DISUSUN OLEH :
GORONTALO
2019
i
BAB I
PENDAHULUAN
untuk membuat laporan yang dimana laporan tersebut sebagai bakti kegiatan
dasar yang diperlukan setiap orang. Hal ini telah didasari sejak berabad-
abad yang lalu sampai saat ini para ahli kedokteran dan kesehatan senantiasa
praktek sebagai lahan belajar mengajar utama dan juga sebagai wahana
2
1.2 Tujuan Praktek Belajar Klinik
penderita.
tenaga kesehatan. Dalam hal ini adalah RSUD Prof Dr. H. Aloe Saboe
Adapun manfaat dari praktek belajar klinik ini adalah sebagai berikut :
Kesehatan.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM
pertama kali dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929
satu gedung yang terdiri dari 4 (empat) ruangan, yaitu Apotik,Poliklinik dan
Rawat Inap.
(1978) dilaksanakan pembangunan rumah sakit, baik fisik maupun non fisik.
Gorontalo yang banyak berjasa dalam bidang Kesehatan. Pada tahun 1991
5
Pada tanggal 31 Agustus 1995 Pemerintah Daerah Tingkat II
bagian dari Organisasi Tata Kerja Pemerintah Kota Gorontalo yaitu Badan
6
1. Prof.Dr.H.Aloei Saboe (tahun 1929 sampai 1951).
3. Dr.Tek San.
target, sasaran, visi dan misi RPJMD Kota Gorontalo 2014 – 2018, maka
Visi
Tomini“
Misi
Lingkungan “
7
2.3 Kondisi Umum
dengan tugas dan fungsi rumah sakit, antara lain melaksanakan pelayanan
rawat jalan, rawat darurat dan rawat inap serta pelayanan administratif.
. Poliklinik Bedah
h. Poliklinik Jantung
i. Poliklinik THT
j. Poliklinik Ortopedi
8
l. Poliklinik Psikiatri
m. Poliklinik Umum
o. Poliklinik Fisioterapi
p. Poliklinik Gizi.
dengan ruang rawat darurat dan ruang bedah sntral, serta memiliki 1
gedung isolasi/tropic.
a. Pelayanan Laboratorium
b. Pelayanan Radiologi
f. Pelayanan Gizi
g. Pelayanan Farmasi
9
2.5 Struktur Organisasi Instalasi Laboratorium RSUD Prof Dr.H.Aloei
10
2.6 Sumber Daya Manusia
Gorontalo memperkerjakan :
Tenaga Medis
Apoteker = 10 Orang
Tenaga Paramedis
1) Laboran = 15 Orang
3) Operator RO = 5 Orang
11
BAB III
KEGIATAN PBK II
3.1 Sampling
Flebotomi berasal dari Bahasa Yunani yaitu Pjhlebos :Vena, dan Tome
: memotong. Flebotomi Masa Kini, terdiri dari :
1.1.1 Phlebotomy
1. Pra Analitik
1) Identifikasi pasien : Harus memastikan bahwa telah meng-
identifikasi pasien, dan harus ada permintaan dokter.
2) Cek urutan permintaan dokter untuk menentukan tes mana
yang dibutuhkan.
3) Pakai tabung yang benar & pastikan urutannya
4) Tempat untuk pembuangan jarum
5) Alat-alat yang diperlukan untuk melakukan flebotomi
6) Sarung tangan
7) Torniket
8) Jarum atau lancet
9) Tube holder, tabung yang sesuai dengan tes
10) Alkohol
11) Perban atau plester
2. Analitik
1) Posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkokan siku,
pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas, letakkan tangan
diatas meja.
2) Melakukan perabaan (palpasi) pada lokasi vena yang akan
ditusuk, pasien diminta mengepalkan tangan.
3) Pasang torniquet lebih kurang lebih 3 jari diatas liat siku.
4) Lokasi vena yang akan ditusuk didisinfeksi dengan kapas
alkohol 70% sekali usap dengan gerakan memutar dari dalam
keluar.
12
5) Tusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap
keatas dengan kemiringan antara jarum dan kulit 15-30 derajat.
6) Ketika darah telah keluar segera lepaskan tourniquit agar darah
tidak lisis.
7) Lepaskan atau tarik jarum dan segera letakkan kapas kering
diatas bekas suntikan.
3. Pasca Analitik
1) Darah vena yang cukup untuk pemeriksaan hematologi.
2) Darah yang tidak hemolisis.
3) Darah dengan antikoagulan dengan perbandingan yang sesuai.
3.2 Pemeriksaan Hematologi
3.2.1 Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin adalah jenis pemeriksan yang
memberikan informasi tentang sel-sel darah pasien yang terdiri dari
beberapa panel pemeriksaan, yaitu : Mean corpuscular volume
(MCV), Hematokrit (Hct/Hmt), Kadar hemoglobin (Hb), Hitung
eritrosit/red blood cell count (RBC), Hitung jenis lekosit/differential
cell count, Hitung lekosit/white blood cell count (WBC), Mean
corpuscular hemoglobin (MCH), Mean corpuscular hemoglobin
concentration (MCHC), dan Hitung trombosit/ platelet count.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan dua alat yaitu
Hematologi Analyzer Mythic-21 dan Dirui BCC-3600.
1. Pra analitik
1) Persiapan pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus
2) Persiapan sampel : Darah EDTA dengan kadar 1 mg
Na2EDTA / K3EDTA untuk 1 ml darah, pemeriksaan tidak
boleh ditunda lebih dari 6 jam.
3) Metode : Electronic Impedance (Focused flow impedance)
4) Prinsip : Hematologi Analyzer mengodopsi aggregometri
impendansi trombosit untuk memeriksa RBC,WBC, PLT dan
distribusi volume selain itu mengodopsi metode kolorometri
13
untuk mengukur HGB dan parameter lain untuk menghitung
hasil.
5) Alat dan bahan
a) Alat : Hematologi Analyzer Mythic-21 dan Dirui BCC-
3600, dan Rotator.
b) Bahan : Na2EDTA atau K3EDTA
2. Analitik
Darah Na2EDTA /K3EDTA diletakkan di rotator untuk
mencampur secara sempurna. Hematologi Analyzer.
1) Fungsi alat : Merupakan alat yang digunakan untuk
pemeriksaan hematologi klinik, guna mengetahui kadar
hemoglobin, leukosit, trombosit, dan hematokrit pasein yang
dirawat.
2) Prosedur :
a) Nyalakan alat dengan menekan power ON.
b) Perhatikan alat dalam keadaan ready, jika alat dalam
keadaan stand by sebelum melakukan pemeriksaan , tekan
tombol warna hijau (sampling Bar) sampai alat dalam
keadaan ready.
c) Apabila alat sudah ready, masukan sampel pemeriksaan
pada jarum sample sambil ditekansampling bar.
d) Perhatikan lampu kecil yang berkedip-kedip , apabila
lampu sudah mati segera lepaskan sampel.
e) Alat akan melakukan penghitungan secara otomatis.
f) Apabila pemeriksaan sudah selesai, hasil akan keluar
secara otomatis lewat printer.
3. Pasca Analitik
Darah tersebut dimasukan ke jarum pengisapan sampai. Tekan
tombol pengisap.
14
Nilai rujukan :
Jenis pemeriksaan Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin ♂ : 13 – 17 g/dl
♀ : 12 – 15
Leukosit 4.000 – 10.000 /mm3
Eritrosit ♂ : 4,5 – 5,5 Juta/mm3
♀ : 3,8 – 4,8
Hematokrit ♂ : 40 – 50 %
♀ : 36 – 46
MCV 83 – 101 fL
MCH 27 – 32 Pg
MCHC 31,5 – 34,5 g/dl
Trombosit 150.000 – 400.000 /mm3
Segmen 20 – 40 %
Limfosit 2 – 10 %
Monosit 1–6 %
(Sumber : Hardjoeno dkk. 2003. Interpretasi hasil tes laboratorium
diagnostik, hal. 20)
3.2.2 Pemeriksaan Golongan Darah
Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu
karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada
permukaan membran sel darah merah. Dengan kata lain, golongan
darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut antigen) yang
terkandung di dalam sel darah merah. Ada dua jenis penggolongan
darah yang paling penting, yaitu penggolongan ABO dan Rhesus
(faktor Rh).
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan
3 dari 4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan
cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya.
Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah
merah dengan serum dari para donor.
15
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan
B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa
reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O).
Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah
merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada
reaksi yang disebut golongan O. Kemudian Alfred Von Decastello dan
Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner menemukan
golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB, kedua
antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah
sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi. Penyebaran
golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung
populasi atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi
golongan darah terhadap populasi yang berbeda-beda.
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan
antibodi yang terkandung dalam darahnya, yaitu sebagai berikut:
a) Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah
dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan
antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya.
b) Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada
permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi
terhadap antigen A dalam serum darahnya.
c) Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah
dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi, baik
terhadap antigen A maupun B.
d) Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa
antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B.
1. Pra Analitik
1) Persiapan pasien : Tidak ada persiapan khusus
2) Persiapan sampel : Darah Kapiler
3) Alat dan Bahan : Kaca obyek, kapas alcohol, darah kapiler,
lanset, Reagen serum anti-A, Reagen serum anti-B, Reagen
Serum anti-AB
16
2. Analitik
1) Prosedur kerja
a) Disiapakan alat dan bahan
b) Difiksasi jari manis klien menggunakan kapas alcohol lalu
ditusuk menggunakan lanset.
c) Diteteskan darah diatas kaca obyek, dengan 3 tetes pada 3
bagian kaca obyek.
d) Diteteskan serum anti-A, anti-B, dan anti-AB berdampingan
dengan 3 tetes darah tersebut yang terdapat pada kaca
obyek.
e) Dicampurkan darah dan serum lalu diamati terjadinya
aglutinas
3. Pasca Analitik
1) Data Pasien
2) Interpretasi Hasil
Golongan
Anti-A Anti-B Anti-AB
Darah
Tidak terjadi
A Aglutinasi Aglutinasi
aglutinasi
Tidak terjadi
B Aglutinasi Aglutinasi
aglutinasi
17
1. Pra analitik
1) Prinsip:
pemeriksaan protein dengan menggunakan metode Biuret
yaitu larutan pereaksi membentuk kompleks kelat berwarna
ungu dengan ion Cu+ dalam larutan alkali. Kompleks kelat itu
terbentuk antara ion Cu+, gugus karbonil (C-O), dan gugus (-
N-H) dari ikatan-ikatan peptide protein.
2) Bahan Sampel: Serum,plasma, cairan carebrospinal
2. Analitik
1) Prosedur kerja:
Inkubasi 30 menit pada suhu +15 hingga +250C,panjang
gelombang 545 nm, Diameter dalam kuvet 1 cm.
2) Cara Kerja :
Blanko Standar Serum Kontrol Sampel
Larutan standar - 20 µL - -
Serum Kontrol - - 20 µL -
Serum - - - 20 µL
1000
Larutan Kerja 1000 µL 1000 µL 1000 µL
µL
a) Campur
b) Inkubasi selama 5 menit pada suhu 20-25oC.
c) Ukur Absorbansi Standar dan Sampel terhadap Blanko pada
panjang gelombang 546 nm.
d) Warna stabil sampai 1 jam.
3. Pasca analitik
1) Nilai rujukan
a) Serum, plasma :
Dewasa dan anak-anak diatas 3 tahun : 6,7 – 8,7 g/l
Anak-anak dibawah 3 tahun : 5,4 – 8,7 g/l
Bayi yang baru lahir : 5,2 – 9,1 g/l
18
b) Cairan cerebrospinal (lumbal)
Dewasa dan anak-anak : 0,15 – 0,45 g/l
Bayi yang baru lahir : hingga 0,9 g/l
Urine 24 jam : < 150 mg
3.3.2 Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam
tubuh manusia, yaitu sekitar 55 - 60% dan total kadar protein serum
normal adalah 3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri dari rantai tunggal
polipeptida dengan berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam
amino. Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang
menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul
albumin berbentuk elips sehingga dengan bentuk molekul seperti itu
tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan larut sempurna. Kadar
albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, dan
distribusi antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular.
Cadangan total albumin 3,5-5,0 g/kg BB atau 250-300 g pada orang
dewasa sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah ini 42% berada di
kompartemen plasma dan sisanya di dalam kompartemen
ektravaskular. Albumin manusia (human albumin) dibuat dari plasma
manusia yang diendapkan dengan alkohol. Albumin secara luas
digunakan untuk penggantian volume dan mengobati
hipoalbuminemia (Hurint, dkk, 2014).
1. Pra analitik
1) Metode : BCG (Brom Cresol Green)
2) Prinsip : Albumin dengan BCG pada suasana pH 4,2 akan
membentuk kompleks warna hijau-biru. Intensitas warna
yang terbentuksebanding dengan konsentrasi Album in
dalam sampel, yang diukur pada fotometer dengan panjang
gelombang 630 nm.
3) Reagen : Mono reagen dalam botol A dan B
4) Sampel : Serum, plasma EDTA
2. Analitik
19
1) Cara Kerja:
a. Panjang Gelombang : Hg 578 nm / Hg 632 nm
b. Spekrofotometer : 630 nm
c. Kuvet diameter : 1 cm
d. Pengukuran terhadap blangko reagen (CBR)
e. Untuk tiap seri diperlukan 1 standar (BR)
f. Pipet kedalam tabung
Standar - 10 µL - -
Serum Kontrol - - 10 µL -
Serum - - - 10 µL
g. Campur
h. Inkubasi selama 3 menit pada suhu 20-25oC
i. Ukur kadar albumin dengan program C/ST pada
fotometer dengan panjang gelombang 630 nm (620-640)
nm.
3. Pasca analitik
1) Nilai Rujukan
Dewasa : 6,6 – 8,7 g/100ml
Anak-anak : 6,0 – 8,0 g/100ml
Bayi ( 2 – 12 bulan): 4,8 – 7,6g/100ml
≤ 1 bulan ; 4,6 – 6,8 g/100ml
3.3.3 Ureum
Ureum merupakan senyawa ammonia berasal dari metabolisme
asam amino yang diubah oleh hati menjadi ureum. Ureum bermolekul
kecil mudah berdifusi ke cairan ekstra sel, dipekatkan dan
20
diekskresikan melalui urine lebih kurang 25 gr/hari. Ureum normal
10–50 mg/dl. Pada prinsipnya urea dalam sampel dengan bantuan
enzim urease akan menghasilkan amonia dan karbondioksida. Setelah
dicampur dengan pereaksi I dan II akan terjadi reaksi yang
menghasilkan suatu kompleks yang absorbansinya dapat diukur
dengan Spektrofotometer UV-Vis. Kondisi kadar urea yang tinggi
disebut uremia. Prinsip pemeriksaan ureum adalah urea dalam sampel
dengan bantuan enzim urease akan menghasilkan ammonia dan
karbondioksia. Setelah dicampur dengan pereaksi I dan II akan terjadi
reaksi yang menghasilkan suatu kompleks yang absorbansinya dapat
diukur dengan Spektrofotometer UV-VIS (Sari, dkk, 2015).
Ureum dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum,
ataupun urin. Jika bahan plasma harus menghindari penggunaan
antikoagulan natrium citrate dan natrium fluoride, hal ini disebabkan
karena citrate dan fluoride menghambat urease. Ureum urin dapat
dengan mudah terkontaminasi bakteri. Hal ini dapat diatasi dengan
menyimpan sampel di dalam refrigerator sebelum diperiksa.
Peningkatan ureum dalam darah disebut azotemia. Kondisi gagal
ginjal yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal
dengan istilah uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan
hemodialisis atau tranplantasi ginjal. Penurunan kadar ureum plasma
dapat disebabkan oleh penurunan asupan protein, dan penyakit hati
yang berat. Pada kehamilan juga terjadi penurunan kadar ureum
karena adanya peningkatan sintesis protein. (Verdiansyah, 2016).
1. Pra analitik
1) Metode : Pemeriksaan dengan Urease /Reaksi Berthelot
2) Prinsip : Urease
Urea + 2 H2O) Ammoniumcarbonat
Ion-ammonium bereaksi dengan phenol dan
hypochlorite menjadi suatu kompleks-warna.
3) Bahan sampel : Serum,plasma EDTA dan urine
2. Analitik
21
1) Cara kerja:
Panjang gelombang : Hg 546 nm (530 – 570 nm)
Spektrofotometer : 550 nm
Kuvet diametyer dalam 1 cm
Bl.Reagen Standar Sampel
22
D-glukonat oleh glukosa oksidase bersama dengan
hydrogen peroksidase. Adanya peroksidase,
campuran fenol, dan 4-aminoantipirin akan dioksidasi
oleh hydrogen peroksidase menghasilkan warna
merah quinoneimina yang sebanding dengan
konsentrasi glukosa dalam sampel.
3) Bahan sampel: Darah lengkap, serum dan plasma.
2. Analitik
1) Cara kerja:
Absorbance maksimal 510 nm, Filter 546 nm, 500 nm
Diameter dalam kuvet 1 cm
Sampel Standar Blangko
Serum/plasma 10µl - -
Standar - 10µl -
Reagen Glukosa (pereaksi) 1000µl 1000µl 1000µl
23
Kadar enzim AST (GOT) akan meningkat apabila terjadi kerusakan
sel yang akut seperti nekrosis hepatoseluler seperti gangguan fungsi
hati dan saluran empedu, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta
gangguan fungsi ginjal dan pankreas. GOT banyak terdapat dalam
mitokondria dan sitoplasma sel hati, otot jantung, otot lurik dan ginjal
(Hurint, dkk, 2014).
1. Pra Analitik
1) Metode:
berdasarkan referensi dari Federasi kimia Klinik
Internasional (International Fereration Clinical
Chemistry /IFCC)
2) Prinsip:
pemeriksaan SGOT/ASAT dengan menggunakan
metode tes optimasi sesuai rekomendasi IFCC ialah
penentuan aktivitas GOT dalam serum
menggunakan metode kinetik berdasarkan
rekomendasi IFCC.
3) Bahan sampel: Serum atau plasma EDTA
2. Analitik
1) Cara Kerja
Stabilkan reagen hingga suhu +25,+30 atau +370C
Panjang gelombang : 334 nm, 340 nm, 365 nm
Diameter dalam kuvet : 1 cm
24
Interpretasi
25
Serum / Plasma 50µl
3.3.7 Kolesterol
Kolesterol adalah lemak berwarna kekuningan berbentuk seperti
lilin yang diproduksi oleh tubuh manusia, terutama di dalam liver
(hati). Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia,
kolesterol merupakan senyawa lemak kompleks yang dihasilkan oleh
tubuh dengan bermacam-macam fungsi, antara lain untuk membuat
hormon seks, hormon korteks adrenal, vitamin D, dan untuk membuat
garam empedu yang membantu usus untuk menyerap lemak. Jadi, bila
takarannya pas atau normal, kolesterol adalah lemak yang berperan
penting dalam tubuh. Namun, jika terlalu banyak, kolesterol dalam
aliran darah justru berbahaya bagi tubuh (Hurint, dkk, 2014).
1. Pra Analitik
1) Metode : CHOD-PAP
Tes ernzimatik kolorimetrik yang sangat spesifik
untuk pengukuran pada daerah cahaya yang dapat
dilihat oleh mata, yang dapat dibedakan dari yang
lain karena fleksibilitasnya tinggi.
2) Prinsip:
26
Kolesterol dan ester-esternya dibebaskan dari
lipoprotein oleh diterjen, kolesterol-esterase ester-
ester tersebut dan H2O2 dibentuk dari kolesterol
dalam proses oksidasi emsimatik oleh kolesterol
oksidasi. H2O2beriaksi dengan 4-aminoantipyrine
dan phenol dal;am suatu reaksi yang dikatalisa
olehperoksidase dan terbentuk quinonimina yang
berwarna.
3) Bahan sampel: Serum, Plasma
2. Analitik
1) Cara kerja
Panjang gelombang : Hg 546nm ( 470 – 560)
Spectrophotometer :500 nm
Kuvet : 1 cm light path
Blangko Sampel
Serum/Plasma - 10 µl
Reagen Kolesterol 1000µl 1000µl
Kadar Keterangan
3.3.8 Trigliserida
27
Trigliserida merupakan lipid yang memiliki struktur ester, yang
tersusun oleh tiga molekul asam lemak bebas dan satu molekul
gliserol. Reaksi kimia untuk trigliserida pada prinsipnya memiliki
kesamaan dengan senyawa alkena dan ester. Trigliserida merupakan
jenis lemak yang dapat ditemukan dalam darah dan merupakan hasil
uraian tubuh pada makanan yang mengandung lemak dan kolesterol
yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh serta juga dibentuk di hati
(Hurint, dkk, 2014).
Trigliserida yang berlebih dalam tubuh akan disimpan di dalam
jaringan kulit sehingga tubuh terlihat gemuk. Seperti halnya
kolesterol, kadar trigliserida yang terlalu berlebih dalam tubuh dapat
membahayakan kesehatan. Namun, trigliserida dalam batas normal
sebenarnya sangat dibutuhkan tubuh. Asam lemak yang dimilikinya
bermanfaat bagi metabolisme tubuh. Selain itu, trigliserida
memberikan energi bagi tubuh, melindungi tulang, dan organ-organ
penting lainnya dalam tubuh dari cedera. (Kurniawan, 2014):
1. Pra Analitik
1) Metode : GPO-PAP
Tes kolometrik ensimatik penuh tanpa blangko
sampel, metode ini menunjukan kolerasi yang
sangat baik dengan tes UV.
2) Prinsip:
Triglyserida secara ensimatik dihidrolisa menjadi
glycerol dan asam-asam lemak bebas dengan
bantuan lipase-lipase khusus.
3) Bahan dan sampel: Serum , plasma EDTA
2. Analitik
1) Cara kerja:
Sampel
Standar
28
Serum/Plasma 10µl -
Standar - 10
µl
Reagen Tryglyserida 1000µl
1000µl
Parameter Nilai
3.3.9 Kreatinin
Kreatinin adalah hasil akhir metabolisme otot dengan kecepatan
hampir konstan dan diekskresikan dalam urin dengan kecepatan sama.
Kreatinin diekskresi oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekreksi
konsentrasinya relatif sama, dalam plasma hari ke hari, kadar yang
lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi
ginjal (Hurint, dkk, 2014).
Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu
parameter penting untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan ini
juga sangat membantu kebijakan melakukan terapi pada penderita
gangguan fungsi ginjal. Tinggi rendahnya kadar kreatinin dalam darah
digunakan sebagai indikator penting dalam menentukan apakah
seseorang dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan
29
hemodialisis. Kreatinin mempunyai batasan normal yang sempit nilai
diatas batasan ini menunjukkan semakin berkurangnyan nilai ginjal
secara pasti. Disamping itu terdapat hubungan yang jelas antara
bertambahnya nilai kreatinin dengan derajat kerusakan ginjal,
sehingga diketahui pada nilai berapa perlu dilakukan cuci darah
(Hurint, dkk, 2014).
1. Pra analitik
1) Metode : Reaksi Jeffe, metode kinitik ,tanpa deprotainisasi
2) Prinsip :
Kreatinine dengan picric acid dalam larutan
alkaline membentuk senyawa yang berwarna
kuning or4ange. Pitric acid dalam konsentrasi
rendah, yang digunakan dalam metode ini tidak
menyebabkan pengendapan protein. Konsentrasi
zat warna yang terbentuk dal;am waktu reaksi yang
tertentu merupakan ukurean dari konsentrasi
kreatinine.
3) Bahan dan sampel : Serum/plasmaEDTA
2. Analitik
1) Cara kerja:
Panjang gelombang Hg 492 nm, 500 nm
Diameter dalam kuvet 1 cm
Reagen Kreatinin R1 : R2 1000 µl
Serum/plasma 100µl
30
Wanita 0,5 – 0,9 mg/dl
2) Prinsip :
Prinsip pemeriksaan asam urat menggunakan metode
uricase PAP ialah penentuan asam urat secara enzimatik
sesuai dengan reaksi.
3) Bahan dan sampel : Serum, plasma EDTA
2. Analitik
1) Cara kerja:
Panjang gelombang Hg 546 nm
Spectrofoptometer 512 nm
Kuvet semimikro diameter 1 cm
Pengukuran terhadap blango (BR)
BR Sampel
31
1) Nilai Rujukan
Interpretasi
32
diamkan hingga mengendap sempurna, ambil cairan jernihnya
(supernatant) untuk ditentukan kandungan kolesterolnya.
2) Cara kerja HDL:
Panjang gelombang Hg 546 nm.
Spectrophotometer : 500nm
Kuvet : 1 cm light path
Pengukuran digunakan blangko reagen untuk tiap pemeriksaan
Pipet kedalam tabung masing-masing 100 ul aquabides dan 100 ul
supernatant. Tambahkan 1000 ul reagen kolesterol kemasing-
masing tabung.
Campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu 20 – 250C
Kemudian baca (E sampel)ekstinksi sampel dan bandingkan
dengan blangko.
3. Pasca Analitik
3) Nilai rujukan
Interpretasi
Normal 40 – 60 mg/dL
2. LDL-Cholesterol
LDL adalah lipoprotein dengan diameter 18 – 30 nm, mempunyai
densitas 2.029 – 2.069 /ml. LDL mengandung 35 – 45 kolesterol, 4 %
trigliserida, 22 – 25 % fosfolipid dan 22 – 26 % protein. LDL
bersikulasi dalam tubuh dibawa ke sel otot, lemak dan sel – sel
lainnya. Pengatur utama kadar kolesterol darah adalah hati, karena
sebagian reseptor LDL terdapat di dalam hati. LDL mengangkut
paling banyak kolesterol di dalam darah. LDL disebut juga kolesterol
jahat, karena kadar LDL yang tinggi menyebabkan kolesterol didalam
arteri. ( Adisty, 2012 )
33
1. Pra analitik
1) Metode: Pengendapan dengan polivinil sulfat
2) Prinsip:
LDL diendapkan dengan penambahan polivinil sulfat
dalam sampel. Kadar dihitung dari perbedaan antara
kolesterol serum dan kolesterol dalam supernatant setelah
dipusingkan.
3) Bahan dan sampel : Serum/plasma
2. Analitik.
1) Cara kerja;
1) Pipet kedalam tabung sentrifus 200 ul sampel dan 100 ul
larutan pengendap,aduk,diamkan disuhu kamar.
2) Pusingkan selama 2 menit pada 10000 rpm
3) Pisahkan endapan dan supernatant
4) Tentukan kadar kolesterolnya dengan metode CHOD-PAP
2) Cara kerja Chol.CHOD-PAP:
a. Pipet kedalam tabung tes 50 ul supernatant dan 50 ul
aquabides.
b. Tambahkan 2000 ul reagen kedalam masing-masing tabung
c. Campur dan in kubasio
d. Ukur eksti8nksi (E sampel) dibandingkan dengan blangko
3. Pasca analitik
1) Nilai rujukan
Interpretasi
34
Sangat tinggi >190 mg/dl
35
3.3.13 Pemeriksaan Elektrolit (Na+, K+ dan Cl-)
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi
menjadi partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion
bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan negatif disebut
anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas.
Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat
menyebabkan banyak gangguan (Nurlaeni, 2017).
Contoh dari kation adalah natrium (Na+) dan Kalium (K+) dan
contoh dari anion adalah Klorida (Cl-). Na+ didalam produksi pangan
atau di dalam tubuh, natrium biasanya berada dalam bentuk garam
(NaCl) yang secara cepat diserap oleh tubuh, kebutuhan orang dewasa
bekisar antara 1,3 – 1,6 gr/hari.
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya
bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil
(sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90%
tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang
mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida
(NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan
tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan
konsentrasi natrium. Jumlah natrium dalam tubuh merupakan
gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk dan natrium yang
dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui epitel
mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya
melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit. Pemasukan dan
pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq (Yaswir, dkk.
2012).
Kalium merupakan kation utama yang terdapat di dalam cairan
intraseluler, (bersama bikarbonat) berfungsi sebagai buffer utama.
Lebih kurang 80% - 90% kalium dikeluarkan dalam urin melalui
ginjal. Aktivitas mineralokortikoid dari adrenokortikosteroid juga
mengatur konsentrasi kalium dalam tubuh. Hanya sekitar 10% dari
36
total konsentrasi kalium di dalam tubuh berada di ekstraseluler dan 50
mmoL berada dalam cairan intraseluler, karena konsentrasi kalium
dalam serum darah sangat kecil maka tidak memadai untuk mengukur
kalium serum. Konsentrasi kalium dalam serum berkolerasi langsung
dengan kondisi fisiologi pada konduksi saraf, fungsi otot,
keseimbangan asam-basa dan kontraksi otot jantung (Kemenkes RI,
2011).
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel.
Pemeriksaan konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai
diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam-basa, dan
menghitung anion gap. Jumlah klorida pada orang dewasa normal
sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida berada
dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi
klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan
dewasa (Yaswir, dkk. 2012).
Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara
klorida yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung
dari jumlah dan jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan
sama dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata
mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida
bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung atau usus
pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari.
Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila
pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai
200 mEq per hari. Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal
(Yaswir, dkk. 2012).
1. Pra Analitik
1) Fungsi alat :
Merupakan alat yang digunakan untuk
memeriksa kadar elektrolit dalam tubuh pasein,
yang berupa kalium,natrium, clorida,
37
kalsium,pH, alat ini diseting secara otomatis
untuk mengkalibrasi setiap 30 menit.
2. Analitik
1) Standar operasional Prosedur :
Prosedur penggunaan alat :
a. Hidupkan pawer On ada belakang alat.
b. Proses inisial alat “Alat dalam stand By”
c. Lakukan proses CAL 1 “alat dalam kondisi ready”
d. Insert sampel serum (automatic sampeling) tarik tangkai
jarum.
e. Ada suara BIB “masukan kembali tangkai jarum”
f. Prosesmenginstrument
g. Finish.
2) Prosedur perawatan :
a. Hisapkan protein removing lainnya sampel.
b. Lakukan berulang-ulang.
3. Pasca Analitik
1) Nilai rujukan :
Natriun / Na
Interpretasi
Kalium / K
Interpretasi
38
Serum bayi 3,6-5,8 mmol/L
Chlorida /Cl
Interpretasi
39
b. Reagen Widal
c. Rotator atau batang pengaduk
d. Pipet tetes
e. Slide
2. Analitik
1) Cara kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Pipet satu tets serum (20µ) keadaan lingkaran yang terdapat
dalam slide dengan kode O,H,HA,OA
c. Tambakan masing-masing satu tetes reagen widal sesuia
dengan kode slide,
d. Campur antigen dan serum dengan batang pengaduk
berbeda dan lebarkan kemudian goyang-goyangkan selama
satu menit.
e. Amati reaksi yang terjadi.
3. Pasca analitik
1) Interpretasi Hasil :
Posotif : Bila terjadi aglutinasi
Negative : Bila tidak terjadi aglutinasi.
3.4.2 Pemeriksaan HbsAg
HBsAg merupakan suatu tahap secara kualitatif yang
menggunakan serum atau plasma dimana bertujuan untuk mendeteksi
adanya HBsAg dalam serum atau plasma membrane yang dilapisi
dengan anti HBsAg antibody pada daerah garis test selama proses
pemeriksaan, sampel serum atau plasma bereksi dengan partikel yang
ditutupi dengan anti HBsAg antibodi, campuran tersebut akan
meresap sepanjang membrane kromatografi dengan anti HBsAg, anti
pada membrane dan menghasilkan suatu hasil posotif pada daerah test,
jika tidak menghasilkan garis yang berwarna pada daerah test
menunjukan hasil yang negatif.
1. Pra analitik
1) Alat dan Bahan:
40
a. Tabung reaksi
b. Serum
c. Strip HBsAg atau strip ACON
2. Analitik
1) Cara kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Siapkan serum dalam tabung reaksi
c. Keluarkan strip HBsAg dari kemasannya
d. Celupkan kedalam seru, biarkan selama 15 menit
e. Amati hasil test yang terjadi
3. Pasca analitik
1) Interpretasi Hasil
Positif (+) : terdapat 2 garis pada daerah control dan test
Invalid : tidak terjadi garis merah pada control test
Negatif (-) : terdapat satu garis pada control
3.4.3 Pemeriksaan HIV
HIV adalah agen penyebab acquired immunedefisiency syndrome
(AIDS) virus ini berkembang lewat lapisan luar lipid yang dibawah
dari membrane sel inang. Beberapa virus gliko protein menepati
lapisan luar tersebut, setiap virus memiliki 2 salinan anti positif
genomic RNA. HIV 1 terisolasi dari pasien denan AIDS dan AIDS
hubungan kompleks dan dari orang sehat potensi resiko yang tinggi
untuk mengembangkan AIDS. HIV 2 terisolasi dari pasien-pasien
AIDS di afrika barat dan dari individu-individu yang tidak memiliki
gejala sero positif. Keduanya HIV 1 dan HIV 2 mndatangkan suatu
respon kekebalan. Pemeriksaan antibody HIV dalam serum atau
plasma merupakan cara yang umum yang lebih efisien untuk
menentukan apakah seseorang tak terlindungi dari HIV fan
melindungi darah dan elemen-elemen yang dihasilkan darah untuk
HIV. Perbedaan dalam sifat-sifat biologis,aktifitas serologis, dan
deretan genom, HIV 1 dan 2 positif sera dapat diidentifikasi dengan
menggunakan tes serologis dasar HIV.
41
1. Pra analitik
1) Alat dan Bahan :
a. Pipet tetes
b. Strip HIV
c. Serum
d. Reagen HIV/Buffer HIV
2. Analitik
1) Cara Kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Pindahkan tes device dari kantung pembungkus dan
gunakan sesegera mungkin. Hasil terbaik akan didapatkan
jika pengujiannya dikerjakan dalam satu jam
c. Tempatkan tes device pada permukaan yan bersih dan
bermutu atau permukaan yang tinggi
d. Pegeng penetes secara partikel teteskan 1 tetes
serum/plasma (sekitar 25 ul), kemudian tanbahkan satu tetes
larutan beffer sekitar 40 ul.
e. Tunggu sampai garis merah terlihat. Hasil akan terbaca
dalam 10 menit.
3. Pasca analitik
1) Interpretasi Hasil
Intesitas dari warna merah garis daerah test (T) akan berubah
tergantung dari konsentrasi antibody HIV yang ada pada
sampel. Oleh k]arena itu adanya beberapa bayangan merah
didaerah test dapat diperiksa positif.
3.5 Pemeriksaan BTA
3.5.1 GeneXpert
GeneXpert merupakan penemuan terobosan untuk diagnosis TB
berdasarkan pemeriksaan molekuler yang menggunakan metode Real
Time Polymerase Chain Reaction Assay (RT-PCR) semi kuantitatif
yang menargetkan wilayah hotspot gen rpoB pada M. tuberculosis,
yang terintegrasi dan secara otomatis mengolah sediaan dengan
42
ekstraksi deoxyribo nucleic acid (DNA) dalam cartridgesekali pakai.
Penelitian invitro menunjukkan batas deteksi kuman TB dengan
metode RT-PCR GeneXpert minimal 131 kuman/ml sputum.Waktu
hingga didapatkannya hasil kurang dari dua jam dan hanya
membutuhkan pelatihan yang simpel untuk dapat menggunakan alat
ini.13,14,15 Teknik pemeriksaan dengan metode RT-PCR GeneXpert
didasarkan pada amplifikasi berulang dari target DNA dan kemudian
dideteksi secara fluorimetrik. Teknik ini dapat mengidentifikasigen
rpoBM. tuberculosis dan urutannya secara lebih mudah, cepat dan
akurat. Gen ini berkaitan erat dengan ketahanan sel dan merupakan
target obat rifampisin yang bersifat bakterisidal pada M. tuberculosis
dan M. leprae. Penelitian pendahuluan menyatakan sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tinggi pada sampel saluran pernapasan untuk
mendeteksiM. tuberculosis dan sekaligus mendeteksi resistensi M.
tuberculosis terhadap rifampisin. Menurut WHO tahun 2011, dari hasil
controlled clinical validation trials yang melibatkan 1730 penderita
suspek TB atau Multi Drug Resistant (MDR) TB didapatkan dengan
uji satu sampel, sensitivitas pemeriksaan dengan metode RT-PCR
GeneXpert pada BTA negatif/kultur positif 72,5% dan meningkat
menjadi 90,2% bila ketiga sampel diuji, dengan spesifisitas 99%.
Sistem GeneXpret MTB/RIF terdiri dari mesin GeneXpret,
komputer, barcode scanner dan memakai catridge Xpret MTB/RIF
tunggal, sekali pakai yang berisi reagen.
Setelah melalui 3 tahap penyiapan contoh uji, specimen
dipindahkan ke dalam Catridge MTB/RIF dan dimasukkan ke dalam
mesin GeneXpret yang didukung oleh perangkat lunak secara otomatis
pada seluruh tahapan termasuk pengolahan contoh uji, amplifikasi
asam nukleat, deteksi target sekuen dan interprestasi hasil. Cepheid
GeneXpert GXMTB/RIF-10. (Package Insert. 300-6252 Rev. D,
2011).
1. Pra analitik
1) Metode : Deteksi DNA dengan real-time PCR
43
2) Prinsip :
2. Analitik
1) Cara kerja:
a. Hidupkan computer.
b. Hidupkan alat GeneXpert.
c. Pada tampilan komputer, klik 2 kali icon “shortcut
GeneXpert Dx”.
d. Log in ke sistem perangkat lunak GeneXpert deangan
mengunakan nama pengguna dan kata sandi. (Cepheid
GeneXpert GXMTB/RIF-10. Package Insert. 300-6252
Rev. D, 2011).
2) Uji dengan alat GeneXpert
a. Lihat tampilan GeneXpert Dx System, klik “CREATE
TEST”.
b. Pindai barcode pada catridge Xpret MTB/RIF.
c. Akan tampil Create Test Window.
d. Menggunakan informasi barcode, mesin secara otomatis
akan mengisi kotak-kotak pada: Select Assay, Reagent Lot
ID, Catridge SN, and Expiration Date.
e. Pindai atau ketik identitas contoh uji. Pastikan identitas
benar. Identitas contoh uji berhubungan dengan hasil uji
44
dan akan ditampilkan “View Result” window dan semua
laporan.
f. Klik “Start Test”.
g. Ketik kata sandi.
h. Bila lampu hijau berkedip, buka pintu modul dan
masukkan catridge.
i. Tutup pintu.
j. Selama pengujian lampu hijau tetap menyala tanpa
berkedip.
k. Apabila pengujian selesai lampu hijau akan padam.
l. Tunggu sampai sistem membuka pintu pada akhir
pengujian, kemudian buka pintu modul dan keluarkan
catridge.(Cepheid GeneXpert Rev. D, 2011).
3. Pasca analitik
1) Nilai rujukan
45
INDETERMINATE resistensi rifampisin secepatnya
tidak dapat ditentukan menggunakan
karena sinyal penanda spesimen dahak
resistensi tidak cukup baru dengan
terdeteksi kualitas yang baik
46
menghasilkan warna merah, sedangkan non Basil tahan asam akan
berwanra biru.
1. Posedur Tetap Pemeriksaan BTA Metode Ziehl-nelson
1) Nama pemeriksaan : Pemeriksaan BTA
2) Metode : Ziehl-nelson
3) Tujuan : Menentukan ada tidaknya kuman BTA
dalam
Sputum
4) Prinsip Kerja : Basil tuberculosis (BT) akan luntur oleh
asam
sehingga tetap merah dari carbol fuchsin
5) Uraian Umum : a). Registrasi Pencatatan data penderita,
pem-
berian nomor spesiemen
b). Persiapan Pasien : Penjelasan tentang
apa yang akan dilakukan oleh petugas
laboratorium pada penderita.
c). Persiapan alat dan bahan :
Menggunakan alat dan reagensia yang
telah dikalibrasi.
d). Tindakan : Melakukan tindakan peng-
ambilan specimen sesuai dengan
kebutuh- an pemeriksaan yang diminta.
e). Pemeriksaan : Pemeriksaan
laboratorium sesuai dengan pedoman
pemeriksaan yang berlaku.
f). Pencatatan dan Pelaporan :Pencatatan
hasil pemeriksaan dibuku register
laboratorium, pelaporan hasil.
2. Langkah Kegiatan :
1) Pra Analitik
a. Persiapan Sampel
47
Pengambilan sampel dahak penderita dilakukan 2 kali
yaitu dahak sewaktu-pagi (SP), terjadi perubahan dulu kita
gunakan dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) sekarang tidak
lagi digunakan
1. Sewaktu (S)
Kumpulkan spesiemen pertama pada saat penderita
diambil dahaknya dan diberi pot dahak untuk keperluan
pengunmpulan.
2. Pagi (P)
Penderita mengumpulkan dahak dirumah pada pagi hari
segera setelah bangun tidur dan dibawah kelaboratorium.
b. Persiapan pasien
Menjelaskan pada pasien cara pengumpulan dahak
sebagai berikut:
1. Tarik nafas dalam - dalam 2 sampai 3 kali
2. Batukkan dengan keras dari dalam dada
3. Letakkan pot yang sudah dibuka dekat dengan mulut dan
keluarkan dahak kedalam pot
4. Tutup pot dengan rapat dengan cara memutar tutupnya.
c. Persiapan alat dan bahan
1. Alat :
a) Lampu Spritus
b) Rak pewarnaan
c) Mikroskop
d) Ose
e) Objek Glass
f) Pensil Glass
2. Bahan :
a) Methilen Blue 0,1%
b) Carbon fuchsin 1%
48
c) Aquadest
d) Asam Alkohol 3%
e) Sputum
f) Oil Imersi
g) Xilol
2) Analitik
a) Pembuatan sediaan sputum:
1. Objek Glass diberi label yang berisi Kode
kabupaten / kode UPK/ nomor sediaan / waktu
pengumpulan dahak
2. Ose dipijarkan lalu didinginkan kemudian sputum diambil
sedikit dengan menggunakan ose/stik
3. Ratakan diatas objek glass dengan ukuran 2x3 cm. apusan
dahak janga terlalu tebal atau terlalu tipis.
4. keringkan pada suhu kamar lalu siap untuk diwarnai.
b) Cara pewarnaan sediaan Sputum
1. Letakkan sediaan diatas rak tabung dengan jarak minimal
1 jari telunjuk
2. Tuangkan Carbol fuchsin menutupi semua permukaan
sediaan
3. Panaskan sediaan dengan sulut api sampai keluar uap
(jangan sampai mendidih), kemudian dinginkan selama 10
menit
4. Buang Carbol fuchsin dari sediaan satu persatu perlahan-
lahan dengan cara dibilas menggunakan air mengalir
mulai dari bagian slide yang bekuan tebal
5. Tuangkan Larutanasam Alkohol pada sediaan, biarkan
selama 3 menit, lalu bilas dengan air mengalir sampai
bersih (tidak tampak sisa zat warna merah
6. Tuangkan Larutan Methilen Blue dan biarkan selama 60
detik
49
7. Buang Larutan Methilen Blue dengan cara bilas dengan
Air mengalir
8. Keringkan sediaan pada rak pengering
9. Periksa sediaan basil tahan Asam (BTA) dibawah
mikroskop dengan pembesaran objektif 100x dengan
bantuan oil imersi.
3) Paca Analitik
Basil Tahan asam yang oleh pengecatan berwarna merah,
berbentuk batang dasar warna biru
a) Pelaporan hasil :
1. 0 BTA /100 LP : BTA negatif
2. 1-9 BTA/100 LP : Scanty (tulis Jumlah BTA yang
ditemukan)
3. 10-99 BTA/ 100 LP : +1 (posistif Satu)
4. 1-10 BTA / 1 LP Periksa min. 50 LP : +2 (positif Dua)
5. 10 BTA /LP periksa min. 20 LP : +3 (positif tiga )
A. Faktor-faktor kesalahan pada pemeriksaan BTA
a) Negatif Palsu Tinggi (kesalahan Besar )
1. Pemeriksaan Mikroskopis dilakukan terlalu singkat kurang
dari 100 LP
2. Teknik mikroskopik tidak tepat
3. Masalah pewarnaan (BTA pucat, kontras latar belakang
kurang jelas
4. Mikroskop yang kurang baik
5. Kesalahan menyalin laporan hasil
b) Positif Palsu tinggi (kesalahan Besar )
1. Artefak (sediaan kotor, endapan atau kristal reagen )
dibaca sebagai BTA
2. Kontaminasi BTA dalam Oil imersi dari sediaan positif
sebelumnya
3. kesalahan menyalin laporan
c) Kesalahan Menghitung
50
1. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan terlalu singkat kurang
dari 100 LP
2. Tekhnisi tidak mengerti skala pelaporan BTA
3. Tekhnik pewarnaan yang jelek
4. Mikroskop yang kurang baik
3.6 Pemeriksaan Urine Lengkap
3.6.1 Pemeriksaan Urine Rutin
Urinalisis merupakan tes saring yang paling sering diminta oleh
dokter karena persiapannya tidak membebani pasien, lagi pula dengan
perkembangan tes carik celup ditambah peralatan seperti Clinitek,
pemeriksaan urine menjadi tes saring ganda.
Pemeriksaan urine rutin meliputi : jumlah urien, makroskopis
(warna dan kejernihan), berat jenis, protein, glukosa serta pemeriksaan
sedimen.
3.6.2 Specimen
Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas.
Sekresi vagina, perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan
uretra pada pria dapat mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus,
protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine
dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu
diberitahu agar membuang beberapa millimeter pertama urine sebelum
mulai me-nampung urine. Pasien perlu membersihkan daerah genital
sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan
tampon yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang
diperlukan kateterisasi untuk memperoleh spesimen yang tidak
tercemar.
Meskipun urine yang diambil secara acak (random) atau urine
sewaktu cukup bagus untuk pemeriksaan, namun urine pertama pagi
hari adalah yang paling bagus. Urine satu malam mencerminkan
periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsur-unsur yang
terbentuk mengalami pemekatan.
51
Gunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin.
Hindari sinar matahari langsung pada waktu menangani spesimen
urin. Jangan gunakan urin yang mengandung antiseptik.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air
kecil. Penundaan pemeriksaan terhadap spesimen urine harus
dihindari karena dapat mengurangi validitas hasil. Analisis harus
dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah pengambilan spesimen.
Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain : unsur-unsur
berbentuk dalam sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam,
urat dan fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga
mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain, bilirubin dan
urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari,
bakteri berkembangbiak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
mikrobiologik dan pH, glukosa mungkin turun, dan badan keton, jika
ada, akan menguap.
3.6.3 Pemeriksaan Makroskopik
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan
makroskopik : warna dan kekeruhan. Urine normal yang baru
dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan
berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas
warna sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak
berwarna, urine pekat berwarna kuning tua atau sawo matang.
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan
urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa).
a. Jumlah Urine.
Jumlah urine dapat diukur dengan urine 24 jam, urine 12 jam,
timed specimen pada pemeriksaan tertentu serta urine tertentu,
jumlah urine berkaitan dengan faal ginjal,kesimbangan cairan
tubuh serta penafsiran hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi
kuantitatif urine.
b. Warna urine
52
Warna urine diuji pada tebal lapisan 7 – 10 cm dengan cahaya
tembus. Ada beberapa macam hasil yaitu : tak berwarna, kuning
mudea, kuning, kuning tua,kuning bercampur merah, merah
bercampur kuning, merah, coklat, kuning bercampur hijau, putih
susu dll. Per-ubahan warna urine disebabkan oleh : obat-obatan,
darah, mikro-organisme, zat warna normal maupun abnormal, pus,
protein dll.
Beberapa contoh penyebab perubahan warna urine antara lain :
Warna Kemungkinan / Penyebab
Hijau Bilirubinuria
c. Kejernihan urine
Kejernihan dapat diperiksa dengan cara yang sama dengan
pemeriksaan warna urine. Ada beberapa macam hasil yaitu : jernih
(normal), agak keruh, keruh, keruh dan sangat keruh. Kekeruhan
urine disebabkan oleh bakteri, sedimen, lemak, dll, kekeruhan
juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau
protein dalam urin.
d. Bau urine
Bau urine semula (bukan bau akibat dibiarkan tanpa pengawet)
memiliki makna. Bau normal disebabkan oleh asam-asam organic
yang mudah menguap. Bau abnormal dapat disebabkan oleh :
53
1) Makanan mengandung atsiri (jengkol,petai,durian,dll)
2) Obat-obatan (mentol, terpentin dll)
3) Amoniak (perombakan ureum menjadi amoniak oleh bakteri)
4) Ketonuria (bau aseton)
5) Bau busuk (perombakan protein)
3.6.4 Analisis Dipstick
Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang
ditempeli kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu
sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dip merupakan
analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit.
Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah :
glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah,
keton, nitrit, dan leukosit esterase.
54
Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh
karena itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan
seperti yang tertera dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang
reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat,
agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip
harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada
perubahan warna.
55
jenis urine normal adal;ah 1.016 – 1.022. Berat jenis urine
berhubungan dengan dieresis. Semakin besar dieresis, makin
rendah berat jenisnya.
d. Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di
glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi
protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl
dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan
sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak
seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah
yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air
panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan
ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit
ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes
mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin
dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif
untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.
Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna
Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang
sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
e. Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus
muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria
(kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal
terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria
umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat
terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam
darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk
menunjang diagnosis diabetes mellitus.
56
Glukosuria ditentukan dengan reaksi reduksi menggunakan
reagen Benedict (terbaik), Fehling dan Nylander. Cara lainnya
adalah menggunakan carik celup. Untuk pengukuran glukosa urine,
reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase
(POD) dan zat warna.
f. Benda keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-
hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat
karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-
hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan
sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks
ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah
mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila
kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui
batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine
terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat
(kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah
karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan
gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis.
diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak
atau protein, febris.
Benda-benda keton (aseton, aseto asetat dan beta hidroksi
butirat) didalam urine diperiksa dengan menggunakan urine segar
karena aseton mudah menguap. Cara pemeriksaan dapat dilakukan
dengan cara Rothera, cara Gerhardt atau menggunakan carik celup.
g. Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk
(terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga
mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine
bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada
57
ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus
obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
h. Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin
terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus
mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar
urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi
empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine
oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila
fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen
dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan
hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai
pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau
anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar
(toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar),
penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,
mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine
menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas,
penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya
sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang
berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum
atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang
sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
i. Urobilin
Urine segar praktis tak mengandung urobilin. Urobilin baru
muncul kemudian setelah urobilinogen mengalami oksidasi. Cara
yang dipakai adalah menggunakan Schlesinger.
58
BAB IV
HASIL PRAKTEK BELAJAR KLINIK 2
1. Darah Rutin
2. LED
B. IMUNOSEROLOGI/IMUNOHEMATOLOGI
1. HIV
59
2. HBs-Ag
3. HbA1c
4. Narkoba
5. Crossmatch
6. Golongan Darah/rhesus
C. FAAL HEMOSTASIS
1. PT/APTT
D. KIMIA KLINIK
1. Glukosa
2. Asam Urat
3. Kolesterol
4. Ureum
5. Kreatinin
6. Trigliserida
7. SGOT/SGPT
8. Elektrolit
E. URINALISA
1. Makroskopik Urine
2. Mikroskopik Urine
3. Kimia Urine
F. BAKTERIOLOGI
1. BTA TBC
60
2. BTA MH
61
BAB V
PEMBAHASAN
(2009) bahwa penanggung jawab laboratorium rumah sakit adalah seorang dokter
oleh seorang dokter umum yang telah mendapat pelatihan mengenai manajemen
dan teknis dibidang laboratorium klinik. Staf laboratorium klinik RS terdiri dari
tenaga analis, perawat, tenaga administrasi, dan tenaga lain untuk menunjang
Gorontalo yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
dilaksanakan mulai dari tanggal 6 Juli - 26 Juli 2019. Selama 3 hari mahasiswa
62
laboratorium, melakukan penanganan spesimen di bawah bimbingan dan arahan
dan arahan dari para pembimbing lab, melakukan pencatatan hasil pemeriksaan
laboratorium di bawah bimbingan dan arahan dari para pembimbing lab, tanya
klinik rumah sakit. Kepala Instalasi Laboratorium RSUD. Prof. Dr. H. Aloei
Saboe ialah dr. Mety N. Mokoginta, Sp.PK, seorang dokter patologi klinik Dr.
Nurliana Ibrahim, M.Kes, Sp.PK, kepala ruangan ialah Bapak Abdul Wahab
Laboratorium Medik).
Laboratorium Medik adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan Teknologi
Laboratorium Medik atau analis kesehatan atau analis medis dan memiliki
kompetensi melakukan analisis terhadap cairan dan jaringan tubuh manusia untuk
kesehatan atau analis medis. Oleh karena itu, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
dilakukan oleh mahasiswa Program Studi (Prodi) DIII Analis Kesehatan selaku
63
guna untuk memberi mahasiswa akan pengetahuan dan pengalaman secara
langsung di lapangan yang nantinya akan sangat berguna dalam dunia kerja.
Kegiatan Praktek Belajar Klinik II ini dilakukan selama 21 hari kerja terhitung
sejak tanggal 06 Juli sampai 26 Juli 2019. Yang bertindak sebagai Pembimbing
Prof. Dr. H. Aloei Saboe terbagi menjadi beberapa ruang pemeriksaan yaitu ruang
Hematologi, ruang Kimia Klinik, ruang Klinik Rutin, ruang Mikrobiologi, dan
Bank Darah.
64
Seorang analis kesehatan memiliki skill (keterampilan) daam melakukan
pengambilan darah baik venipuncture maupun skinuncture. Untuk melakukan
venipuncture terdapat tiga lokasi yang menjadi tempat ideal pengambilan darah
vena yaitu mediana cubiti vein, cephalic vein dan basilica vein. Menurut
pernyataan Strasinger dan Marjorie (2016) bahwa ketika darah tidak didapat dari
fungsi vena yang pertama, flebotomis harus memilih tempat lain dan mengulangi
prosedur menggunakan jarum baru. Selain itu, perlu juga melakukan komunikasi
dengan pasien serta keluarga pasien yang hendak diambil darah. Sehingga tetap
terjalin kesinambungan antara knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan
attitude (sikap).
Pemeriksaan yang dilakukan di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe dapat dibagi
menjadi dua secara garis besar yaitu pemeriksaan manual, pemeriksaan semi-
otomatis dan pemeriksaan otomatis. Pemeriksaan manual ialah pemeriksaan yang
dilakukan tanpa menggunakan alat yang menyajikan hasil secara instan,
Pemeriksaan yang tergolong secara manual ialah pemeriksaan BTA, pemeriksaan
HIV, pemeriksaan HBs-Ag, pemeriksaan narkoba dan pemeriksaan golongan
darah/rhesus. Pemeriksaan semi-otomatis ialah pemeriksaan yang pelaksanaannya
masih menggunakan bantuan manusia dengan hasilnya melalui alat pemeriksaan.
Pemeriksaan yang tergolong dalam pemeriksaan semi-otomatis ialah pemeriksaan
HbA1C dan pemeriksaan faal hemostasis. Sedangkan pemeriksaan otomatis ialah
pemeriksaan yang dilakukan dengan bantuan alat pemeriksaan yang menyajikan
hasil secara instan (otomatis). Pemeriksaan yang tergolong otomatis ialah
pemeriksaan hematologi, kimia klinik, urinalisa, dan pemeriksaan elektrolit.
Pemeriksaan BTA merupakan pemeriksaan Bakteriologi yang dilakukan
secara kualitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi adanya bakteri Basil
Tahan Asam (BTA) dalam sputum (dahak) orang yang diduga terjangkit penyakit
Tuberculosis (TBC). Untuk melakukan pemeriksaan ini, petugas labortaorium
akan menerima dahak dari pasien yang akan diperiksa. Setelah itu, sampel akan
diteruskan ke ruang mikrobiologi khusus pemeriksaan BTA. Metode pemeriksaan
yang digunakan ialah pewarnaan Ziehl Neelsen. Prinsip kerja metode Ziehl
Neelsen menurut Arianda (2015) ialah dinding bakteri yang tahan asam
mempunyai lapisan lilin dan lemak yang sukar ditembus cat, dengan pengaruh
65
fenol dan pemanasan maka lapisan lilin dan lemak itu dapat ditembus cat basic
fuchsin. Pemeriksaan BTA yang dilakukan di laboratorium RSUD. Prof. Dr. H.
Aloei Saboe ialah BTA Tuberculosis dan BTA Lepra dimana hasil pemeriksaan
BTA diinterpretasikan secara semi-kuantitatif yaitu mulai dari Negatif (-), Positif
1 (1+), Positif 2 (2+), dan Positif 3 (3+) dan seterusnya.
Pemeriksaan HIV merupakan jenis pemeriksaan yang dilakukan secara
kualitatif untuk mengidentifikasi adanya infeksi penyakit HIV/AIDS. Sampel
yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah darah utuh, plasma atau
serum. Oleh karena itu membutuhkan sampel tersebut maka dilakukan praktek
sampling yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu venipuncture. Darah vena yang
telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabung vakum bertutup ungu
(EDTA) dan dilakukan sentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 3500 rpm
hingga serum dan sel-sel darah terpisah. Serum yang telah dipisahkan selanjutnya
digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan HIV. Metode yang digunakan dari
pemeriksaan ini ialah immunokromatografi dengan alat yang digunakan ialah
rapid test. Prinsip kerja menurut Hartati, dkk (2014) ialah untuk mengetahui
adanya antibodi spesifik secara kualitatif terhadap infeksi virus HIV dalam serum
penderita dengan menggunakan metode Imunokromatografi Rapid Test. Hasil
pemeriksaan diinterpretasikan dengan Negatif (-) apabila terdapat garis control,
Positif (+) apabila terdapat garis control dan garis test, dan Invalid apabila
terdapat garis test tanpa garis control atau tidak terdapat kedua garis tersebut.
Dalam tiga minggu terakhir ini selama PBK terdapat kasus HIV positif sebanyak
4 dari 15 orang pasien.
Pemeriksaan HBs-Ag merupakan pemeriksan kualitatif untuk menegakkan
diagnosa adanya penyakit hepatitis B pada seseorang melalui serum darah yang
diperiksa. Sama halnya dengan pemeriksaan HIV, pemeriksaannya menggunakan
strip rapid test dengan prinsip imunokromatografi. Apabila hasil test reaktif maka
alat akan menunjukkan dua garis berwarna, yaitu pada area tes (P=positif) dan
area kontrol (C=kontrol). Menurut Wijayanti (2016) apabila hanya satu warna
yang tergambar pada area kontrol, maka interpretasinya yaitu nonreaktif.
Sedangkan jika tidak ada warna yang terbentuk, maka pemeriksaan tersebut tidak
66
valid. Dalam tiga minggu terdapat pasien positif Hepatitis B sebanyak 3 orang
dari 18 pasien.
Pemeriksaan golongan darah dan rhesus merupakan pemeriksaan imunoserolgi
untuk menenetukan golongan darah seseorang. Penetapan golongan darah dan
rhesus terbilang cukup mudah yaitu cukup dengan meneteskan darah pada slide di
tiga titik. Tiap tetes darah diberi masing-masing satu sera secara berurutan yaitu
sera anti-A, sera anti-B, sera anti-AB dan sera anti-D (untuk rhesus). Jika terjadi
aglutinasi (penggumpalan) pada sera anti-A dan sera anti-AB maka golongan
darah A. Jika terjadi aglutinasi pada sera anti-Bdan sera anti-AB maka golongan
darah B. Jika terjadi aglutinasi pada ketiga sera anti-A, anti-B dan anti-AB maka
golongan darah AB dan jika tidak terjadi aglutinasi pada ketiga sera tersebut maka
golongan darah O. Kemudian, jika terjadi aglutinasi pada sera anti-D maka rhesus
positif (+) dan jika tidak maka rhesus negatif (-). Dalam tiga minggu terakhir
terdapat 287 pemeriksaan golongan darah.
Pemeriksaan narkoba merupakan pemeriksaan semi-kuantitatif yang
digunakan untuk mengetahui adanya zat adiktif dalam specimen urine sehingga
dapat diketahui seseorang telah mengonsumsi narkoba. Pemeriksaan narkoba di
RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe banyak dilakukan oleh Calon Mahasiswa Baru
sebagai salah satu syarat pemenuhan berkas di salah satu universitas. Sama halnya
dengan pemeriksaan HIV, pemeriksaan narkoba menggunakan rapid test dengan
specimen urine sehingga prinsip kerjanya ialah imunokromatografi. Menurut
Oktaviani, dkk (2015) prinsip dari pemeriksaan ini adalah narkoba yang terdapat
pada urine akan berkompetisi dengan konjugat, narkoba akan berikatan dengan
antibodi spesifik. Jika urine mengandung narkoba, antibodi spesifik akan
berikatan dengan narkoba, sehingga tidak timbul warna, sedangkan jika urine
tidak mengandung narkoba, antibodi spesifik akan berikatan dengan konjugat
narkoba sehingga timbul warna. Jenis narkoba yang diperiksa dalam rapid test
ialah Amphetamine (AMP), Marijuana (THC), dan Morphin (MOP). Dalam tiga
minggu selama PBK, tidak terdapat kasus pemeriksaan narkoba positif sebanyak
95 orang pasien.
Pemeriksaan Hematologi merupakan pemeriksaan kualitatif secara otomatis
untuk menghitung jumlah sel darah merah (RBC), sel darah putih (WBC), keping
67
darah (PLT), hematokrit (HCT/PCV), Hemoglobin, Diff Count, dan lain-lain
sekitar terdapat 18 parameter pemeriksaan. Pemeriksaan ini menggunakan alat
Hematology Analyzer dimana prinsip kerjanya ialah flowcytometri dimana sel-sel
darah akan melewati celah sempit sehingga ribuan sel dialirkan melalui celah
tersebut satu per satu kemudian silakukan perhitungan sel dan ukurannya. Dalam
tiga minggu selama PBK terdapat 628 pemeriksaan hematologi.
68
Pemeriksaan faal hemostasis ialah pemeriksaan kuantitatif untuk menentukan
laju proses hemostasis (pembekuan darah). Pemeriksaan yang dilakukan ialah
pemeriksaan PT/APTT. PT (Prothrombin Time) dilakukan untuk mengukur secara
langsung kelainan secara potensial dalam sistem tromboplastin ekstrinsik (fi
brinogen, protrombin, faktor V, VII dan X). Menurut Kemenkes RI (2011) nilai
meningkat pada defisiensi faktor tromboplastin ekstrinsik, defisiensi vit.K, DIC
(disseminated intravascular coagulation), hemorrhragia pada bayi baru lahir,
penyakit hati, obstruksi bilier, absorpsi lemak yang buruk, lupus, intoksikasi
salisilat. Nilai menurun apabila konsumsi vit.K meningkat. APTT (Activated
Partial Thromboplastin Time) digunakan untuk mendeteksi defisiensi sistem
thromboplastin intrinsik (faktor I, II, V, VIII, IX, X, XI dan XII). Menurut
Kemenkes RI (2011) meningkat pada penyakit von Willebrand, hemofilia,
penyakit hati, defisiensi vitamin K. Menurun pada DIC sangat awal, hemorrhagia
akut, kanker meluas (kecuali mengenai hati). Dalam tiga minggu selama PBK,
terdapat 25 pemeriksaan PT/APTT.
Pemeriksaan kimia klinik merupakan pemeriksaan kuantitatif untuk
menentukan zat-zat kimia dalam spesimen serum darah. Pemeriksaan kimia klinik
yang sering dilakukan ialah pemeriksaan glukosa, asam urat, kolesterol, ureum,
kreatinin, trigliserida, SGOT dan SGPT. Pemeriksaannya menggunakan alat
Fotometer Full Automatic sehingga hasilnya dapat terbaca dengan instan dalam
waktu yang relative singkat. Prinsip kerjanya ialah fotometri dimana sampel yang
dimasukan ke dalam alat akan dicampurkan dengan reagen tertentu dan
dilewatkan pada suatu gelombang cahaya dengan panjang gelombang tertentu,
hasil absorbansi cahaya tersebut akan menadakan konsentasi jumlah zat kimia
yang ingin diketahui. Selama dua minggu selama PBK terdapat 1153 pemeriksaan
kimia klinik yang terbagi atas 246 pemeriksaan glukosa, 103 pemeriksaan asam
urat, 124 pemeriksaan kolesterol, 219 pemeriksaan ureum, 360 pemeriksaan
kreatinin, 97 pemeriksaan trigliserida, dan 4 pemeriksaan SGOT/SGPT.
Pemeriksaan elektrolit merupakan pemeriksaan kuantitaif untuk menentukan
jumlah elektrolit dalam sampel serum atau plasma. Pemeriksaan eleketrolit
menggunakan alat Electrolyte Analyzer dengan parameter pemeriksaannya ialah
ion natrium (Na+), ion kalium (K+) dan ion klorida (Cl-). Alat ini menggunakan
69
prinsip ISE (Ion Selective Electrode) dimana serum yang mengandung ion-ion
elektrolit masuk dalam alat dibagian elektroda maka akan timbul potensial listrik
yang sebanding dengan konsentrasi ion elektrolit tersebut. Selama tiga minggu
selama PBK terdapat 86 pemeriksaan elektrolit.
Pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan untuk mengetahui rata-rata
kadar gula darah dalam waktu 3 bulan sebelumnya sebagai indikator penentu
diabetes meliitus. Menurut Wahyudhie (2011) prinsip pemeriksaan HbA1c adalah
mengukur persentasi hemoglobin sel darah merah yang diselubungi oleh gula.
Semakin tinggi nilainya berarti kontrol gula darah buruk dan kemungkinan
komplikasi semakin tinggi. Pemeriksaan HbA1c menggunakan alat I-Chamber
sebagai alat inkubasi dan I-Chroma sebagai alat penghitung konsentrasi HbA1c
satuannya dalam bentuk % atau mmol/L. Dalam tiga minggu selama PBK terdapat
59 pemeriksaan HbA1c.
Pemeriksaan urinalisa merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara
kualitatif, semi-kuantitatif maupun kuantitatif terhadap spesimen urine.
Pemeriksaan urinalisa terbagi menjadi tiga yaitu pemeriksaan makroskopis urine,
pemeriksaan kimia urine dan pemeriksaan mikroskopis urine. Pemeriksaan
makroskopis urine merupakan pemeriksaan kualitatif yang dilakukan untuk
menguji spesimen urine secara fisik diantaranya yaitu volume, warna, kejernihan,
bau dan massa jenis urine. Pemeriksaan makroskopis urine yang dilakukan di
RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe hanya sebatas warna dan kejernihan urine
dengan menggunakan metode organoleptis. Menurut Kurniawan (2014) warna
normal urine kuning muda, kuning tua disebabkan oleh urobilin dan urokhrom.
Warna abnormal urine yaitu warna hijau karena obat-obatan, warna merah karena
hemoglobin, porfirin dan porfoblin, warna cokelat karena bilirubin dan hematin,
warna putih susu karena zat-zat lemak pus, getah prostat dan lain-lain. Sedangkan,
pemeriksaan kejernihan urine menurut Arianda (2015) dilakukan untuk melihat
kejernihan urine pada saat urine baru dikeluarkan secara visual pada cahaya
tembus. Normalnya kejernihan urine adalah kuning jernih atau agak keruh.
Pemeriksaan makroskopis urine dilaporkan bersamaan dengan pemeriksaan kimia
urine. Dalam tiga minggu selama PBK terdapat 277 pemeriksaan urinalisa.
70
Pemeriksaan kimia urine merupakan pemeriksaan kuantitatif yang dilakukan
terhadap urine untuk mengetahui kandungan zat kimia tertentu dalam urine antara
lain glukosa urine, protein urine, bilirubin urine, urobilinogen urine dan kalsium
urine. Pemeriksaan kimia urine yang dilakukan laboratorium RSUD. Prof. Dr. H.
Aloei Saboe ialah dengan menggunakan alat semi-automatis, Urine Analyzer.
Prinsip Kerja Urine Analyzer menurut Hasmayadi (2013) yaitu Urine Analyzer
membaca strip tes urine pada kondisi standar dengan menghilangkan faktor-faktor
yang diketahui dapat mempengaruhi evaluasi secara visual pada strip tes urine,
menyimpan hasil ke memori dan menampilkan hasil melalui printer built-in.
Dalam dua minggu terakhir selama PBK, terdapat 107 kali pemeriksaan kimia
urine. Pemeriksaan mikroskopis urine merupakan pemeriksaan kualitatif, semi-
kuantitatif maupun kuantitatif terhadap urine untuk menentukan adanya unsur-
unsur tidak larut dalam urine yang disebut sedimen urine. Pemeriksaan
mikroskopis urine dilakukan bersamaan dengan kimia urine menggunakan alat
Urine Analyzer dengan parameter yang digunakan ialah eritrosit, leukosit dan sel
epitel.
Pemeriksaan Crossmatch merupakan pemeriksaan untuk menentukan
kecocokan akan darah pasien (resipien) dan darah pendonor sebelum melakukan
transfusi darah. Pemeriksaan crossmatch tidak dilakukan di Laboratorium RSUD.
Prof. Dr. H. Aloei Saboe tetapi dilakukan di instalasi Bank Darah. Hal ini juga
merupakan salah satu ilmu yang harus dikuasai oleh analis di bidang Imuno-
hematologi. Menurut Purwanti (2017) prinsip pemeriksaan crossmatch metode
tabung adalah sel donor dicampur dengan serum penerima (Mayor Crossmatch)
dan sel penerima dicampur dengan serum donor (Minor Crossmatch) dalam
bovine albumin 20% akan terjadi aglutinasi atau gumpalan dan hemolisis bila
golongan darah tidak cocok. Darah yang telah dilakukan Crossmatch kemudian
disimpan dan akan dikeluarkan oleh petugas Bank Darah ketika telah diperlukan
untuk transfusi. Selama tiga minggu selama masa PBK terdapat 287 pemeriksaan
crossmatch.
Di akhir masa PBK, mahasiswa melaksanakan penyusunan laporan yang
merupakan salah satu bentuk tugas dan evaluasi yang diberikan kepada kampus
kepada mahasiswa PBK. Laporan tersebut akan dievalusi pihak kampus dengan
71
tujuan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan mahasiswa PBK melalui
pembelajaran dan pengalaman yang didapatkan selama praktek berlangsung.
Evaluasi ini berbentuk presentasi kelompok yang kami beri judul “Hasil Prakterk
Belajar Klinik 2 di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe”. Pada tanggal 26 Juli 2019,
pihak kampus STIKES Bina Mandiri Gorontalo melakukan penarikan mahasiswa
PBK dari RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Dengan dilakukannya penarikan
mahasiswa praktek, maka berakhir pula kegiatan Praktek Belajar Klinik 2 (PBK
2) yang dilakukan.
72
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kegiatan Praktek Belajar Klinik (II) kurang lebih selama 3 minggu,
yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe,
peserta mendapat pengalaman dan tambahan ilmu dalam hal ini pemeriksaan
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan kepada pihak laboratorium RSUD. Prof.
Dr. H. Aloei Saboe ialah perlunya control bahan dan alat dengan melakukan
pengadaan bahan dan alat yang telah habis seperti reagen untuk pemeriksaan
hamatologi analyzer dan harus di sediakan juga APD lengkap untuk setiap
ruangan yang melakukan pemeriksaan di laboratorium.
73
DAFTAR PUSTAKA
Arianda, Dedy. 2015. Kimia Klinik Seri 1 : Sistem Urinearia dan Pemeriksaan
Urinealisa. AM-PUBLISHING : Bekasi
Chairlan dan Estu Lestari. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan (Manual of Basic Techniques for A Health Labortaory) Edisi 2.
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Harti, Agnes S., Amalia A., Siti M., Estuningsih, dan Heni N. K. 2014.
Pemeriksaan HIV 1 Dan 2 Metode Imunokromatografi Rapid Test Sebagai
Screening Test Deteksi AIDS. STIKES Kusuma Husada dan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surakarta. Surakarta
Harti, Agnes S., Estuningsih, dan Heni N. K. 2013. Pemeriksaan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin) Untuk Deteksi Kehamilan Dini Secara
Immunokromatografi. STIKES Kusuma Husada dan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Surakarta. Surakarta
Hurint, Y. D. B., Ade M. R., Agnes E. L., Benilde R. D. S., Desianti R. T.,
Lorentia A. H., Magdalena A. G., Monika K. T., Murniyanti K. Y., Riny K.
S., Rosalina T., dan Yani Amelia Mone. 2014. Laporan Akhir Praktikum
Kimia Klinik II. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang. Nusa Tenggara
Timur
Maryolin, Fitria. 2011. Laju Endap Darah (LED). Universitas Kriten Indonesia.
Toraja
Nursasi, Suci. 2016. Pengambilan Darah Vena dan Darah Kapiler. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Rezky. Makassar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 42 Tahun 2015. Izin Dan
Penyelenggaraan Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik. Jakarta
Permadi, P. S., dan Made R. S. 2010. Penilaian Kadar Serum Thyroid Stimulating
Hormone Sensitive Sebagai Deteksi Dini Pada Kanker Tiroid. Universitas
Udayana. Denpasar
Permana, Angga. 2016. Fungsi Sosial Rumah Sakit Berdasarkan Ketentuan Pasal
29 Ayat 1 Huruf F Undang Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Dikaitkan Dengan Undang Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Universitas Islam Bandung. Jawa Barat
Poetri, Ririn A.S. 2014. Pengambilan Spesimen Darah Vena Pada Nn. BW Di
Ruang Kasuari I RSUD Kabupaten Sorong. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Sorong. Papua Barat
Purwanti, Noor Ari. 2017. Gambaran Jumlah Trombosit Pada Pasien Pre Dan
Post Transfusi 6 Thrombocyte Concentrate (TC) Dan 1
Trombopheresis.Universitas Muhammadiyah Semarang. Jawa Tengah
Rafsan, 2012. Laporan Pemeriksaan Darah Spesimen Darah Manusia. D4 Analis
Kesehatan: Universitas Muhamadiah Semarang
Rahmadhini, Nurul Sahana. 2016. Uji Diagnostik Kecacingan Antara
Pemeriksaan Feses Dan Pemeriksaan Kotoran Kuku Pada Siswa SDN 1
Krawangsari Kecamatan Natar Lampung Selatan. Universitas Lampung.
Lampung
Refa, Safaruddin dan Nadia Artha Dewi. 2013. Hubungan Antara Hba1c Dan
Kadar Lipid Serum Dengan Derajat Berat Retinopati Diabetika. Universitas
Brawijaya. Malang
Sari, N. P. E., Ida A. R. D., Sonia R. N., Zulaini., Mitsue O., dan Akhmad A. W.
I. 2015. Pengujian Kadar Ureum Dengan Metode Bertholet. Universitas
Udayana. Denpasar
Suandana, Aji. Mayunda R., Fani T., I Ngurah A., Intan P. H. 2011. Pemeriksaan
Hemoglobin Metode Sahli. Univeristas Jenderal Soedirman. Poerwokerto
Turgeon, Mary Louise. 2014. Immunology & Serology in Laboratory Medicine 5th
Edition. Mosby Elsevier : Amsterdam
Velina, Vika R., Akmal M. H., dan Efrida. 2016. Gambaran Hasil Uji Widal
Berdasarkan Lama Demam pada Pasien Suspek Demam Tifoid. Universitas
Andalas. Padang
Virella, Gabriel. 2001. Medical Immunology 5th Edition, Revised and Expanded.
Marcel Dekker : New York
Widowati, N., Widdya K. K., M. Rifai A., Shinta D. N. 2016. Morfologi Darah
(Penentuan Jumlah Eritrosit, Hemoglobin, dan Golongan Darah). Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Wijayanti, Ika Budi. 2016. Efektivitas HBsAg – Rapid Screening Test Untuk
Deteksi Dini Hepatitis B. STIKES Kusuma Husada Surakarta. Surakarta
World Health Organization. 2006. The Use of Rapid Syphilis Tests. Sexually
Transmitted Diseases Diagnostics Initiative (SDI) : Switzerland