DIARE AKUT
Oleh
Izzatul Azmi 1740312217
Preseptor:
dr. Gustina Lubis Sp.A(K)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi terutama di negara berkembang. Secara umum, diperkirakan
lebih dari 10 juta anak balita meninggal setiap tahunnya dan 20% diantaranya
meninggal karena penyakit diare.1 Diare adalah penyebab kematian paling banyak
ketiga pada anak balita dan diperkirakan 13% dari semua kasus morbiditas dan
mortalitas usia dini disebabkan diare.2 Insiden diare pada kelompok usia balita di
Indonesia pada tahun 2012 adalah 10,2 persen.3
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.Diare akut dapat disebabkan infeksi dan non
infeksi.Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.4
Pilar penatalaksanaan diare akut yaitu rehidrasi, pemberian zink, pemberian
ASI/makanan, antibiotik hanya atas indikasi, dan edukasi.Dehidrasi merupakan keadaan
yang paling berbahaya pada diare karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.5
1.2. Batasan Masalah
Case Report Session (CRS) ini membahas mengenai definisi, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, tata
laksana, komplikasi dan prognosis diare akut.
1.3. Tujuan Penulisan
CRS ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
diare akut.
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan dari CRS ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam medis
pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur termasuk buku teks
dan artikel ilmiah.
BAB 2
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Kadang – kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat
disebut diare. Perubahan konsistensi tinja lebih bermakna daripada frekuensi BAB.4,5
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4
kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal.Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare,
tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi
diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya
menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.4
2.2. Epidemiologi
Setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita, dan hampir
tidak ada perubahan dalam dua dekade terakhir. Diare pada balita tersebut lebih dari
separohnya terjadi di Afrika dan Asia Selatan, dapat mengakibatkan kematian atau
keadaan berat lainnya.Insidens diare bervariasi menurut musim dan umur. Anak-anak
adalah kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak
usia dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak.1 Insiden diare
pada kelompok usia balita di Indonesia pada tahun 2012 adalah 10,2 persen.3
2.3. Klasifikasi
Diare akut terbagi dua berdasarkan manifestasi klinis yaitu diare akut berair atau
acute watery diarrhea dan diare akut berdarah atau bloody diarrhea. Acute watery
diarrhea paling banyak disebabkan rotavirus, Norwalk-like virus, enterotoxigenic
Escherichia coli (ETEC), Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Clostridium difficile,
Giardia, dan cryptosporidia. Patogen yang paling sering menyebabkan acute bloody
diarrhea adalah Shigella and Entamoeba histolytica. Campylobacter sp, invasive
Escherichia coli, Salmonella, Aeromonas organisms, C. difficile, dan Yersinia sp dapat
menyebabkan acute bloody diarrhea.5 Diare akut juga diklasifikasikan berdasarkan
derajat dehidrasi yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang, dan dehidrasi berat.6
3
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).4
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.4
Diare dapat disebabkan infeksi dan non infeksi. Penyebab infeksi utama
timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Di negara
berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu:
Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium, Vibrio Cholera. Rotavirus merupakan penyebab tersering diare akut
pada anak (75-90%).4,7
Adapun penyebab non infeksi yaitu:
-
Defek Anatomis: Malrotasi, penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atrofi
microvilli, Stricture
- Malabsorpsi: Defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa – galaktosa, cystic
fibrosis, penyakit Celiac
- Endokrinopati: Thyrotoksikosis, penyakit Addison, sindroma Adrenogenital
- Keracunan makanan: logam berat, mushrooms
- Neoplasma: Neuroblastoma, phaeochromocytoma, sindroma Zollinger Ellison
- Lain -lain :Infeksi non gastrointestinal, alergi susu sapi, penyakit Crohn, defisiensi
imun, colitis ulserosa, gangguan motilitas usus, pellagra8
2.5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
4
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-
sel ujung-ujung villus pada usus halus.Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat
penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan
patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan
biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare.4
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di
usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel
usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum
matang sehingga fungsinya belum baik.Villus mengalami atrofi dan tidak dapat
mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang
tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong
keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien
yang tidak sempurna. Bakteri yang memproduksi enterotoksin seperti ETEC,
Clostridium perfringens, dan Giardia lamblia juga mengganggu proses absorbsi dan
sekresi usus sehingga timbul diare berair tanpa lendir dan darah.4
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,
yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi
penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama
(kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak
terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan
pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel
ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus
terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.4
Diare berair juga dapat diakibatkan oleh bakteri penghasil enterotoksin seperti V.
Cholerae, ETEC, Giardia Lamblia, dan Cry.Perlekatan V. Cholerae pada epitel usus
dimediasi oleh faktor kolonisasi fimbrial. Setelah melekat, V. Cholerae mensekresi
toksin kolera. Toksin kolera mengandung dua subunit, subunit A toksik aktif tunggal,
dan subunit pentamer B yang berperan untuk mengikat toksin ke sel epitel usus melalui
reseptor ganglioside (GM 1). Toksin yang telah terikat masuk ke dalam sel epitel
usus.Subunit A kemudian terpisah menjadi dua peptide, A1 dan A2.A1 merangsang
ribosilasi Gs sehingga terjadi aktivasi ireversibel adenilat siklase.Konsentrasi cAMP,
cGMP, dan kalsium intra sitoplasma meningkat, terjadi aktivasi protein kinase. Aktivasi
5
protein kinase menyebabkan terjadiya perubahan transport elektrolit oleh enterosit
dengan meningkatkan sekresi klorida oleh sel kripta dan menurunkan absorbsi ion
natrium dan klorida oleh sel-sel vilus sehingga terjadi diare.
Diare karena bakteri invasif seperti Shigella sp., Salmonella sp., EIEC,
Entamoeba hystolitica terjadi akibat invasi kuman patogen pada mukosa usus.Invasi
mikroba tersebut menyebabkan inflamasi akut, rusaknya sawar epitel, dan ditandai
dengan diare berdarah, berlendir, serta temuan leukosit PMN pada feses.Diare berdarah
dan/atau berlendir juga dapat disebabkan oleh kuman yang memproduksi sitotoksin
seperti EHEC, EAEC, Clostridium difficile. Sitotoksin menyebabkan inflamasi akut
pada mukosa usus.4
2.6. Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.4
Tabel 1. Manifestasi Klinis Diare Akut Berdasarkan Patogen Penyebab4
2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume
dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang
telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya. Selain
itu juga perlu ditanyakan adakah gejala invaginasi yaitu tangisan keras atau kepucatan
pada bayi.4,6
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta
tekanan darah.Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
b. Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
- rewel atau gelisah
- letargis/kesadaran berkurang
- mata cekung
- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum
- mukosa mulut dan lidah kering atau basah
- ubun-ubun datar, cekung, atau sangat cekung
c.Perut kembung dan bising usus lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
c. Darah dalam tinja
7
d. Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
e. Tanda-tanda gizi buruk
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.4,6
Tabel 2. Klasifikasi Diare Akut Berdarkan Derajat Dehidrasi6
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat:1
Darah : darah lengkap, serum eleketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
Feses:
8
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yang mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi:12
bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)
2.8. Tatalaksana
Salah satu strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah
adalah melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan
melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare) sesuai dengan derajat dehidrasi.
Lima langkah tersebut adalah:
1. Rehidrasi
2. Pemberian Zink
3. Pemberian ASI/makanan
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
9
5. Edukasi1
Penatalaksanaan diare berdasarkan manajemen terpadu balita sakit dari
12
Gambar 2. Rencana Terapi B pada Dehidrasi Ringan-Sedang
c. Rencana terapi C
berikutnya.
- Berikan cairan peroral bila pasien mau minum, dimulai dengan 5cc/kg selama proses
rehidrasi.
Larutan rehidrasi oral yang direkomendasikan WHO atau dikenal juga dengan
oralit baru menjadi pilihan untuk mengatasi dehidrasi. Oralit baru ini adalah oralit
dengan osmolaritas yang rendah yang dapat menurunkan kebutuhan cairan intravena
dan mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah
hingga 30%. Oralit baru ini mengandung natrium 75 mmol/L, klorida 65mmol/L,
kalium 20mmol/L, dan glukosa 75mmol/L, sitrat 10mmol/L, dengan osmolaritas total
245mOsm/L.
Pemberian zinc dapat mengurangi lama dan beratnya diare, serta dapat
meningkatkan nafsu makan anak. Zinc diberikan selama 10-14 hari dengan dosis untuk
anak dibawah umur 6 bulan 10mg (½ tablet) per hari, dan untuk anak diatas umur 6
bulan 20 mg (1 tablet) per hari. Tablet zinc dapat dilarutkan dalam ASI air matang atau
oralit13.
ASI dan makanan harus tetap diberikan sesuai dengan umur pasien, untuk
mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Anak tidak
16
boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (±6 kali sehari), rendah
serat.
Antibiotik harus diberikan sesuai dengan indikasi seperti diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan memperpanjang lamanya diare,
karena mengganggu keseimbangan flora normal usus dan menyebabkan resistensi obat.
Agen antimotilitas seperti loperamid kontraindikasi diberikan pada anak-anak dengan
diare berdarah karena akan menunda eliminasi agen infeksius dari saluran cerna, selain
itu tidak memiliki peran yang penting dalam mengatasi diare akut pada anak.
Antiemetik perlu diberikan untuk mengoptimalkan terapi rehidrasi, obat yang aman
adalah ondansentron13.
2.9 Edukasi
Beberapa edukasi yang dapat diberikan kepada ibu atau pengasuh adalah
sebagai berikut:1
a. ASI dan makan tetap dilanjutkan.
b. Apabila anak diare dan tidak tersedia oralit, maka dapat diberikan air tajin,
larutan gula dan garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya (bila tidak ada
tanda dehidrasi).
c. Lengkapi imunisasi
d. Tingkatkan sanitasi dan kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, serta cuci
tangan yang benar sebelum makan.
e. Harus segera membawa anak ke rumah sakit apabila anak demam, buang air
besar berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering,
belum membaik dalam 3 hari.
17
2.10 Komplikasi
1. Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Hiponatremia
Hiperkalemia
Hipokalemia
2. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
3. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak
kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa
perut kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan
dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung
banyak kalium.3
4. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral
terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok
makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering
menyebabkan penurunan kesadaran.3
5. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12
jam setelah hidrasi cukup.3
2.11Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara
fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
18
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi9:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%
( akan menjadi diare persisten.9
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : RAZ
No MR : 01.02.74.27
Umur : 5 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ibu kandung : Ny. A
Seorang pasien laki-laki berusia 5 bulan datang ke IGD RSUP Dr.M.Djamil dengan:
Keluhan utama: Buang air besar encer sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam hilang timbul sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi,
tidak menggigil, tidak berkeringat, dan tidak disertai kejang.
Buang air besar encer sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 4 kali
sehari, dengan jumlah 2 sendok makan - ½ gelas per kalinya, dengan ampas
sedikit berwarna kuning kehijauan, tidak berlendir, tidak berdarah.
Muntah hilang timbul sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 1-2 x /
hari, berisi susu.
Anak tidak mau menyusu sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, hanya
minum beberapa sendok air setiap setelah BAB encer. Anak belum diberi
makanan selain ASI.
Buang air kecil warna jernih dan jumlah cukup, buang air kecil terakhir 1 jam
sebelum masuk rumah sakit.
Kejang tidak ada.
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Sungai Penuh dengan diagnosis Post Op
Hirschprung+Trombositosis.
Di IGD RSUP DR.M.Djamil anak diterima di bagian Bedah dengan keterangan
tidak ditemukan tanda peritonitis post operasi dan diteruskan ke bagian Anak.
20
dan dilakukan operasi Pullthrough Procedure pada 20 Desember 2018 di RSUP
DR.M.Djamil.
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
Riwayat persalinan dan kehamilan
Lama hamil : cukup bulan
Cara lahir : normal pervaginam
Berat badan lahir : 3400 gram
Panjang badan : 50 cm
Saat lahir langsung menangis kuat
Riwayat makanan dan minuman:
Bayi :
ASI : 0 - 5 bulan
Buah biskuit : tidak ada
Nasi tim : tidak ada
Bubur susu : tidak ada
Susu formula : tidak ada
Riwayat imunisasi:
BCG : usia 0 bulan
DPT : usia 2 bulan (I), 3 bulan (II), 4 bulan (III)
Polio : usia 2 bulan (I), 3 bulan (II), 4 bulan (III)
Hepatitis B : Saat lahir (0), usia 2 bulan (I), 3 bulan (II), 4 bulan (III)
Campak :-
Booster : Belum ada
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai usia
Riwayat keluarga:
Ayah Ibu
Nama : Tn R Ny. F
Umur : 33 tahun 30 tahun
21
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : Buruh Tani IRT
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada Tidak ada
Saudara kandung:
Pemeriksaan Fisik
Pemriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Sadar, rewel
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 110 x/menit
Frekuensi nafas : 28 x/menit
Suhu : 37,2oC
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Berat badan : 6,5 kg
Berat badan rehidrasi : 6,9 kg
Tinggi badan : 69 cm
BB/U : Z score (2 SD) – (-2 SD) normal
TB/U : Z score (2 SD) – (-2 SD) normal
BB/TB : Z score (2 SD) – (-2 SD) gizi baik
Status gizi : Gizi baik
Kulit : turgor kembali lambat
Kepala : Bulat, simetris, lingkar kepala 42 cm (normocephal), ubun-ubun besar
cekung
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Mata : Tampak cekung, air mata ada, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil hitam dan isokor Ø 2mm/2mm
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : Mukosa mulut kering, sianosis pada bibir tidak ada
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
22
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada, napas cepat
dan dalam tidak ada
Palpasi : tidak dapat dinilai (anak rewel)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada rhonki dan wheezing
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di LMCS RIC IV
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Irama reguler, tidak ada bising
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi
Palpasi : turgot kembali lambat, supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : status pubertas A1P1G1
Anus : eritema natum tidak ada
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11 g/dl Natrium : 135 mmol/L
3
Leukosit : 13.210/mm Kalium : 2,7 mmol/L
Hematokrit : 34% Calsium : 9,2 mg/dl
Hitung jenis : 0/0/6/48/30/11
Trombosit : 999.000/mm3
Kesan : Trombositosis, hipokalemia
Diagnosis kerja :
Diare akut e.c rotavirus dehidrasi sedang dengan intake sulit
Post op Pullthrough a.i Hirschprung Disease
RENCANA PEMERIKSAAN:
- Feses rutin
- Kultur feses
- Parasitologi feses
TATALAKSANA
IVFD 2A 200cc/kgBB/hari = 1300cc/hari
Oralit 70 cc tiap BAB encer
ASI OD
Zinc 1 x 10 mg (PO)
Paracetamol 3 x 70 mg (PO)
KCl 3x150 mg
23
EDUKASI
- Ajari ibu cara pemberian oralit
- Ajari ibu mengenali tanda-tanda dehidrasi
- Ibu harus tetap memberikan ASI
- Jaga higiene dan sanitasi khususnya setelah membersihkan BAB anak, cuci
tangan sebelum makan
- Penyediaan air minum bersih dan makanan yang selalu dimasak secara
adekuat
FOLLOW UP
25
BAB 4
DISKUSI
26
Pasien ini juga mengalami demam yang hilang timbul dan tidak terlalu tinggi.
Adanya demam menunjukkan suatu proses inflamasi atau infeksi didalam tubuh. Selain
itu pasien ini juga mengalami BAB encer yang hampir bersamaan dengan muntah dan
demam. Muntah dan demam dapat mendahului munculnya diare.
Pada pasien yang mengalami diare akut, harus segera dinilai apakah ada tanda-
tanda dehidrasi atau tidak. Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan, anak
tampak rewel, dengan mata sedikit cekung, anak juga merasa haus-haus, tetapi tidak
mau menyusu, dari pemeriksaan didapatkan nadi cepat 110x/menit, dan refilling capiler
time <2”. Dengan adanya gejala-gejala tersebut, dapat digolongkan anak ini mengalami
dehidrasi ringan-sedang.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakan diagnosis diare akut
dengan dehidrasi ringan sedang ec susp infeksi virus. Diare akut dinyatakan sebagai
diare yang berlangsung selama kurang dari 14 hari. Pada anak ini diare dialami sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit, sehingga dapat dikatakan sebagai diare akut.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini adalah cek darah rutin untuk
memperkirakan penyebab infeksi pada pasien ini, dan dari hasil pemeriksaan tersebut
didapatkan leukosit dan hitung jenis dalam batas normal, sehingga lebih mengarah ke
infeksi virus. Selain itu pada pasien juga dilakukan pemeriksaan feses rutin dengan
tidak ditemukan leukosit ataupun eritrosit. Hasil parasitologi feses menunjukkan batas
normal, tidak ditemukan lendir, darah, mapun parasit.
Tatalaksana pada pasien ini merujuk berdasarkan 5 pilar tatalaksana diare.
Tatalaksana kegawatdaruratan yang diberikan pada pasien yaitu IVFD 2A
200cc/kgBB/hari. Pada pasien diberikan rehidrasi intravena karena meskipun belum
terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya
karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena
secepatnya. Lalu tetap dilanjutkan pemberian ASI kepada anak. Anak juga diberikan
zinc 1x10 mg, hal ini didasarkan pedoman MTBS, dimana anak yang mengalami
dehidrasi ringan sedang berusia kurang dari 6 bulan diberikan setengah tablet zinc (10
mg) setiap hari selama 10 hari. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting
dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare
terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
27
buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya.
Selain itu, diberikan terapi simptomatik berupa paracetamol 3x70mg untuk
mengatasi demam anak. Pilar kelima adalah dengan berkomunikasi efektif dengan ibu
pasien, dengan mengedukasi ibu berupa kenali tanda-tanda dehidrasi, jaga hygiene dan
sanitasi ibu setelah membersihkan BAB anak ataupun sebelum menyuapi makan, dan
ajari ibu cara pemberian oralit (1 bungkus dilarutkan dalam 200 cc air matang).
Infeksi virus bersifat self-limiting, sehingga terapi hanya bersifat simptomatik.
Pasien ini masih mengalami muntah dan diare hingga 1 hari sejak awal masuk rumah
sakit, dan dihari kedua terlihat ada perbaikan, dimana tidak ada lagi muntah dan diare,
serta anak sudah mau minum atau menyusu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muliadi A, Manulang EV, Khairani, Widianti W, Mulyanto JN. Buletin jendela data
dan informasi kesehatan: situasi diare di Indonesia. Jakarta:Kementerian Kesehatan
RI. 2011. Hal 19-32.
2. Abbas J, Panday DC, Verma A, Kumar V. Management of acute diarrhea in
children: Is the treatment guidelines is really implanted?. Int J Res Med Sci
28
2018;6(2):539-544.
3. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
RISKESDAS 2013. Indonesia: KEMENKES RI; 2013, hal VIII-IX
4. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1 (Editor: UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI). 2009. Hal 90-
125.
5. Yu C, Lougee D, Murno JR. Diarrhea and dehydration. Diunduh pada 29 Januari
2019. Didapat dari https://www.aap.org/en-
us/Documents/Module_6_Eng_FINAL_10182016.pdf
6. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Pedoman
bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO
Indonesia. 2008. Hal 132-142.
7. Churgay CA, Aftab Z. Gastroenteritis in children: part I. diagnosis. Am Fam
Physician. 2012;85(11):1059-1062.
8. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.
Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004 :1272-6.
9. Krugman S, Katz SL, Gershon AA, Wilfert CM. Infectious disease of children.
Edisi ke-9. St.Louis: Mosby Year Book; 1992. h. 109-19.
10. Guerrant RL, Lima AAM. Inflammatory Enteritides. Dalam: Mandell GL, Bennet
JE, Dolin R, penyunting. Principles and Practice of Infectious Diseases. Bagian
pertama. Edisi ke-5. New york: Churchill Livingstone; 2000. h. 1126-31.
11. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral. Dalam: Sugeng S. Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Media Aesculapius; 2007. hlm 44-53.
12. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Diare Akut. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009; pp : 6
13. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
29