Hume Menyangkal Angapan Rasionalisme Bahwa Ada Paham
Hume Menyangkal Angapan Rasionalisme Bahwa Ada Paham
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan status kognitif hukum alam
1.3.2 N
1.3.3 N
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil oleh penulis maupun pembaca
makalah ini ialah bagi penulis dan pembaca ialah dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis tentang teori Analisis Implikasi Teori Sains.
BAB II
PEMBAHASAN
C. Skeptisisme Hume
Hume menyangkal angapan rasionalisme bahwa ada paham-paham dan
prinsip-prinsip yang kita ketahui berasal murni dari akal budi, lepas dari segala
pengamatan. Menurut Hume, segala isi kesadaran berasal dari pengalaman
inderawi. Hanya ada dua macam pengertian, yaitu pengalaman inderawi, baik dari
luar maupun perasaan-perasaan batin, yang disebutnya impression, dan isi-isi
hasil asosiasi impresi-impresi itu, yang disebutnya ideas atau gagasan. Yang
terakhir termasuk prinsip-prinsip ilmu ukur juga pikiran tentang Tuhan. Oleh
karena gagasan-gagasan ini semata-mata berdasarkan asosiasi antara impresi-
impresi, pengalaman-pengalaman inderawi dan batin, gagasan-gagasan itu tidak
memiliki eksistensi sendiri. Gagasan-gagasan itu semata-mata mencerminkan
proses-proses psikis kita dalam menghubungkan dan mengkombinasikan data-
data empiris. Oleh karena itu, konsepsi Hume dapat disebut Psikologisme. Hume
menolak adanya kebenaran-kebenaran yang mutlak, yang pasti. Semua kebenaran
bersifat faktual, dalam arti berdasarkan adanya kesan inderawi atau data
pengalaman yang kebetulan. Yang dapat diketahui semata-semata kesan-kesan
inderawi satu-satu. Secara objektif tidak ada kepastian bahwa pengalaman yang
sering terulang akan terus terualang, misalnya bahwa batu ygn dilempar ke atas
mesti jatuh ke bawah lagi. Apa yang kita sebut hukum alam bukanlah kepastian
objektif, melainkan berdasarkan kepercayaan kita semata-mata. Kepercayaan itu
sendiri berdasarkan perasaan kebiasaan, sebenarnya tidak ada kepastian,
melainkan hanya kebarangkalian. Hume menganut skeptisisme; ia tidak menerima
bahwa ada pengetahuan yang memberikan kepastian. Secara khusus Hume
mengkritik dasar metafisika : pengertian kausalitas atau penyebaban, dan
pengertian substansi. Jika sebuah bola bilyar melanggar bolabilyar yang lain, dan
yang pertama berhenti bergerak, sedangkan yang kedua meneruskan gerakannya,
dikatakan bahwa hantaman bola bilyar pertama menyebabkan gerakan bola bilyar
kedua. Namun, menurut Hume tidak ada dasar sama sekali untuk mengatakan
demikian. Yang diamati hanyalah post hoc, bukan proper hoc, hanyalah bahwa
sudah dua bola itu bersentuhan, yang satunya mulai bergerak, tetapi kita tidak
melihat bahwa gerakan bola kedua adalah karena bola yang pertama. Pengamatan
empiris selalu hanya menyediakan urutan dalam waktu, tidak pernah sebuah
hubungan internal. Substansi dimaksudkan sesuatu yang berada pada dirinya
sendiri, di mana berbagai sudut menjadi satu dalam substansi tersebut. Namun,
gagasan itu pun hanyalah gagasan psikologis, bukan ontologis. Dalam kenyataan
kita hanya melihat berbagai segi yang melekat pada sesuatu, a bundle of
perceptions, dan tidak pernah “sesuatu” itu sendiri. Kita menganggap semua segi
seseorang – gerak-geriknya, bentuknya, warnanya, tertawanya,dan sebagainya –
sebagai ciri orang itu adalah semata-mata berdasarkan kebiasaan bahwa segi-segi
itu selalu muncul bersama. Pengalaman inderawi tidak memuat apa pun tentang
sebuah substansi “di belakang” segi-segi itu. Itu bahkan berlaku bagi keakuan kita
sendiri. Kita berpendapat bahwa keakuan kita merentangkan diri secara identik
melalui waktu. Namun, sebenarnya “aku” ini hanyalah “deretan kontinu kesan-
kesan”. Kelihatan bahwa Hume memang pemikir empiristik murni. Empirisme
merupakan epistemologis karena mengenai batas kemampuan pengetahuan
manusia.
Kelemahan pemikiran Hume mengenai skeptisisme. David Hume
menganggap bahwa tidak ada pengetahuan yang memberikan kepastian.
Bagaimana dengan adanya hukum-hukum ilmu ukur atau ilmu hitung yang telah
menjadi kesepakatan bersama? Dengan pengakuan akan kebenaran suatu hukum
yang telah diakui secara universal, setidaknya ada sesuatu hasil pengetahuan yang
memberikan kepastian. Misalnya hukum ilmu hitung tentang matematika, 1 + 1 =
2. Bunyi hukum matematika tersebut merupakan kesepakatan bersama bahwa
setiap bilangan 1 ditambah dengan bilangan 1 adalah hasilnya 2.
Kelebihan pemikiran Hume mengenai skeptisisme. Kritik atas
pengertian kausalitas, merupakan sebuah analisis kritis dari Hume yang berharga
bagi kita. Yang perlu digarisbawahi yakni pengamatan yang cenderung megamati
post hoc saja dan proper hoc diabaikan. Dalam pengamatan empiris selalu hanya
menyediakan urutan waktu, tidak pernah sebuah hubungan internal. Oleh karena
itu, penyelidikan lebih lanjut mengenai hubungan internal suatu objek perlu
ditekankan juga.
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA