Anda di halaman 1dari 7

Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Energi Alternatif untuk Efisiensi Unit

Pengolahan Gabah Beras BULOG dalam Mendukung Kegiatan Pengadaan Beras


Dalam Negeri

Energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat digunakan yang bertujuan
untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut.
Umumnya, istilah ini digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang
mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dioksida yang tinggi, yang berkontribusi besar
terhadap pemanasan global berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change. Selama beberapa
tahun, apa yang sebenarnya dimaksud sebagai energi alternatif telah berubah akibat banyaknya pilihan
energi yang bisa dipilih yang tujuan yang berbeda dalam penggunaannya. 1

Disamping untuk mendapatkan sumber energi baru, usaha yang terus menerus dilakukan dalam rangka
mengurangi emisi CO2 guna mencegah terjadinya pemanasan global telah mendorong penggunaan
energi biomasa sebagai pengganti energi bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara. Bahan
bakar biomasa merupakan energi paling awal yang dimanfaatkan manusia dan dewasa ini menempati
urutan keempat sebagai sumber energi yang menyediakan sekitar 14% kebutuhan energi dunia.

Prospek Energi dari Sekam Padi

Aplikasi Teknologi Fluidized Bed Combustion

Seperti halnya sekam padi, biomasa mengkonsumsi CO2 selama proses pertumbuhan dan dalam jumlah
yang sama akan dilepas selama proses konversi energi, sehingga biomasa dikenal sebagai energi bebas
CO2. Energi terbaharukan yang bersumber dari sekam padi telah lama dilirik penggunaannya dan bahkan
telah dikonversi menjadi listrik di beberapa negara seperti China dan India. Salah satu alasan kenapa
bahan bakar sekam padi masih jarang dipakai sebagai sumber energi yaitu karena kekurang-cukupan
informasi tentang karakteristik dan emisi yang dihasilkannya. Artikel pendek ini berisikan bahasan singkat
tentang prospek sekam padi dijadikan energi dengan memakai teknologi fluidized bed combustion (FBC).

1. Energi potensial pada sekam padi

Sekam padi adalah salah satu sumber energi biomasa yang dipandang penting untuk menanggulangi
krisis energi belakangan ini khususnya di daerah pedesaan. Ketersediaan sekam padi di hampir 75 negara
di dunia diperkirakan sekitar 100 juta ton dengan energi potensial berkisar 1,2 x 109 GJ/tahun dan
mempunyai nilai kalor rata-rata 15 MJ/kg 1]. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai sekitar 60.000
mesin penggiling padi yang tersebar di seluruh daerah dengan kisaran produksi sekam padi 15 juta ton
per tahun. Untuk kapasitas besar, beberapa mesin penggiling padi mampu memproduksi 10-20 ton
sekam padi per hari.

Tidak seperti sumber bahan bakar fosil, ketersedian energi sekam padi tidak hanya jumlahnya berlimpah
tetapi juga merupakan energi terbaharukan. Beberapa sumber energi biomasa mempunyai kendala akan

besarnya biaya investasi untuk pengumpulan, transportasi dan penyimpanan. Akan tetapi untuk energi
sekam padi, biaya-biaya diatas relatif lebih kecil karena lokasinya sudah terkonsentrasi pada pabrik-
pabrik penggilingan padi. Jika suatu teknologi tersedia, bahan bakar sekam padi ini akan bisa dikonversi
menjadi energi thermal untuk kebutuhan tenaga listrik di daerah pedesaan.

2. Sifat dan karakteristik sekam padi

Dibandingkan bahan bakar fosil, sifat dan karakteristik bahan bakar biomasa lebih kompleks serta
memerlukan persiapan dan pemrosesan yang lebih khusus. Sifat dan karakteristik meliputi berat jenis
yang kecil sekitar 122 kg/m3, jumlah abu hasil pembakaran yang tinggi dengan temperatur titik lebur
abu yang rendah. Abu hasil pembakaran berkisar antara 16-23% dengan kandungan silika senbesar
95%2]. Titik lebur yang rendah disebabkan oleh kandungan alkali dan alkalin yang relatif tinggi.
Kandungan uap air (moisture) pada biomasa umumnya lebih tinggi dibandingkan bahan bakar fosil, akan
tetapi kandungan uap air pada sekam padi relatif sedikit karena sekam padi merupakan kulit padi yang
kering sisa proses penggilingan. Sekam padi mempunyai panjang sekitar 8-10 mm dengan lebar 2-3 mm
dan tebal 0,2 mm.

Karakteristik lain yang dimiliki bahan bakar sekam padi adalah kandungan zat volatil yang tinggi (high-
volatile matter) yaitu zat yang mudah menguap. Kandungan zat volatilnya berkisar antara 60-80% dimana
bahan bakar fosil hanya mempunyai 20-30% untuk jenis batu bara medium. Energi konversi yang
dihasilkan lebih banyak berasal dari zat volatil ini dibandingkan dengan bara api (solid residue) biomasa
3].

Uap air adalah komponen zat volatil pertama yang muncul sesaat setelah temperatur mencapai 100oC
untuk rentang temperatur operasi sampai 900oC. Selanjutnya, komponen H2, CO, dan CO2 akan
terbentuk bersamaan dengan formasi hidrokarbon dalam jumlah yang banyak seperti CH4 sampai tar.
Biasanya, jelaga (soot) akan terbentuk selama proses divolitisasi dimana elemen N dan S akan muncul
dalam bentuk NH3, HCn, CH3CN, H2S, COS dan CS2. Kalau terjadi ketidaksempurnaan pembakaran
sebagai akibat cepatnya evolusi zat volatile akan mengakibatkan deposisi tar, formasi dioxin di backpass
dan atmosfir seperti NOx, CO, SO2 dan N2O 4].
3. Teknologi Fluidized Bed Combustion

Teknologi fluidized bed combustion (FBC) adalah salah satu teknologi terbaik untuk menkonversi sekam
padi menjadi listrik karena mempunyai keunggulan mengkonversi berbagai jenis bahan bakar baik
sampah, limbah, biomasa ataupun bahan bakar fosil berkalori rendah. FBC mempunyai temperatur
pengoperasian antara 800-900oC sehingga merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi ini
telah diperkenalkan sejak abad keduapuluhan dan telah diaplikasikan dalam banyak sektor industri dan
pada tahun-tahun belakangan ini telah diaplikasikan untuk mengkonversi biomasa menjadi energi.
Efisiensi pembakaran yang lebih tinggi bisa diperoleh dari teknologi FBC dibandingkan dengan sistem
pembakaran konvensional karena perpindahan panas yang sangat bagus di dalam sistem.

Pada proses pengkoversian energi dengan teknologi FBC, awalnya ruang bakar dipanasi secara eksternal
sampai mendekati temperatur operasi. Material hamparan (bed material) fluidisasi yang lumrah dipakai
untuk mengabsorbi panas adalah pasir silika. Pasir silika dan bara api bahan bakar bercampur dan
mengalami turbulensi di dalam ruang bakar sehingga keseragaman temperatur sistem menjadi terjaga.
Pada temperatur yang tinggi dengan media transfer panas pasir silika akan mampu memberi garansi
konversi energi yang cepat dengan kondisi temperatur isothermal. Selanjutnya, dengan bidang kontak
panas yang luas disertai turbulensi partikel fluidisasi yang cepat menyebabkan FBC teknologi bisa
diaplikasikan untuk mengkonversi segala jenis bahan bakar bahkan dengan ukuran yang tidak seragam
seperti bahan bakar sekam padi. Gambar skematik FBC bisa dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Skematik diagram FBC untuk bahan bakar sekam padi

Kwalitas fluidisasi adalah faktor paling utama yang mempengaruhi efisiensi sistem FBC. Umumnya,
sekam padi sangat sulit difuidisasi mengingat bentuknya yang silindris, berupa butiran dan berlapis.
Beberapa penelitian untuk mengkontrol kwalitas fluidisasi telah dilakukan dengan merubah kecepatan
masuk fluidisasi pada limit tertentu sesuai dengan besarnya ukuran partikel pentransfer panas yang
digunakan.

4. Peningkatan performansi FBC sekam padi

Bila bahan bakar sekam padi dimasukkan pada ruang pembakaran FBC, evolusi zat volatil akan terjadi
sangat cepat. Ini dikarenakan oleh tingginya laju perpindahan panas oleh material hamparan di dalam
ruang bakar sehingga zat volatil hanya berevolusi di sekitar tempat pemasukan bahan bakar (fuel feed
point). Karena ketidakcukupan oksigen di bagian atas ruang bakar (freeboard) maka pembakaran
sempurna sering tidak terwujud. Formasi hidrokarbon sering terjadi dan diantisipasi akan memunculkan
dioksin pada gas buang. Evolusi volatil secara lokal juga menyebabkan temperatur sangat tinggi di
sembarang tempat pada ruang bakar dan kondisi ini akan menyebabkan formasi NOx.

Keseragaman temperatur pada sistem pembakaran adalah hal yang sangat penting untuk menjaga
kestabilan pembakaran disamping berguna untuk mengurangi emisi dari polutan seperti hidrokarbon
dan NOx sebagai akibat hasil pembakaran yang tidak sempurna. Untuk mecapai hal tersebut, usaha-
usaha telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti seperti: menurunkan temperatur operasi dan
mengurangi kecepatan gas fluidisasi untuk memperkecil laju pemanasan selama pembakaran 4];
mengontrol volume pemasukan bahan bakar supaya fluktuasi evolusi zat volatil menjadi menurun 5];
memasang penyekat (baffle) di ruang atas reaktor agar pencampuran udara dengan zat volatil meningkat
6].

Cara lain untuk menghindari hal tersebut yaitu dengan menggunakan partikel yang berpori seperti pasir
alumina sebagai pengganti pasir silika yang biasa digunakan sebagai media partikel yang
difluidisasi7,8,9]. Dengan menggunakan media berpori maka hidrokarbon akan tertangkap pada pori-
pori partikel seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Hidrokarbon (HC) terperangkap di dalam pori sebagai karbon deposit

Karbon yang tertangkap akan terfluidisasi bersama material hamparan ke seluruh ruang reaktor sehingga
terjadi pencampuran yang baik yang menyebabkan formasi stoikimetrik dan temperatur pengoperasian
pada reaktor menjadi seragam. Hal ini akan mengakibatkan dioksin dan emisi menjadi berkurang dan
juga mampu meningkatkan konversi karbon menjadi energi sehinga efisiensi sistem meningkat. Konversi
karbon lebih banyak terjadi ketika pasir alumina MS yang berpori dipakai sebagai material hamparan
dibandingkan pasir silika QS seperti ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan konversi karbon pada MS dengan QS

Keutamaan lain dari penggunaan partikel berpori adalah untuk menghindari penggumpalan/aglomerasi
antara abu hasil pembakaran dengan partikel pasir silika yang biasa digunakan sebagai media pentransfer
panas. Aglomerasi terjadi karena bahan bakar biomasa mengandung alkalin yang bisa bersenyawa
dengan silika membentuk ikatan yang kalium silikat. Aglomerasi harus dihindari karena akan
mengganggu fluidisasi dan bahkan pada kejadian paling buruk akan menyebabkan sistem berhenti secara
mendadak. Tabel 1 menunjukkan aglomerasi tidak terjadi dan jumlah karbon yang terbakar lebih banyak
bila menggunakan pasir alumina yang berpori MS dibandingkan dengan pasir silika QS8].

Table 1. Total jumlah karbon yang terbakar dan aglomerasi yang terjadi
5. Kesimpulan

Kegiatan komersial Perum Bulog, pada umumnya terkonsentrasi pada usaha penguatan tugas publik.
Misalnya, pengembangan UPGB (unit pengolahan gabah/beras) yang akan diarahkan ke processing
modern, survey dan pemeliharaan kualitas, optimalisasi penggunaan aset serta pelaksanaan tugas yang
dibebankan Pemerintah. Kegiatan komersial diusahakan tidak jauh dari itu dan diupayakan terkait erat
dengan pengembangan pangan suatu daerah.

Khusus tentang kegiatan komersial, Bulog dapat memanfaatkan peluang terhadap perubahan teknologi
dan pemanfaatan energy alternatif di masa mendatang. Bulog dapat ikut serta membangun sektor
industri pangan, serta memodernisasi pengolahan dan pascapanen. Oleh karena itu, peran Bulog ke
depan diarahkan untuk memperkokoh industri pangan yang mampu mendorong pembangunan
perdesaan.

Teknologi FBC telah banyak diaplikasikan dan terbukti sangat efektif untuk menkonversi biomasa, limbah
dan sampah menjadi energi yang bersih dan ramah lingkungan. FBC berbahan bakar sekam padi bisa
ditingkatkan performansinya salah satunya dengan menggunakan pasir alumina berpori yang berfungsi
untuk meningkatkan jumlah karbon yang terbakar sehingga efisiensi meningkat dan juga untuk
menghindari aglomerasi.
Daftar Pustaka

M. Fang, L. Yang, G. Chen, Z. Shi, Z. Luo, K. Cen, Experimental study on rice husk combustion in a CFB.
Fuel Processing Technology 85;2004:1273-82.

E. Natarajan, A. Nordin, A.N. Rao, Overview of combustion and gasification of rice husk in fluidized bed
reactors. Biomass and Bioenergy 1998;14( 5-6):533-546.

T. Ogada, J .Werther, Combustion characteristics of wet sludge in a fluidized bed: release and
combustion of the volatiles. Fuel 1996;75:617–626.

N. Fujiwara, M. Yamamoto, T. Oku, K. Fujiwara, S. Ishii, CO reduction by mild fluidization for municipal
waste incinerator. In: Proc. of 1st SCEJ Symposium on Fluidization. Tokyo, Japan: SCEJ; 1995.p.51-5.

K. Koyama, M. Suyari, F. Suzuki, M. Nakajima, Combustion technology of municipal fluidized bed


technology. In: Proc. of 1st SCEJ Symposium on Fluidization. Tokyo, Japan: SCEJ; 1995.p.56-63.

T. Izumiya, K. Baba, J. Uetani, H. Hiura, M. Furuta, Experimental study of combustion and gas flow at
freeboard of fluidized combustion chamber for municipal waste. In: Proc. of 3rd SCEJ Symposium on
Fluidization. Nagoya, Japan: SCEJ; 1997.p.210-5.

H.J. Franke, T. Shimizu, A. Nishio, H. Nishikawa, M. Inagaki, W. Ibashi, Improvement of carbon burn-up
during fluidized bed incineration of plastic by using porous bed materials. Energy & Fuels 1999;13:773-7.

T. Shimizu, T. Nemoto, H. Tsuboi, T. Shimoda and S. Ueno, Rice husk combustin in A FBC using porous
bed material, In: Proc of 18th”International Conference of FBC, Canada 2005.

I. N. S. Winaya, T. Shimizu, Y. Nonaka, K. Yamagiwa, Model of combustion and dispersion of carbon-


loaded solids prepared by capacitance effect during bubbling fluidized bed combustion. Fuel 2007;article
in press.

Anda mungkin juga menyukai