Anda di halaman 1dari 6

KEGIATAN 9

13.1 Judul
Pembuatan Sediaan Darah Malaria
13.2 Tujuan
Mampu membuat dan mewarnai sediaan darah malaria sesuai standar teknis.
13.3 Dasar Teori
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari
kelompok Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati
yang ditularkan oleh nyamuk anopheles yang bersifat akut maupun kronik.
Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anopheles dan 18
spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria. (Sorontou.Y,
2016)
A. Etiologi Malaria
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia
Plasmodiidae, dari ordo Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di
Indonesia sampai saat ini empat spesies plasmodium yaitu Plasmodium
falciparum sebagai penyebab malaria tropika yakni nyamuk anopheles,
Plasmodium vivax sebagai penyebab malaria tertiana, Plasmodium
malarie sebagai penyebab malaria kuartana dan Plasmodium ovale, jenis
ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika. Jenis Plasmodium
yang sering menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale
(Mansjoer. A. 2017)
B. Patofisiologi
Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
 Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
 Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung
parasit. Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan
hemolisis intravaskule
2. Pelepasan mediator endotoksin-makrofag

1
Laporan Praktikum Epidemiologi, Kelompok II
 Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag
melepaskan berbagai mediator endotoksin.
3. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor atau factor nekrosis tumor )
 Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit
malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam,
hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi
 Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya.
Knob ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan
bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel
pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga
terjadi bendungan. (Harjono, P.N. 2017.)
C. Manifestasi Klinis
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam
dengan interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode
(periode laten) dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi
gejala klinis utama dari penyakit malaria adalah demam, menggigil
secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias Malaria” (Malaria
paroxysm). Secara berurutan.
Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan
terasa lemas dan pucat karena kekurangan sel darah merah dan
berkeringat, napsu makan menurun, mual-mual, kadang-kadang diikuti
muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus, khususnya
pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala
tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat,
gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang-kejang dan penurunan
kesadaran sampai koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas
gejala klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta
adanya riwayat kunjungan atau berasal dari daerah malaria. (Harjono,
P.N. 2017.)

2
Laporan Praktikum Epidemiologi, Kelompok II
D. Pemeriksaan Malaria
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk
anamnesis), uji imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium)
malaria dalam darah penderita. Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan
laboratorium memerlukan persyaratan tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu
pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat, karena pada
periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi mencapai maksimal dan
cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Volume
darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas
preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang
tepat (Purwaningsih, 2000 Jenis pemeriksaan untuk penegakan diagnosis
malaria terbagi atas dua yakni: pemeriksaan cepat dengan Rapid
Diagnostic Test (RDT) dan Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan
Sediaan Darah). (Iriyanto K. 2018)
1) Pemeriksaan Parasit Malaria daam darah penderita yang diduga
malaria dapat dilakukan dengan banyak metode baik secara
pemeriksaan mikroskopis maupun pemeriksaan cepat dengan
Rapid Diagnostic Test (RDT). Penderita dinyatakan positif malaria
apabila pada pemeriksaan secara mikroskopis ditemukan
plasmodium sp dalam darahnya atau apabila pemeriksaan RDT
positif. Salah satu metode yang paling diyakini dapat menemukan
jenis serta stadium dari parasiit plasmodium adalah pembacaan
sediaan darah malaria. Sediaan darah (SD) malaria dapat dibuat
dalam 2 bentuk yaitu sediaan darah tipis dan sediaan darah tebal.
(Penuntun Praktikum Kesmas Dasar, 2019)
1. RDT (Rapid Diagnostik Test)
RDT merupakan suatu pemeriksaan laboratorium yang
digunakan untuk mendiagnosa penyakit malaria dengan mendeteksi
antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat
cepat hanya 3-5 menit, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat

3
Laporan Praktikum Epidemiologi, Kelompok II
khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu
dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan
dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax.
Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes
deteksi HRP-2.
2. Sediaan darah tebal dan darah tipis
a) Sediaan darah tebal
Terdiri dari jumlah besar sel darah merah yang
terhematolisis. Parasit yang terkontaminasi pada area yang lebih
kecil sehingga akan lebih cepat terlihat di bawah mikroskop.
Kelebihan darah tebal biasanya di Hemolisis terlebih dulu
sebelum pewarnaan, sehingga pada parasit tidak lagi tampak
dalam eritrosit sedangkan kelebihan dari sediaan darah tebal ini
yaitu dapat menemukan parasit lebih cepat karena volume darah
yang digunakan lebih banyak. Jumlah parasit lebih banyak dalam
satu lapang padang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah
ditemukan. Sedangkan kelemahan dari darah tebal bentuk parasit
yang kurang lengkap morfologinya.
b) Sediaan darah tipis
Terdiri dari satu lapisan sel darah merah yang tersebar dan
digunakan untuk membantu identifikasi parasit malaria setelah
ditemukan dalam sediaan darah tebal.
Kelebihan pada sediaan darah tipis pada pembaca sediaan
ini, bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga
didapatkan bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna.
Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit
dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat dilihat
jelas. Sedangkan kelemahan darah tipis yaitu kemungkinan

4
Laporan Praktikum Epidemiologi, Kelompok II
ditemukan parasit lebih kecil karena volume darah yang
digunakan relative lebih sedikit (Soedarto. 2018)

5
Laporan Praktikum Epidemiologi, Kelompok II
DAFTAR PUSTAKA

Harjono, P.N. 2017. Epidemiologi, Patogenesi, Manifestasi Klinis dan


Penanganan. Jakarta: EGC.

Iriyanto K. 2018. Epidemiologi penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan


Klinis. Bandung : CV.Alfabeta

Mansjoer. A. 2017. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media aesculapius.

Penuntun Praktikum Kesmas Dasar Laboratorium Kesehatan Masyarakat, FOK-


UNG Semester Genap T.A 2018/2019

Soedarto. 2018 Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.

Sorontou. Y. 2016. Ilmu Malaria Klinik. Jakarta : EGC

6
Laporan Praktikum Epidemiologi, Kelompok II

Anda mungkin juga menyukai