Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit yang tidak kenal usia, dalam arti penyakit kanker dapat
menyerang siapa saja, baik itu anak kecil ataupun orang dewasa. Kanker merupakan penyakit
atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang
abnormal di luar batas kewajaran dan sangat liar. (Kanker, pengenalan, pencegahan, dan
pengobatan, dr. Iskandar Junaidi, 2007).

Jenis penyakit kanker sangat bermacam-macam, salah satunya adalah kanker


retinoblastoma. Retinoblastoma merupakan jenis kanker yang sangat langka, kanker ini
menyerang pada bagian mata. Retinoblastoma atau kanker mata merupakan tumor ganas
intraocular primer, artinya tumor yang tumbuh atau berkembang pada bagian dalam retina akibat
dari transformasi keganasan sel primitive pada retina sebelum berdiferensiasi, kanker ini
menyerang sistem syaraf embrionik pada retina. Retinoblastoma dapat menyerang siapa saja,
namun pada umumnya retinoblastoma menyerang pada anak-anak dan lebih dari 90% kasus
retinoblastoma sebelum usia 5 tahun. (American Cancer Society, 2013).

Gejala klinis retinoblastoma sangat bervariasi sesuai dengan stadium penyakit kanker
tersebut. Gejala yang dialami dapat berupa timbulnya warna putih pada pupil mata (leukokoria),
kondisi mata yang tidak sejajar satu dnegan lainnya (strabismus), mata merah, nyeri pada mata
yang disertai dengan glaucoma dan pembesaran pada bola mata (buftalmos), kekeruhan vitreus
(cairan seperti jelly yang mengisi rongga mata), terjadinya penggumpalan darah didalam bilik
mata atau himefa, serta terjadi penurunan visual. (American Cancer Society, 2013).

Di Amerika Serikat, kasus retinoblastoma diperkirakan ditemukan pada 1 dari 18000


anak di bawah umur 5 tahun. Tumor ini dapat diturunkan secara herediter atau sporadik, dan
dapat unilateral (70-75% kasus), maupun bilateral (25-30% kasus). Tidak terdapat predileksi sex
dan ras. Umur yang sering dikenai rata-rata usia 18 bulan dan 90% pasien didiag-nosis sebelum
usia 5 tahun. Survival rate berkisar antara 86-92% jika nervus optikus (N.II) tidak terlibat, 60%
jika tumor telah meluas ke lamina kribosa dan < 20% jika sel tumor ditemukan pada sayatan
N.II. kematian disebabkan karena invasi ekstraokuler terutama ke intrakranial. Satu abad yang
lalu mortality rate retinoblastoma hampir mendekati 100% dan saat ini dengan kemajuan ilmu
tentang penyakit ini mortality rate kurang lebih 10%. Di negara maju, survival rate mencapai
90%, sedangkan pada negara berkembang survival rate nya masih rendah. Hal ini dilihat dari
angka kema-tian cukup tinggi. Masalah ini disebabkan tingkat pendidikan dan sosial budaya
yang relatif masih rendah serta tenaga dan fasilitas kesehatan yang belum cukup. Pada kondisi
ini, retino-blastoma adalah tumor yang fatal dimana penyebaran tumor merupakan penyebab
utama kematian. Ketika retinoblastoma telah bermetastasis ke luar mata jarang dapat
disembuhkan, meskipun dengan terapi intensif.

Pengalaman dari negara berkembang menunjukkan bahwa interval antara onset gejala dan tanda
dengan diagnosis, merupakan penentu mayor dari metastasis tumor dimana terjadi keterlambatan
diagnosis. Manifestasi klinis dari retinoblastoma ini adalah prop-tosis, leukokoria, diikuti oleh
strabismus, mata merah dan nyeri. Pada kebanya-kan pasien dengan retinoblastoma unilateral
sporadik, kedua mutasi gen Rb1 terjadi pada sel somatik dan tidak diwariskan ke keturunannya
(retinoblas-toma non-herediter). Hampir semua pasien dengan retinoblastoma bilateral sporadic
dan secara virtual pasien dengan retinoblastoma familial, adalah heterozigot untuk mutasi gen
Rb1 yang menyebabkan predisposisi untuk retino

Retinoblastoma diturunkan secara autosomal dominan. Selain dari retinoblastoma pasien


juga memiliki resiko yang meningkat terhadap tumor di luar mata(kanker sekunder). Resiko ini
meningkat pada pasien yang menerima external beam radioterapi. Analisis asosiasi genotip-
fenotip telah menungjukkan bahwa jumlah rata-rata focus tumor yang berkembang pada carrier
mutant alel Rb 1 adalahh bervariasi, tergantung pada fungsi yang mana dari alel normal yang
bertahan dan sebanyak apa. Disamping itu ekspresi fenotipik retinoblastoma herediter rentan
terhadap modifikasi genetik. Identifikasi factor genetic yang mendasari efek-efek ini tidak saja
akan membantu untuk prognosis yang lebih tepat tapi juga dapat menunjukkan mekanisme apa
yang dapat menunjukkan mekanisme apa yang dapat digunakan untuk mengurangi resiko
perkembangan tumor. Prognosis juga sangat tergantung dari stadium klinis pada saat didiagnoisis
sehingga perlu deteksi dini dari penyakit retinoblastoma ini. Tantangan saat ini dalam terapi
retinoblastoma adalah untuk mencegah kebutaan dan efek serius yang lain dari terapi yang
mengurangi umur hidup atau kualitas hidup setelah terapi. Terapi bertujuan mempertahankan
kehidupan, mempertahankan bola mata dan penglihatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dari Retinoblastoma?
1.2.2 Apa etiologi dari Retinoblastoma?
1.2.3 Bagaimana genetik dari Retinoblastoma?
1.2.4 Bagaimana patogenesis Retinoblastoma?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinik Retinoblastoma?
1.2.6 Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan penunjang Retinoblastoma?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan Retinoblastoma?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari Retinoblastoma
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari Retinoblastoma
1.3.3 Untuk mengetahui genetika dari Retinoblastoma
1.3.4 Untuk mengetahui patogenesis retinoblastoma
1.3.5 Untuk mengetahui manifestasi klinik Retinoblastoma
1.3.6 Untuk mengetahui diagnosis dan pemeriksaan penunjang Retinoblastoma
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan Retinoblastoma
BAB II

TINJAUAN MEDIS

2.1 Definisi Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan embrional
retina. Insidennya 1:14.000-1:20.000 kelahiran hidup. 1-3 meskipun retino-blastoma dapat
terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada anak-anak sebelum usia 2 tahun.
Sekitar 95% kasus retinoblastoma didiagnosis sebelum usia 5 tahun. Retinoblastoma secara
tipikal didiagnosis selama tahun pertama kehidupan pada kasus family dan kasus bilateral
sedangkan pada kasus unilateral. Secara sporadic didiagnosis antara 1 dan 3 tahun. Onset setelah
usia 5 tahun jarang namun dapat juga terjadi 4,5-9. Retinoblastoma adalah keganasan intraokular
yang paling umum pada anak-anak, dengan kejadian yang dilaporkan berkisar antara 1 dari
15.000 sampai 1 dari 18.000 kelahiran hidup. Ini adalah yang kedua setelah melanoma uveal
pada frekuensi terjadinya tumor intraokular ganas. Pawius menggambarkan retinoblastoma pada
awal 1597 yang disebut tumor sebagai hematode jamur dan disarankan enukleasi sebagai cara
utama pengelolaan. Penemuan ophthalmoloscope pada tahun 1851 memfasilitasi pengenalan ciri
klinis spesifik retinoblastoma. Awalnya dianggap berasal dari sel glial, itu disebut glioma retina
oleh Virchow. Flexner dan Wintersteiner percaya bahwa ini adalah neuroepithelioma karena
adanya mawar. Kemudian, ada konsensus bahwa tumor berasal dari retinoblas dan Society
Ophthalmological Amerika secara resmi menerima istilah retinoblastoma pada tahun.
Retinoblastoma dikaitkan dengan kematian yang hampir pasti beberapa abad yang lalu. Telah
terjadi perubahan dramatis dalam keseluruhan pengelolaan retinoblastoma dalam dekade
terakhir. Protokol genetik tertentu telah mampu membuat diagnosis retinoblastoma pre natal.
Diagnosis dan kemajuan dini pada terapi fokal telah menghasilkan perbaikan penglihatan mata
dan penglihatan. Artikel ini menjelaskan kompleksitas retinoblastoma, asosiasi genetik,
gambaran klinis, manajemen dan prognosis.

Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi
dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma
dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011) (Yanoff M, 2009).Retinoblastoma merupakan tumor
yang dapat terjadi secara herediter (40%) dan non herediter (60%). Retinoblastoma herediter
meliputi pasien dengan riwayat keluarga positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen yang
baru pada waktu pembuahan (30%).5,6. Bentuk herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit
unilateral atau bilateral. Pada bentuk herediter, tumor cenderung terjadi pada usia muda. Tumor
unilateral pada bayi lebih sering dalam bentuk herediter, sedangkan anak yang lebih tua lebih
sering mengalami bentuk non herediter. Tumor unilateral pada anak yang muda mengalami
abnormalitas genetic yang ringan dibandingkan pada anak yang lebih tua .

Retinoblastoma adalah keganasan intraokular yang paling umum pada anak-anak, dengan
kejadian yang dilaporkan berkisar antara 1 dari 15.000 sampai 1 dalam 18.000 kelahiran hidup.1
Ini adalah kedua setelah melanoma uveal pada frekuensi terjadinya tumor intraokular ganas.
Tidak ada predisposisi rasial atau gender untuk kejadian retinoblastoma. Retinoblastoma bilateral
pada sekitar 25-35% kasus.2 Usia rata-rata saat diagnosis adalah 18 bulan, kasus sepihak
didiagnosis pada sekitar 24 bulan dan kasus bilateral sebelum 12 bulan

Pawius menggambarkan retinoblastoma sejak tahun 1597.3 Pada tahun 1809, Wardrop
merujuk pada tumor sebagai hematode jamur dan enukleasi yang disarankan sebagai cara utama
pengelolaan.3 Pengenalan Oftalmoloskop pada tahun 1851 memfasilitasi pengenalan ciri klinis
spesifik retinoblastoma. Awalnya dianggap berasal dari sel glial, itu disebut glioma retina oleh
Virchow (1864) .3 Flexner (1891) dan Wintersteiner (1897) percaya bahwa itu adalah
neuroepithelioma karena adanya mawar.3 Kemudian, Konsensus adalah bahwa tumor berasal
dari retinoblas dan Society Ophthalmological Amerika secara resmi menerima istilah
retinoblastoma pada tahun 1926.

2.2 Etiologi Retinoblastoma

Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang
kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor
pembentukan tumor.RB1 adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid)
dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan
dari sel retina primitif sebelum berakhir. (Skuta et al. 2011)

Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di
setiap sel tubuhnya; apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami
mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen
retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi
spontan.(Yanoff, 2009)

Jangka waktu diagnosis juga dapat menggambarkan keterlambatan diagnosis dan


merupakan faktor keterlambatan diagnosis yang dapat memengaruhi stadium dari
retinoblastoma. Pada penelitian ini jangka waktu diagnosis memiliki rentang antara 1 bulan
hingga 36 bulan dengan rata-rata 12,71 bulan, di mana pada kelompok 6,1–12 bulan mempunyai
frekuensi terbesar yaitu 36,9% dan terkecil 12,1–18 bulan yaitu 4%. Hal ini menunjukkan adanya
keterlambatan diagnosis yang merupakan faktor prognostik yang jelek seperti yang dikemukakan
oleh Singh, bahwa keterlambatan dalam diagnosis lebih dari 6bulan merupakan faktor prognostik
yang jelek dan mempunyai risiko terjadinya invasi lokal. Pada penelitian ini ditunjukkan dengan
terdapatnya 37 mata (50,7%) metastasis orbita. Hal ini berbeda dengan penelitian Wallach pada
tahun 2006yang membagi dan menemukan rata-rata jangka waktu diagnosis, kurang 1 bulan
sebesar 37,4%, 1,1–3 bulan sebesar 25,2%, 3,1–6bulan sebesar 19,4%, lebih dari 6bulan 12,2%
dan tidak ada data sebesar 5,8%. Wallach juga melaporkan bahwa terjadi peningkatan kecepatan
diagnosis di mana rata-rata jangka waktu diagnosis sampai tahun 1983 8,54 bulan, 1984–1993
4,03 bulan dan 1994–sesudahnya 1,74 bulan.

2.3 Genetika Retinoblastoma

Kasus retinoblastoma yang baru didiagnosis, hanya 6% yang familial dan 94%
sporadis.2,18 Retinoblastoma bilateral melibatkan mutasi germinal pada semua kasus. Sekitar
15% retinoblastoma sporadis unilateral disebabkan oleh mutasi germinal yang hanya
mempengaruhi satu mata sedangkan 85% bersifat sporadis.

Pada tahun 1971, Knudson mengajukan dua hipotesis hit. Dia menyatakan bahwa agar
retinoblastoma berkembang, diperlukan dua mutasi kromosom.19 Pada retinoblastoma herediter,
hit awal adalah mutasi germinal, yang diwarisi dan ditemukan di semua sel. Hit kedua
berkembang di sel retina somatik yang mengarah ke pengembangan retinoblastoma. Oleh karena
itu, kasus keturunan cenderung untuk pengembangan tumor monokuler seperti osteosarcoma.

Pada retinoblastoma sporadis unilateral, kedua hit terjadi selama perkembangan retina
dan merupakan mutasi somatik. Oleh karena itu tidak ada risiko tumor monokuler kedua.
Konseling genetik merupakan aspek penting dalam pengelolaan retinoblastoma. Pada pasien
dengan riwayat keluarga yang positif, 40% saudara kandung berisiko terkena retinoblastoma dan
40% keturunan pasien yang terkena dapat mengalami retinoblastoma. Pada pasien tanpa riwayat
keluarga retinoblastoma, jika anak yang terkena retinoblastoma unilateral, 1% saudara kandung
beresiko dan 8% keturunan dapat mengembangkan retinoblastoma. Dalam kasus retinoblastoma
bilateral tanpa riwayat keluarga positif, 6% saudara kandung dan 40% keturunan memiliki
kesempatan untuk mengembangkan retinoblastoma.

2.4 Patogenesis Retinoblastoma

Patogenesis Retinoblastoma adalah suatu neuroblastik tumor ganas yang tidak


berdiferensiasi yang muncul dari lapisan retina manapun, dan secara biologik mirip dengan
neuroblastoma dan medulo- blastoma. Studi imunohistokimia menunjukkan bahwa sel tumor
terwarnai positif pada enolase neuron-spesifik, fotoreseptor segmen rod-outer-S antigen
spesifik, dan rhodopsin. Sel tumor juga menyekresi substansi ekstrasel seperti interfotoreceptor
retinoid-binding protein (produk normal fotoreseptor). Adanya sejumlah kecil jaringan glial
dalam retinoblastoma menunjukkan bahwa sel tumor dapat memengaruhi kemampuan
berdiferensiasi menjadi astroglia atau sel glial residen berproliferasi sebagai respon sel
neoplasma primer.

2.5 Manifestasi klinik Retinoblastoma

Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan lokasi tumor pada
waktu didiagnosis. Gejala yang paling sering ialah leukokoria (refleks putih pada pupil)
sekitar 50-62%, strabismus (20%).1-5 Ciri-ciri lain meliputi heterokromia, hifema spontan,
amauritic cat’ eye (bila mata kena sinar akan memantulkan cahaya seperti mata kucing) dan
selulitis.3,4 Dalam perkembangan selanjutnya tumor dapat tumbuh ke arah badan kaca
(endofilik) dan kearah koroid (eksofilik). Pada pertumbuhan endofilik, tampak massa putih
yang menembus melalui membran limitan interna. Retinoblastoma endofilik kadang-kadang
berhubungan dengan adanya sel individual atau fragmen jaringan tumor pada vitreus yang
terpisah dari massa utama. Kadang- kadang sel ganas memasuki anterior chamber dan
membentuk pseudo- hipopion.
Tumor eksofilik berwarna putih- kekuningan dan terjadi pada ruang subretinal sehingga
pembuluh darah retina yang terdapat di atasnya sering bertambah ukurannya dan berkelok-
kelok. Pertumbuhan eksofilik retinoblastoma sering kali berhubungan dengan akumulasi
cairan subretinal yang dapat mengaburkan tumor dan hampir mirip dengan exsudative retinal
detachment yang memberi kesan coats’ disease. Tumor yang besar sering menunjukkan tanda-
tanda pertumbuhan endofilik dan eksofilik. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti sistem
pembuluh darah, maka sebagian sel tumor akan mengalami nekrosis dan melepaskan bahan-
bahan toksik yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea, sehingga timbul uveitis disertai
dengan pembentukan hipopion dan hifema. Komplikasi lain berupa terhambat- nya pengaliran
akuos humor, sehingga timbul glaukoma sekunder.
Pada metastase yang pertama terjadi penyebaran ke kelenjar preaurikuler dan kelenjar
getah bening yang berdekatan. Metastase kedua terjadi melalui lamina kribosa ke saraf optik,
kemudian mengadakan infiltrasi ke vaginal sheath subarachnoid masuk kedalam intrakranial.
Metastase ketiga dapat meluas ke koroid dan secara hematogen sel tumor akan menyebar ke
seluruh tubuh.

2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Retinoblastoma


Diagnosis retinoblastoma secara umum dapat diketahui dengan pemeriksaan mata secara
lengkap. Pemeriksaan awal meliputi pemeriksaan fungsi penglihatan, slit lamp biomikroskop
pada vitreus dan segmen anterior bila memungkinkan dan oftalmoskop indirect dengan depresi
sklera.
Anak dengan retinoblastoma seharus- nya mendapatkan pemeriksaan fisik oleh spesialis
anak atau onkologis anak. Anestesi digunakan pada bayi di atas usia 2 bulan untuk
mendapatkan pemeriksaan lengkap. Pemeriksaan tekanan intraokuler dan diameter kornea juga
dilakukan selama pemeriksaan dibawah pengaruh anestesi.
Secara umum diagnosis pasti retinoblastoma hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
patologi anatomi. Karena tindakan biopsi merupakan kontraindikasi, maka untuk menegakkan
diagnosis digunakan beberapa pemeriksaan sebagai sarana penunjang:
 Pemeriksaan X foto: dengan pemeriksaan ini hampir 60-70% terdeteksi adanya kalsifikasi
di dalam tumor. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik, foramen optikum akan
tampak melebar.
 Pemeriksaan USG atau CT scan atau MRI: dapat mengetahui adanya massa tumor
intraokuler meskipun media keruh. Bila lesi masih dini maka akan nampak gambaran solid,
sedangkan bila tumor telah mengalami nekrosis akan nampak gambaran yang kistik.

 Pemeriksaan lactic acid dehydrogenase (LDH): dengan membanding-kan kadar LDH dalam
akuos humor dan serum darah dapat diperkirakan adanya retinoblastoma intraokuler. Rasio
normal ialah <1; bila rasio >1,5 dicurigai kemungkinan adanya retino- blastoma.

Pada saat ini konseling genetik juga diperlukan dalam pemeriksaan pasien retinoblastoma.
Meskipun hanya 6% pasien retinoblastoma yang mempunyai riwayat keluarga retinoblastoma
namun dengan konseling genetik dapat memungkinkan untuk didiagnosis lebih dini. Orang tua
yang normal dengan seorang anaknya yang terkena bilateral memungkinkan risiko sebesar 5%
bagi anaknya yang lain untuk terkena. Bila dua atau lebih saudara kandungnya terkena maka
kemungkinan terkena anaknya yang lain menjadi 45%. Pada pasien yang mengalami
retinoblastoma bilateral kira-kira 98% mewakili mutasi germinal. Oleh karena itu seluruh
saudara kandung dari pasien retinoblastoma harus mendapatkan pemeriksaan mata secara rutin.
Suatu studi menunjukkan bahwa analisis polimorfisme DNA dapat membantu memrediksi
apakah seseorang berisiko retinoblastoma dan memerlukan follow up.
Untuk mendiagnosis retinoblastoma perlu diketahui juga diagnosis banding agar tidak
salah mendiagnosis. Pada saat ini terdapat bermacam-macam diagnosis banding leukokoria
yang merupakan tanda klinis terbanyak dari retinoblastoma. Oleh karena itu diperlukan
ketelitian dalam memeriksa dan menetapkan diagnosis. Lesi retina yang paling mirip dengan
retinoblastoma ialah coats’ disease. Pada coats’ disease terdapat adanya material pada lensa
kristalina, cairan subretinal yang berlebihan, dan abnormalitas pembuluh darah perifer,
dikombinasi dengan tidak adanya kalsium.

2.7 Penatalaksanaan Retinoblastoma


Pada terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan untuk menghilang- kan
tumor dan menyelamatkan nyawa penderita, mempertahankan penglihatan bila
memungkinkan, menyelamatkan mata, menghindari tumor sekunder yang dapat juga
disebabkan karena terapi terutama pada anak yang mengalami retinoblastoma yang
diturunkan. Faktor terpenting yang menentukan pemilihan terapi meliputi apakah tumor pada
satu mata atau kedua mata, bagaimana penglihatannya, dan apakah tumor telah meluas
keluar bola mata. Secara keseluruhan lebih dari 90% anak-anak yang dapat mengetahui
penyembuhan. Hasil terapi akan lebih baik bila tumor masih terbatas dalam mata dan akan
memburuk bila tumor telah menyebar.
Berdasarkan stadium tumor, terapi yang dapat digunakan ialah:
1. Kemoterapi
2. Pembedahan: Ketika tumor terjadi hanya pada satu mata, maka cenderung untuk
bertambah besar sebelum terdiagnosis. Penglihatan telah rusak, tanpa adanya harapan
untuk pulih kembali. Terapi umum pada kasus ini ialah enukleasi dan biasanya disertai
pemasangan implan orbita. Pengangkatan bola mata biasanya dapat memengaruhi
pertumbuhan tulang dan jaringan sekitar mata. Pemasangan orbital implan dapat
meminimalkan efek tersebut. Bila retinoblastoma terjadi pada kedua mata, maka
enukleasi pada kedua mata mengakibatkan pasien tidak bisa melihat namun prosedur
ini yang paling aman karena kerusakan mata disebabkan oleh karena tumornya. Ada
juga yang mengatakan bahwa bila pada satu mata atau dua mata penglihatannya masih
berfungsi dapat dipertimbangkan terapi konservatif terlebih dahulu.
3. Terapi radiasi (brachytherapy atau terapi radiasi eksternal beam)
4. Fotokoagulasi (menggunakan laser untuk mematikan tumor, digunakan untuk tumor
yang kecil)
5. Krioterapi (menggunakan probe yang sangat dingin untuk membekukan dan
mematikan tumor, juga digunakan untuk tumor yang kecil)
6. Termoterapi (merupakan terapi panas yang menggunakan infra merah untuk mematikan
tumor, digunakan untuk tumor yang kecil)
7. Subtenon (subconjunctival) kemoterapi
Pada standar terapi berdasarkan lokasi tumor intraokuler (unilateral atau bilateral) atau
ekstraokuler, terapi yang digunakan meliputi :

Intraokular
a. Unilateral

Karena penyakit unilateral biasanya masif dan sering kali menunjukkan tidak ada harapan
penglihatannya dapat dipertahankan maka biasanya dilakukan enukleasi dan terapi radiasi
tidak diberikan pada badan tumor. Sekarang ini masih dilakukan percobaan kemoterapi pada
pasien dengan penyakit unilateral dalam rangka untuk mempertahankan penglihatan pada
mata yang terkena. Suatu studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan retinoblastoma dengan
gejala yang nyata seperti leukokoria, strabismus, atau mata merah biasanya memerlukan
enukleasi. Namun pada anak-anak dengan gejala yang tidak nyata dapat menghindari tindakan
enukleasi.
Suatu studi mengatakan bahwa bila terdapat potensial untuk mempertahankan penglihatan
karena tumor masih kecil, maka terapi seperti radiasi, fotokoagulasi, krioterapi, termoterapi,
kemoreduksi dan brachyterapi lebih diutamakan daripada terapi pembedahan. Namun perlu
juga diperhatikan bahwa anak-anak dengan unilateral retinoblastoma dapat berkembang
ke mata sebelahnya. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan secara berkala pada mata
sebelahnya. Pemeriksaan spesimen enukleasi diperlu- kan untuk menentukan adanya resiko
metastase. Terapi sistemik tambahan dengan vincristin, doxorubicin, dan cyclophosphamid
atau vincristine, carboplatin, dan etoposide telah digunakan pada pasien dengan berisiko
tinggi

berdasarkan pemeriksaan histopatologik setelah enukleasi untuk mencegah perkembangan


metastase.

b. Bilateral

Penatalaksanaan retinoblastoma bilateral tergantung pada luasnya penyakit pada


setiap mata. Biasanya penyakit lebih menonjol pada salah satu mata. Standar terapi pada masa
lalu ialah enukleasi pada mata yang lebih parah. Bila masih ada harapan pada penglihatan
kedua matanya, maka iradiasi bilateral atau kemoreduksi disertai follow up respon dan terapi
fokal merupakan tindakan yang perlu dilakukan.
Sejumlah pusat-pusat besar di Eropa dan Amerika Utara memublikasikan hasil
percobaannya menggunakan kemoterapi sistemik pada pasien dengan tumor intraokular yang
tidak berhasil diterapi dengan terapi lokal. Contohnya ialah tumor yang terlalu besar untuk
diterapi dengan krioterapi atau fotokoagulasi laser atau bayi baru lahir dengan tumor yang
melebihi optic disc.9 Pada seluruh kasus, tujuan kemoterapi ialah pengurangan volume tumor
sehingga terapi lokal (krioterapi, fotokoagulasi, thermoterapi) dapat dilakukan.

Ekstraokular
Beberapa pasien dengan retino- blastoma menunjukkan penyakit ekstra- okular, dapat
terlokalisasi pada jaringan lunak sekitar mata atau ke nervus optikus. Perluasan lebih lanjut
dapat mengenai otak dan meningen. Pada saat ini tidak ada standar terapi efektif yang
digunakan untuk terapi retinoblastoma ekstraokular; iradiasi orbital dan kemoterapi dapat
digunakan. Percobaan klinik melaporkan pasien dengan metastase non-CNS (Central nervous
system) telah diterapi dengan sukses menggunakan kemoterapi mieloablasi dengan sel stem.
BAB III

PROSES KEPERAWATAN

No Register :090025

Ruangan : Melati

Tgl Masuk : 20 Novenber 2017

Tgl Pengkajian : 20 November 2017

Diagnosa Medis : Retino Blastoma

3.1 Pengkajian

a. Identitas klien dan Keluarga

Nama Pasien : Ny. S

Umur : 32 Th

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : PNS

Alamat : Jl.Hibrida 10 Bengkulu

Penanggung Jawab : Tn. Z

Alamat : Jl.Hibrida 10 Bengkulu

Hubungan dengan Klien : Suami

b. Keluhan Utama : Nyeri Pada Mata Sebelah Kanan

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien Ny. S masuk ke ruangan Melati RSUD M. Yunus Bengkulu pada tanggal 20 september
2012 pukul 08.00 WIB dengan keluhan klien nyeri, demam, kurang nafsu makan, gelisah, mata
merah terjadi pembesaran pada mata sebelah kanan. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal
21 september 2012 pukul 09.00 WIB didapatkan nyeri, demam, kurang nafsu makan, gelisah,
mata merah, skala nyeri 8. Nyeri dirasakan pada saat malam hari, pada mata sebelah kanan
dengan TTV, TD: 130/80 mmHg, RR: 25 x/mnt, N: 120 x/mnt, S: 38*c

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Sebelumnya pasienpernah masuk ke RS M. Yunus Bengkulu dengan mengalami Penyakit


malaria dan dirawat selama 2 hari dan klien tidak pernah mengalami penyakit sekarang.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan ataupun penyakit menular
lainnya.

4) Riwayat Psikososial

Klien merasa malu dengan penyakit yang dialaminya, klien tampak murung dan tidak mau
berkomunikasi dengan perawat dan lingkungan sekitar.

Riwayat Kebiasaan Sehari-hari

No Kebiasaan Dirumah Di Rumah Sakit

1 Nutrisi

a.Makan

- Frekuensi 3 x sehari 3x sehari

- Porsi 1 porsi 1 porsi

- Jenis Nasi, sayur dan buah Nasi, sayur dan buah


Tidak ada

- Masalah Tidak ada

b.Minum 6-8 gelas per hari

- Frekuensi 1000-1200 cc/hari 5-6gelas per hari

- Jumlah Air putih, dan teh 800-1000 cc/hari

- jenis minuman Teh dan Air putih

2. Eliminasi

a. BAK 4-6 x/hari

- kebiasaan Kuning Jernih 4-5 x/hari

- warna Khas Kuning jernih

- bau Khas

3. b.BAB 2 x/hari 2 x/hari

- Kebiasaan Kuning Kuning

- Warna Lembek Lembek

- Konsistensi Tidak ada Tidak ada

- Gangguan

4. Pola Istirahat Tidur 5-6 jam/hari 4-5 jam/hari


- Kebiasaan Ya Ya

- memakai selimut Ya Ya

- memakai bantal Tidak ada Tidak bisa tidur dengan


nyenyak karena gangguan
- gangguan
mata

5. Pola Hygiene Tubuh


1-2 x/hari
Mandi 2x/hari
Ya
- frekuensi Ya

- pakai sabun
Saat mandi
Gosok gigi Saat mandi
Ya
- frekuensi Ya

- pakai pasta gigi


Saat mandi
Cuci rambut Saat mandi
Ya
- frekuensi Ya
Dibantu
- pakai shampoo mandiri

- Pola Aktivitas
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap seluruh system tubuh yang dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi yang terdiri dari :

a) Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Metis

TTV

Suhu : 380 C

Nadi : 120 x/m

TD : 130/80 mmHg

RR : 25 x/m

BB : 55 KG

TB : 154cm

b) Kepala

Inspeksi :Rambut kotor,Tidak ada ketombe dan luka di kulit kepala, Ujung rambut tidak
bercabang dan tidak kusam, Tidak ada lesi.

Palpasi :Tidak ada nyeri tekan

c) Mata

Pemeriksaan subyektif :Proyeksi sinar kurang baik, Persepsi warna baik.

Pemeriksaan obyektif: kelopak mata normal (pasangan simetris, gerakan bebas, kulit normal, tepi
kelopak tidak ada sekret), bola mata normal (pasangan sejajar, gerakan normal, ukuran normal),
tekanan bola mata normal, konjungtiva normal, sklera (warna merah), iris (warna coklat,
pasangan simetris,)

d) Hidung
Inspeksi :Bentuk tulang hidung lurus, Tidak ada secret, Tidak ada pembesaran
chonchanasalis, Tidak ada polip.

Palpasi: Tidak ada sinus

e) Mulut

Inspeksi :Mukosa bibir lembab, Warna bibir merah muda, Warna lidah merah muda

f) Telinga

Inspeksi :Daun telinga bagian belakang bersih, Tidak ada secret yang mengeras, Tidak ada
keluhan nyeri pada telinga bagian dalam..

g) Leher

Palpasi :Tidak ada pembesaran kelenjar tonsil, Tidak ada bendungan vena jugolaris, Tidak ada
pembesaran kelenjar limfe

h) System respirasi

Inspeksi :Pola nafas normal/Eupnoe, Bentuk rongga dada normal, Tidak ada retraksi otot-otot
bantu pernafasan, Frekuensi pernafasan normal (22x /menit)

Palpasi :Pergerakan dada kanan dan kiri simetris

System kardiovaskuler: Frekuensi denyut jantung normal 84x /menit, TD Menurun 110/70
mmhg

System perkemihan: BAK lancer

Inspeksi :Warna urine kuning jernih, Bau urine khas

System pencernaan

Inspeksi :Frekuensi BAB 3x sehari

System persyarafan: Normal

Kulit: Turgor kulit elastic dan permukaan tidak gersang


i) Genetalia

Inspeksi :Tidak ada kotoran, Labia Mayora dan Labia Minora bersih, Tidak terdapat
jamur, Warna merah muda, Terdapat keputihan.

Palpasi :Tidak terdapat nyeri

Pemeriksaan Penunjang

Fundus Okuli

X ray
3.2 ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. S No Reg. : 090025

Umur : 32 tahun Ruangan : Melati

No Data Senjang Interpretasi Data Masalah

1. DO:

Klien tampak gelisah Terlihat bercak kuning Gangguan rasa nyaman nyeri
mengkilat
Klien tampak meringis
kesakitan ↓

Klien tampak lemah Neuvaskularisasi dan


perdarahan
TTV

Suhu : 380 C
Lemah, sakit kepala
Nadi : 120 x/m

TD : 130/80 mmHg
Nyeri
RR : 25 x/m

DS :

Klien mengatakan nyeri


pada matanya

Klien mengatakan
peningkatan suhu tubuh

DO: Gangguan persepsi sensorik


penglihatan
2. -Klien tampak meringis
kesakitan pada mata sebelah
Masa tumor yang
kanan
semakin membesar
- mata klien tampak merah

- Terlihat pembesaran mata
leukokoria
klien disebelah kanan

DS :
Refleks pupil berwarna
- Klien mengatakan nyeri
putih
pada malam hari

- Klien mengatakan
gangguan pada penglihatan Pupil agak menonjol
keluar

Gangguan persepsi
sensorik penglihatan

3.3. DIAGNOSA

Nama Pasien : Ny. S No Reg. : 090025

Umur : 32 tahun Ruangan : Melati


Tgl Tgl
Paraf dan Paraf dan
No Diagnosa Keperawatan Masalah Masalah
Nama Jelas Nama Jelas
Muncul Teratasi

1. Gangguan rasa nyaman 20-09-17 Kel 8 \


nyeri b.d proses penyakit

Gangguan persepsi sensorik


penglihatan b.d gangguan
2. penerimaan sensori dari 20-09-17 Kel 8
organ penerima

3.4. INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. S No Reg. : 090025

Umur : 32 tahun Ruangan : Melati


No Tujuan dan
Tgl/Jam Rencana Tindakan Rasional Paraf
Dx Kriteria Hasil

1 Minggu, Setelah dilakukan tindakan - Kaji lebih lanjut -dengan diketahui Kel 2
21 keperawatan selama 3 x 24 karakteristik nyeri, karakteristik dan
Septemb jam diharapkan nyeri dapat area dan sklanya skala nyeri
er berkurang. mempermudah
dan menentukan
2017 Kriteria hasil :
tindakan
08.00 -nyeri berkurang atau selanjutnya
WIB terkontrol
-agar perdarahan
-Pasien tidak meringis lagi dapat berhenti
- Berikan kompres
TTV
dingin pada mata
TD: 110/70 – 120/80mmHg yang nyeri

N: 60-100 x/mnt - Mengetahui


batas normal TTV
RR: 16-24 x/mnt - observasi TTV
pasien karena
S: 36-37,5 *c berpengaruh pada
saat cemas

-Menghilangkan
nyeri, karena
memblokir syaraf
penghantar nyeri
- Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian analgesic

-mengetahui
seberapa besar
tingkat persepsi
sensorik

Minggu Setelah dilakukan tindakan -Kaji lebih lanjut


21 keperawatan selama 1 x 24 persepsi sensorik
-Mengetahui
Septemb jam diharapkan persepsi penglihatan klien
seberapa besar
2 er
penglihatan dapat teratasi kecemasan yang
09.00 dialami pasien
WIB Kriteria Hasil :
mata klien sebelah kanan -Kaji tingkat ansietas
kembali normal / kecemasan - Meningkatkan
pemahaman klien
tentang proses
penyakitnya

- Beri penjelasan
tentang proses
penyakitnya.
3.5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. S No Reg. : 090025

Umur : 32 tahun Ruangan : Melati

No Paraf & Nama


Tgl/Jam Tindakan Keperawatan Respon Hasil
Dx Jelas

Minggu 1 - mengkaji lebih lanjut dengan diketahui Kelompok 8


20 SEP karakteristik nyeri, area dan karakteristik dan
2017 sklanya skala nyeri
mempermudah dan
10.30
menentukan
WIB tindakan selanjutnya

-agar perdarahan
dapat berhenti

- memberikan kompres dingin


pada mata yang nyeri - Mengetahui batas
normal TTV pasien
- mengobservasi TTV
karena berpengaruh
pada saat cemas

-Menghilangkan
nyeri, karena
memblokir syaraf
penghantar nyeri

- berkolaborasi dengan tim


medis dalam pemberian
analgesic
-mengetahui
seberapa besar
tingkat persepsi
sensorik
-mengkaji lebih lanjut persepsi
sensorik penglihatan klien
Senin 2 -Mengetahui Kelomp0k 2
seberapa besar
21 Sep
kecemasan yang
2017
dialami pasien
09.00
-mengkaji tingkat ansietas /
WIB
kecemasan - Meningkatkan
pemahaman klien
tentang proses
penyakitnya

- memberikan penjelasan
tentang proses penyakitnya.

3.6. EVALUASI KEPERAWAATAN


Nama Pasien : Ny. S No Reg. : 090025

Umur : 32 tahun Ruangan : Melati

No.
Tgl Catatan Perkembangan Paraf
Dx

22 1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang Kel 2


Sep
O : Pasien tidak merasa nyeri pada mata sebelah kanan
2017
A : Masalah teratasi

P : Hentikan intervensi
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi
dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma
dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011) (Yanoff M, 2009). Gen retinoblastoma normal yang
terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Tujuan utama
pengelolaan retinoblastoma adalah menyelamatkan nyawa pasien. Penyelamatan organ (mata)
dan fungsi (penglihatan) adalah tujuan sekunder dan tersier. Pengelolaan retinoblastoma
membutuhkan pendekatan tim multidisipliner termasuk ahli onkologi okuler, onkologi anak, ahli
onkologi radiasi, fisikawan radiasi, ahli genetika dan ahli onktopologi oftalmologi. Strategi
manajemen tergantung pada tahap penyakit seperti retinoblastoma intraokular, retinoblastoma
dengan karakteristik berisiko tinggi, retinoblastoma orbital dan retinoblastoma metastatik.

4.2 Saran

Retinoblastoma merupakan penyakit konginital pada mata yang sering terjadi pada anak
anak. Pemeriksaan mata pada bayi yang baru lahir penting untuk mengetahui kelainan pada bayi
lebih awal untuk mencegah terjadinnya komplikasi. Oleh karena itu sangat penting untuk
menangani kelainan ini secara tepat untuk mendapat prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Kiran V.S., Kannabiran C., Chakravarthi K., Vemuganti G.K., Honavar S.G. Mutational
screening of the RB1 gene in Indian patients with retinoblastoma reveals eight novel and
several recurrent mutations. Hum Mutat.2009

Murthy R., Honavar S.G., Naik M.N., Reddy V.A. Retinoblastoma. In: Dutta L.C.,
editor. Modern ophthalmology. Jaypee Brothers; New Delhi, India: 2010. p. 849859.

Shields C.L., Honavar S.G., Meadows A.T., Shields J.A., Demirci H., Naduvilath T.J.
Chemoreduction for unilateral retinoblastoma. Arch Ophthalmol. 2011;120:1653–1658.

Istiqomah, Indriana, N., 2005, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, editor, Monica
Ester. EGC, Jakarta.

Ilias S, Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1985.

Bishop J.O., Madsen E.C. Retinoblastoma: review of current status. Surv


Ophthalmol. 2012;19:342–366.

Shields C.L., Honavar S., Shields J.A., Demirci H., Meadows A.T. Vitrectomy in eyes with
unsuspected retinoblastoma. Ophthalmology. 2009;107:2250–2255

Istiqomah, Indriana, N., 2010, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, editor, Monica
Ester. EGC, Jakarta.

Ganong, William, F., 2010, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, EGC, Jakarta.
Ilias S, Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007

Prof.dr.Sidarta Ilyas SpM dkk, 2009, sagung seto. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan
mahasiswa kedoteran edisi 2,

Suddarth & Brunner, Keperawatan Medikal Bedah, 2009. EGC: Jakarta

Dharmawidiarni.Dini,Prijanto.Hendrian Dwikoloso Soebagjo, 2010. Jurnal Oftalmologi


Indonesia. Department of ophtalmology faculty of medicine, Airlangga University, Dr.Soetomo
General Hospital : Surabaya.

Rahman.Ardizal,2014. Dilema dalam Manajemen Retinoblastoma.Ilmu Kesehatan Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas: http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

Rosdiana.Nelly,201. Gambaran Klinis dan Laboratorium Retinoblastoma.Medan: Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara /Rs.H.Adam Malik

Fauzi.Lukman,2016. Skrining Kelainan Refraksi Mata Pada Siswa Sekolah Dasar Menuru
Tanda dan Gejala.Journal of Health Education:Semarang

Dr.Kumar.Jitendra,2016. Retinoblastoma: The Clinical, Pathological And Radiological


Presentation In Indian Children. Journal of Dental and Medical Sciences:India

Hendrian D. Soebagjo,2013.Profile of Retinoblastoma in East Java, Indonesi.World Journal of


Medicine and Medical Science Research:Surabaya
Farouk.Husein,2011. Histopathologic Profile Grading of Haematoxylene Eosin on
Retinoblastoma Stadium. Jurnal Oftalmologi Indonesia:Surabaya

Kadek Wini Mardewi,2013. RETINOBLASTOMA FAMILIAL IN A 3-YEAR-OLD


GIRL.Department of Child Health, Medical School,Udayana University, Sanglah Hospital:
Denpasar, Bali
Henry Kodrat, Soehartati Gondhowiardjo,2013. RADIOTERAPI PADA RETINOBLASTOMA.
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta
Kadek Wini Mardewi, Ketut Ariawati,2013. RETINOBLASTOMA FAMILIAL IN A 3-YEAR-
OLD GIRL. Department of Child Health, Medical School,Udayana University, Sanglah Hospital,
Denpasar: Bali

Anda mungkin juga menyukai

  • Kasus 2
    Kasus 2
    Dokumen1 halaman
    Kasus 2
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen25 halaman
    Isi
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen3 halaman
    Dapus
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen25 halaman
    Isi
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Yanto, Seorang
    Yanto, Seorang
    Dokumen3 halaman
    Yanto, Seorang
    Fenti Erlinda
    100% (1)
  • RBK Retinoblastoma
    RBK Retinoblastoma
    Dokumen31 halaman
    RBK Retinoblastoma
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan TN
    Pertanyaan TN
    Dokumen2 halaman
    Pertanyaan TN
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Yanto, Seorang
    Yanto, Seorang
    Dokumen3 halaman
    Yanto, Seorang
    Fenti Erlinda
    100% (1)
  • Diare 01
    Diare 01
    Dokumen50 halaman
    Diare 01
    Desty Dwi Anggraini
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen3 halaman
    Dapus
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • ASKEP HIPERSENSITIFITAS
    ASKEP HIPERSENSITIFITAS
    Dokumen9 halaman
    ASKEP HIPERSENSITIFITAS
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2
    Kasus 2
    Dokumen1 halaman
    Kasus 2
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Chapter I
    Chapter I
    Dokumen6 halaman
    Chapter I
    Athil Tee Lee
    Belum ada peringkat
  • 8788 31428 3 PB
    8788 31428 3 PB
    Dokumen9 halaman
    8788 31428 3 PB
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • 113 217 2 PB
    113 217 2 PB
    Dokumen8 halaman
    113 217 2 PB
    puskesmas buloila
    Belum ada peringkat
  • Chapter lll-VI PDF
    Chapter lll-VI PDF
    Dokumen13 halaman
    Chapter lll-VI PDF
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Yunita 45.2 Saran
    Yunita 45.2 Saran
    Dokumen16 halaman
    Yunita 45.2 Saran
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 PDF
    Bab 2 PDF
    Dokumen21 halaman
    Bab 2 PDF
    wizuraihakimroy
    Belum ada peringkat
  • Buku
    Buku
    Dokumen25 halaman
    Buku
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 PDF
    Bab 1 PDF
    Dokumen7 halaman
    Bab 1 PDF
    Diskta W Ronica
    Belum ada peringkat
  • Metadata Untuk Penyusunan Rencana Aksi Yang Partisipatif
    Metadata Untuk Penyusunan Rencana Aksi Yang Partisipatif
    Dokumen29 halaman
    Metadata Untuk Penyusunan Rencana Aksi Yang Partisipatif
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • 1 SM
    1 SM
    Dokumen7 halaman
    1 SM
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • Rekomendasi IRA Osteoarthritis 2014
    Rekomendasi IRA Osteoarthritis 2014
    Dokumen42 halaman
    Rekomendasi IRA Osteoarthritis 2014
    ahmadyanio
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen24 halaman
    Chapter II PDF
    Fenti Erlinda
    Belum ada peringkat
  • 92 Uu 010
    92 Uu 010
    Dokumen24 halaman
    92 Uu 010
    DA Lianq
    Belum ada peringkat
  • Indra Amarudin Setiana Bab II
    Indra Amarudin Setiana Bab II
    Dokumen42 halaman
    Indra Amarudin Setiana Bab II
    Bangun Wijanarko
    Belum ada peringkat
  • T1 - 462011018 - Bab Ii PDF
    T1 - 462011018 - Bab Ii PDF
    Dokumen11 halaman
    T1 - 462011018 - Bab Ii PDF
    Esan Dermawan
    Belum ada peringkat
  • CMHN 0
    CMHN 0
    Dokumen49 halaman
    CMHN 0
    Yunitaprmna
    Belum ada peringkat