PENDAHULUAN
Kanker merupakan penyakit yang tidak kenal usia, dalam arti penyakit kanker dapat
menyerang siapa saja, baik itu anak kecil ataupun orang dewasa. Kanker merupakan penyakit
atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang
abnormal di luar batas kewajaran dan sangat liar. (Kanker, pengenalan, pencegahan, dan
pengobatan, dr. Iskandar Junaidi, 2007).
Gejala klinis retinoblastoma sangat bervariasi sesuai dengan stadium penyakit kanker
tersebut. Gejala yang dialami dapat berupa timbulnya warna putih pada pupil mata (leukokoria),
kondisi mata yang tidak sejajar satu dnegan lainnya (strabismus), mata merah, nyeri pada mata
yang disertai dengan glaucoma dan pembesaran pada bola mata (buftalmos), kekeruhan vitreus
(cairan seperti jelly yang mengisi rongga mata), terjadinya penggumpalan darah didalam bilik
mata atau himefa, serta terjadi penurunan visual. (American Cancer Society, 2013).
Pengalaman dari negara berkembang menunjukkan bahwa interval antara onset gejala dan tanda
dengan diagnosis, merupakan penentu mayor dari metastasis tumor dimana terjadi keterlambatan
diagnosis. Manifestasi klinis dari retinoblastoma ini adalah prop-tosis, leukokoria, diikuti oleh
strabismus, mata merah dan nyeri. Pada kebanya-kan pasien dengan retinoblastoma unilateral
sporadik, kedua mutasi gen Rb1 terjadi pada sel somatik dan tidak diwariskan ke keturunannya
(retinoblas-toma non-herediter). Hampir semua pasien dengan retinoblastoma bilateral sporadic
dan secara virtual pasien dengan retinoblastoma familial, adalah heterozigot untuk mutasi gen
Rb1 yang menyebabkan predisposisi untuk retino
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari Retinoblastoma
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari Retinoblastoma
1.3.3 Untuk mengetahui genetika dari Retinoblastoma
1.3.4 Untuk mengetahui patogenesis retinoblastoma
1.3.5 Untuk mengetahui manifestasi klinik Retinoblastoma
1.3.6 Untuk mengetahui diagnosis dan pemeriksaan penunjang Retinoblastoma
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan Retinoblastoma
BAB II
TINJAUAN MEDIS
Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan embrional
retina. Insidennya 1:14.000-1:20.000 kelahiran hidup. 1-3 meskipun retino-blastoma dapat
terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada anak-anak sebelum usia 2 tahun.
Sekitar 95% kasus retinoblastoma didiagnosis sebelum usia 5 tahun. Retinoblastoma secara
tipikal didiagnosis selama tahun pertama kehidupan pada kasus family dan kasus bilateral
sedangkan pada kasus unilateral. Secara sporadic didiagnosis antara 1 dan 3 tahun. Onset setelah
usia 5 tahun jarang namun dapat juga terjadi 4,5-9. Retinoblastoma adalah keganasan intraokular
yang paling umum pada anak-anak, dengan kejadian yang dilaporkan berkisar antara 1 dari
15.000 sampai 1 dari 18.000 kelahiran hidup. Ini adalah yang kedua setelah melanoma uveal
pada frekuensi terjadinya tumor intraokular ganas. Pawius menggambarkan retinoblastoma pada
awal 1597 yang disebut tumor sebagai hematode jamur dan disarankan enukleasi sebagai cara
utama pengelolaan. Penemuan ophthalmoloscope pada tahun 1851 memfasilitasi pengenalan ciri
klinis spesifik retinoblastoma. Awalnya dianggap berasal dari sel glial, itu disebut glioma retina
oleh Virchow. Flexner dan Wintersteiner percaya bahwa ini adalah neuroepithelioma karena
adanya mawar. Kemudian, ada konsensus bahwa tumor berasal dari retinoblas dan Society
Ophthalmological Amerika secara resmi menerima istilah retinoblastoma pada tahun.
Retinoblastoma dikaitkan dengan kematian yang hampir pasti beberapa abad yang lalu. Telah
terjadi perubahan dramatis dalam keseluruhan pengelolaan retinoblastoma dalam dekade
terakhir. Protokol genetik tertentu telah mampu membuat diagnosis retinoblastoma pre natal.
Diagnosis dan kemajuan dini pada terapi fokal telah menghasilkan perbaikan penglihatan mata
dan penglihatan. Artikel ini menjelaskan kompleksitas retinoblastoma, asosiasi genetik,
gambaran klinis, manajemen dan prognosis.
Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi
dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma
dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011) (Yanoff M, 2009).Retinoblastoma merupakan tumor
yang dapat terjadi secara herediter (40%) dan non herediter (60%). Retinoblastoma herediter
meliputi pasien dengan riwayat keluarga positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen yang
baru pada waktu pembuahan (30%).5,6. Bentuk herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit
unilateral atau bilateral. Pada bentuk herediter, tumor cenderung terjadi pada usia muda. Tumor
unilateral pada bayi lebih sering dalam bentuk herediter, sedangkan anak yang lebih tua lebih
sering mengalami bentuk non herediter. Tumor unilateral pada anak yang muda mengalami
abnormalitas genetic yang ringan dibandingkan pada anak yang lebih tua .
Retinoblastoma adalah keganasan intraokular yang paling umum pada anak-anak, dengan
kejadian yang dilaporkan berkisar antara 1 dari 15.000 sampai 1 dalam 18.000 kelahiran hidup.1
Ini adalah kedua setelah melanoma uveal pada frekuensi terjadinya tumor intraokular ganas.
Tidak ada predisposisi rasial atau gender untuk kejadian retinoblastoma. Retinoblastoma bilateral
pada sekitar 25-35% kasus.2 Usia rata-rata saat diagnosis adalah 18 bulan, kasus sepihak
didiagnosis pada sekitar 24 bulan dan kasus bilateral sebelum 12 bulan
Pawius menggambarkan retinoblastoma sejak tahun 1597.3 Pada tahun 1809, Wardrop
merujuk pada tumor sebagai hematode jamur dan enukleasi yang disarankan sebagai cara utama
pengelolaan.3 Pengenalan Oftalmoloskop pada tahun 1851 memfasilitasi pengenalan ciri klinis
spesifik retinoblastoma. Awalnya dianggap berasal dari sel glial, itu disebut glioma retina oleh
Virchow (1864) .3 Flexner (1891) dan Wintersteiner (1897) percaya bahwa itu adalah
neuroepithelioma karena adanya mawar.3 Kemudian, Konsensus adalah bahwa tumor berasal
dari retinoblas dan Society Ophthalmological Amerika secara resmi menerima istilah
retinoblastoma pada tahun 1926.
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang
kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor
pembentukan tumor.RB1 adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid)
dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan
dari sel retina primitif sebelum berakhir. (Skuta et al. 2011)
Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di
setiap sel tubuhnya; apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami
mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen
retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi
spontan.(Yanoff, 2009)
Kasus retinoblastoma yang baru didiagnosis, hanya 6% yang familial dan 94%
sporadis.2,18 Retinoblastoma bilateral melibatkan mutasi germinal pada semua kasus. Sekitar
15% retinoblastoma sporadis unilateral disebabkan oleh mutasi germinal yang hanya
mempengaruhi satu mata sedangkan 85% bersifat sporadis.
Pada tahun 1971, Knudson mengajukan dua hipotesis hit. Dia menyatakan bahwa agar
retinoblastoma berkembang, diperlukan dua mutasi kromosom.19 Pada retinoblastoma herediter,
hit awal adalah mutasi germinal, yang diwarisi dan ditemukan di semua sel. Hit kedua
berkembang di sel retina somatik yang mengarah ke pengembangan retinoblastoma. Oleh karena
itu, kasus keturunan cenderung untuk pengembangan tumor monokuler seperti osteosarcoma.
Pada retinoblastoma sporadis unilateral, kedua hit terjadi selama perkembangan retina
dan merupakan mutasi somatik. Oleh karena itu tidak ada risiko tumor monokuler kedua.
Konseling genetik merupakan aspek penting dalam pengelolaan retinoblastoma. Pada pasien
dengan riwayat keluarga yang positif, 40% saudara kandung berisiko terkena retinoblastoma dan
40% keturunan pasien yang terkena dapat mengalami retinoblastoma. Pada pasien tanpa riwayat
keluarga retinoblastoma, jika anak yang terkena retinoblastoma unilateral, 1% saudara kandung
beresiko dan 8% keturunan dapat mengembangkan retinoblastoma. Dalam kasus retinoblastoma
bilateral tanpa riwayat keluarga positif, 6% saudara kandung dan 40% keturunan memiliki
kesempatan untuk mengembangkan retinoblastoma.
Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan lokasi tumor pada
waktu didiagnosis. Gejala yang paling sering ialah leukokoria (refleks putih pada pupil)
sekitar 50-62%, strabismus (20%).1-5 Ciri-ciri lain meliputi heterokromia, hifema spontan,
amauritic cat’ eye (bila mata kena sinar akan memantulkan cahaya seperti mata kucing) dan
selulitis.3,4 Dalam perkembangan selanjutnya tumor dapat tumbuh ke arah badan kaca
(endofilik) dan kearah koroid (eksofilik). Pada pertumbuhan endofilik, tampak massa putih
yang menembus melalui membran limitan interna. Retinoblastoma endofilik kadang-kadang
berhubungan dengan adanya sel individual atau fragmen jaringan tumor pada vitreus yang
terpisah dari massa utama. Kadang- kadang sel ganas memasuki anterior chamber dan
membentuk pseudo- hipopion.
Tumor eksofilik berwarna putih- kekuningan dan terjadi pada ruang subretinal sehingga
pembuluh darah retina yang terdapat di atasnya sering bertambah ukurannya dan berkelok-
kelok. Pertumbuhan eksofilik retinoblastoma sering kali berhubungan dengan akumulasi
cairan subretinal yang dapat mengaburkan tumor dan hampir mirip dengan exsudative retinal
detachment yang memberi kesan coats’ disease. Tumor yang besar sering menunjukkan tanda-
tanda pertumbuhan endofilik dan eksofilik. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti sistem
pembuluh darah, maka sebagian sel tumor akan mengalami nekrosis dan melepaskan bahan-
bahan toksik yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea, sehingga timbul uveitis disertai
dengan pembentukan hipopion dan hifema. Komplikasi lain berupa terhambat- nya pengaliran
akuos humor, sehingga timbul glaukoma sekunder.
Pada metastase yang pertama terjadi penyebaran ke kelenjar preaurikuler dan kelenjar
getah bening yang berdekatan. Metastase kedua terjadi melalui lamina kribosa ke saraf optik,
kemudian mengadakan infiltrasi ke vaginal sheath subarachnoid masuk kedalam intrakranial.
Metastase ketiga dapat meluas ke koroid dan secara hematogen sel tumor akan menyebar ke
seluruh tubuh.
Pemeriksaan lactic acid dehydrogenase (LDH): dengan membanding-kan kadar LDH dalam
akuos humor dan serum darah dapat diperkirakan adanya retinoblastoma intraokuler. Rasio
normal ialah <1; bila rasio >1,5 dicurigai kemungkinan adanya retino- blastoma.
Pada saat ini konseling genetik juga diperlukan dalam pemeriksaan pasien retinoblastoma.
Meskipun hanya 6% pasien retinoblastoma yang mempunyai riwayat keluarga retinoblastoma
namun dengan konseling genetik dapat memungkinkan untuk didiagnosis lebih dini. Orang tua
yang normal dengan seorang anaknya yang terkena bilateral memungkinkan risiko sebesar 5%
bagi anaknya yang lain untuk terkena. Bila dua atau lebih saudara kandungnya terkena maka
kemungkinan terkena anaknya yang lain menjadi 45%. Pada pasien yang mengalami
retinoblastoma bilateral kira-kira 98% mewakili mutasi germinal. Oleh karena itu seluruh
saudara kandung dari pasien retinoblastoma harus mendapatkan pemeriksaan mata secara rutin.
Suatu studi menunjukkan bahwa analisis polimorfisme DNA dapat membantu memrediksi
apakah seseorang berisiko retinoblastoma dan memerlukan follow up.
Untuk mendiagnosis retinoblastoma perlu diketahui juga diagnosis banding agar tidak
salah mendiagnosis. Pada saat ini terdapat bermacam-macam diagnosis banding leukokoria
yang merupakan tanda klinis terbanyak dari retinoblastoma. Oleh karena itu diperlukan
ketelitian dalam memeriksa dan menetapkan diagnosis. Lesi retina yang paling mirip dengan
retinoblastoma ialah coats’ disease. Pada coats’ disease terdapat adanya material pada lensa
kristalina, cairan subretinal yang berlebihan, dan abnormalitas pembuluh darah perifer,
dikombinasi dengan tidak adanya kalsium.
Intraokular
a. Unilateral
Karena penyakit unilateral biasanya masif dan sering kali menunjukkan tidak ada harapan
penglihatannya dapat dipertahankan maka biasanya dilakukan enukleasi dan terapi radiasi
tidak diberikan pada badan tumor. Sekarang ini masih dilakukan percobaan kemoterapi pada
pasien dengan penyakit unilateral dalam rangka untuk mempertahankan penglihatan pada
mata yang terkena. Suatu studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan retinoblastoma dengan
gejala yang nyata seperti leukokoria, strabismus, atau mata merah biasanya memerlukan
enukleasi. Namun pada anak-anak dengan gejala yang tidak nyata dapat menghindari tindakan
enukleasi.
Suatu studi mengatakan bahwa bila terdapat potensial untuk mempertahankan penglihatan
karena tumor masih kecil, maka terapi seperti radiasi, fotokoagulasi, krioterapi, termoterapi,
kemoreduksi dan brachyterapi lebih diutamakan daripada terapi pembedahan. Namun perlu
juga diperhatikan bahwa anak-anak dengan unilateral retinoblastoma dapat berkembang
ke mata sebelahnya. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan secara berkala pada mata
sebelahnya. Pemeriksaan spesimen enukleasi diperlu- kan untuk menentukan adanya resiko
metastase. Terapi sistemik tambahan dengan vincristin, doxorubicin, dan cyclophosphamid
atau vincristine, carboplatin, dan etoposide telah digunakan pada pasien dengan berisiko
tinggi
b. Bilateral
Ekstraokular
Beberapa pasien dengan retino- blastoma menunjukkan penyakit ekstra- okular, dapat
terlokalisasi pada jaringan lunak sekitar mata atau ke nervus optikus. Perluasan lebih lanjut
dapat mengenai otak dan meningen. Pada saat ini tidak ada standar terapi efektif yang
digunakan untuk terapi retinoblastoma ekstraokular; iradiasi orbital dan kemoterapi dapat
digunakan. Percobaan klinik melaporkan pasien dengan metastase non-CNS (Central nervous
system) telah diterapi dengan sukses menggunakan kemoterapi mieloablasi dengan sel stem.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
No Register :090025
Ruangan : Melati
3.1 Pengkajian
Umur : 32 Th
Pekerjaan : PNS
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien Ny. S masuk ke ruangan Melati RSUD M. Yunus Bengkulu pada tanggal 20 september
2012 pukul 08.00 WIB dengan keluhan klien nyeri, demam, kurang nafsu makan, gelisah, mata
merah terjadi pembesaran pada mata sebelah kanan. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal
21 september 2012 pukul 09.00 WIB didapatkan nyeri, demam, kurang nafsu makan, gelisah,
mata merah, skala nyeri 8. Nyeri dirasakan pada saat malam hari, pada mata sebelah kanan
dengan TTV, TD: 130/80 mmHg, RR: 25 x/mnt, N: 120 x/mnt, S: 38*c
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan ataupun penyakit menular
lainnya.
4) Riwayat Psikososial
Klien merasa malu dengan penyakit yang dialaminya, klien tampak murung dan tidak mau
berkomunikasi dengan perawat dan lingkungan sekitar.
1 Nutrisi
a.Makan
2. Eliminasi
- bau Khas
- Gangguan
- memakai selimut Ya Ya
- pakai sabun
Saat mandi
Gosok gigi Saat mandi
Ya
- frekuensi Ya
- Pola Aktivitas
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap seluruh system tubuh yang dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi yang terdiri dari :
TTV
Suhu : 380 C
TD : 130/80 mmHg
RR : 25 x/m
BB : 55 KG
TB : 154cm
b) Kepala
Inspeksi :Rambut kotor,Tidak ada ketombe dan luka di kulit kepala, Ujung rambut tidak
bercabang dan tidak kusam, Tidak ada lesi.
c) Mata
Pemeriksaan obyektif: kelopak mata normal (pasangan simetris, gerakan bebas, kulit normal, tepi
kelopak tidak ada sekret), bola mata normal (pasangan sejajar, gerakan normal, ukuran normal),
tekanan bola mata normal, konjungtiva normal, sklera (warna merah), iris (warna coklat,
pasangan simetris,)
d) Hidung
Inspeksi :Bentuk tulang hidung lurus, Tidak ada secret, Tidak ada pembesaran
chonchanasalis, Tidak ada polip.
e) Mulut
Inspeksi :Mukosa bibir lembab, Warna bibir merah muda, Warna lidah merah muda
f) Telinga
Inspeksi :Daun telinga bagian belakang bersih, Tidak ada secret yang mengeras, Tidak ada
keluhan nyeri pada telinga bagian dalam..
g) Leher
Palpasi :Tidak ada pembesaran kelenjar tonsil, Tidak ada bendungan vena jugolaris, Tidak ada
pembesaran kelenjar limfe
h) System respirasi
Inspeksi :Pola nafas normal/Eupnoe, Bentuk rongga dada normal, Tidak ada retraksi otot-otot
bantu pernafasan, Frekuensi pernafasan normal (22x /menit)
System kardiovaskuler: Frekuensi denyut jantung normal 84x /menit, TD Menurun 110/70
mmhg
System pencernaan
Inspeksi :Tidak ada kotoran, Labia Mayora dan Labia Minora bersih, Tidak terdapat
jamur, Warna merah muda, Terdapat keputihan.
Pemeriksaan Penunjang
Fundus Okuli
X ray
3.2 ANALISA DATA
1. DO:
Klien tampak gelisah Terlihat bercak kuning Gangguan rasa nyaman nyeri
mengkilat
Klien tampak meringis
kesakitan ↓
DS :
Klien mengatakan
peningkatan suhu tubuh
Gangguan persepsi
sensorik penglihatan
3.3. DIAGNOSA
1 Minggu, Setelah dilakukan tindakan - Kaji lebih lanjut -dengan diketahui Kel 2
21 keperawatan selama 3 x 24 karakteristik nyeri, karakteristik dan
Septemb jam diharapkan nyeri dapat area dan sklanya skala nyeri
er berkurang. mempermudah
dan menentukan
2017 Kriteria hasil :
tindakan
08.00 -nyeri berkurang atau selanjutnya
WIB terkontrol
-agar perdarahan
-Pasien tidak meringis lagi dapat berhenti
- Berikan kompres
TTV
dingin pada mata
TD: 110/70 – 120/80mmHg yang nyeri
-Menghilangkan
nyeri, karena
memblokir syaraf
penghantar nyeri
- Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian analgesic
-mengetahui
seberapa besar
tingkat persepsi
sensorik
- Beri penjelasan
tentang proses
penyakitnya.
3.5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
-agar perdarahan
dapat berhenti
-Menghilangkan
nyeri, karena
memblokir syaraf
penghantar nyeri
- memberikan penjelasan
tentang proses penyakitnya.
No.
Tgl Catatan Perkembangan Paraf
Dx
P : Hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi
dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma
dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011) (Yanoff M, 2009). Gen retinoblastoma normal yang
terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Tujuan utama
pengelolaan retinoblastoma adalah menyelamatkan nyawa pasien. Penyelamatan organ (mata)
dan fungsi (penglihatan) adalah tujuan sekunder dan tersier. Pengelolaan retinoblastoma
membutuhkan pendekatan tim multidisipliner termasuk ahli onkologi okuler, onkologi anak, ahli
onkologi radiasi, fisikawan radiasi, ahli genetika dan ahli onktopologi oftalmologi. Strategi
manajemen tergantung pada tahap penyakit seperti retinoblastoma intraokular, retinoblastoma
dengan karakteristik berisiko tinggi, retinoblastoma orbital dan retinoblastoma metastatik.
4.2 Saran
Retinoblastoma merupakan penyakit konginital pada mata yang sering terjadi pada anak
anak. Pemeriksaan mata pada bayi yang baru lahir penting untuk mengetahui kelainan pada bayi
lebih awal untuk mencegah terjadinnya komplikasi. Oleh karena itu sangat penting untuk
menangani kelainan ini secara tepat untuk mendapat prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kiran V.S., Kannabiran C., Chakravarthi K., Vemuganti G.K., Honavar S.G. Mutational
screening of the RB1 gene in Indian patients with retinoblastoma reveals eight novel and
several recurrent mutations. Hum Mutat.2009
Murthy R., Honavar S.G., Naik M.N., Reddy V.A. Retinoblastoma. In: Dutta L.C.,
editor. Modern ophthalmology. Jaypee Brothers; New Delhi, India: 2010. p. 849859.
Shields C.L., Honavar S.G., Meadows A.T., Shields J.A., Demirci H., Naduvilath T.J.
Chemoreduction for unilateral retinoblastoma. Arch Ophthalmol. 2011;120:1653–1658.
Istiqomah, Indriana, N., 2005, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, editor, Monica
Ester. EGC, Jakarta.
Ilias S, Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1985.
Shields C.L., Honavar S., Shields J.A., Demirci H., Meadows A.T. Vitrectomy in eyes with
unsuspected retinoblastoma. Ophthalmology. 2009;107:2250–2255
Istiqomah, Indriana, N., 2010, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, editor, Monica
Ester. EGC, Jakarta.
Ganong, William, F., 2010, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, EGC, Jakarta.
Ilias S, Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007
Prof.dr.Sidarta Ilyas SpM dkk, 2009, sagung seto. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan
mahasiswa kedoteran edisi 2,
Fauzi.Lukman,2016. Skrining Kelainan Refraksi Mata Pada Siswa Sekolah Dasar Menuru
Tanda dan Gejala.Journal of Health Education:Semarang