PENDAHULUAN
kesatuan yang jika salah satu mengalami kerusakan maka alat lainnya tidak akan
beroperasi (Stand by). (Yansir Nani, 2011).
Aktivitas penambangan dengan mengggunakan BWE system di Indonesia saat
ini sudah dilakukan sejak 1985. Sampai dengan tahun 2017 alat BWE system ini sudah
digunakan selama 32 tahun sedangkan efektifitas kerja alat berdasarkan perhitungan
perusahaan hanya 30 tahun. Ini menjadi latar belakang penulis untuk melakukan
pengamatan kapasitas produksi efektif yang dihasilkan dari penggunaan BWE system
saat ini.
4. Pengolahan data
Mengumpulkan data yang telah diperoleh kemudian data tersebut menjadi
susunan kata yang saling tersabung satu sama lain. Melakukan perhitungan dengan
rumus-rumus seperti :
a. Rumus kapasitas efektif BWE
b. Rumus kapasitas nyata BWE
c. Rumus perhitungan volume galian BWE
d. Rumus kapasitas dan produksi backhoe atau shovel
e. Rumus kapasitas dan produksi alat angkut (Dump truck).
5. Penarikan Kesimpulan
Mengambil inti-inti dari data yang diperoleh menjadi kesimpulan yang penting
sehingga mudah dipahami.
5
Masalah :
a. Apa metode penambangan yang digunakan di PT Bukit Asam (Persero), Tbk pada site
MTBU ?
b. Bagaimana aktivitas kegiatan penambangan di site MTBU PT Bukit Asam (Persero),
Tbk.
c. Apa saja alat-alat utama dan penunjang tambang yang digunakan pada site MTBU PT
Bukit Asam (Persero), Tbk. ?
Studi Pustaka
Observasi
Pengolahan data :
Kesimpulan
BAB II
TINJAUAN UMUM
Ditinjau dari lembaga yang mengurusnya sampai saat ini PT Bukit Asam
(Persero) Tbk, secara berturut-turut dikelola oleh :
Lembaga-lembaga yang mengurus Tambang Batubara Bukit Asam
diantaranya:
1. Tahun 1919 – 1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
2. Tahun 1942 – 1945 oleh Pemerintah Militer Jepang.
3. Tahun 1945 – 1947 oleh Pemerintah Republik Indonesia.
4. Tahun 1947 – 1949 oleh Pemerintah Belanda (Agresi II).
5. Tahun 1949 – sekarang oleh Pemerintah Republik Indonesia yang terdiri dari:
a. Tahun 1959 sampai dengan tahun 1960 oleh Biro Perusahaan Tambang Negara
(BUPTAN) berdasarkan PP No 86 th 1958.
b. Tahun 1961 sampai dengan tahun 1967 oleh Badan Pimpinan Umum (BPU)
perusahaan-perusahaan tambang batubara. BPU juga membawahi tiga perusahaan
negara yaitu :
1. PN. Batubara Ombilin di Sumatera Barat.
2. PN. Tambang Arang Bukit Asam di Tanjung Enim SUMSEL.
3. PN. Tambang Batubara Mahakam di Kalimantan Timur.
c. Tahun 1968 s.d 1980 oleh PN. Tambang Batubara berdasarkan PP No 23 tahun
1968.
d. Tahun 1981 s.d sekarang oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam berdasarkan PP
No 42 tahun 1980.
PT Bukit Asam (Persero) Tbk bertujuan untuk memenuhi permintaan industri baik
dalam maupun luar negeri terutama untuk memasok kebutuhan batubara bagi PLTU
Suralaya, Jawa Barat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, maka
dikembangkan beberapa site di wilayah IUP PTBA Tanjung Enim, yaitu:
1. Tambang Muara Tiga Besar Utara (MTBU), merupakan tambang yang
dioperasikan dengan metode penambangan menggunakan Bucket Wheel
Excavator (BWE). Site ini telah memasuki wilayah Kabupaten lahat yang IUP-nya
pun Izin dari Bupati Lahat.
9
2. Tambang Muara Tiga Besar Selatan (MTBS), merupakan bagian dari Tambang
Muara Tiga Besar yang berada di sebelah Selatan. Site ini juga telah memasuki
wilayah Kabupaten lahat yang IUPnya pun Izin dari Bupati Lahat.
3. Tambang Air Laya (TAL), merupakan site terbesar di wilayah IUP PTBA yang
dioperasikan dengan teknologi penambangan terbuka secara excavator-truck.
4. Tambang Banko Barat, terdiri dari Pit 1 dan Pit 3 yang dioperasikan dengan
metode kombinasi excavator-truck.
ASS MAN
BWE SYSTEM
ASS MAN
GESERAN
ASS MAN
SPREADER
ASS MAN
MCC
ASS MAN
PENIRISAN
merencanakan operasi kerja dalam waktu tahunan dan rencana jangka pendek yaitu
berupa triwulan. Dalam proses perencanaan operasi jangka panjang biasanya
diserahkan ke satuan kerja POHA (Perencanaan Operasi Harian) untuk di buat rencana
harian pada satuan kerja yang akan di berikan.
(Persero) Tbk terdiri dari dua bagian yaitu Tambang Air Laya (TAL) dan Non Air
Laya (NAL).
Non Air Laya secara umum terbagi menjadi dua bagian yaitu Banko Barat dan
Muara Tiga Besar. Muara Tiga Besar terbagi lagi menjadi dua bagian lokasi
pengembangan yaitu Muara Tiga Besar Utara dan Muara Tiga Besar Selatan.
Muara Tiga Besar (MTB) yang terdiri dari Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dan
Muara Tiga Besar Selatan (MTBS) memiliki Luas IUP ± 3.300 Ha serta terdapat lokasi
Tambang Banko Barat dengan luas IUP ± 4.500 Ha. Daerah operasional penambangan
Muara Tiga Besar Utara adalah salah satu wilayah operasional PT Tambang Batubara
Bukit Asam yaitu sekitar 7 km dari Tanjung Enim kearah timur.
Sumber : www.ptba.co.id.
Gambar 2.3 Kesampaian Daerah PT Bukit Asam (Persero) Tbk
14
Gambar 2.5. Peta Geologi Regional Tanjung Enim (Satuan Kerja Geoteknik dan
Eksplorasi Rinci PT. BA, 2017)
napal dan batu lanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batu pasir
dan serpih. Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan
diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen awal-Miosen
tengah.
2.6.2 Stratigrafi
Secara umum Perlapisan di daerah Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dapat
diihat pada kolom Stratigrafi, dimana merupakan rangkaian Formasi Muara Enim dari
tiga lapisan batubara yaitu lapisan Mangus, lapisan Suban, dan lapisan Petai yang tiap-
tiap lapisan terdapat lapisan sisipan yaitu lapisan batuan sedimen berupa batu lempung
lanauan sampai pasiran. Adapun urutan stratigrafi sebagai berikut:
18
Tabel 2.1 Data Curah Hujan MTBU PT Bukit Asam (Persero) Tbk
MTBU Selatan MTBU Barat
Tabel 2.2 Potensi Batubara di daerah konsesi PT Bukit Asam Tanjung Enim
Sumatera Selatan
Sumber : Arsip Satuan Kerja Eksplorasi Rinci dan Geoteknik PT Bukit Asam (Persero), Tbk.,2017
1 Meta Anthracite -
Medium Volatile
2 -
Bituminus
Sumber: Satuan Kerja Eksplorasi Rinci dan Geoteknik PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
Cara pengklasifikasian batubara dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Untuk batubara dengan kandungan (VM) kurang dari 31%, klasifikasi didasarkan
pada fixed carbon (FC), yaitu :
a. Meta anthracite coal FC > 98%
b. Anthracite coal 98% >FC > 92%
c. Semi anthracite coal 92% > FC > 86%
d. Low volatile bituminous coal 86% > FC > 78%
e. Medium volatile bituminous coal 78% > FC > 69%
25
a. Untuk batubara dengan kandungan volatile matter lebih dari 31%, klasifikasi
didasarkan atas nilai kalorinya (btu/lb), yaitu:
1. Group anthracitic coal yang mempunyai nilai kalori lebih dari 14.000 Btu/lb,
antara lain:
a. Metaanthracite
b. Anthracite
c. Semianthracite
2. Group bituminous coalyang mempunyai nilai kalori antara 13.000 - 14.000 btu/lb,
antara lain:
1. Low Volatile bituminous coal
2. Medium Volatile bituminous coal
3. High Volatile A bituminous coal
4. High Volatile B bituminous coal
5. High Volatile C bituminous coal
3. Group subbituminous coal yang mempunyai nilai kalori antara 8.300 - 13.000
Btu/lb, antara lain :
1. Sub Bituminous A coal
2. Sub Bituminous B coal
3. Sub Bituminous C coal
4. Group Lignit coal dengan nilai kalori kurang dari 8.300 Btu/lb, antara lain:
1. Lignit
2. Brown coal
Dengan cara pengklasifikasian diatas, batubara PTBA (UPTE) secara umum
termasuk kelas sub bituminous sampai antrasit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel Market Brand (Tabel 2.4).
CV
Coal TM IM Ash VM FC TS
(Kcal/Kg,
Brand (%,ar) (%,adb) (%, adb) (%, adb) (%, adb) (%, adb)
abd)
Sumber : Satuan Kerja Penanganan dan Angkutan Batubara (PAB) PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
Pada areal penambangan Muara Tiga Besar, terdapat beberapa lapisan dengan
kalori yang beragam. Kalori yang banyak terdapat di MTBU berkisar antara 5000
Kkal/kg - 6000 Kkal/kg. Untuk lebih jelas mengenai kualitas batubara dari analisa
proksimat dapat dilihat pada tabel berikut:
Debu banyak berasal dari proses spreading di stockpile yaitu ketika debunya
dengan menyemprotkan air dari atas spreader ke batubara yang berjatuhan. PTBA juga
telah bekerjasama dengan pihak Bappeda untuk menguji kadar debu di sekitar daerah
tambang.
2.11.5 Revegetasi
31
gerbong kereta api berupa Train Loading Station. Keseluruhan alat inilah yang
dinamakan dengan BWE System (Yansir Nani, 2011)
Menurut Yansir Nani , Bucket Wheel Excavator merupakan alat gali muat material
(baik tanah maupun batubara) dalam Continuous Mining System. Alat ini beroperasi di
front penggalian dan dalam pelaksanaan operasionalnya ada beberapa hal yang perlu
diketahui yaitu : proses penggalian, cara pemotongan galian, metode pengoperasian.
dimana :
Qny = Kapasitas sebenarnya (bcm/jam atau bcm/menit)
39
Setiap blok galian harus diketahui jumlah volumenya. Hal ini untuk
mengetahui berapa lama BWE/Spreader menggali / menimbun pada posisi tersebut.
Syarat-syarat untuk menghitung volume galian BWE adalah :
1. Situasi aktual sebelum digali
2. Gambar rencana penggalian
3. Peralatan yaitu : mistar, kalkulator dan planimeter
Cara penghitungan volume galian dengan alat planimeter adalah sebagai
berikut :
la+lb ............................................................................... (3)
V= x tr
2
di mana :
tr = jumlah rata-rata titik ketinggian
la = lebar blok galian bagian atas
lb = lebar blok galian bagian bawah
Menghitung banyaknya jumlah tumpahan pada Bucket Wheel Excavator, yaitu :
60
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝑥 14 𝑏𝑢𝑐𝑘𝑒𝑡 ..................................................... (5)
𝐶𝑇
Dimana :
CT : waktu yang diperlukan roda bucket berotasi penuh.
40
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
Gambar 3.1 Alat Tambang Utama (ATU) yaitu BWE-205 yang masih beroperasi
dalam proses penggalian batubara umpan.
Gambar 3.2 Belt Wagon (BW) yang mentransferkan material galian BWE.
Gambar 3.3 Cable Rail Car (CRC) sebagai alat untuk menggulung kabel
bertegangan 20 kV untuk BWE-205.
dapat dilakukan oleh operator secara manual ataupun otomatis. Perlu adanya
pengaturan distribusi material dikarenakan pada proses pembawaan material bisa
saja membawa berupa material overburden ataupun batubara. Sehingga dalam
sistem kerja CDP mendistribusikan batubara ke arah stockpile atau
mendistribusikan ke PLTU Banjarsari dan menghantarkan overburden menuju ke
arah disposal.
Gambar 3.9 Hopper Car yang mengikuti setiap perpindahan dari BW.
3.1.1.4.8 Spreader
Spreader merupakan alat yang digunakan untuk menghamparkan tanah
hasil penggalian ke disposal area atau penimbunan. Spreader ini sama halnya
dengan BWE yaitu memiliki dua buah lengan yaitu ban 1 dan ban 2. Pada ban 1
48
spreader berfungsi dalam menerima material dan ban 2 berfungsi dalam menerima
material dan meneruskannya ke arah disposal area (penimbunan). Penempatan arah
penimbunan material batubara diatur oleh operator spreader, MCC dan operator
BWE. Spreader mampu melayani dua buah BWE sekaligus dalam menerima dan
menghamparkan tanah ke penimbunan (Gambar 3.11).
3.1.2.2 Bulldozer
Bulldozer digunakan untuk melakukan beberapa fungsi untuk membatu
Bucket Wheel Excavator (BWE), yaitu :
1. Meratakan material batubara yang telah berserakan di stockpile umpan BWE
yang berserakan.
2. Mendorong material galian yang tidak dapat dijangkau oleh Bucket Wheell
Excavator untuk digali.
3. Memisahkan material overburden dari batubara.
4. Meratakan material tumpukan batubara dari Conveyor dumping dan conveyor
coal pada stacker di temporary stockpile.
5. Mendorong bantingan tanah untuk membuat lantai kerja / planum BWE.
6. Menguji kuat tekan tanah saat BWE dan Spreader melakukan transport.
7. Mendorong Kopt Station untuk meluruskan jalur belt conveyor.
50
(a) (b)
Gambar 3.14 Wheel Stackle (a) dan Track Stackle (b)
51
Gambar 3.15 Mini Wheel Loader memiliki kemampuan kerja yang cepat karena
bentuknya yang lebih kecil untuk jalur yang sempit.
perangkaian pada sistem conveyor. Alat ini juga dapat membantu dalam proses
shifting serta untuk mensejajarkan dan meluruskan pada belt conveyor baik secara
vertikal maupun horizontal.
Gambar 3.16 Pipe Layer sedang melakukan proses pemasangan belt conveyor
pada rangkaian BWE-203.
(a) (b)
Gambar 3.17. Reclaim Feeder (RF) dan Dump Hopper pada RF sebagai jalur
distribusi batubara.
digunakan dalam kegiatan yang lainnya seperti penyiraman jalan maka perlu ada
sebuah kebutuhan khusus untuk memilih jenis pompa sesuai dengan jarak dan arah
aliran yang akan melakukan pemindahan air.
Aktivitas penirisan tambang bertujuan untuk penanganan air overburden,
air permukaan, dan air hujan yang mengalir di sekitar lokasi agar operasi produksi
tidak terhambat. Pada lokasi penggalian, keberadaan air menyebabkan
bertambahnya volume material yang digali. Pada proses penggalian, menyebabkan
jalan produksi menjadi licin, alat berat yang melintas berpotensi mengalami slip,
atau kecelakaan kerja. Pada lokasi dumping seperti disposal dan stockpile,
menyebabkan terlarutnya material sehingga berpotensi menghasilkan air asam yang
tak di manajemen dengan baik. ketika hujan, atau jumlah air di lokasi penambangan
berlebih, aktivitas penambangan site MTBU-Baat dihentikan sementara untuk
menghindari kecelakaan kerja.
Manajemen penirisan tambang dilakukan dengan membuat sump dilokasi
terendah penambangan sebagai tempat pengumpul air. Air tersebut bersifat asam.
Air pada sump dipompa ke lokasi kolam pengendapan lumpur (KPL). Alat pompa
pada sump ditunjukkan pada (Gambar 3.18.).
diketahui kadar air sesuai dengan baku mutu lingkungan, air kemudian dialirkan ke
sungai (Gambar 3.19)
CDP
Coal Coal
Stockpile
conveyor 21 conveyor 20
Tabel 3.2 Data Dimensi dan Jarak Conveyor yang Dilalui oleh Material Batubara
Lebar Belt Kecepatan Jarak Angkut
Conveyor
(mm) (m/s) (m)
BWE Ban 1 1400 4,5 15,9
58
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan serta pengolahan data,
dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1. Aktivitas penambangan yang dilakukan di PT Bukit Asam (Persero), Tbk site
Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dengan menggunakan dua metode
penambangan yaitu konvensional dan continous mining. Pengupasan over
burden (OB) dan batubara dilakukan oleh PT Pama Persada Nusantara dengan
menggunakan shovel and truck yang dibawa menuju ke disposal area (area
penimbunan) untuk OB dan batubara dibawa ke stock umpan. Bucket Wheel
Excavator (BWE) menggali batubara umpan yang telah digali dengan shovel
and truck dan belt conveyor membawa material batubara menuju ke temporary
stockpile untuk menuju ke life stockpile.
2. Proses penggalian dan pengangkutan batubara dengan BWE System memiliki
alur sebagai berikut : penggalian dengan bucket BWE, dialirkan ke ban 1 BWE
dan kemudian ke ban 2 BWE setelah itu dilanjutkan ke ban 3 dan ban 4 BW
menuju ke Hopper Car (HC). Kemudian material angkut menggunakan CE dan
CS. Material dari CE diteruskan ke CS dan melewati CDP. Di CDP material
batubara diangkut menggunakan CC dan berakhir di life stockplie sedangkan
material tanah diangkut menuju CD kemudian ke tripper car dan berakhir di
area disposal menggunakan Spreader.
3. Kecepatan rata-rata penggalian roda Bucket BWE ialah 10,249 detik dalam satu
siklus penggalian, sehingga dalam satu menit BWE-205 berputar dengan
kecepatan 81,96 tumpahan/menit dengan faktor isian bucket sebesar 52,6%.
4. Effisiensi kerja BWE-205 di bulan Mei, Juni dan Juli yaitu sebesar 16%, 26%
dan 45,15%. Untuk hambatan yang sering terjadi yang menyebabkan BWE
61
tidak beroperasi dengan penuh yaitu hambatan dari CC-21 karena kecepatannya
yang tidak sesuai dan menyebabkan overload serta berupa hambatan mekanik.
5. Persentase RKAP untuk bulan Januari hingga bulan Juli dilihat dari produksi
pemindahan batubara terhadap produksi rencana dan produksi yang telah
terealisasi mengalami peningkatan dan persentase terbesar berada di bulan Juli
sebesar 255%.
6. Kapasitas nyata Bucket Wheel Excavator (BWE)-205 dari data produksi bulan
Juli 15,691 ton/menit dan SPF = 12,453 bcm/menit.
4.2 Saran
Saran yang dapat Penulis berikan pada kesempatan ini adalah sebagai
berikut :
1. Perlu dilakukannya upgrade terhadap motor penggerak CC-21 sehingga
kecepatan pengoperasian dapat di optimalkan atau ditambah agar bisa
meningkatkan produktivitas pemindahan batubara di site Muara Tiga Besar
Utara.
2. Melakukan perawatan untuk setiap alat yang paling sering digunakan secara
terjadwal dan dilaksanakan pada waktunya untuk menghindari terjadi
kerusakan yang tiba-tiba terjadi tanpa disadari sebelumnya.
3. Kegiatan dalam pembersihan ATU tidak harus terjadwal namun ketika terjadi
halangan yang lebih dari 10 menit maka kegiatan pembersihan dilakukan maka
karyawan harus siap siaga dilapangan untuk melakukan pemantauan.
4. Peningkatan kecepatan pada belt conveyor dan lebar belt terutama pada CE
sangat berpengaruh terhadap produksi karena dengan penggalian BWE yang
tinggi maka untuk CE dapat menyeimbangi volume material yang masuk dan
yang diangkut sehingga effisiensi kerja BWE dapat ditingkatkan.
5. Melakukan pengoptimalan terhadap RF II dan kinerja bulldozer untuk
menghindari terjadinya penumpukan curahan batubara yang menyebabkan
BWE menunggu dorongan batubara di temporary stockpile dan untuk
melakukan peningkatan efisiensi kerja ATU secara teoritis.
62
6. Sistem drainase dari lantai kerja BWE harus dirancang dengan baik supaya
tidak ada genangan air yang menghambat pergerakan alat dan menjaga
kestabilan lantai kerja (planum) supaya BWE tidak terperosok ke bawah.
7. Perlu adanya pengawasan terhadap kinerja secara operasional, penanganan
listrik dan penanganan mekanik.
63
DAFTAR PUSTAKA