Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans (TAO) merupakan


penyakit inflamasi non-atherosklerotik (Inflamatory non-atherosclerotic) dimana
terjadinya oklusi segmental pada arteri kecil dan sedang serta pada vena
ekstremitas atas dan bawah. Penyakit ini pertama kali diperkenanalkan oleh Von
Winiwarter pada tahun 1879 dan pada tahun 1908 Leo Buerger menjabarkan
penyakit ini dengan evaluasi patologikal dari ekstremitas seorang pasien yang
diamputasi.1

Insidensi TAO dilaporkan sebesar 12,6 dari 100.000 populasi di Amerika


Serikat. Namun, TAO paling banyak ditemukan di negara Asia tengah. Prevalensi
penyakit bervariasi mulai dari 0,5% sampai 5,6% di Eropa, 45% sampai 63% di
India, dan 16 sampai 66% di Korea dan Jepang, serta 80% ditemukan terjadi pada
orang Yahudi di Israel. Di Indonesia khususnya RSU dr. Hasan Sadikin penderita
penyakit ini yang tercatat berobat adalah sebanyak 44 orang dalam periode 5
tahun (1986-1991); 22 orang dalam periode 3 tahun (1993-1996); 51 orang dalam
periode 4 tahun (1997-2001). Sebelumnya TAO paling sering ditemukan terjadi
pada laki-laki, karena hanya 1% kasus dtemukan pada perempuan. Namun dari
hasil studi yang dilakukan baru baru ini proporsi TAO pada wanita mulai
meningkat yaitu 11% sampai 23%. Peningkatan ini kemungkinan disebabkan
karena peningkatan pengguanaan rokok. Penyakit ini umumnya menyerang
kelompok usia <45 tahun.2,9

Penyebab pasti TAO belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor


resiko yang diduga berperan dalam peningkatan insiden TAO, seperti merokok,
genetik, hiperkoagulopati, infeksi, mekanisme imunologis.Terapi yang dapat
diberikan pada pasien dengan TAO berupa menghindari faktor resiko,
farmakoterapi, dan intervensi bedah. 2,3,4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Pembuluh Darah

Sirkulasi sistemik menyuplai darah keseluruh tubuh dengan pengecualian


pada paru. Sirkulasi sistemik dapat dibagi menjadi lima kategori berdasarkan
anatomi dan fungsinya: (1) arteria, (2) arteriola, (3) kapiler, (4) venula, (5) vena
(Gambar 1).8

Gambar 1. Skematik sirkulasi sistemik

a. Arteri
Dinding aorta dan arteria besar mengandung banyak jaringan elastic dan
sebagian otot polos. Ventrikel kiri memompa darah masuk kedalam aorta
dengan tekanan tinggi. Dorongan darah secara mendadak ini meregang
dinding arteria yang elastik. Di daerah perifer, cabang-cabang sistem
arteria berproliferasi dan terbagi lagi menjadi pembuluh darah kecil.8

b. Arteriola
Dinding pembuluh darah arteriola terutama terdiri dari otot polos dengan
sedikit serabut elastik. Dinding pembuluh arteriola ini sangat peka dan
dapat berdilatasi atau berkontraksi. Bila berkontraksi arteriola merupakan

2
tempat resistensi utama aliran darah dalam cabang arterial. Saat
berdilatasi penuh, arteriola hampir tidak memberikan resistensi terhadap
aliran darah. Pada persambungan antara arteriola dan kapiler terdapa
sfingter prekapiler yang berada dibawah pengaturan fisiologis yang cukup
rumit. 8

c. Kapiler
Pembuluh darah kapiler memiliki dinding yang sangat tipis yang terdiri
dari satu lapis sel endotel. Nutrisi dan metabolit berdifusi dari daerah
berkonsentrasi tinggi kedaerah berkonsentrasi rendah melalui membrane
yang tipis dan semipermeable. Pergerakan ini bergantung pada tekanan
hidrostatik dan osmotic jaringan kapiler. 8

d. Venula
Venula berfungsi sebagai saluran pengumpul dan terdiri dari sel-sel
endotel dan jaringan fibrosa. 8

e. Vena
Vena adalah saluran yang berdinding relatif tipis dan berfungsi
menyalurkan darah dari jaringan kapiler melalui sistem vena, masuk ke
atrium kanan. 8

2. Histologi Umum Pembuluh Darah

Dinding pembuluh darah secara umum terdiri atas tiga lapis, yaitu: tunika
intima, tunika media, dan tunika adventisia. Tunika intima adalah lapisan
terdalam yang terdiri atas endotel dan jaringan ikat subendotel dibawahnya.
Tunika media merupakan lapisan tengah yang terdiri atas serat otot polos yang
mengitari lumen pembuluh darah dan bertanggung jawab dalam mengontrol
diameter pembuluh darah saat dilatasi dan kontriksi. Tunika adventisia merupakan
lapisan terluar yang mengandung serabut saraf dan pembuluh darah yang
menyuplai dinding arteri serta teridiri dari serat jaringan ikat (Gambar 2).8,9

3
Gambar 2. Struktur Mikroskopik Pembuluh Darah

3. Definisi

Tromboangitis obliterans (TOA) kadang disebut tromboarteritis obliterans


atau Von Winiwarter-Buerger syndrome merupakan penyakit inflamasi non-
atherosklerotik dimana terjadi oklusi segmental yang melibatkan arteri kecil dan
sedang serta vena ekstremitas atas dan bawah dan jarang terjadi pada alat-alat
dalam.4

4
Gambar 3. Penyakit Buerger mengenai ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

4. Epidemiologi

Penyakit ini banyak terdapat di Korea, Jepang, Indonesia, India, dan


Negara lain di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur.5
Insidensi TAO dilaporkan sebesar 12,6 dari 100.000 populasi di Amerika
Serikat. Namun, TAO paling banyak ditemukan di negara asia tengah. Prevalensi
penyakit bervariasi mulai dari 0,5% sampai 5,6% di Eropa, 45% sampai 63% di
India, dan 16 sampai 66% di Korea dan Jepang, serta 80% ditemukan terjadi pada
orang Yahudi di Israel. Sebelumnya TAO paling sering ditemukan terjadi pada

5
laki-laki, karena hanya 1% kasus dtemukan pada perempuan. Namun dari hasil
studi yang dilakukan baru baru ini proporsi TAO pada wanita mulai meningkat
yaitu 11% sampai 23%. Peningkatan ini kemungkinan disebabkan karena
peningkatan pengguanaan rokok. Penyakit ini umumnya menyerang kelompok
usia <45 tahun.2

5. Etiologi
Etiologi TAO belum diketahui. Tetapi biasanya tidak ada faktor familial.
Hubungan dengan penyakit diabetes melitus pun tidak ada. Penderita penyakit ini
umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda,
kadang pada usia sekolah.5

Tembakau

Paparan terhadap tembakau memiliki peranan penting dalam terjadinya inisiasi


dan progresi trombongitis obliterans. Merokok merupakan faktor risiko paling
sering, namun TOA juga terjadi akibat mengunyah tembakau dan ganja. Selain itu
dua dari tiga pasien dengan TOA memiliki penyakit periodontal dan infeksi
kronik periodontal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya TOA.2

Berdasarkan penelitian, pasien dengan TAO memiliki peningkatan sensitivitas


seluler terhadap kolagen tipe I dan III jika dibandingkan dengan pasien
arteriosklerosis obliterans atau pasien sehat. Selain itu kemungkinan terdapat
sensitifitas terhadap salah satu komponen dalam tembakau dan sensitifitas ini
menyebabkan terjadinya inflamasi pembuluh darah sehingga terjadi oklusi. Hal ini
kemungkinan diperankan oleh Purified Tobacco Glycoprotein (TGP).3

Hiperkoagulasi

Mengenai keadaan hioerkoagulabilitas, telah terjadi perbedaan pendapat di antara


literature dari Amerika Serikat. Sebagian literatur mengatakan bahwa pada
sebagian penderita dengan diagnosis penyakit Buerger ditemukan satu atau lebih
petanda status hiperkoagilabilitas, yakni mutasi faktor V Leiden, mutasi gen
protrombin 20210A, peningkatan titer antikadiolipin, peningkatan kadar

6
homocysteine plasma. Sedangkan literature lainnya mengatakan bahwa untuk
melakukan diagnosis penyakit Buerger harus dilakukan dahulu ekslusi status
hiperkoagulabilitas dan penyakit jaringan ikat.11

Disfungi endotel

Eichorn dalam studinya terhadap 8 pasien dengan TAO mengatakan bahwa pada
pasien TAO terjadi peningkatan antibodi antiendotel sebesar 25% yang
berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit.3

Mekanisme Imunologi

Pada TAO terdapat kelaianan autoimun dimana terdapat antibodi terhadap endotel
pembuluh darah berkaitan dengan respon terhadap antigen yang terdapat dalam
tembakau. Antibodi berbeda yang ditemukan seperti antinuclear, antielasti,
antikoagulan I dan III, antinikotin antibody, deposito IgG, IgC3, IgC4 dalam
pembuluh darah pasien, membuktikan bahwa terdapat perbedaan karakter
imunitas pada penderita TAO.3

6. Patogenesis
Terjadinya TAO melibatkan 3 fase, yaitu:
Fase akut; ditandai dengan akut inflamasi yang melibatkan seluruh lapisan
pembuluh darah. Pada fase ini terjadi oklusi, thrombus yang hiperseluler dan
mengalami inflamasi, juga ditemukan neutrofil, mikroabses, multinuleus giant
cell.
Fase subakut; progresif organisasi thrombus dalam arteri dan vena. Pada
tahap ini terjadi peningkatan infiltrasi sel-sel inflamasi dalam thrombus
dibandingkan pembuluh darah
Fase kronik; ditandai dengan fibrosis pembuluh darah yang dapat
menunjukkan seperti terjadi suatu atherosclerosis. Namun TOA dalam tahap
apapun berbeda dengan atherosclerosis dan penyakit vaskulitis lainnya,
perbedaan ini dapat dilihat dari utuhnya lamina elastic interna.

7
Gambar 4. Patogenesis Penyakit Buerger

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klasik TOA ialah terjadi pada laki-laki perokok dengan onset
gejala pada awal usia 40 sampai 45 tahun. Laki-laki lebih sering daripada
perempuan. Individu yang terkena biasanya memiliki riwayat perokok berat
dimana konsumsi rokok perhari dapat mencapai 20 batang. Bila ditemukan
kebiasaan merokok disertai dengan faktor risiko lain seperti peningkatan kadar
lemak, maka penyakit ini tidak dapat disebut penyakit Buerger, melainkan harus
disebut aterosklerosis. Demikian pula, bila pada penderita perokok yang dijumpai
peningkatan kadar gula darah maka harus dinyatakan sebagai diabetes mellitus.
6,11

Penyakit Buerger harus diduga pada pasien dengan satu atau lebih tanda
berikut ini9:
a. Jari iskemik yang nyeri pada ekstremitas atas dan bawah pada pria
dewasa muda dengan riwayat merokok parah
b. Klaudikasio kaki
c. Tromboflebitis superfisialis berulang
d. Sindrom Raynaud

8
Manifestasi terdini pada penyakit Buerger ialah klaudikasio kaki yang
merupakan patognomonik. Klaudikasio kaki merupakan cermin penyakit oklusi
arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Terjadinya
klaudikasi pada kaki merupakan tanda awal dan mengindikasikan adanya TAO.
Kondisi ini terjadi pada oklusi yang ditemukan di arteri infrapopliteal. Jika
penyakit semakin berkembang, klaudikasi terjadi dibetis dan nyeri iskemik saat
istirahat dan ulserasi iskemik (gambar ) di kaki, atau jari dapat terjadi.

Gambar 5 (a) Kaki dari penderita dengan penyakit Buerger. Ulkus iskemik pada
jari kaki pertama, kedua dan kelima. Walaupun kaki kanan penderita ini kelihatan
normal, dengan angiographi aliran darah terlihat terhambat pada kedua kakinya;
(b) ulkus kecil dan nyeri pada jari pertama dan keempat

Tabel 1. Pembagian derajat gejala iskemia pada ekstremitas inferior


menurut Fountaine13
Fountaine I gejala tidak khas: terasa dingin pada ujung-ujung jari terutama
pagi hari atau bila tersentuh air dingin (syndrom Raynaud),
pegal, linu, kesemutan
Fountaine II  IIA:Klaudikasio intermiten-nyeri/kram otot setelah berjalan
>200 meter
 IIB: Klaudikasio intermiten <200 meter

Fountaine III Rest pain (nyeri yang terasa terus menerus walaupun pada saat
istirahat)
Fountaine IV Luka/ulkus/gangrene/ pada ujung jari kaki

9
Inflamasi menimbulkan penyumbatan lumen pembuluh darah arteri,
peradangan tersebut akan merambat ke vena dan saraf yang berdampingan.
Perdangan pada saraf menimbulkan nyeri yang kuat. Nyeri istirahat iskemik
timbul progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan.
Jari yang terkena bisa memperlihatkan tanda sianosis bila digantung. Sering
terjadi radang lipatan kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bias timbul,
terutama pulpa falang distal yang bias berlanjut menjadi gangrene atau ulserasi
kronis yang nyeri.11
Gejala diawali dengan Sindrom Raynaud beberapa bulan yang ditandai
dengan perubahan trifasik yang klasik dari warna kulit yang berubah menjadi
putih secara jelas kemudian diikuti dengan sianosis nyeri dan kemudian rubor
(gambar ).9,11

Gambar 6. Mekanisme sindrom Raynaud

10
Gambar 7. Sindrom Raynaud

Tromboflebitis superfisialis migrans adalah peradangan yang berasal dari


vena superfisialis di ekstremitas yang berpindah setelah sembuh dari
peradangannya secara spontan ke segmen vena lainnya. Fase akut dari peradangan
terjadi selama 2-3 minggu pertama dengan gambaran segmen vena yang
menderita berwarna merah gelap, dan nyeri pada perabaan. Setelah lebih dari 2-3
minggu nyeri menjadi berkurang atau menghilang, warna segmen vena yang
semula meradang tersebut menjadi lebih gelap, tetapi biasanya pembuluh vena
tersebut menjadi masih teraba mengeras seperti kawat. Fase akut dari peradangan
terjadi selama bisa ada sebagai tali vena yang nyeri, nyeri tekan dari ekstremitas
atas atau bawah. Tromboflebitis superfisialis terjadi pada 40%-60% kasus.
Tromboflebitis superfisialis bersifat rekuren dan terjadi pada lengan dan kaki.
Flebitis yang berpindah pindah atau flebitis saltan pada pasien muda sangat
mengindikasikan adanya TOA. Tromboflebitis superfisialis yang membedakan
TOA dengan bentuk vaskulitis dan aterosklerosis lainnya.9,11

11
Gambar 8. Tromboplebitis superficial jempol kaki pada penderita dengan
penyakit buerger
Defisit denyut nadi biasanya mengenai bagian ekstremitas paling distal
mencakup pengurangan atau tidak adanya denyut nadi radialis dan ulnaris.9
Tes Allen dapat dilakukan untuk menilai apakah ada oklusi pada
pembuluh darah distal radialis maupun ulnaris dengan cara: pemeriksa
menempatkan jari pada region arteri radialis dan ulnaris untuk memberikan efek
oklusi pada tangan pasien yang dikepal. Kemudian minta pasien untuk membuka
kepalan tangannya dan pemeriksa melepas tekanan dari arteri radialis namun tidak
pada arteri ulnaris. Jika tidak ada oklusi pada arteri radialis distal makan jari
bagian distal akan kembali berwarna (tes negative). Namun jika ada oklusi pada
arteri radialis maka tangan akan tetap pucat (tes positif). Maneuver ini dilakukan
dengan kembali pada arteri ulnaris. (Gambar 9)

Gambar 9. Test Allen

12
Gambar 10. Tes Allen positif

Keterlibatan pembuluh darah besar jarang terjadi. Predileksi biasanya


ditemukan pada pembuluh darah ekstremitas distal, mencakup arteri jari,
mencakup telapak tangan dan kaki, serta tibioperonea sedangkan pada ekstremitas
atas melibatkan oklusi arteri radialis, arteri ulnaris, atau arteri digitalis (Gambar
11). Pasien dapat menunjukkan gejala klaudikasi pada ektremitas dan nyeri
dirasakan di ekstremitas. Pada perjalanannya klaudikasi betis dan nyeri iskemik
dirasakan pada saat istirahat dan ulkus iskemik pada kaki dan jari-jari dapat
berkembang.6,9,14

Gambar 11. Vaskularisasi Ekstremitas Superior dan Inferior


8. Kriteria Diagnosis
a. Kriteria diagnosis menurut Shionoya (1998)6
- Riwayat merokok
- Onset sebelum usia 50 tahun
- Oklusi arteri infrapopliteal
- Flebitis migrant

13
- Tidak ditemukan adanya faktor risiko atherosclerosis kecuali merokok

b. Kriteria diagnosis of Olin (2000)6


- Usia < 45 tahun
- Riwayat penggunaan tembakau dalam waktu terakhir
- Iskemik ekstremitas distal ditandai dengan klaudikasio, nyeri saat
istirahat, ulkus iskemik atau gangrene.
- Ekslusi penyakit autoimun, status hiperkoagulasi, dan diabetes
mellitus dengan pemeriksaan laboratorium
- Ekslusi emboli proximal ektremitas dengan ekokardiografi atau
arteriografi
- Temuan arteriografi pada ekstremitas

9. Diagnosis Banding
a. Penyakit buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri kronik
atherosklerotik. Namun yang membedakan ialah keadaan diatas jarang
mengenai ekstremitas atas. Penyakit oklusi aterosklerotik diabetes timbul
dalam distribusi yang sama dengan TOA, tetapi oklusi aterosklerotik diabetes
disertai dengan neuropati sehingga menghalangi perkembangan klaudikasio
kaki.

14
b. Trauma suhu dingin dalam jangka waktu yang terlalu lama menyebabkan
terjadinya obstruksi arteri dan kerusakan saraf sehingga terjadi vasospasme
yang dapat ditemukan pada frostbite.14

c. Skleroderma merupakan penyakit jaringan ikat tersering dan menunjukkan


gejala berupa sindroma Raynaud, insiden penyakit jaringan ikat pada
ekstremitas atas sebanyak 16-80%.14

Perbedaan TOA dan ASO (arteriosclerotic Obliterans)


TOA ASO
Usia onset 29 59
JK-lakilaki% 96 45
Merokok % 95 44
Tromboflebitis migrans % 45 0
Fenomena Raynaud % 24 4
Melibatkan extremitas sup % 50 17
Klaudikasi kaki Ada Tidak ada
Multiplelimb involvement (3 atau lebih) 76 Jarang
Diabtes % 0 30
Angiografi
Aorta/iliaka/femoral Normal Diseased
Plak Tidak ada Ada
Corkscrew collateral Ada Tidak ada
Plak ateroma Tidak ada Ada
Deposit lemak/kalsium Tidak ada Ada
Mikroabses Ada Tidak ada

15
10. Pemeriksaan Penunjang
TOA biasanya diduga berdasarkan manifestasi klinis. Tidak terdapat
pemeriksaan penunjang yang spesifik yang dapat digunakan untuk diagnosis
TAO. Pemeriksaan laboratorium pada TOA dilakukan untuk mengekslusikan
diagnosis banding atau penyakit vaskulitis lainnya berupa hitung darah lengkap,
tes fungsi hati, Gula Darah Puasa, petanda/marker peradangan seperti Eritrocyte
Sedimen Rate (ESR), C-reactive protein, faktor rheumatoid. Sebagai tambahan
pemeriksaan serologi terhadap marker penyakit autoimun seperti antibodi
antinuclear, antibody anticentromer, pemeriksaan marker diatas harus negative
pada penderita TOA. Pada pasien TOA dengan fase akut menunjukkan hasil
pemeriksaan ESR dan CRP normal. Hal ini yang memebedakan TOA dengan
penyakit vaskulitis lainnya. Skrining status hiperkoagulabilitas seperti antibody
antifosfolipid dan homocystein pada pasien dengan TOA direkomendasikan. 2,6,7,9

Hasil pemeriksaan hematologi pada pasien TOA ialah terjadi peningkatan


eritosit, peningkatan kekakuan eritrosit, dan peningkatan kekentalan darah.
Arteriografi tidak patognomonik, tetapi bisa memperlihatkan beberapa
oklusi segmental pada arteri distal dengan derajat sirkulasi kolaeral yang
bervariasi.
Tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan arteriografi pasien TOA
ialah9,12:
- Oklusi segmental pembuluh darah distal
- Tanda Corscrew
- Tanda Martorell (Direct Collateral)

16
(a)

(b)
Gambar 12. (a)Arteriografi pada penyakit Buerger; (b) angiogram

Pada pemeriksaan CT scan ataupun MRI atau tindakan invasif berupa


angiografi menggunakan kontras dapat dilakukan untuk mengekslusikan adanya
embolisme pada pembuluh darah proximal, melihat anatomi seperti adanya
atherosclerosis, aneurisma danmenilai luasnya penyakit.2,3

17
Gambar 13. (a) CT angiografi menunjukkan obstruksi segmental arteri
popliteal dextra dan arteri tibialis posterior (B) CT angiografi menunjukkan
patensi setelah dilakukan angioplasty.10

Pemeriksaan histopatologik pada pasien dengan TOA menunjukkan adanya proses


inflamasi dan terjadinya thrombus pada lumen pembuluh darah.13 (Gambar 14)

Gambar 14. tampak oklsui arteri tibialis oleh thrombus yang terorganisasi

18
11. Terapi

a. Non operasi
Terapi paling baik dalam mencegah terjadinya TOA ialah menghentikan
pemakaian rokok dan selanjutnya dilarang untuk merokok kembali dan
menghindarkan diri pula sebagai perokok pasif, karena menghisap rokok akan
berpengaruh menimbulkan progresifitas penyakit atau kekambuhan. Efeknya
meliputi pencegahan amputasi ekstremitas. TAO seharusnya dicegah tidak hanya
dengan berhenti merokok, namun juga meliputi penghentian memakan dan
mencium tembakau (Gambar 15).7,11

Gambar 15. gangrene pada penyakit Buerger seorang pria perokok, usia 33
tahun, menderita penyakit Buerger. Gangrene sembuh tanpa operasi tanpa
nekrotomi

Setelah penderita berhenti merokok, dan ditentukan pengobatannya


adalah tanpa operasi (luka iskemia) maka penderita harus diberikan informasi
bahwa lama pengobatan (antitrombosit dan vasodilator) adalah 6 sampai 8
minggu. Selama pengobatan juga diberikan analgesia untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri iskemiknya.11

19
 Inhibitor platelet
Aspirin efektif dalam pencegahan sekunder dan harus dipertimbangkan
pada semua pasien dengan penyakit pembuluh darah perifer. Aspirin
digunakan untuk terapi gejala kaludikasi intermiten. Namun belum terdapat
cukup bukti bahwa aspirin dan klopidogrel memiliki efek inhibisi platelet
pada pasien TAO.3,7
Klopidogrel merupakan agen antiplatelet yang sudah terbukti lebih poten
dari pada aspirin dalam mengurangi efek sekunder pada pasien dengan
penyakit atherosclerosis. Namun belum cukup bukti bahwa terapi jangka
panjang dengan klopidogrel dapat mengurangi terjadinya klaudikasi.3

 Vasodilator
Beberapa studi melaporkan bahwa pemberian calcium channel blocker
mampu menurunkan vasospasme pembuluh darah dan meningkatkan walking
distance. Pemberian amlodipin atau nifedipin lebih efektif jika ditemukan
adanya vasospasme. Dari hasil studi yang dilakukan oleh Bagger et al
terhadap 44 pasien dengan TAO didapatkan bahwa peningkatan dosis
verapamil memberikan efek yaitu berupa peningkatan walking distance tanpa
nyeri sebesar 29% dari jarak 44,9 meter menajdi 57,8 meter. Dosis verapamil
yang dapat diberikan sebagai adjuvant ialah 480 mg/hari.3,7
Obat-oabatan vasodilator dan anti-agregasi trombosit yang sering
diberikan kepada penderita buerger adalah:
1. Alprostadil, adalah sejenis prostaglandin E1 yang diberikan secara
parenteral, berbentuk serbuk warna putih yang memiliki efek vasodilator
dan antiagregasi trombosit. Dosis dewasa satu kali sehari 10-20 mg
dilarutkan dalam 10 cc NaCl diinjeksikan secara intravena perlahan-lahan
(minimal selama 10 menit) sebanyak 21 hari berturut-turut. Namun obat
ini sudah tidak beredar di Indonesia, tetapi masih beredar diluar negeri
(Gambar 16)

20
Gambar 16. arteriografi A. femoralis dextra pada penderita penyakit Buerger.
Setelah pemberian PGE1 intravena 21 kali (20mikrogram sekali sehari) terjadi
perbaikan kolateral yang nyata. Proximal run in menunjukkan ujung dari arteri
femoralis yang tersumbat. Distal run off adalah ujung dari arteri poplitea yang
masih terisi darah. Kolateral yang melebar menunjukkan pengisisan cairan kontras
pada pembuluh arteriyang menghubungkan proximal run-in dan distal run off

21
Gambar 17. Perkembangan kolateral yang terbentuk efisien. Dengan mengambil
contoh kasus pada gambar diatas. Kolateral yang semula kecil dan halus, dengan
pengobatan vasodilator dan antiagregasi trombosit, berhasil berkembang menjadi
kolateral yang efisien secara hemodinamis, terbukti dengan tekanan darah yang
meningkat dibagian distalnya.

2. Cilostazol yaitu berupa tablet kecil berwarna putih yang memiliki


efek mencegah agregasi trombosit yang disebabkan oleh tromboksan
A2, dan vasodilatasi dengan cara menghambat (selektif)
fosfodiesterasi tipe 3 pada sel trombosit dan sel otot polos pembuluh
darah arteri. 2 sampai 3 kali 1 tablet 50 mg yang diberikan selama 3
sampai 6 bulan. Bila terdapat keluhan sakit kepala, dosis dapat
diturunkan.
3. Dipyridamole, tablet 25 mg, 50 mg, dan 75 mg. dengan dosis sehari 3
kali 50-75 mg. dipyridamol memiliki efek vasodilator dan dapat
diberikan bersama tablet asam salisilat. Dengan pemberian obat-
obatan diatas, diharapkan pembuluh arteri kolateral akan terbuka dan
aliran darah kedistal akan bertambah, sehingga mampu mengurangi
iskemia sehingga keluhan nyeri akan berkurang atau menghilang, luka
akan menjadicepat kering, menutup dan sembuh.

22
b. Operasi

Tindakan operasi adalah tindakan terakhir bila tindakan non-operasi tidak


berhasil. Tindakan operasi tersering yang dilakukan adalah tindakan
amputasi, walaupun demikian pada beberapa kasus dilakukan operasi
rekonstruksi arteri (femoro-popliteal by pass grafting dengan graft vena
safena magna) atau by pass grafting di kombinasi dengan amputasi. Dalam
hal yang disebut belakangan femoro-popliteal by pass dilakukan untuk
menyelamatkan daerah paha dengan menghubungkan antara A. femoralis
communis dengan arteri poplitea bagian proximal. Indikasi untuk melakukan
tindakan operasi bedah rekonstruksi pada arteri, adalah bila pada gambar
arteriografi tampak arteri yang tersumbat (proximal run-in), sedangkan arteri
bagian distal masih ada yang cukup terisi cairan kontras (distal run-off) oleh
pembuluh-pembuluh kalateral yang masih terbuka. Bahan pembuluh darah
untuk tindakan bedah rekonstruksi adalah pembuluh vena (Vena saphena
magna sisi yang sehat) atau bila kualitas pembuluh vena tidak ada yang baik,
diperlukan protesa pembuluh darah (polytetrafluoroethylene disingkat PTFE).

Namun tindakan revaskularisasi pada pasien dengan penyakit Buerger


yang mungkin untuk dilakukan hanya pada beberapa kasus, hal ini
disebabkan karena tidak adanya distal run-off. Pasien yang dapat dilakukan
tindakan jika mengalami iskemia berat dengan target pembuluh darah distal
yang masih baik.2,10

Pasien dengan TOA yang akan dilakukan operasi bypass memberikan


hasil suboptimal dengan rata-rata primary patency 41%, 32%, dan 30%
sedangkan rata-rata secondary patency 54%, 47%, dan 39% pada tahun 1,5,
dan 10. Rata-rata patensi graft ialah sebesar 50% pada pasien dengan
tromboangitis obliterans yang kembali merokok setelah operasi.2

23
Gambar 18. Operasi femoro-tibial by pass. Operasi tersebut disebakan
terjadinya penyumbatan total dari A. Femoralis superfisialis (terlihat dari
pemeriksaan CT-angiografi pada gambar A sebagai proximal run in dan A. Tibialis
posterior sebagai distal run-off. Sebagai graft adalah vena saphena magna dari
tungkai kanan. Graft vena diangkat dari paha kanan (Gambar B) untuk dilakukan
anastomosis dengan arteri, dengan memperhatikan susunan katup vena, yang ujung
pembuluh vena harus dibalik pada saat dilakukan anastomosis pada arteri, karena
darah yang mengalair pada vena berlawanan dengan arteri. Pembuluh vena
diletakkan pada subkutis, seperti tampak pada gamabr C, dan gambar skematis D.
Gamabar E adalah cara menilai apakah cabang- cabang vena sudah tertutup.

Cara menentukan level amputasi pada ekstremitas inferior dengan


pemeriksaan fisik: Lakukanlah palpasi denyut arteri dorsalis pedis, tibialis
posterior, poplitea, dan A. femoralis. Pada kasus iskemia berat dengan gangrene
jempol kaki kiri: bila nadi tidak teraba, periksalah tekanan sistolik A. Dorsalis
pedis dan A. Tibialis posterior pada pergelangan kaki dengan bantuan alat dopller.

24
Bila tekanan sistolik dipergelangan kaki kurang dari 40 mmHg pada saat
dilakukan amputasi digiti, maka akan menyebabkan luka amputasi tersebut tidak
dapat sembuh, karena daerah luka tersebut masih mengalami iskemia berat.
Selanjutnya periksalah arteri poplitea, bila dengan palpasi teraba denyutan dengan
jelas, maka bila diputuskan harus dilakukan amputasi, maka level amputasi yang
akan dilakukan adalah dibawah lutut.Maka pada batas tersebut aliran darah masih
cukup baik untuk penyembuhan luka operasi amputasi, karena rambut masih
tampak tumbuh, perabaan kulit yang hangat, capillary refill masih normal, tidak
tampak tanda-tanda infeksi (tidak ada bulla, tidak ada eritema, tidak ada tanda-
tanda osteomielitis).13

Bila A. Poplitea difossa poplitea tidak teraba, tetapi A. femoralis


communis diinguinal teraba dengan jelas, maka batas amputasi adalah diatas lutut,
yaitu bila dengan bantuan alat Doppler didapatkan tekanan sistolik pada A.
poplitea <40 mmHg.13

Operasi simpatektomi lumbal dilakukan untuk membuang ganglion


simpatis segmen lumbal ke-2 dan lumbal ke-3. Kerugiannya: vasodilatasi hanya
timbul pada kulit dermatom segmen lumbal ke-2 dan ke-3, tetapi tidak terbukti
menimbulkan vasodilatasi pada arteri otot. Pengaruh vasodilatasi akibat
simpatektomi lumbal akan terhambat secara fisiologis oleh adanya epinefrin yang
beredar dalam darah, sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi hanya
berlangsung pendek (<6 bulan).13

12. Prognosis
Prognosis pasien dengan TOA tergantung pada besarnya keinginian untuk
menghentikan penggunaan rokok/tembakau. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan secara retrospektif terhadap 110 pasien TOA, 19% diantaranya yang
tidak menghentikan pemakaian rokok menjalani prosedur amputasi dan
kehilangan pekerjaanya, sedangkan sisanya menghentikan penggunaan
rokok/tembakau tidak dilakukan amputasi.4

25
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. F
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Berat Badan : 70 kg
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jl. Tangkasi

B. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama : Nyeri di kaki kiri
2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien masuk RSU Anutapura Palu dengan keluhan nyeri di kaki


kirinya. Keluhan mulai dirasakan pasien sejak 4 hari yang lalu. Awalnya
kaki hanya terasa kesemutan. Nyeri di kaki semakin bertambah tetapi
pasien masih dapat beraktifitas. Akhirnya pasien tidak dapat berjalan
karena nyeri di kaki tidak dapat ditahan. Pasien mengeluh kaki terasa
dingin dan ngilu jika terkena air pada pagi hari. Nyeri kaki terasa jika
pasien berjalan sekitar <200 meter. Nyeri kaki berkurang jika pasien
beristirahat. Tidak ada keluhan perubahan warna kaki.

Pasien merupakan perokok aktif. Pasien mengatakan dalam sehari bisa


menghabiskan rokok sebanyak 2-3 bungkus atau sekitar 30-40 rokok.
Pasien mulai merokok sejak usia 16 tahun.

Tidak ada keluhan demam atau sakit kepala. Tidak ada keluhan sesak
napas, batuk, jantung berdebar-debar atau nyeri dada. Tidak ada keluhan

26
nyeri perut, mual, atau muntah. Buang air kecil lancar seperti biasa.
Buang air besar lancar seperti biasa.

3. Riwayat penyakit dahulu:


- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
4. Riwayat keluarga :
- Tidak dalam keluarga mengalami keluhan yang sama

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : sakit sedang (VAS 5)
Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4V5M6
Vital Sign
- TD : 150/100 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 36,5 ºC
2. Pemeriksaan Kepala
- Mata : Mata cekung (-/-), Conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor diameter ± 3 mm.
- Telinga : Discharge (-)
- Hidung : Discharge (-), epistaksis (-)
- Mulut : Sianosis (-), mukosa membran kering (-),
pembesaran tonsil (-)
3. Pemeriksaan leher : Smetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran
kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-).

27
4. Pemeriksaan Dada
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (S)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, bising (-)
5. Abdomen :
Inspeksi : Kesan cembung, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Palpasi : Nyeri tekan kuadran kiri atas dan bawah abdomen (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-).
6. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas :
a. Superior : akral hangat (+/+), pucat (-/-), edema (-/-),
b. Inferior : kanan : akral hangat, edema (-), eritem (-)
Kiri : status lokalis

D. STATUS LOKALIS
- Regio : Pedis Sinistra
- Inspeksi : Tampak edema disertai eritema, tidak tampak adanya massa
- Palpasi : nyeri tekan (+), tidak teraba adanya massa, palpasi arteri
dorsalis pedis tidak kuat angkat.

28
29
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,9 14 – 18 g/dL
Leukosit 8,2 4,8 – 10,8 103/uL
Eritrosit 4,9 4,7 – 6,1 106/uL
Hematokrit 42,6 42 – 52 %
Trombosit 321 150 – 450 103/uL

F. RESUME
Pasien laki-laki usia 33 tahun mengeluh nyeri di kaki kirinya. Keluhan
mulai dirasakan pasien sejak 4 hari yang lalu. Awalnya kaki hanya terasa
kesemutan. Nyeri di kaki semakin bertambah tetapi pasien masih dapat
beraktifitas. Akhirnya pasien tidak dapat berjalan karena nyeri di kaki tidak
dapat ditahan. Pasien mengeluh kaki terasa dingin dan ngilu jika terkena air
pada pagi hari. Nyeri kaki terasa jika pasien berjalan sekitar <200 meter.
Nyeri kaki berkurang jika pasien beristirahat. Pasien merupakan perokok
aktif. Pasien mengatakan dalam sehari bisa menghabiskan rokok sebanyak 2-
3 bungkus atau sekitar 30-40 rokok. Pasien mulai merokok sejak usia 16
tahun.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang (VAS 5),
TD 150/100 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 22 x/menit, suhu 36,5 ºC. Pada
regio pedis sinistra tampak edema disertai eritema,nyeri tekan (+), palpasi
arteri dorsalis pedis tidak kuat angkat.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin dan tidak


ditemukan kelainan.

G. DIAGNOSIS KERJA
Buerger Disease

30
H. TERAPI
- Non Farmakologi
Hentikan kebiasaan merokok
- Farmakologi
o IVFD RL 24 TPM
o Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV
o Inj. Tramadol 1 amp/8 jam/IV

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis Buerger Disease berdasarkan


hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pasien Pasien laki-laki usia 33 tahun mengeluh nyeri di kaki kirinya. Keluhan
mulai dirasakan pasien sejak 4 hari yang lalu. Awalnya kaki hanya terasa
kesemutan. Nyeri di kaki semakin bertambah tetapi pasien masih dapat
beraktifitas. Akhirnya pasien tidak dapat berjalan karena nyeri di kaki tidak dapat
ditahan. Pasien mengeluh kaki terasa dingin dan ngilu jika terkena air pada pagi
hari. Nyeri kaki terasa jika pasien berjalan sekitar <200 meter. Nyeri kaki
berkurang jika pasien beristirahat. Pasien merupakan perokok aktif. Pasien
mengatakan dalam sehari bisa menghabiskan rokok sebanyak 2-3 bungkus atau
sekitar 30-40 rokok. Pasien mulai merokok sejak usia 16 tahun.

Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans (TAO) merupakan penyakit


inflamasi non-atherosklerotik (Inflamatory non-atherosclerotic) dimana terjadinya
oklusi segmental pada arteri kecil dan sedang serta pada vena ekstremitas atas dan
bawah. Manifestasi klasik TOA ialah terjadi pada laki-laki perokok dengan onset
gejala usia <45 tahun. Laki-laki lebih tersering daripada perempuan. Individu
yang terkena biasanya memiliki riwayat merokok berat dengan memakai 20 rokok
perhari. Pada kasus ini, ditemukan bahwa pasien tidak berada pada rentang usia
dimana TAO sering terjadi. Namun pasien merupakan laki-laki yang mempunyai
kebiasan merokok lebih dari 20 rokok per hari.

Manifestasi terdini pada penyakit Buerger ialah klaudikasio kaki yang


merupakan patognomonik. Klaudikasio kaki merupakan cermin penyakit oklusi
arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Kondisi ini terjadi
pada oklusi yang ditemukan di arteri infrapopliteal. Pada kasus ini pasien
mengeluhkan kaki terasa kesemutan. Kemudian kaki menjadi semakin sakit dan

32
pasien sulit untuk berjalan. Namun hilang saat beristirahat. Gejala ini merupakan
gejala klaudikasi.

Gejala lain adalah Sindrom Raynoud yang biasanya terjadi beberapa bulan
yang ditandai dengan perubahan trifasik yang klasik dari warna kulit yang
berubah menjadi putih secara jelas kemudian diikuti dengan sianosis nyeri dan
kemudian rubor. Jari yang terkena iskemik bisa memperlihatkan tanda sianosis
bila digantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan akibatnya paronikia. Infark
kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa falang distal yang bisa berlanjut menjadi
gangrene atau ulserasi kronis yang nyeri. Selain itu bisa ditemukan tromboflebitis
superfisialis migrans. Defisit denyut nadi biasanya mengenai bagian ekstremitas
paling distal mencakup pengurangan atau tidak adanya denyut nadi. Pada pasien
ini tidak ditemukan sindrom Raynoud, tromboflebitis superfisialis migrans,
paronikia, ataupun gangrene atau ulserasi kronis. Pada pemeriksaan fisik pada
regio pedis sinistra hanya tampak edema disertai eritema, nyeri tekan (+), palpasi
arteri dorsalis pedis tidak kuat angkat.

Bila ditemukan kebiasaan merokok disertai dengan faktor risiko lain seperti
peningkatan kadar lemak, maka penyakit ini tidak dapat disebut penyakit
Buerger, melainkan harus disebut aterosklerosis. Demikian pula, bila pada
penderita perokok yang dijumpai peningkatan kadar gula darah maka harus
dinyatakan sebagai diabetes mellitus.

Tidak terdapat pemeriksaan penunjang yang spesifik yang dapat digunakan


untuk diagnosis TAO. Pemeriksaan laboratorium pada TOA dilakukan untuk
mengekslusikan diagnosis banding atau penyakit vaskulitis lainnya berupa hitung
darah lengkap, tes fungsi hati, Gula Darah Puasa, petanda/marker peradangan
seperti Eritrocyte Sedimen Rate (ESR), C-reactive protein, faktor rheumatoid,
marker . Sebagai tambahan pemeriksaan serologi terhadap marker penyakit
autoimun seperti antibody antinuclear, antibody anticentromer, pemeriksaan
marker diatas harus negative pada penderita TOA. Pada pasien TOA dengan fase
akut menunjukkan hasil pemeriksaan ESR dan CRP normal. Hal ini yang

33
memebedakan TOA dengan penyakit vaskulitis lainnya. Skrining status
hiperkoagulabilitas seperti antibody antifosfolipid dan homocystein pada pasien
dengan TOA direkomendasikan. Hasil pemeriksaan hematologi pada pasien TOA
ialah terjadi peningkatan eritosit, peningkatan kekakuan eritrosit, dan peningkatan
kekentalan darah.

Pada pemeriksaan darah rutin dan tidak ditemukan terjadi peningkatan eritosit
atau peningkatan kekentalan darah. Pemeriksaan kolesterol didapat dalam batas
normal. Pemeriksaan GDS dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang lain tidak
dilakukan. Berdasarkan pemeriksaan ini maka diagnosis banding aterosklerosis
dan diabetes melitus dapat disingkirkan.

Penyakit Buerger atau TAO diobati secara non farmakologi dengan


menganjurkan pasien untuk menghentikan kebiasan merokok dan menghindari
perokok. Pengobatan farmakologi diberikan analgesia, antiplatelet, vasodilator,
dan antibiotik jika terdapat tanda-tanda infeksi. Selain itu, pembedahan kadang
dibutuhkan bila tindakan non-operasi tidak berhasil.

Pada kasus ini pasien telah diedukasi untuk menghentikan kebiasan


merokok dan menghindari perokok. Pasien ditangani dengan pemberian antibiotik
berupa seftriakson 1 gram per 12 jam secara IV. Berdasarkan teori, pemberian
antibiotik tidak rutin dilakukan kecuali ditemukan tanda-tanda infeksi. Pada
pasien ini, tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi. Selain itu, pasien
diberikan analgesik berupa tramadol 50 mg per 8 jam secara IV dan ketorolak 30
mg per 8 jam secara IV. Tramadol merupakan analgesik golongan opioid lemah
yang biasa digunakan pada pasien dengan nyeri akut atau nyeri ringan hingga
sedang. Ketorolak merupakan analgesik nonsteroid (NSAID) poten dengan
aktivitas anti-inflamasi rendah serta mempunyai efek anti-platelet. Ketorolak biasa
diberikan ada nyeri sedang-berat dan bisa diberikan <5 hari. Efek samping
ketorolak adalah menyebabkan ulkus gaster sehingga pemberiannya disertai
dengan pemberian antagonis reseptor H2 contohnya pada kasus ini diberikan
ranitidin.

34
Pemberian modalitas terapi pada pasien ini membuat keluhan nyeri
berkurang. Oleh karena pengobatan TAO hanya simtomatik, maka prognosis
pasien bergantung pada kemampuan pasien untuk menghentikan kebiasan
merokok dan menghindari perokok.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramin, Mohammad . Original report: An Iranian Scoring System for Diagnosing


Buerger's Disease.Tehran University of Medical Sciences. 2014; 52(1): 60-65.
2. Gregorry, Pizza. Clinician Update: Tromboangitis Obliterans. Cardiovascular
Division, Department of Medicine, Brigham and Women’s Hospital, Harvard
Medical School, Boston.2010;121:1858-1861
3. Kaski, Carlos. Review Article Tromboangitis Obliterans (Buerger’s Disease) –
Current Practices.2013. Hindawi Publishing Corporation International Journal of
Inflammation. Pp:1-10
4. Daniel, Cacione. Pharmacological treatment for buerger’s disease. 2014 The
Cochrane Collaboration. Published by JohnWiley & Sons, Ltd.issue3;pp1-10
5. Rachmat, Yusuf. Jantung Pembuluh Darah dan Limfe dalam Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi 3. 2011. EGC: Jakarta. Pp:575-577
6. Arkkila,Perttu. Review Thromboangiitis obliterans (Buerger's disease). Orphanet
Journal of Rare Diseases.2006. Vol 1;No.14; pp:1-5
7. Peter klein. A review Thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease). Hans Huber
Publishers, Hogrefe AG, Bern. 2014; no:43: Pp337 – 350
8. Denecamp, Linda. Penyakit Pembuluh Darah dalam Patofisiologi konsep Klinis
proses proses penyakit edisi 6 vol 1. EGC, Jakarta. Pp:656
9. Ronardy, Devi. Artritis dalam Buku Ajar Bedah Sabiston. 2010. EGC.Jakarta.
Pp:569-573
10. Jun, Jae. Case report: Endovascular revascularitation for the obstruction after patch
angioplasty in Buerger Disease. Korean J Thorac Surgery.2014.47;174-177
11. Yuwono, Hendro. Penyakit pembuluh darah tepi dalam Ilmu Bedah Vaskular.2010.
Refika Aditama:Bandung. Pp:95-109
12. Szuba, andrzej.Conferences and reviews thromboangiitis obliterans an update on
Buerger’s Disease. 1998;California. Pp:255-301
13. Chopra, R. Disease of blood vessels in Illustrated text book of Cardiovascular
Pathology. taylor and Francis Group. New Delhi:India. Pp:233
14. Rahma, Abu. Small artery disease in Non invasive peripheral artherial diagnosis.
2010. Springer: London. Pp:112

36
15. White, Rodney. Vascular pathology and physiology in Vascular Surgery: Basic
Science and Clinical Correlations. 2004William and willkins: Philadelphia. PP:94

37

Anda mungkin juga menyukai