Anda di halaman 1dari 6

Legalitas Penggunaan Tanda Tangan Elektronik oleh Notaris

Ulasan Lengkap

Tanda Tangan
Tanda tangan adalah tanda sebagai lambang nama yang dituliskan dengan
tangan oleh orang itu sendiri sebagai penanda pribadi (telah menerima dan
sebagainya). Demikian definisi tanda tangan yang disebutkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) yang kami akses dari laman Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Adakah Masalah Hukum Jika
Mengganti Tanda Tangan?, tanda tangan menurut Tan Thong Kie dalam
bukunya Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris, yaitu:

Suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan (penandatanganan), bahwa


ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan menghendaki
agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri (si pembuat
tanda tangan).

Mengenai tanda tangan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata (“KUH Perdata”) pada Buku Keempat dalam Bab II tentang
Pembuktian dengan Tulisan yaitu pada Pasal 1867-1894 KUH Perdata.

Pasal 1875 KUH Perdata menjelaskan suatu keabsahan tanda tangan sebagai
berikut:

Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang
dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan
olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang
yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak
dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.

Keabsahan Tanda Tangan Elektronik


Berbicara mengenai tanda tangan elektronik, menurut Pasal 1 angka
13 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
19/2016”) dan Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP
PSTE”) tanda tangan elektronik didefinisikan sebagai berikut:

Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Tanda tangan elektronik meliputi:[1]


a. Tanda tangan elektronik tersertifikasi, harus memenuhi persyaratan;
a. dibuat dengan menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik;
dan
b. dibuktikan dengan sertifikat elektronik.
b. Tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi, dibuat tanpa menggunakan
jasa penyelenggara sertifikasi elektronik.

Tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi atas:[2]
a. identitas penandatangan; dan
b. keutuhan dan keautentikan Informasi Elektronik.

Tanda tangan elektronik dalam transaksi elektronik merupakan persetujuan


penandatangan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
ditandatangani dengan tandatangan elektronik tersebut. Dalam hal terjadi
penyalahgunaan tandatangan elektronik oleh pihak lain yang tidak berhak,
tanggung jawab pembuktian penyalahgunaan tanda tangan elektronik
dibebankan kepada penyelenggara sistem elektronik.[3]

Jadi tanda tangan elektronik tersebut lazimnya dilakukan pada transaksi


elektronik. Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.[4]

Mengenai keabsahan tanda tangan elektronik, Pasal 11 UU ITE dan Pasal 53


PP PSTE menyatakan sebagai berikut:

1. Tanda Tangan Elektronik yang digunakan dalam Transaksi Elektronik


dapat dihasilkan melalui berbagai prosedur penandatanganan.
2. Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah jika:
a. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada
Penanda Tangan;
b. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses
penandatanganan hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait
dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan
dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penanda Tangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan
telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berlaku
sepanjang Tanda Tangan Elektronik digunakan untuk menjamin integritas
Informasi Elektronik.

Jadi berdasarkan penjelasan di atas, suatu tanda tangan elektronik dapat


dikatakan sah apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dijelasakan dalam
Pasal 11 UU ITE dan Pasal 53 PP PSTE tanpa melihat jabatan dan profesi
seseorang.

Penggunaan Tanda Tangan Elektronik oleh Notaris


Kemudian menjawab pertanyaan Anda tentang keabsahan tanda tangan
elektronik notaris, perlu di perjelas dulu kedudukan notaris yang Anda tanyakan.
Jika tanda tangan notaris yang Anda maksud adalah atas nama pribadi tanpa
embel-emebel jabatan notarisnya, tentu dapat dikatakan sah selama memenuhi
ketentuan Pasal 11 UU ITE dan Pasal 53 PP PSTE. Tetapi jika notaris
menggunakan tanda tangan elektronik terkait dengan jabatannya sebagai notaris,
secara eksplisit memang belum ada aturan yang mengatur hal ini tetapi jika
melihat penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa suatu tanda tangan elektronik
dapat dikatakan sah apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dijelasakan
dalam Pasal 11 UU ITE dan Pasal 53 PP PSTE tanpa melihat jabatan dan
profesi seseorang.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana legalitas penggunaan tanda tangan


elektronik oleh notaris dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya?

Jika merujuk pada Penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30


Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (“UU 2/2014”) ada
peluang bagi seorang notaris menggunakan tanda tangan elektronik dalam
menjalankan pekerjaannya (cyber notary), berikut bunyi selengkapnya:

Pasal 15 ayat (3) UU 2/2014:


Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Penjelasan Pasal 15 ayat (3) UU 2/2014:


Yang dimaksud dengan “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundangundangan”, antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang
dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat Akta ikrar wakaf, dan
hipotek pesawat terbang.

Tetapi dalam praktiknya menurut Praktisi Hukum Irma Devita Purnamasari,


ada beberapa masalah dalam tanda tangan elektonik terkait dengan kewajiban
notaris itu salah sataunya adalah membacakan akta dihadapan para pihak. Ada
dua jenis akta notaris pertama akta partij (para pihak langsung berhadapan
dengan notaris dan pihak tersebut yang tanda tangan akta) dan
akta relaas (menceritakan suatu kejadian dan notaris yang menandatanganinya).
Untuk akta partij ini menurutnya, belum bisa menerapkan tanda tangan elektronik
karena: pertama belum ada suatu digital signature yang dibuktikan dengan digital
certificate yang terpercaya. Kedua masalah adalah kepastian waktu dan tempat
pembuatan akta dan ketiga masalah tempat pelaksanaan. Selama ketiga hal
tersebut belum terpenuhi maka tanda tangan elektronik belum bisa diberlakukan.
Berbeda halnya dengan akta relaas, akta relaas ini memungkinkan
menggunakan tanda tangan elektronik. Misalnya dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (“RUPS”) yang diadakan dengan metode video conference. Hal ini
dimungkinkan karena notaris secara langsung terlibat dan hadir menyaksikan
RUPS tersebut.
Hal senada juga disampaikan dalam artikel Kesiapan Notaris Indonesia dalam
Menyongsong Cyber Notary yang kami akses melalui laman Privy ID sebuah
penyedia layanan tanda tangan digital, Edmon Makarim, Ketua Lembaga Kajian
Hukum & Teknologi Universitas Indonesia, menyatakan bahwa kehadiran secara
fisik menjadi perdebatan.“Bisa saja. Kan kehadiran secara fisik selama ini
dipersepsikan begini. Padahal secara elektronik, video conference juga
kehadiran secara fisik”, ujar Edmon. Kemudian menurut Deputi Teknologi
Keamanan Informasi Menkominfo, Riki Arif Gunawan menyatakan sistem dan
teknologi saat ini sudah memungkinkan para notaris untuk go digital. Sistem
pendaftaran di e-commerce harus digabungkan dengan verifikasi identitas di
perbankan. Teknologi tanda tangan digital saat ini, sudah bisa menggabungkan
keduanya, kemudahan e-commerce dan verifikasi identitas perbankan.

Lebih lanjut dalam artikel yang sama, tanda tangan digital dari PrivyID disebut
oleh dalam rapat pleno Ikatan Notaris Indonesia, sebagai solusi alternatif bagi
para notaris untuk berubah jadi cyber notary. Dalam tanda tangan digital yang
disediakan PrivyID, sudah terdapat sertifikat digital untuk mendekripsi dokumen
digital dalam format pdf. Dalam sertifikat digital ini sudah terkandung informasi
pemilik tanda tangan seperti nomor induk kependudukan, foto diri dari berbagai
sisi, sampai dengan golongan darah. Sehingga sertifikat digital ini yang akan
digunakan untuk membuktikan apakah tanda tangan digital palsu atau asli, dan
apakah ada perubahan pada dokumen saat di pengadilan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik.

Referensi:
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada Rabu, 8 Mei 2019, pukul
13.50 WIB;
2. Kesiapan Notaris Indonesia dalam Menyongsong Cyber Notary - Privy ID,
diakses pada Rabu, 8 Mei 2019, pukul 14.13 WIB;
3. Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve: Jakarta, 2007.
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Praktisi Hukum Irma Devita
Purnamasari via telepon pada 8 Mei 2019 pukul 18.32 WIB.

[1] Pasal 54 PP PSTE

[2] Pasal 52 ayat (1) PP PSTE

[3] Pasal 52 ayat (2) dan ayat (3) PP PSTE

[4] Pasal 1 angka 2 UU 19/2016

Anda mungkin juga menyukai