dilakukan untuk mengurangi ketinggian bench
yang dibawahnya. Lebar blok galian 32 meter dan kemiringan ramp turun minimum
1 : 22,5.

Sumber : Nani, Yansir. (2011)


Gambar 2.12. Metode Pengoperasian Double Deep Step
38

Sumber : Nani, Yansir. (2011)


Gambar 2.13. Metode Pengoperasian Deep Step

2.16 Specific Production Factor (SPF)


SPF merupakan parameter kapasitas/kinerja pemindahan tanah dan
batubara dari BWE. SPF diperoleh dari perbandingan antara volume tanah dan atau
batubara hasil penggalian dengan waktu penggaliannya.
Kapasitas efektif ini ditentukan dengan rumus :
Qeff = 60 x In x S x nf x Sf x np x fp ................................................................ (1)
dimana :
Qeff : Kapasitas produksi efektif
In : Isi nominal bucket (0,8 m3)
S : Jumlah curahan bucket (6,5/menit)
nf : Faktor pengisian bucket (0,9)
Sf : Faktor muai (swelling factor = 0,71)
np : Efisiensi penggalian (0,7)
fp : Faktor koreksi penggalian (0,75)
Selain kapasitas efektif, kita juga dapat menghitung kapasitas nyata bucket
wheel excavator, dapat menggunakan rumus :
Vb ......................................................................................... (2)
Qny =
Ef

dimana :
Qny = Kapasitas sebenarnya (bcm/jam atau bcm/menit)
39

Vb = Volume galian hasil ukur lapangan (bcm)


Ef = Waktu jalan efektif (jam atau menit)

Setiap blok galian harus diketahui jumlah volumenya. Hal ini untuk
mengetahui berapa lama BWE/Spreader menggali / menimbun pada posisi tersebut.
Syarat-syarat untuk menghitung volume galian BWE adalah :
1. Situasi aktual sebelum digali
2. Gambar rencana penggalian
3. Peralatan yaitu : mistar, kalkulator dan planimeter
Cara penghitungan volume galian dengan alat planimeter adalah sebagai
berikut :
la+lb ............................................................................... (3)
V= x tr
2
di mana :
tr = jumlah rata-rata titik ketinggian
la = lebar blok galian bagian atas
lb = lebar blok galian bagian bawah
Menghitung banyaknya jumlah tumpahan pada Bucket Wheel Excavator, yaitu :
60
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝑥 14 𝑏𝑢𝑐𝑘𝑒𝑡 ..................................................... (5)
𝐶𝑇

Dimana :
CT : waktu yang diperlukan roda bucket berotasi penuh.
40

BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Peralatan Continous Mining System di Tambang MTBU-Barat.


3.1.1 Alat Tambang Utama (ATU)
Komponen utama dari BWE System sering disebut dengan Alat Tambang
Utama (ATU). ATU pada BWE System di tambang MTBU meliputi : BWE (alat
gali muat), Belt Conveyor (alat angkut), Spreader (alat penghampar tanah), dan
tripper car (alat tumpuk batubara). Khusus untuk Tambang MTBU-barat tidak
menggunakan Stacker Reclaimer dikarenakan batubara hasil galian langsung
disalurkan ke PLTU Banjarsari menggunakan alat angkut dengan Belt Conveyor
dan dump truck.

3.1.1.1 Bucket Wheel Excavator (BWE)


Alat tambang utama pada lokasi tambang Muara Tiga Besar Utara terdapat
dua buah unit BWE (Bucket Wheel Excavator) yaitu BWE-203 dan BWE-205.
Pengoperasian yang dilakukan dalam proses penambangan di lokasi ini hanya
menggunakan BWE-205. Hal tersebut karena BWE-203 sedang dalam proses
perangkaian dan penyusunan hingga menuju Stacker. Selain dari itu, sedang
berjalannya proses pembuatan lantai kerja dari batubara yang dihamparkan pada
temporary stockpile yang bertujuan agar tidak terjadinya amblasan pada lantai kerja
(plannum) pada BWE-203.
Pengoperasian Alat Tambang Utama (ATU) pada tipe BWE-205 dilakukan
pada front penambangan dimana dalam penumpukan batubara diarahkan ke area
BWE-205 dibantu oleh dump truck tipe Hino FM 500 PD dengan backhoe PC 400.
Lapisan batuan yang sedang di tambang merupakan lapisan A1 dan A2 yang
letaknya hanya ± 1.300 meter dari lapisan batubara (front penambangan) ke posisi
BWE-205.
41

Proses pengangkutan batubara dari front penambangan menuju ke posisi


BWE-205 merupakan kegiatan pengumpanan batubara untuk terjadinya proses
pengangkutan batubara dari MTBU menuju ke PLTU Banjarsari yang tidak jauh
dari lokasi penambangan MTBU. Batubara yang ditumpuk akan digali oleh BWE-
205 dan kemudian diangkut menggunakan belt conveyor hingga menuju ke
temporary stockpile dan kemudian didistribusikan ke Reclaim Feeder (RF) menuju
ke PLTU Banjarsari diangkut dengan belt conveyor.

Gambar 3.1 Alat Tambang Utama (ATU) yaitu BWE-205 yang masih beroperasi
dalam proses penggalian batubara umpan.

3.1.1.2 Belt Wagon (BW)


Belt wagon merupakan alat yang berfungsi dalam mentransferkan material
hasil penggalian dari BWE menuju ke hopper car. Alat ini juga dapat membantu
BWE dalam memperpanjang jangkauan pengalian dari BWE sejauh ± 90 meter.
Sehingga dalam proses operasinya tidak perlu melakukan banyak penggeseran belt
conveyor. Belt wagon memiliki dua buah lengan yang memiliki fungsi masing-
masing juga yaitu lengan yang pertama berfungsi menerima material dari BWE ke
BW dan lengan satunya lagi meneruskan material penggalian ke arah hopper car.
Pergerakan BW mengikuti dalam pergerakan BWE ketika sedang melakukan
proses penggalian dan hal tersebut makan ketika penggalian mengalami kemajuan
makan BW juga ikut maju dan begitupun bila arah penggalian mundur maka BW
juga mundur untuk mengikuti arah ke mana BWE bergerak.
42

Gambar 3.2 Belt Wagon (BW) yang mentransferkan material galian BWE.

3.1.1.3 Cable Rail Car (CRC)


Cable rail car berfungsi dalam pengangkutan penggulungan kabel listrik
yang memiliki tegangan 20 kV yang memasok konsumsi listrik untuk BWE. Alat
ini berfungsi dalam menggerakkan hopper car untuk menyesuaikan arah
pergerakan dari ban dua BW yaitu material yang didistribusikan melewati hopper
car. Kendaraan ini dilengkapi dengan mechanical electric switch yang berguna
untuk menghindari terjadinya tegangan naik pada kabel yang alirkan ke BWE.

Gambar 3.3 Cable Rail Car (CRC) sebagai alat untuk menggulung kabel
bertegangan 20 kV untuk BWE-205.

3.1.1.4 Conveyor System (CS)


Conveyor system merupakan rangkaian dari alat yang digunakan untuk
mendistribusikan material yang akan diangkut menggunakan belt conveyor menuju
43

ke daerah penimbunan (disposal area) dan menuju ke stockpile menuju ke Stacker.


Rangkaian belt conveyor dibantu dengan iddler atau rol yang terpasang di bawah
belt conveyor dan dengan kecepatan yang diatur oleh Drive Pulley (Pulley
Penggerak) dan dengan Iddler yang dipasang pada Belt Frame.

Tabel 3.1 Lebar dan Kecepatan Belt Conveyor


Lebar Belt Conveyor Kecepatan Belt
Alat Tambang Utama
(mm) Conveyor (m/s)
Conveyor Excavating 1.200 5,5
Conveyor Shunting 1.200 5,5
Conveyor Coal 1.400 5,5
Conveyor Dumping 1.600 6,5

Sumber : MCC, 2017


Berdasarkan fungsinya, belt conveyor dibagi menjadi beberapa macam berturut-
turut dari front penimbunan yaitu :
3.1.1.4.1 Conveyor Excavating (CE)
Conveyor excavating merupakan bagian yang pertama kali menerima
material hasil penggalian dari Bucket Wheel Excavator (BWE) yang diteruskan oleh
hopper car dan diterima oleh CE.
Material tersebut kemudian diteruskan kebagian dalam rangkaian BWE
yaitu Conveyor Shunting (CS). Posisi pada bagian ujung dari CE dapat digeser
dengan jarak tertentu mengikuti terhadap kemajuan BWE ketika beroperasi dalam
penggalian batubara atau overburden. Lebar dari belt yaitu 1.200 mm. Kecepatan
belt conveyor lebih cepat dikarenakan lebar belt yang lebih kecil dibandingkan
dengan belt dari BW. Sehingga dengan kecepatan yang lebih tinggi dan lebar belt
yang lebih kecil membuat sistem pedistribusian menjadi baik.
44

Gambar 3.4. Conveyor excavating pada rangkaian BWE-205 yang membawa


material galian batubara.

3.1.1.4.2 Conveyor Shunting (CS)


Conveyor shunting sebagai bagian dari BWE meneruskan material dari
Conveyor Excavating (CE) untuk meneruskan ke CDP. Sehingga conveyor
shunting ini merupakan penghubung antara conveyor excavating dan Conveyor
Distribution Point (CDP) , lebar belt ini yaitu 1.200 mm.

Gambar 3.5. Conveyor shunting menerima material batubara dari CE.

3.1.1.4.3 Conveyor Distribution Point (CDP)


Conveyor distribution point merupakan bagian yang berguna untuk
mengatur kegiatan distribusi material yang akan disalurkan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan atau yang akan dibutuhkan. Pelaksanaan pengaturan operasi CDP
45

dapat dilakukan oleh operator secara manual ataupun otomatis. Perlu adanya
pengaturan distribusi material dikarenakan pada proses pembawaan material bisa
saja membawa berupa material overburden ataupun batubara. Sehingga dalam
sistem kerja CDP mendistribusikan batubara ke arah stockpile atau
mendistribusikan ke PLTU Banjarsari dan menghantarkan overburden menuju ke
arah disposal.

Gambar 3.6 Conveyor Distribution Point merupakan bagian yang berfungsi


mengatur distribusi material hasil penggalian BWE.

3.1.1.4.4 Conveyor Dumping (CD)


Conveyor dumping berfungsi dalam mendistribusikan material batubara
ataupun overburden untuk menuju ke area penghamparan yaitu dengan
menggunakan spreader untuk overburden yang diarahkan ke disposal area. Lebar
belt pada CD yaitu 1.600 mm. Pelebaran belt yang lebih besar dibandingkan belt
sebelumnya karena CD ini mampu melayani dua sekaligus BWE.

Gambar 3.7 Conveyor Dumping


46

3.1.1.4.5 Conveyor Coal (CC)


Conveyor coal berfungsi untuk mendistribusikan batubara untuk menuju ke
arah temporaty stockpile ataupun ke arah stacker reclaimer di stockpile area.
Pendistribusian conveyor coal diatur oleh CDP yang menyesuaikan dengan material
yang di distribusikan. Lebar belt yang digunakan yaitu 1.400 mm. Pengangkutan
material berasal dari dua jalur penggalian yang memuat banyak batubara dari BWE
yang sedang beroperasi menggali batubara.

Gambar 3.8 Conveyor Coal (CC-20)

3.1.1.4.6 Hopper Car


Hopper car merupakan alat berupa corong yang digunakan untuk
menyalurkan batubara dari Belt Wagon menuju ke Conveyor Excavating (CE).
Bentuk dari lantai hopper car ialah kerucut yang nantinya akan menumpahkan
batubara di belt conveyor yang terdapat roll impact di bawahnya untuk menahan
beban batubara yang dijatuhan ke belt conveyor. Hopper car ini seperti gerbong
kereta api yang berada diatas rel yang bergerak maju mundur mengikuti arah dari
pergerakan Belt Wagon.
47

Gambar 3.9 Hopper Car yang mengikuti setiap perpindahan dari BW.

3.1.1.4.7 Tripper Car (TC)


Tripper car merupakan alat yang digunakan untuk mendistribusikan
material tanah dari Conveyor Coal (CC) ke stockpile. Tripper car menyesuaikan
terhadap pergerakan dari conveyor distribustion ketika maju dan mundurnya CD.
Tripper car pada spreader dapat dipisahkan namun harus ditopang dengan
transport crawler.

Gambar 3.10 Tripper Car

3.1.1.4.8 Spreader
Spreader merupakan alat yang digunakan untuk menghamparkan tanah
hasil penggalian ke disposal area atau penimbunan. Spreader ini sama halnya
dengan BWE yaitu memiliki dua buah lengan yaitu ban 1 dan ban 2. Pada ban 1
48

spreader berfungsi dalam menerima material dan ban 2 berfungsi dalam menerima
material dan meneruskannya ke arah disposal area (penimbunan). Penempatan arah
penimbunan material batubara diatur oleh operator spreader, MCC dan operator
BWE. Spreader mampu melayani dua buah BWE sekaligus dalam menerima dan
menghamparkan tanah ke penimbunan (Gambar 3.11).

Gambar 3.11. Spreader

3.1.2 Alat Penunjang Tambang (APT)


Untuk membantu proses kegiatan penambangan dengan menggunakan Alat
Tambang Utama (ATU) dengan proses yang baik, maka dibutuhkan alat berat
lainnya yang sifatnya sebagai penunjang dalam menunjang kegiatan operasi. Alat-
alat tersebut diantaranya yaitu :
3.1.2.1 Back Hoe
Alat ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan operasional untuk membantu
kelancaran kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh ATU yaitu Bucket Wheel
Excavator (BWE). Kegiatan itu diantaranya adalah :
1. Melakukan penggalian terhadap tanah penutup yang masih berada pada lapisan
batubara.
2. Menggali lumpur dan overburden yang berserakan di jalan ataupun di front
penambangan.
3. Merapikan front umpan batubara untuk BWE yang akan digali ketika material
batubara di stockpile umpan BWE berserakan.
4. Membuat sump untuk penirisan tambang.
49

5. Membantu dalam proses shifting belt conveyor.


6. Memuat tanah atau batubara yang berserakan disepanjang belt conveyor.

Gambar 3.12 Back hoe (PC 200)

3.1.2.2 Bulldozer
Bulldozer digunakan untuk melakukan beberapa fungsi untuk membatu
Bucket Wheel Excavator (BWE), yaitu :
1. Meratakan material batubara yang telah berserakan di stockpile umpan BWE
yang berserakan.
2. Mendorong material galian yang tidak dapat dijangkau oleh Bucket Wheell
Excavator untuk digali.
3. Memisahkan material overburden dari batubara.
4. Meratakan material tumpukan batubara dari Conveyor dumping dan conveyor
coal pada stacker di temporary stockpile.
5. Mendorong bantingan tanah untuk membuat lantai kerja / planum BWE.
6. Menguji kuat tekan tanah saat BWE dan Spreader melakukan transport.
7. Mendorong Kopt Station untuk meluruskan jalur belt conveyor.
50

Gambar 3.13 Bulldozer tipe SSM II.

3.1.2.3 Track dan Wheel Stackel


Alat ini dalam kegiatan penunjang dalam BWE system memiliki fungsi yaitu
sebagai berikut :
1. Membersihkan bucket wheel excavator, belt wagon, tripper car dari tanah atau
lumpur serta serpihan batubara yang mengotori alat dan membutuhkan
pekerjaan cepat untuk membersihkannya serta membersihkan track plate dan di
atas penyeimbang ballas (penyeimbang bucket wheel excavator).
2. Jalur conveyor excavating dan conveyor dumping yang terdapat jatuhan
material overburden atau batubara.
3. Mempermudah dalam pemasangan roll pada belt conveyor.
4. Membatu pergeseran frame pada conveyor dumping dan conveyor excavating
untuk pelurusan jalur pada saat belt conveyor dalam keadaan miring.

(a) (b)
Gambar 3.14 Wheel Stackle (a) dan Track Stackle (b)
51

3.1.2.4 Mini Wheel Stackle


Mini wheel stackel sama halnya dengan wheel dan track stackle yang
membantu dalam proses pemuatan material yang berjatuhan disepanjang jalan belt
conveyor. Material yang berjatuhan itu nantinya akan dipidahkan ataupun dimuat
dan langsung dimasukkan ke dalam belt conveyor. Bedanya untuk mini wheel
stackle ini muatannya lebih kecil dibandingkan dengan wheel dan track stackle.
Alat ini memiliki kelebihan yaitu dapat mengambil material pada jalur yang sempit
yang tidak bisa dilewati oleh alat yang lebih besar.

3.1.2.5 Mini Wheel Loader


Mini wheel loader ini memiliki kesamaan fungsi dengan wheel loader
namun yang membedakan adalah ukurannya yang lebih kecil sama dengan ukuran
mini wheel stackle. Fungsi utamanya yaitu untuk memuat material yang berjatuhan
di dekat conveyor dumping dan conveyor distribution point. Bentuk yang mini
dapat mempercepat kerja dari alat ini untuk membersihkan jalur distribusi batubara,
terutama pada rangkaian conveyor yang memiliki jalur yang sempit sehingga
membuat pergerakan alat menjadi tidak bebas.

Gambar 3.15 Mini Wheel Loader memiliki kemampuan kerja yang cepat karena
bentuknya yang lebih kecil untuk jalur yang sempit.

3.1.2.6 Pipe Layer


Pipe layer merupakan alat yang digunakan untuk membantu dalam kegiatan
pemasangan belt conveyor yang sedang dalam perbaikan ataupun dalam proses
52

perangkaian pada sistem conveyor. Alat ini juga dapat membantu dalam proses
shifting serta untuk mensejajarkan dan meluruskan pada belt conveyor baik secara
vertikal maupun horizontal.

Gambar 3.16 Pipe Layer sedang melakukan proses pemasangan belt conveyor
pada rangkaian BWE-203.

3.1.2.7 Transport Crawler


Transport crawler merupakan alat yang digunakan untuk membantu
mengangkat kopt station pada saat perpindahan jalur belt conveyor dari sati tempat
ke tempat lain. Maka dari itu, alat ini sangat vital fungsinya di penambangan bucket
wheel excavator.

3.1.2.8 Reclaim Feeder (RF)


Reclaim feeder merupakan fasilitas dari PT Bukit Asam (Persero), Tbk yang
berfungsi dalam pendistribusian batubara dari BWE ke temporary stockpile dan
didorong oleh bulldozer menuju ke RF untuk didistribusikan ke TLS II dan PLTU
Banjarsari. Jumlah RF yang dimiliki PT Bukit Asam (Persero), Tbk sebanyak 4
unit. Unit RF I, RF II dan RF III untuk mendistribusikan ke TLS II dan RF
Banjarsari untuk mendistribusikan batubara ke PLTU Banjarsari.
Kapasitas yang mampu ditampung oleh satu unit RF yaitu 500 ton/jam
sehingga dengan jumlah 4 unit RF alat ini dapat mendistibusikan batubara sebanyak
2.000 ton/jam. Unit RF I menerima batubara hasil dorongan dari bulldozer dan RF
53

II menerima batubara dari dumping dump truck. Unit RF Banjarsari menerima


batubara dari dorongan bulldozer atau menggunakan backhoe.

(a) (b)
Gambar 3.17. Reclaim Feeder (RF) dan Dump Hopper pada RF sebagai jalur
distribusi batubara.

3.2 Aktivitas Utama Penambangan


3.2.1 Aktivitas Penambangan dengan Metode Countinous Mining
3.2.1.1 Tahapan Kegiatan Penambangan Batubara
Kegiatan penambangan yang dilakukan pada tambang Muara Tiga Besar
Utara adalah metode continuous dengan menggunakan kombinasi BWE system.
Berikut adalah bagan alir kegiatan penambangan di Muara Tiga Besar Utara. Ada
dua hal yang harus dipahami dalam proses pengoperasian BWE System yaitu :
Proses Mengaktifkan Alat diawali dari Spreader / Stacker Reclaimer –
Conveyor Dumping / Conveyor Coal - Conveyor Distribution Point – Conveyor
Shunting – Conveyor Excavating – Cable Rair Car - Belt Wagon – Bucket Wheel
Excavator..
Proses Menon-aktifkan Alat kebalikan dari cara penghidupannya. Bucket
Wheel Excavator - Belt Wagon - Cable Rair Car - Conveyor Excavating - Conveyor
Shunting - Conveyor Distribution Point - Conveyor Dumping / Conveyor Coal -
Spreader / Stacker Reclaimer.
Adapun aktivitas penambangan tambang Muara Tiga Besar Utara yaitu
sebagai berikut :
54

3.2.1.2 Pengerukan / Penggalian (Digging)


Pengerukan adalah kegiatan penggalian yang dilakukan oleh bucket BWE
yang bertujuan untuk menggali material tanah dan batubara yang nantinya akan
dilanjutkan oleh bagian-bagian dari kesatuan continuous mining.
Namun sejak Juli 2016, MTBU tidak lagi melakukan penggalian material
insitu melainkan melakukan penggalian material umpan yang disediakan oleh pihak
kontraktor PT BA (PT. Pamapersada Nusantara) dengan metode konvensional
(shovel and truck).

3.2.1.3 Transportasi (Transportation)


Transportasi merupakan proses pengiriman material tanah dan batubara.
Tahapan transportasi yang dilakukan di MTBU untuk material batubara diawali
oleh BWE - Belt Wagon – Hopper Car – Conveyor Excavating – Conveyor
Shunting – Conveyor Distribution Point - Conveyor Coal – Stockpile.
Sedangkan untuk material tanah diawali oleh BWE - Belt Wagon – Hopper
Car – Conveyor Excavating – Conveyor Shunting – Conveyor Distribution Point -
Conveyor Dump –Spreader – disposal.

3.2.1.4 Penimbunan (Accumulation)


Penimbunan adalah proses penumpukan material tanah dan batubara yang
melalui semua komponen sistem BWE yang berakhir pada Spreader dan Stacker
Reclaimer. Penimbunan yang diakhiri melalui Spreader merupakan penimbunan
material tanah. Sedangkan penimbunan yang diakhiri melalui conveyor coal
merupakan penimbunan batubara di stockpile.

3.3 Aktivitas Penunjang Tambang


3.3.1 Penirisan Tambang
Kegiatan penambangan tidak lepas terhadap proses dalam pengaturan aliran
air pada lokasi penambangan. Tambang terbuka memiliki tantangan terhadap air
sehingga harus ada penanganan air agar tidak menyebabkan banjir pada lokasi
penambangan. Pemompaan air dari sump untuk kemudian diolah ataupun
55

digunakan dalam kegiatan yang lainnya seperti penyiraman jalan maka perlu ada
sebuah kebutuhan khusus untuk memilih jenis pompa sesuai dengan jarak dan arah
aliran yang akan melakukan pemindahan air.
Aktivitas penirisan tambang bertujuan untuk penanganan air overburden,
air permukaan, dan air hujan yang mengalir di sekitar lokasi agar operasi produksi
tidak terhambat. Pada lokasi penggalian, keberadaan air menyebabkan
bertambahnya volume material yang digali. Pada proses penggalian, menyebabkan
jalan produksi menjadi licin, alat berat yang melintas berpotensi mengalami slip,
atau kecelakaan kerja. Pada lokasi dumping seperti disposal dan stockpile,
menyebabkan terlarutnya material sehingga berpotensi menghasilkan air asam yang
tak di manajemen dengan baik. ketika hujan, atau jumlah air di lokasi penambangan
berlebih, aktivitas penambangan site MTBU-Baat dihentikan sementara untuk
menghindari kecelakaan kerja.
Manajemen penirisan tambang dilakukan dengan membuat sump dilokasi
terendah penambangan sebagai tempat pengumpul air. Air tersebut bersifat asam.
Air pada sump dipompa ke lokasi kolam pengendapan lumpur (KPL). Alat pompa
pada sump ditunjukkan pada (Gambar 3.18.).

Gambar 3.18. Kapal pompa di lokasi sump

Pada site MTBU-Barat, terdapat 5-6 kompartemen penanganan air sump. Di


KPL, dilakukan penanganan dengan cara pengendapan lumpur. Kemudian
pemberian sejumlah tertentu kapur untuk menurunkan kadar asam pada air. Setelah
56

diketahui kadar air sesuai dengan baku mutu lingkungan, air kemudian dialirkan ke
sungai (Gambar 3.19)

Gambar 3.19. Kolam Pengendapan Lumput (KPL)

Manajemen penirisan pada lokasi operasi produksi juga dilakukan dengan


mengatur arah kemiringan jalan, pembuatan tanggul, paritan sehingga aliran air
terkumpul pada sump di lokasi disposal dan stockpile dibuat sump tersendiri.

3.3.2 Perawatan Jalan


Perawatan jalan dilakukan secara berkala untuk memudahkan akses
peralatan penambangan. alat berat yang digunakan berupa grader, compactor,
dozer, dan back hoe PC200. Dozer dapat mendorong timbunan disekitar jalan, back
hoe dapat memindahkan material timbunan ke lokasi yang sesuai, grader dapat
memberai jalan yang tak rata dan merapikannya, compactor dapat memadatkan
overburden timbunan agar aman dilewati.

3.4 Proses Pengangkutan dan Pemindahan Batubara serta Tanah


Alur kegiatan pemindahan batubara dari temporary stockpile ke life
stockpile dapat dilihat dari skema berikut ini :
57

Temporary Belt Wagon Hopper Coal Coal


BWE 205
Stockpile Car excavating shunting

CDP
Coal Coal
Stockpile
conveyor 21 conveyor 20

Disposal Tripper Conveyor Conveyor


Spreader
Area car dumping 02 dumping 01
701

Gambar 3.20. Diagram Alir Pemindahan Batubara BWE 205

Berdasarkan skema tersebut dapat dilihat bahwa batubara hasil


penambangan dalam hal ini akan dilakukan oleh kontraktor dari PT Pama Persada
Nusantara pada temporary stockpile sebagai umpan untuk dipindahkan
menggunakan BWE System secara kontinu dengan menggunakan BWE-205 sebagai
alat gali muat dan langsung mengangkut menggunakan belt conveyor (ban 1-2)
pada BWE, kemudian material diteruskan ke belt wagon (BW) (ban 1-2) dan
menuju hopper car untuk disalurkan menuju conveyor distribution point (CDP).
CDP mendistribusikan batubara tersebut menuju ke conveyor coal 20 (CC-20)
sebelum akhirnya menuju ke conveyor coal (CC-21). Setelah material bergerak
pada CC-21, terdapat alat pembacaan tonnase batubara yang dikenal dengan belt
scale dimana alat ini mengatur tonnase maksimal batubara yang melewati CC-21
dan pada akhirnya materia yang masuk ke CC-21 akan tercurah menuju ke life
stockpile dengan kapasitas 300.000 ton menggunakan tripper car conveyor yang
dulunya dapat bergerak secara otomatis, namun seiring berjalannya waktu PTBA
membuat tripper car conveyor tidak dapat bergerak lagi (permanen). Berikut adalah
data dimensi conveyor yang dilalui oleh material dari temporary stockpile hingga
ke life stockpile.

Tabel 3.2 Data Dimensi dan Jarak Conveyor yang Dilalui oleh Material Batubara
Lebar Belt Kecepatan Jarak Angkut
Conveyor
(mm) (m/s) (m)
BWE Ban 1 1400 4,5 15,9
58

Ban 2 1400 4,5 27,2


Ban 1 1400 4,5 26,4
BW
Ban 2 1400 4,5 21,4
CE-11 1200 5,5 400
CS-10 1200 5,5 700
CC-20 1400 5,5 950
CC-21 1400 3,8 600

Sumber : MCC Satker MTBU, 2017

Pada tabel di atas dapat dilakukan pembahasan mengenai kecepatan


conveyor. Seharusnya, semakin dekat ke life stockpile maka kecepatan conveyor
semakin besar pula, namun pada CC-21 seringkali terdapat masalah dimana
kecepatan conveyor kecil. Hal ini terjadi bertolak belakang dengan teorinya, maka
dari itu proses pemindahan material batubara sering terjadi halangan baik itu
overflow atau penumpukan batubara pada CC-20 pada akhirnya BWE terpaksa
menghentikan proses pengangkutan untuk menghindari gangguan sebagaimana
yang disebutnya, sehingga proses pemindahan material terhambat.

3.5 Mine Control Center (MCC)


Sistem continous mining beroperasi dengan dukungan kamampuan kerja
alatnya yang saling berhubungan satu sama lain. Mulai dari proses penggalian
material batubara atau tanah yang dibawa ke area penimbunan ataupun ke area
temporary stockpile. Bila ada jadwal pemuatan batubara ke gerbong dan
pengiriman, maka akan diteruskan ke TLS. Koordinasikan dan kendali continous
mining dilakukan dikanton MCC melalui panel kendali dan alat komunikasi. MCC
berperan sangat penting karena MCC merupakan pusat kendali dan pengawasan
operasional sistem BWE secara menyeluruh dan terpadu.
59

Gambar 3.21. Monitor di Mine Control Center (MCC)

Berikut merupakan fungsi-fungsi dari MCC antara lain, yaitu :


1. Mencatat jam operasi, halangan dan standby ATU setiap saat untuk menjadi
bahan evaluasi dan perbaikan.
2. Memantau dan mengkomunikasikan trouble shooting ATU oleh mekanik,
elektrik dan operasional.
3. Membuat laporan hasil produksi batubara dan tanah dari lokasi tambang (BWE
System dan Shovel atau Truck), kemudian informasi tersebut didistribusikan ke
pihak-pihak yang membutuhkan.
4. Menginformasikan ke pihak-pihak yang berkompeten, mengenai kemajuan-
kemajuan operasional dan kendala-kendala setiap giliran.
5. Meneliti kebenaran setiap informasi baik dari pihak operasional atau pihak
perawatan peralatan (mekanik/listrik) dalam pembuatan laporan.
6. Mengistruksikan kepada operator ATU untuk beroperasi atau tidak berdasarkan
data-data kesiapan peralatan dan kebutuhan dilapangan.
7. Membantu kelancaran komunikasi kegiatan operasional baik terhadap Atu,
shovel / truck maupun penunjang.
60

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan serta pengolahan data,
dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1. Aktivitas penambangan yang dilakukan di PT Bukit Asam (Persero), Tbk site
Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dengan menggunakan dua metode
penambangan yaitu konvensional dan continous mining. Pengupasan over
burden (OB) dan batubara dilakukan oleh PT Pama Persada Nusantara dengan
menggunakan shovel and truck yang dibawa menuju ke disposal area (area
penimbunan) untuk OB dan batubara dibawa ke stock umpan. Bucket Wheel
Excavator (BWE) menggali batubara umpan yang telah digali dengan shovel
and truck dan belt conveyor membawa material batubara menuju ke temporary
stockpile untuk menuju ke life stockpile.
2. Proses penggalian dan pengangkutan batubara dengan BWE System memiliki
alur sebagai berikut : penggalian dengan bucket BWE, dialirkan ke ban 1 BWE
dan kemudian ke ban 2 BWE setelah itu dilanjutkan ke ban 3 dan ban 4 BW
menuju ke Hopper Car (HC). Kemudian material angkut menggunakan CE dan
CS. Material dari CE diteruskan ke CS dan melewati CDP. Di CDP material
batubara diangkut menggunakan CC dan berakhir di life stockplie sedangkan
material tanah diangkut menuju CD kemudian ke tripper car dan berakhir di
area disposal menggunakan Spreader.
3. Kecepatan rata-rata penggalian roda Bucket BWE ialah 10,249 detik dalam satu
siklus penggalian, sehingga dalam satu menit BWE-205 berputar dengan
kecepatan 81,96 tumpahan/menit dengan faktor isian bucket sebesar 52,6%.
4. Effisiensi kerja BWE-205 di bulan Mei, Juni dan Juli yaitu sebesar 16%, 26%
dan 45,15%. Untuk hambatan yang sering terjadi yang menyebabkan BWE
61

tidak beroperasi dengan penuh yaitu hambatan dari CC-21 karena kecepatannya
yang tidak sesuai dan menyebabkan overload serta berupa hambatan mekanik.
5. Persentase RKAP untuk bulan Januari hingga bulan Juli dilihat dari produksi
pemindahan batubara terhadap produksi rencana dan produksi yang telah
terealisasi mengalami peningkatan dan persentase terbesar berada di bulan Juli
sebesar 255%.
6. Kapasitas nyata Bucket Wheel Excavator (BWE)-205 dari data produksi bulan
Juli 15,691 ton/menit dan SPF = 12,453 bcm/menit.
4.2 Saran
Saran yang dapat Penulis berikan pada kesempatan ini adalah sebagai
berikut :
1. Perlu dilakukannya upgrade terhadap motor penggerak CC-21 sehingga
kecepatan pengoperasian dapat di optimalkan atau ditambah agar bisa
meningkatkan produktivitas pemindahan batubara di site Muara Tiga Besar
Utara.
2. Melakukan perawatan untuk setiap alat yang paling sering digunakan secara
terjadwal dan dilaksanakan pada waktunya untuk menghindari terjadi
kerusakan yang tiba-tiba terjadi tanpa disadari sebelumnya.
3. Kegiatan dalam pembersihan ATU tidak harus terjadwal namun ketika terjadi
halangan yang lebih dari 10 menit maka kegiatan pembersihan dilakukan maka
karyawan harus siap siaga dilapangan untuk melakukan pemantauan.
4. Peningkatan kecepatan pada belt conveyor dan lebar belt terutama pada CE
sangat berpengaruh terhadap produksi karena dengan penggalian BWE yang
tinggi maka untuk CE dapat menyeimbangi volume material yang masuk dan
yang diangkut sehingga effisiensi kerja BWE dapat ditingkatkan.
5. Melakukan pengoptimalan terhadap RF II dan kinerja bulldozer untuk
menghindari terjadinya penumpukan curahan batubara yang menyebabkan
BWE menunggu dorongan batubara di temporary stockpile dan untuk
melakukan peningkatan efisiensi kerja ATU secara teoritis.
62

6. Sistem drainase dari lantai kerja BWE harus dirancang dengan baik supaya
tidak ada genangan air yang menghambat pergerakan alat dan menjaga
kestabilan lantai kerja (planum) supaya BWE tidak terperosok ke bawah.
7. Perlu adanya pengawasan terhadap kinerja secara operasional, penanganan
listrik dan penanganan mekanik.
63

DAFTAR PUSTAKA

PT. Bukit Asam. 2017. “Struktur Organisasi”.


http://www.ptba.co.id/id/organization#struckture. (Online). Diakses
tanggal 30 Juli 2017.

PT. Bukit Asam. 2015. “Sejarah Tentang Profile Perusahaan”.


http://www.ptba.co.id/id/en/about#history (Online). Diakses tanggal
30 Juli 2017.

Yansir, Nani. 2011. ”BWE Bucket Wheel Excavator Teknologi Penambangan


Contionous Mining.” PT. Bukit Asam (Persero),Tbk : Sumatera Selatan.

Anda mungkin juga menyukai