Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

DIARE AKUT

Oleh
Izzatul Azmi 1740312217

Preseptor:
dr. Gustina Lubis Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERA UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi terutama di negara berkembang. Secara umum, diperkirakan
lebih dari 10 juta anak balita meninggal setiap tahunnya dan 20% diantaranya
meninggal karena penyakit diare.1 Diare adalah penyebab kematian paling banyak
ketiga pada anak balita dan diperkirakan 13% dari semua kasus morbiditas dan
mortalitas usia dini disebabkan diare.2 Insiden diare pada kelompok usia balita di
Indonesia pada tahun 2012 adalah 10,2 persen.3
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.Diare akut dapat disebabkan infeksi dan non
infeksi.Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.4
Pilar penatalaksanaan diare akut yaitu rehidrasi, pemberian zink, pemberian
ASI/makanan, antibiotik hanya atas indikasi, dan edukasi.Dehidrasi merupakan keadaan
yang paling berbahaya pada diare karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.5
1.2. Batasan Masalah
Case Report Session (CRS) ini membahas mengenai definisi, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, tata
laksana, komplikasi dan prognosis diare akut.
1.3. Tujuan Penulisan
CRS ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
diare akut.
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan dari CRS ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam medis
pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur termasuk buku teks
dan artikel ilmiah.
BAB 2
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Kadang – kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat
disebut diare. Perubahan konsistensi tinja lebih bermakna daripada frekuensi BAB.4,5
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4
kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal.Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare,
tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi
diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya
menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.4
2.2. Epidemiologi
Setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita, dan hampir
tidak ada perubahan dalam dua dekade terakhir. Diare pada balita tersebut lebih dari
separohnya terjadi di Afrika dan Asia Selatan, dapat mengakibatkan kematian atau
keadaan berat lainnya.Insidens diare bervariasi menurut musim dan umur. Anak-anak
adalah kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak
usia dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak.1 Insiden diare
pada kelompok usia balita di Indonesia pada tahun 2012 adalah 10,2 persen.3
2.3. Klasifikasi
Diare akut terbagi dua berdasarkan manifestasi klinis yaitu diare akut berair atau
acute watery diarrhea dan diare akut berdarah atau bloody diarrhea. Acute watery
diarrhea paling banyak disebabkan rotavirus, Norwalk-like virus, enterotoxigenic
Escherichia coli (ETEC), Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Clostridium difficile,
Giardia, dan cryptosporidia. Patogen yang paling sering menyebabkan acute bloody
diarrhea adalah Shigella and Entamoeba histolytica. Campylobacter sp, invasive
Escherichia coli, Salmonella, Aeromonas organisms, C. difficile, dan Yersinia sp dapat
menyebabkan acute bloody diarrhea.5 Diare akut juga diklasifikasikan berdasarkan
derajat dehidrasi yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang, dan dehidrasi berat.6

3
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).4
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.4
Diare dapat disebabkan infeksi dan non infeksi. Penyebab infeksi utama
timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Di negara
berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu:
Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium, Vibrio Cholera. Rotavirus merupakan penyebab tersering diare akut
pada anak (75-90%).4,7
Adapun penyebab non infeksi yaitu:
-
Defek Anatomis: Malrotasi, penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atrofi
microvilli, Stricture
- Malabsorpsi: Defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa – galaktosa, cystic
fibrosis, penyakit Celiac
- Endokrinopati: Thyrotoksikosis, penyakit Addison, sindroma Adrenogenital
- Keracunan makanan: logam berat, mushrooms
- Neoplasma: Neuroblastoma, phaeochromocytoma, sindroma Zollinger Ellison
- Lain -lain :Infeksi non gastrointestinal, alergi susu sapi, penyakit Crohn, defisiensi
imun, colitis ulserosa, gangguan motilitas usus, pellagra8
2.5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
4
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-
sel ujung-ujung villus pada usus halus.Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat
penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan
patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan
biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare.4
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di
usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel
usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum
matang sehingga fungsinya belum baik.Villus mengalami atrofi dan tidak dapat
mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang
tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong
keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien
yang tidak sempurna. Bakteri yang memproduksi enterotoksin seperti ETEC,
Clostridium perfringens, dan Giardia lamblia juga mengganggu proses absorbsi dan
sekresi usus sehingga timbul diare berair tanpa lendir dan darah.4
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,
yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi
penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama
(kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak
terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan
pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel
ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus
terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.4
Diare berair juga dapat diakibatkan oleh bakteri penghasil enterotoksin seperti V.
Cholerae, ETEC, Giardia Lamblia, dan Cry.Perlekatan V. Cholerae pada epitel usus
dimediasi oleh faktor kolonisasi fimbrial. Setelah melekat, V. Cholerae mensekresi
toksin kolera. Toksin kolera mengandung dua subunit, subunit A toksik aktif tunggal,
dan subunit pentamer B yang berperan untuk mengikat toksin ke sel epitel usus melalui
reseptor ganglioside (GM 1). Toksin yang telah terikat masuk ke dalam sel epitel
usus.Subunit A kemudian terpisah menjadi dua peptide, A1 dan A2.A1 merangsang
ribosilasi Gs sehingga terjadi aktivasi ireversibel adenilat siklase.Konsentrasi cAMP,
cGMP, dan kalsium intra sitoplasma meningkat, terjadi aktivasi protein kinase. Aktivasi
5
protein kinase menyebabkan terjadiya perubahan transport elektrolit oleh enterosit
dengan meningkatkan sekresi klorida oleh sel kripta dan menurunkan absorbsi ion
natrium dan klorida oleh sel-sel vilus sehingga terjadi diare.
Diare karena bakteri invasif seperti Shigella sp., Salmonella sp., EIEC,
Entamoeba hystolitica terjadi akibat invasi kuman patogen pada mukosa usus.Invasi
mikroba tersebut menyebabkan inflamasi akut, rusaknya sawar epitel, dan ditandai
dengan diare berdarah, berlendir, serta temuan leukosit PMN pada feses.Diare berdarah
dan/atau berlendir juga dapat disebabkan oleh kuman yang memproduksi sitotoksin
seperti EHEC, EAEC, Clostridium difficile. Sitotoksin menyebabkan inflamasi akut
pada mukosa usus.4
2.6. Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.4
Tabel 1. Manifestasi Klinis Diare Akut Berdasarkan Patogen Penyebab4

Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
cramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - ± Kadang - + -
Warna Kuning Merah Kehijauan Tak Merah Seperti
6
hijau hijau berwarna hijau air
cucian
beras
Lain-lain Anorexia Kejang  Sepsis  Meteorismus Infeksi Bau
sistemik amis
khas

2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume
dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang
telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya. Selain
itu juga perlu ditanyakan adakah gejala invaginasi yaitu tangisan keras atau kepucatan
pada bayi.4,6

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta
tekanan darah.Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
b. Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
- rewel atau gelisah
- letargis/kesadaran berkurang
- mata cekung
- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum
- mukosa mulut dan lidah kering atau basah
- ubun-ubun datar, cekung, atau sangat cekung
c.Perut kembung dan bising usus lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
c. Darah dalam tinja
7
d. Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
e. Tanda-tanda gizi buruk
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.4,6
Tabel 2. Klasifikasi Diare Akut Berdarkan Derajat Dehidrasi6

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat:1
 Darah : darah lengkap, serum eleketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
 Feses:

8
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yang mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi:12
 bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative
 bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
 bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
 bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)
 bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)

2.8. Tatalaksana
Salah satu strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah
adalah melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan
melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare) sesuai dengan derajat dehidrasi.
Lima langkah tersebut adalah:
1. Rehidrasi
2. Pemberian Zink
3. Pemberian ASI/makanan
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
9
5. Edukasi1
Penatalaksanaan diare berdasarkan manajemen terpadu balita sakit dari

Kementrian Kesehatan RI, dibedakan menjadi tiga yaitu:


a. Rencana terapi A

Gambar 1. Rencana Terapi A pada Diare Akut Tanpa Dehidrasi


Tatalaksana Diare Akut Tanpa Dehidrasi
-
Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus mendapatkan
cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi.Anak harus terus
mendapatkan diet yang sesuai dengan umur mereka, termasuk meneruskan
pemberian ASI.
-
Anak dirawat jalan
-
Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah:
- beri cairan tambahan
Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih sering
dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI eksklusif, beri
10
larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan menggunakan
sendok.Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif kepada anak,
sesuai dengan umur anak.Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu
atau lebih cairan berikut: larutan oralit, cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin,
dan kuah sayuran), air matang. Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu
untuk memberi cairan tambahan – sebanyak yang anak dapat minum: untuk anak
berumur < 2 tahun, beri + 50–100 ml setiap kali anak BAB dan untuk anak
berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100–200 ml setiap kali. Ajari ibu untuk
memberi minum anak sedikit demi sedikit dengan menggunakan cangkir.Jika
anak muntah, tunggu 10 menit dan berikan kembali dengan lebih lambat.Ibu harus
terus memberi cairan tambahan sampai diare anak berhenti. Ajari ibu untuk
menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200 ml) untuk dibawa
pulang.
- beri tablet Zinc
Ajari ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada anaknya: Di bawah
umur 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari, Umur 6 bulan ke atas : 1 tablet (20 mg)
per hari Selama 10 hari. Ajari ibu cara memberi tablet zinc: pada bayi larutkan
tablet zinc pada sendok dengan sedikit air matang, ASI perah atau larutan oralit.
Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau dilarutkan. Ingatkan
ibu untuk memberi tablet zinc kepada anaknya selama 10 hari penuh.
- lanjutkan pemberian makan
Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen yang
penting dalam tatalaksana diare.ASI tetap diberikan Meskipun nafsu makan anak
belum membaik, pemberian makan tetap diupayakan pada anak berumur 6 bulan
atau lebih. Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi
atau beri susu formula yang biasa diberikan. Jika anak berumur 6 bulan atau lebih
atau sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar:
dimasak, ditumbuk atau digiling. Berikut adalah makanan yang
direkomendasikan:
• Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan
kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok teh
minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.
• Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman
11
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.
• Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk
penambahan kalium.
Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari.
Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan tambahan per
harinya selama 2 minggu.
- nasihati kapan harus kembali
Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah parah, atau
tidak bisa minum atau menyusu, atau malas minum, atau timbul demam, atau ada
darah dalam tinja.Jika anak tidak menunjukkan salah satu tanda ini namun tetap
tidak menunjukkan perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang pada hari ke-5.
Nasihati juga bahwa pengobatan yang sama harus diberikan kepada anak di waktu
yang akan datang jika anak mengalami diare lagi.6
b. Rencana terapi B

12
Gambar 2. Rencana Terapi B pada Dehidrasi Ringan-Sedang

Tatalaksana Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang


-
Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai
dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui),
yaitu 75 ml/kgBB. Namun demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri
minum lebih banyak.
-
Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh setiap
1 – 2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang lebih besar,
berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.
-
Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
13
•Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat
(misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)
• Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air
matang atau ASI.
-
Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
-
Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada
ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari
berikutnya.
-
Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat
sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa
minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
• Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di
rumah (i) beri cairan tambahan, (ii) beri tablet Zinc selama 10 hari, (iii) lanjutkan
pemberian minum/makan,(iv) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu, kondisi anak memburuk, anak
demam, terdapat darah dalam tinja anak
• Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3
jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan,
susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin
• Jika timbul tanda dehidrasi berat, lakukan terapi A
• Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak
bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan
infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB
cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan
larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Usia Pemberian 70 ml/kg selama


Bayi (di bawah umur 12 bulan) 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 2½ jam
-
Periksa kembali anak setiap 1-2 jam, juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam)
segera setelah anak mau minum.Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak
sesudah 3 jam. Klasifikasikan Dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang
sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan penanganan.6
14
Pada anak dengan dehidrasi ringan-sedang harus dipantau di pojok Upaya
Rehidrasi Oral (URO) untuk meningkatkan pengetahuan dan berperan aktif dalam
penanggulangan diare pada anak, promosi upaya rehidrasi oral dan pemberian
pelayanan bagi penderita. Penderita diobservasi selama minimal 3 jam.

c. Rencana terapi C

Rehidrasi parenteral RL 100cc/kg dengan cara pemberian:


- Umur < 12 bulan: 30cc/kg dalam 1 jam pertama, 70cc/kg dalam 5 jam berikutnya
- Umur > 12 bulan: 30 cc/kg dalam 30 menit pertama, 70cc/kg dalam 2,5 jam

berikutnya.
- Berikan cairan peroral bila pasien mau minum, dimulai dengan 5cc/kg selama proses

rehidrasi.

Setelah rehidrasi dimulai, lakukan pemantauan yaitu:6


-
Nilai kembali anak setiap 15 – 30 menit hingga denyut nadi radial anak
teraba.Jika hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat.
Selanjutnya, nilai kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan
kemampuan anak untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa
telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat
dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam pemantauan.
15
Jika jumlah cairan intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali status
hidrasi anak
-
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten) setelah
pemberian rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila
anak terus menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
-
Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan,
hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam (Rencana Terapi B).
-
Jika anak bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering
memberikan ASI pada anaknya.
-
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, lakukan Rencana Terapi A
-
Jika bisa, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya lebih sering.
-
Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam sebelum pulang dari rumah sakit,
untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan penanganan hidrasi anak dengan
memberi larutan oralit. Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar
5ml/kgBB/jam) ketika anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu
3–4 jam untuk bayi, atau 1–2 jam pada anak yang lebih besar).Hal ini
memberikan basa dan kalium, yang mungkin tidak cukup disediakan melalui
cairan infus. Ketika dehidrasi berat berhasil diatasi, beri tablet zinc.6

Larutan rehidrasi oral yang direkomendasikan WHO atau dikenal juga dengan
oralit baru menjadi pilihan untuk mengatasi dehidrasi. Oralit baru ini adalah oralit
dengan osmolaritas yang rendah yang dapat menurunkan kebutuhan cairan intravena
dan mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah
hingga 30%. Oralit baru ini mengandung natrium 75 mmol/L, klorida 65mmol/L,
kalium 20mmol/L, dan glukosa 75mmol/L, sitrat 10mmol/L, dengan osmolaritas total
245mOsm/L.
Pemberian zinc dapat mengurangi lama dan beratnya diare, serta dapat
meningkatkan nafsu makan anak. Zinc diberikan selama 10-14 hari dengan dosis untuk
anak dibawah umur 6 bulan 10mg (½ tablet) per hari, dan untuk anak diatas umur 6
bulan 20 mg (1 tablet) per hari. Tablet zinc dapat dilarutkan dalam ASI air matang atau
oralit13.
ASI dan makanan harus tetap diberikan sesuai dengan umur pasien, untuk
mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Anak tidak
16
boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (±6 kali sehari), rendah
serat.
Antibiotik harus diberikan sesuai dengan indikasi seperti diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan memperpanjang lamanya diare,
karena mengganggu keseimbangan flora normal usus dan menyebabkan resistensi obat.
Agen antimotilitas seperti loperamid kontraindikasi diberikan pada anak-anak dengan
diare berdarah karena akan menunda eliminasi agen infeksius dari saluran cerna, selain
itu tidak memiliki peran yang penting dalam mengatasi diare akut pada anak.
Antiemetik perlu diberikan untuk mengoptimalkan terapi rehidrasi, obat yang aman
adalah ondansentron13.

Gambar 4. Antibiotik Empiris untuk Diare Infeksi Bakteri14

2.9 Edukasi
Beberapa edukasi yang dapat diberikan kepada ibu atau pengasuh adalah
sebagai berikut:1
a. ASI dan makan tetap dilanjutkan.
b. Apabila anak diare dan tidak tersedia oralit, maka dapat diberikan air tajin,
larutan gula dan garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya (bila tidak ada
tanda dehidrasi).
c. Lengkapi imunisasi
d. Tingkatkan sanitasi dan kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, serta cuci
tangan yang benar sebelum makan.
e. Harus segera membawa anak ke rumah sakit apabila anak demam, buang air
besar berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering,
belum membaik dalam 3 hari.

17
2.10 Komplikasi
1. Gangguan elektrolit
 Hipernatremia
 Hiponatremia
 Hiperkalemia
 Hipokalemia
2. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
3. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak
kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa
perut kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan
dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung
banyak kalium.3

4. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral
terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok
makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering
menyebabkan penurunan kesadaran.3
5. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12
jam setelah hidrasi cukup.3

2.11Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara
fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
18
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi9:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu


Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan
campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11
bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan
6-25% kematian karena diare pada balita.1,3
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi
alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi
diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum
usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 1,9
2.12 Prognosis

Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%
( akan menjadi diare persisten.9

19
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : RAZ
No MR : 01.02.74.27
Umur : 5 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ibu kandung : Ny. A

Seorang pasien laki-laki berusia 5 bulan datang ke IGD RSUP Dr.M.Djamil dengan:
Keluhan utama: Buang air besar encer sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Demam hilang timbul sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi,
tidak menggigil, tidak berkeringat, dan tidak disertai kejang.
 Buang air besar encer sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 4 kali
sehari, dengan jumlah 2 sendok makan - ½ gelas per kalinya, dengan ampas
sedikit berwarna kuning kehijauan, tidak berlendir, tidak berdarah.
 Muntah hilang timbul sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 1-2 x /
hari, berisi susu.
 Anak tidak mau menyusu sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, hanya
minum beberapa sendok air setiap setelah BAB encer. Anak belum diberi
makanan selain ASI.
 Buang air kecil warna jernih dan jumlah cukup, buang air kecil terakhir 1 jam
sebelum masuk rumah sakit.
 Kejang tidak ada.
 Pasien merupakan rujukan dari RSUD Sungai Penuh dengan diagnosis Post Op
Hirschprung+Trombositosis.
 Di IGD RSUP DR.M.Djamil anak diterima di bagian Bedah dengan keterangan
tidak ditemukan tanda peritonitis post operasi dan diteruskan ke bagian Anak.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pada usia 3 hari, pasien masuk rumah sakit dengan keluhan perut kembung dan
BAB tidak keluar sejak lahir, kemudian pasien didiagnosa Hirschprung Disease

20
dan dilakukan operasi Pullthrough Procedure pada 20 Desember 2018 di RSUP
DR.M.Djamil.
 Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
Riwayat persalinan dan kehamilan
 Lama hamil : cukup bulan
 Cara lahir : normal pervaginam
 Berat badan lahir : 3400 gram
 Panjang badan : 50 cm
 Saat lahir langsung menangis kuat
Riwayat makanan dan minuman:
Bayi :
 ASI : 0 - 5 bulan
 Buah biskuit : tidak ada
 Nasi tim : tidak ada
 Bubur susu : tidak ada
 Susu formula : tidak ada

Riwayat imunisasi:
BCG : usia 0 bulan
DPT : usia 2 bulan (I), 3 bulan (II), 4 bulan (III)
Polio : usia 2 bulan (I), 3 bulan (II), 4 bulan (III)
Hepatitis B : Saat lahir (0), usia 2 bulan (I), 3 bulan (II), 4 bulan (III)
Campak :-
Booster : Belum ada
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat tumbuh kembang:

Riwayat pertumbuhan Umur Riwayat gangguan Umur


dan perkembangan perkembangan
Ketawa 3 bulan Isap jempol -
Tengkurap 4 bulan Gigit kuku -
Duduk - Mengompol -
Merangkak - Aktif sekali -
Berdiri - Apatik -
Lari - Membangkang -
Bicara - Ketakutan -
Membaca - Pergaulan jelek -
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

Riwayat keluarga:

Ayah Ibu
Nama : Tn R Ny. F
Umur : 33 tahun 30 tahun
21
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : Buruh Tani IRT
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada Tidak ada
Saudara kandung:

Jenis kelamin Umur Keterangan


1. An. F Laki-laki 10 tahun Sehat
2. An. RAZ Laki-laki 5 bulan Pasien
Riwayat perumahan dan lingkungan:
Rumah : Semi permanen
Perkarangan : cukup luas
Buang air besar : jamban di dalam rumah
Sampah : dibakar
Sumber air minum : air sumur
Kesan : Sanitasi lingkungan dan higiene kurang

Pemeriksaan Fisik
Pemriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Sadar, rewel
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 110 x/menit
Frekuensi nafas : 28 x/menit
Suhu : 37,2oC
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Berat badan : 6,5 kg
Berat badan rehidrasi : 6,9 kg
Tinggi badan : 69 cm
BB/U : Z score (2 SD) – (-2 SD) normal
TB/U : Z score (2 SD) – (-2 SD) normal
BB/TB : Z score (2 SD) – (-2 SD) gizi baik
Status gizi : Gizi baik
Kulit : turgor kembali lambat
Kepala : Bulat, simetris, lingkar kepala 42 cm (normocephal), ubun-ubun besar
cekung
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Mata : Tampak cekung, air mata ada, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil hitam dan isokor Ø 2mm/2mm
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : Mukosa mulut kering, sianosis pada bibir tidak ada
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

22
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada, napas cepat
dan dalam tidak ada
Palpasi : tidak dapat dinilai (anak rewel)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada rhonki dan wheezing
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di LMCS RIC IV
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Irama reguler, tidak ada bising
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi
Palpasi : turgot kembali lambat, supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : status pubertas A1P1G1
Anus : eritema natum tidak ada
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”

Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11 g/dl Natrium : 135 mmol/L
3
Leukosit : 13.210/mm Kalium : 2,7 mmol/L
Hematokrit : 34% Calsium : 9,2 mg/dl
Hitung jenis : 0/0/6/48/30/11
Trombosit : 999.000/mm3
Kesan : Trombositosis, hipokalemia
Diagnosis kerja :
Diare akut e.c rotavirus dehidrasi sedang dengan intake sulit
Post op Pullthrough a.i Hirschprung Disease

RENCANA PEMERIKSAAN:
- Feses rutin
- Kultur feses
- Parasitologi feses
TATALAKSANA
 IVFD 2A 200cc/kgBB/hari = 1300cc/hari
 Oralit 70 cc tiap BAB encer
 ASI OD
 Zinc 1 x 10 mg (PO)
 Paracetamol 3 x 70 mg (PO)
 KCl 3x150 mg

23
EDUKASI
- Ajari ibu cara pemberian oralit
- Ajari ibu mengenali tanda-tanda dehidrasi
- Ibu harus tetap memberikan ASI
- Jaga higiene dan sanitasi khususnya setelah membersihkan BAB anak, cuci
tangan sebelum makan
- Penyediaan air minum bersih dan makanan yang selalu dimasak secara
adekuat

FOLLOW UP

17/1/2019 S/ Anak telah masuk cairan rehidrasi 1300 cc


BAB encer frekuensi 2x, jumlah 2 sendok makan – ½ gelas
tiap berak encer
Demam ada tidak tinggi
Anak mau minum
BAK warna jernih dengan jumlah cukup banyak

O/ Keadaan umum: sedang


Kesadaran: sadar
HR 100x/menit, RR 28x/menit
BB : 6,9 kg
Kepala : ubun-ubun besar tidak cekung
Mata : tidak cekung, air mata ada, konjungtiva tidak pucat
Thoraks : simetris, retraksi (-), tidak ada rhonki
Abdomen: turgor kembali cepat, supel, hepar dan lien tidak
teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”

A/ Diare Akut Sudah Rehidrasi


Post Op Pullthrough a.i Hirschprung Disease

P/ Lanjut cairan rehidrasi


Zink 1x10 mg
Oralit 70cc tiap berak encer
Paracetamol 3x70 mg
KCl 3x150 mg

Hasil laboratorium feses rutin :


Warna hijau
Konsistensi cair
Leukosit 0-1/LPB
Eritrosit 0-1/LPB

Hasil parasitologi feses :


Konsistensi : lunak
Warna : kuning
Lendir (-), Darah (-)
24
Cacing dewasa (-), telur (-), protozoa (-)
Kesan : dalam batas normal
18/1/2019 S/ Anak masih BAB encer, frekuensi 2 kali, jumlah 1-2 sdm/kali
Tidak ada demam
Tidak muntah
Anak mau menyusu
BAK warna jernih dengan jumlah cukup

O/ Keadaan umum: sedang


Kesadaran: sadar
HR 100x/menit, RR 24x/menit
BB : 7,2 kg
Kepala : ubun-ubun besar tidak cekung
Mata : tidak cekung, air mata ada, konjungtiva tidak pucat
Thoraks : simetris, retraksi (-), tidak ada rhonki
Abdomen : turgor kembali cepat, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”

A/ Diare Akut Tanpa Dehidrasi


Post Op Pullthrough a.i Hirschprung Disease

P/ Awasi tanda-tanda dehidrasi


Zink 1x10 mg
Oralit 70cc tiap berak encer
Paracetamol 3x70 mg
KCl 3x150 mg
21/1/2019 S/ Anak masih berak encer, frekuensi 2 kali, jumlah 1-2 sdm/kali
Tidak ada demam
Tidak muntah
Anak mau menyusu
BAK ada, warna jernih, jumlah cukup

O/ Keadaan umum: sedang


Kesadaran: sadar
HR 98x/menit, RR 24x/menit, T 37
BB : 6,9 kg
Kepala : ubun-ubun besar tidak cekung
Mata : tidak cekung, air mata ada, konjungtiva tidak anemis
Thoraks : simetris, retraksi (-), tidak ada rhonki
Abdomen : turgor kembali cepat, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”

A/ Diare Akut Tanpa Dehidrasi


Post Op Pullthrough a.i Hirschprung Disease

P/ Awasi tanda-tanda dehidrasi


Boleh pulang
Zink 1x10 mg (PO)
Oralit 70 cc tiap BAB encer

25
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berusia 5 bulan datang ke IGD RSUP DR.M.Djamil


dengan keluhan utama buang air besar encer sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
BAB encer yang dialami pasien tidak berlendir dan berdarah, hanya saja buang air besar
lebih encer dari biasanya dan ampas yang sedikit. Berdasarkan tinjauan pustaka, diare
yang seperti ini disebabkan oleh infeksi virus. Selain itu, didukung oleh data
epidemiologi bahwa penyebab diare akut terbanyak (70-90%) adalah virus, yaitu
rotavirus atau norovirus. Faktor risiko terjadinya diare akut pada pasien ini adalah usia
yang sangat muda.
Pada pasien ini, frekuensi BAB encer sebanyak 4 kali, dengan banyaknya 2
sendok makan - ½ gelas per kalinya. Hal ini sejalan dengan teori dimana BAB encer
yang dialami pasien disebut dengan diare dimana terjadi peningkatan frekuensi buang
air besar (>3x sehari), meningkatnya volume buang air besar dan atau perubahan
konsistensi buang air besar. Diare ditandai dengan meningkatnya ekskresi cairan pada
tinja lebih dari 150-200 ml dalam 24 jam. Diare disebabkan oleh adanya infeksi pada
saluran cerna yang menyebabkan terjadinya inflamasi pada mukosa saluran cerna,
inflamasi ini dapat bersifat ringan ataupun berat, pada inflamasi berat dapat terjadi
ulserasi pada saluran cerna. Empat mekanisme yang terjadi pada diare adalah
peningkatan osmolaritas lumen usus, penurunan absoripsi cairan di usus, peningkatan
sekresi usus dan peningkatan motilitas usus. Mekanisme patogen spesifik pada diare
meliputi invasi bakteri ke jaringan, produksi enterotoksin dan adhesi agen infeksius
dengan sel epitel. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan buang air besar cair
dengan frekuensi yang banyak pada pasien dengan diare.
Anak juga mengalami muntah hilang timbul sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Muntah dapat disebabkan oleh kelainan di saluran cerna, seperti infeksi
saluran cerna (gastroenteritis), apendisitis, intususepsi, volvulus, keracunan makanan
dan lain-lain, namun juga bisa karena adanya kelainan diluar saluran cerna seperti
peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien ini muntah tidak proyektil, sehingga
dapat menyingkirkan adanya masalah di intrakranial.
BAB encer dan muntah merupakan gejala dari gangguan pencernaan yang
dapat disebabkan adanya infeksi pada saluran pencernaan. Adanya infeksi pada saluran
cerna akan menimbulkan manifestasi seperti mual, muntah, nyeri perut dan diare.

26
Pasien ini juga mengalami demam yang hilang timbul dan tidak terlalu tinggi.
Adanya demam menunjukkan suatu proses inflamasi atau infeksi didalam tubuh. Selain
itu pasien ini juga mengalami BAB encer yang hampir bersamaan dengan muntah dan
demam. Muntah dan demam dapat mendahului munculnya diare.
Pada pasien yang mengalami diare akut, harus segera dinilai apakah ada tanda-
tanda dehidrasi atau tidak. Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan, anak
tampak rewel, dengan mata sedikit cekung, anak juga merasa haus-haus, tetapi tidak
mau menyusu, dari pemeriksaan didapatkan nadi cepat 110x/menit, dan refilling capiler
time <2”. Dengan adanya gejala-gejala tersebut, dapat digolongkan anak ini mengalami
dehidrasi ringan-sedang.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakan diagnosis diare akut
dengan dehidrasi ringan sedang ec susp infeksi virus. Diare akut dinyatakan sebagai
diare yang berlangsung selama kurang dari 14 hari. Pada anak ini diare dialami sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit, sehingga dapat dikatakan sebagai diare akut.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini adalah cek darah rutin untuk
memperkirakan penyebab infeksi pada pasien ini, dan dari hasil pemeriksaan tersebut
didapatkan leukosit dan hitung jenis dalam batas normal, sehingga lebih mengarah ke
infeksi virus. Selain itu pada pasien juga dilakukan pemeriksaan feses rutin dengan
tidak ditemukan leukosit ataupun eritrosit. Hasil parasitologi feses menunjukkan batas
normal, tidak ditemukan lendir, darah, mapun parasit.
Tatalaksana pada pasien ini merujuk berdasarkan 5 pilar tatalaksana diare.
Tatalaksana kegawatdaruratan yang diberikan pada pasien yaitu IVFD 2A
200cc/kgBB/hari. Pada pasien diberikan rehidrasi intravena karena meskipun belum
terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya
karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena
secepatnya. Lalu tetap dilanjutkan pemberian ASI kepada anak. Anak juga diberikan
zinc 1x10 mg, hal ini didasarkan pedoman MTBS, dimana anak yang mengalami
dehidrasi ringan sedang berusia kurang dari 6 bulan diberikan setengah tablet zinc (10
mg) setiap hari selama 10 hari. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting
dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare
terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi

27
buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya.
Selain itu, diberikan terapi simptomatik berupa paracetamol 3x70mg untuk
mengatasi demam anak. Pilar kelima adalah dengan berkomunikasi efektif dengan ibu
pasien, dengan mengedukasi ibu berupa kenali tanda-tanda dehidrasi, jaga hygiene dan
sanitasi ibu setelah membersihkan BAB anak ataupun sebelum menyuapi makan, dan
ajari ibu cara pemberian oralit (1 bungkus dilarutkan dalam 200 cc air matang).
Infeksi virus bersifat self-limiting, sehingga terapi hanya bersifat simptomatik.
Pasien ini masih mengalami muntah dan diare hingga 1 hari sejak awal masuk rumah
sakit, dan dihari kedua terlihat ada perbaikan, dimana tidak ada lagi muntah dan diare,
serta anak sudah mau minum atau menyusu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Muliadi A, Manulang EV, Khairani, Widianti W, Mulyanto JN. Buletin jendela data
dan informasi kesehatan: situasi diare di Indonesia. Jakarta:Kementerian Kesehatan
RI. 2011. Hal 19-32.
2. Abbas J, Panday DC, Verma A, Kumar V. Management of acute diarrhea in
children: Is the treatment guidelines is really implanted?. Int J Res Med Sci

28
2018;6(2):539-544.
3. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
RISKESDAS 2013. Indonesia: KEMENKES RI; 2013, hal VIII-IX
4. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1 (Editor: UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI). 2009. Hal 90-
125.
5. Yu C, Lougee D, Murno JR. Diarrhea and dehydration. Diunduh pada 29 Januari
2019. Didapat dari https://www.aap.org/en-
us/Documents/Module_6_Eng_FINAL_10182016.pdf
6. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Pedoman
bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO
Indonesia. 2008. Hal 132-142.
7. Churgay CA, Aftab Z. Gastroenteritis in children: part I. diagnosis. Am Fam
Physician. 2012;85(11):1059-1062.
8. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.
Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004 :1272-6.
9. Krugman S, Katz SL, Gershon AA, Wilfert CM. Infectious disease of children.
Edisi ke-9. St.Louis: Mosby Year Book; 1992. h. 109-19.
10. Guerrant RL, Lima AAM. Inflammatory Enteritides. Dalam: Mandell GL, Bennet
JE, Dolin R, penyunting. Principles and Practice of Infectious Diseases. Bagian
pertama. Edisi ke-5. New york: Churchill Livingstone; 2000. h. 1126-31.
11. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral. Dalam: Sugeng S. Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Media Aesculapius; 2007. hlm 44-53.
12. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Diare Akut. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009; pp : 6
13. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

29

Anda mungkin juga menyukai