Anda di halaman 1dari 9

Struktur Kelompok Monyet Ekor Panjang dan Interaksinya dengan Penduduk (Ahmad Arifandy) 19

STRUKTUR KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG


(Macaca fascicularis Raffles, 1821) DAN INTERAKSINYA DENGAN PENDUDUK
SEKITAR SUAKA MARGASATWA PALIYAN
GROUP STRUCTURE OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) AND
THEIR INTERACTION WITH LOCAL COMMUNITIES IN WILDLIFE RESERVE PALIYAN

Oleh: Ahmad Arifandy Hidayat, Universitas Negeri Yogyakarta, ahmadarifandy@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui struktur kelompok monyet ekor panjang di Suaka Margasatwa
Paliyan, (2) mengetahui deteksi dan reaksi monyet ekor panjang terhadap kehadiran manusia di Suaka Margasatwa
Paliyan, (3) mengetahui interaksi monyet ekor panjang dengan penduduk sekitar Suaka Margasatwa Paliyan.
Pengumpulan data struktur kelompok monyet ekor panjang menggunakan metode concentration count dengan
pengamatan dititikberatkan pada pohon tempat tidur kelompok monyet ekor panjang di dua stasiun pengamatan,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) struktur kelompok monyet ekor panjang di stasiun pengamatan satu
habitat terganggu dekat dengan pemukiman sebanyak 33 ekor terdiri dari 9 ekor jantan dewasa, 16 ekor betina
dewasa, 5 ekor juvenile dan 3 ekor Invant. Struktur kelompok di stasiun pengamatan dua habitat tak terganggu
jauh dari pemukiman sejumlah 25 ekor terdiri dari 6 ekor jantan dewasa, 10 ekor betina dewasa, 5 ekor juvenile dan
4 ekor invant (2) monyet ekor panjang stasiun pengamatan dua memiliki tingkat kewaspadaan yang lebih baik
dibandingkan stasiun pengamatan satu dengan perbandingan persentase 64 % : 27 %. (3) Interaksi monyet ekor
panjang dengan penduduk sekitar lebih banyak terjadi pada stasiun pengamatan satu dibandingkan stasiun
pengamatan dua.

Kata kunci: Interaksi, Macaca fascicularis, struktur kelompok, Suaka Margasatwa Paliyan,
Abstract
This study aims to: (1) know the group structure of long-tailed macaque in Paliyan wildlife, (2) determine
the detection and reaction of long-tailed macaques against human presence in Paliyan wildlife, (3) determine the
interaction of long-tailed macaque with a local communities in Paliyan wildlife. Collection data of group structure
long-tailed macaque used a method of concentration count with observations focused on the tree bed group of
long-tailed macaque in the two observation stations, results showed that: (1) the structure of the group long-tailed
macaque at observation station one of the habitat disturbed close to the settlement as 33 macaques consisted of 9
adult males, 16 adult females,5 juvenile macaques and 3 Infant. The structure of the group in the observation
station two, habitats undisturbed away from the settlement amount 25 macaques consists of 6 adult males, 10
females adult, 5 juvenile and 4 infant (2) long-tailed macaque observation station two levels of alertness were
better than observation stations one by comparing the percentage of 64%: 27%. (3) The interaction of long-tailed
macaque with a population of around was a lot more going on than the observation stations of the two observation
stations.

Keywords: Group structure, Interaction, Macaca fascicularis, Paliyan Wildlife,

PENDAHULUAN International Union for the Conservation of


Monyet ekor panjang merupakan jenis Nature and Natural Resources (IUCN)
monyet yang paling banyak ditemukan di hutan – memasukkan monyet ekor panjang dalam
hutan Indonesia, habitatnya tersebar luas di pulau kategori Least Concern (LC) dan Convention on
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali sampai Flores. International Trade in Endangered Species of
monyet ekor panjang dalam peraturan Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkan
perundangan di indonesia belum termasuk monyet ekor panjang dalam kategori appendix II
sebagai satwa liar yang dilindungi, The yang berarti satwa tersebut belum terancam
20 Jurnal Biologi Vol 5 No 8 Tahun 2016
punah, namun dapat terancam punah apabila Margasatwa Paliyan mengakibatkan satwa liar
pengendalian dalam pemanfaatanya tidak monyet ekor panjang keluar untuk mencari pakan
dikendalikan. ke kebun dan ladang masyarakat yang berada di
Kawasan suaka margasatwa adalah luar SM paliyan (BKSDA Yogyakarta, 2005: 1).
kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas Monyet ekor panjang dianggap hama oleh petani
berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis setempat, sehingga apabila monyet ekor panjang
satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat terlihat berada di sekitar perkebunan, petani akan
dilakukan pembinaan terhadap habitatnya mengusir dengan teriakan, bunyi-bunyian dan
(Napitu, 2007: 4). Suaka Margasatwa Paliyan melempar batu ke arah monyet ekor panjang,
terletak pada Kecamatan Paliyan sampai interaksi seperti ini tentunya akan mempengaruhi
Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul perilaku monyet ekor panjang khususnya perilaku
memiliki luas sekitar 434,834 ha yang berkelompok. menurut Suratmo (Widiyanti,
diperuntukkan bagi habitat monyet ekor panjang 2001: 11) perilaku satwa terbentuk atas dasar
(Macaca fascicularis). Penunjukan kawasan rangsangan baik dari dalam yaitu genetik dan
hutan Paliyan sebagai kawasan suaka margasatwa psikologis berupa dorongan kebutuhan akan
salah satunya dimaksudkan untuk melindungi makan. Jarot (2014: 13) mengatakan faktor dari
habitat monyet ekor panjang dan memberi luar yang menyediakan pakan bagi satwa tersebut
tempat khusus agar monyet ekor panjang tidak adalah lingkungan yang berupa kondisi habitat
keluar ke kawasan penduduk (Sulistyo, 2005: 1). alami. Dua faktor tersebut bila dalam kondisi
suaka margasatwa ini sebelumnya digunakan tidak seimbang atau terjadi kerusakan habitat
warga untuk bercocok tanam dengan berladang, maka akan menimbulkan respons perilaku
sampai saat ini masih terdapat ladang warga di mengganggu seperti menyerang kebun atau lahan
dalam kawasan suaka margasatwa. kondisi ini pertanian warga karena adanya pakan yang bisa
mengakibatkan rusaknya ekosistem dalam mereka manfaatkan
kawasan yang berdampak pada terganggunya Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
habitat monyet ekor panjang, sehingga monyet struktur kelompok monyet ekor panjang dan
tersebut mencari makan dan berpindah pada lahan interaksinya dengan masyarakat sekitar Suaka
– lahan pekarangan warga dan ladang – ladang
Margasatwa Paliyan guna mendapatkan data yang
warga yang berada di luar sm. berita yang pernah dapat menjadi rujukan pihak suaka margasatwa
dilansir dengan judul “kera menyerbu lahan paliyan dalam pengelolaan kawasan konservasi.
pertanian” (Pribadi, 2014: 1) Penelitian ini menjadi penting untuk
Masyarakat yang masuk kawasan hutan mendapatkan data struktur kelompok monyet
Paliyan kurang lebih berjumlah 600 petani ekor panjang seperti jumlah individu dalam
berasal dari 4 desa, yaitu Karangasem dan kelompok, seks rasio, hierarki kelompok, respons
Karangduwet yang termasuk wilayah Kecamatan monyet ekor panjang terhadap kehadiran manusia
Paliyan, Jetis dan Kepek yang masuk wilayah sebagai data awal untuk acuan penelitian
Kecamatan Saptosari. Rusaknya ekosistem suaka selanjutnya. Menurut pengelola suaka
Struktur Kelompok Monyet Ekor Panjang dan Interaksinya dengan Penduduk (Ahmad Arifandy) 21
margasatwa paliyan masih diperlukan data-data 2000 meter. Pengamatan dilakukan dengan
penelitian yang mendukung dalam keberhasilan pengulangan sebanyak tiga kali.
konservasi. Metode yang digunakan dalam inventarisasi
monyet ekor panjang di Suaka Margasatwa
METODE PENELITIAN
Paliyan adalah metode penghitungan konsentrasi
Penelitian ini menggunakan desain
(concentration count). Menurut Priyono (2000:
Deskriptif eksploratif yang dilalukan dengan
17), sebelum melakukan kegiatan inventarisasi
metode survey exploratif dan observasi yang
satwa liar dengan menggunakan metode
sesuai kenyataan di lapangan. Hasil data yang
konsentrasi terlebih dahulu perlu diperhatikan
diperoleh kemudian dianalisis, dideskripsikan dan
perilaku satwa liar yang menjadi obyek
dengan perhitungan empiris untuk kemudian
pengamatan serta diketahui dengan pasti lokasi –
disajikan di dalam sebuah laporan.
lokasi yang menjadi pusat semua individu satwa
Penelitian ini dilaksanakan selama satu
liar tersebut berkumpul.
bulan, pada bulan Juni 2016, dengan pembagian
Parameter deteksi, dibedakan menjadi dua
waktu satu minggu observasi dan 3 minggu
kategori, yaitu deteksi awal dan deteksi akhir.
pengamatan di lapangan, hari efektif pengamatan
Respons digolongkan sebagai deteksi awal bila
adalah Senin sampai dengan Jumat. Tempat
primata lebih dulu mengetahui kehadiran
dilakukannya penelitian di Suaka Margasatwa
observer; sedangkan bila observer yang lebih
Paliyan. Stasiun pengamatan dibagi menjadi dua
dulu melihat primata digolongkan sebagai deteksi
yaitu stasiun satu habitat terganggu dekat dengan
akhir. Selanjutnya; untuk analisis respons, data
pemukiman berada pada desa Monggol dan
kecepatan deteksi yang dipakai adalah frekuensi
stasiun dua habitat tak terganggu jauh dari
deteksi awal, karena deteksi akhir hanya
pemukiman berada pada desa Karangduwet.
merupakan kebalikannya saja (Imran, 2002: 100).
Populasi penelitian berupa monyet ekor
Reaksi primata terhadap kehadiran manusia/
panjang di Suaka Margasatwa Paliyan dan sampel
pengamat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu,
penelitian berupa kelompok monyet ekor panjang
reaksi positif, reaksi netral dan reaksi negatif.
di dua stasiun pengamatan, pemilihan sampel
Reaksi digolongkan positif bila primata
dilakukan secara purposiv sampling, di mana
mendekati observer; netral bila kehadiran
pemilihan berdasarkan jarak habitat dengan
observer tidak menyebabkan aktivitas primata
pemukiman penduduk.
menjadi berubah; dan negatif bila kehadiran
Pengamatan monyet ekor panjang
observer menyebabkan aktivitas primata menjadi
dilakukan pada dua stasiun pengamatan, yaitu
berubah (Imran, 2002: 100).
stasiun satu dan stasiun dua. Stasiun satu
Identifikasi interaksi dilakukan dengan
merupakan habitat terganggu dekat dengan
mengamati kegiatan petani penduduk sekitar pada
pemukiman dengan jarak dengan pemukiman
saat berada di hutan, kegiatan yang akan dicatat
sekitar 700 meter, sedangkan stasiun dua yaitu
meliputi semua aktivitas yang mempengaruhi dan
habitat tak terganggu jauh dari pemukiman
berinteraksi langsung dengan monyet ekor
dengan jarak stasiun dengan pemukiman sekitar
22 Jurnal Biologi Vol 5 No 8 Tahun 2016
panjang, aktivitas ini akan dibandingkan antara Cadigan (1972: 49) menyatakan jumlah individu
stasiun pengamatan satu dan stasiun pengamatan rata – rata dalam satu kelompok 27 ekor dengan
dua. Identifikasi ini bertujuan untuk melihat komposisi 4 jantan dewasa, 9 betina dewasa, 7
pengaruh kegiatan manusia khususnya petani ekor remaja dan, 7 anak – anak.
penggarap dengan struktur kelompok dan Kelemahan dari pengelompokan secara
kewaspadan monyet ekor panjang di Suaka kualitatif adalah selang waktu antar kelas umur
Margasatwa paliyan. tidak sama dan terjadinya akumulasi individu
pada suatu kelas umur yang memiliki selang
HASIL DAN PEMBAHASAN terlebar. Hal ini selanjutnya mengakibatkan
1. Struktur Kelompok Monyet Ekor timbulnya gambaran struktur populasi yang
Panjang menurun (Priyono, 1998: 19). Oleh karena itu
Tabel 1. Struktur Umur dan Jenis Kelamin
perlu dilakukan penyusunan populasi pada setiap
Monyet Ekor Panjang Berdasarkan
Ciri Kualitatif. kelas umur ke dalam selang waktu yang sama
Stasiun Kelas Jumlah
Persentase (%) (rata-rata tahunan), yakni dengan membagi
Pengamatan Umur (ekor )
JD 9 29,0
ukuran populasi pada setiap kelas umur dengan
BD 16 51,0
1
Ju 5 16,0 lebar selang kelasnya (Priyono, 1998: 19).
In 3 4,0
Total 33 100,0
JD 6 24,0 Tabel 2. Struktur Umur Monyet Ekor Panjang
BD 10 40,0 dalam Interval Satu Tahun.
2
Ju 5 20,0 Kelas Jumlah Umur Interval Jml
In 4 16,0 St. (%)
Umur (ekor) (th) (th) (ekor)
Total 25 100,0 Infant 3 0 – 1,5 1,5 2 40,00
JD = Jantan Dewasa, BD = Betina Dewasa, Ju = Juvenile 5 1,5 – 4 2,5 2 40,00
Juvenile, In = Infant 1
Dewasa/
25 4 – 21 17 1 20,00
muda
Struktur kelompok monyet ekor Infant 4 0 – 1,5 1,5 3 50,00
Juvenile 7 1,5 – 4 2,5 2 33.33
panjang di stasiun pengamatan satu dijumpai 2
Dewasa/
16 4 – 21 17 1 16,67
sebanyak 33 ekor monyet ekor panjang terdiri muda
St. = Stasiun
dari 9 ekor monyet jantan, 16 ekor monyet
betina, 5 ekor monyet juvenile, dan 3 ekor 3,5

3
monyet Invant. Persentase terbanyak dalam
2,5
kelompok ialah monyet betina sebesar 48,4 % 2

sedangkan persentase terkecil adalah monyet 1,5

1
infant sebesar 9,0 %. Stasiun pengamatan dua
0,5
ditemukan satu kelompok monyet ekor panjang
0
Infant juvenile Dewasa
yang berjumlah 25 ekor yang terdiri dari 6 Stasiun 1 Stasiun 2

monyet jantan, 10 monyet betina, 5 monyet


Gambar 1. Struktur Umur Monyet Ekor Panjang
juvenile, dan 4 monyet infant. Persentase dalam interval umur satu tahun.
terbanyak adalah betina yaitu 40 %, kemudian
Berdasarkan Gambar 1. Populasi monyet
jantan sebanyak 24 %, juvenile 20 %, dan terkecil
ekor panjang yang berada di stasiun pengamatan
merupakan infant sebesar 6 %. Southwick dan
satu yaitu habitat terganggu dekat dengan
Struktur Kelompok Monyet Ekor Panjang dan Interaksinya dengan Penduduk (Ahmad Arifandy) 23
pemukiman tampak mengalami penurunan angka rasionya lebih seimbang dibandingkan pada
kelahiran, hal ini dapat dilihat dari jumlah infant habitat tak terganggu jauh dari pemukiman. Nilai
dan juvenile yang statis yaitu sebanyak 2 ekor seks rasio yang tidak seimbang mengakibatkan
pada interval umur 1 tahun, daerah stasiun angka kelahiran kecil sehingga reproduksi tidak
pengamatan ini merupakan daerah terganggu terjadi secara optimal. Nilai seks rasio yang tidak
yang dekat dengan pemukiman, banyaknya seimbang biasanya ditandai dengan tingginya
gangguan dari lingkungan sekitar menjadi perbedaan jumlah jantan dan betina sehingga
indikasi penyebab tidak stabilnya habitat tersebut. memungkinkan jantan mengawini banyak.
Pada stasiun pengamatan dua angka kelahiran 3. Sistem Hierarki Monyet Ekor Panjang
cenderung naik yaitu dengan ditandai jumlah a. Stasiun Satu
infant sebanyak 3 ekor lebih banyak Tabel 4. Sistem Hierarki/ Hierarki Sosial
Jantan dan Betina Dewasa
dibandingkan jumlah juvenile dan dewasa, yang
Stasiun Pengamatan satu.
menandakan habitat ini relatif lebih stabil
Rank Nama
dibandingkan pada stasiun satu. Menurut
Jantan Jml Betina Jml
Alikodra (1990: 303), struktur umur dapat
I J1 1 B1, B2, B3 3
digunakan untuk menilai keberhasilan II J2, J3 2 B4, B5, B6 3
perkembangbiakan satwa. B7, B8, B9,
J4, J5, J6, B10, B11, B12,
III 6 10
J7, J8, J9 B13, B14, B15,
2. Seks Rasio Monyet Ekor Panjang B16

Tabel 3.Seks Rasio Monyet Ekor Panjang


Dewasa pada Dua Stasiun Pengamatan b. Stasiun Dua

Stasiun
Dewasa Tabel 5. Sistem Hierarki/ Hierarki Sosial
Jantan Betina Jantan dan Betina Dewasa
Pengamatan Seks Rasio
(ekor) (ekor)
Stasiun Pengamatan dua.
1 9 16 1 : 1,77
2 6 10 1 : 1,66
Rank Nama
Seks rasio monyet ekor panjang di Suaka
Jantan Jml Betina Jml
Margasatwa Paliyan pada kelas dewasa di stasiun I J1 1 B1, B2 2
pengamatan satu adalah 1 : 1,77 sedangkan di II J2, J3 2 B3, B4 2
B5, B6, B7,
III J4, J5, J6 3 6
stasiun pengamatan dua adalah 1 : 1,66, B8, B9, B10

perbedaan terlihat pada stasiun pengamatan satu


Data hierarki sosial monyet ekor panjang
di mana seks rasio lebih besar dibandingkan pada
menggambarkan kedudukan masing-masing
stasiun pengamatan dua, menurut Napier dan
individu dewasa dalam kelompoknya. Monyet
Napier ( Mulyati, 2008 :11) menyebutkan bahwa
ekor panjang merupakan hewan yang
seks rasio satu kelompok monyet ekor panjang di
berkelompok dengan sistem multi-male multi-
habitat alami adalah 1 : 2. Seks rasio yang lebih
female, yaitu terdiri dari banyak jantan dan
mendekati habitat alaminya pada stasiun
banyak betina dengan sistim perkawinan tidak
pengamatan satu yaitu 1 : 1,77. Habitat terganggu
pilih-pilih. Jantan biasanya kawin dengan lebih
dekat dengan pemukiman pada stasiun satu seks
24 Jurnal Biologi Vol 5 No 8 Tahun 2016
dari satu betina dan sebaliknya (Karimullah 2011: 4. Deteksi Monyet Ekor Panjang Terhadap
Kehadiran Manusia.
6). Menurut Fuentes dan Dolhinow (Khasan et
al., 2012: 122), tatanan sosial dalam kelompok Tabel 6. Kecepatan Deteksi Monyet Ekor
Panjang terhadap Kehadiran
monyet ekor panjang tersusun secara hierarki
Manusia pada Dua Stasiun
dengan tingkatan tertinggi yaitu betina dominan
Stasiun Satu (1) Stasiun Dua (2)
(alpha female) untuk monyet ekor panjang betina Kategori
Jml Jml
deteksi (%) (%)
(ekor) (ekor)
dan jantan dominan (alpha male) untuk monyet Deteksi Awal 9 27,2 16 64
Deteksi akhir 24 72,7 9 36
ekor panjang jantan yang sekaligus sebagai
Total 33 100,0 25 100,0
pemimpin kelompok .
Hasil pengamatan kategori deteksi
Tabel 4 dan 5 stasiun pengamatan satu
(deteksi awal dan deteksi akhir) monyet ekor
dan dua dapat dilihat jumlah jantan alfa atau
panjang terhadap kehadiran manusia yang telah
kepala kelompok berjumlah satu ekor dengan
disajikan pada Tabel 8. Stasiun pengamatan satu
jantan kode J1, betina alfa atau betina utama
yaitu habitat terganggu jauh dari pemukiman
pendamping jantan alfa berjumlah tiga ekor
memiliki tingkat kewaspadaan yang lebih rendah
dengan kode B1, B2 dan B3, sedangkan pada
dibandingkan pada stasiun pengamatan dua. Hal
stasiun pengamatan dua jantan alfa juga
ini terbukti pada stasiun satu tingkat kewaspadaan
ditemukan satu ekor dengan kode J1 dan betina
dalam kategori deteksi awal monyet ekor panjang
alfa berjumlah 2 ekor dengan kode B1 dan B2,
hanya 27,2 %, sedangkan pada stasiun
betina alfa pada stasiun pengamatan dua lebih
pengamatan dua sebesar 64 %. Ukuran tingkat
sedikit di bandingan pada stasiun pengamatan
kewaspadaan dapat dihitung hanya dengan
satu. Pada saat pengamatan jantan dan betina alfa
melihat kategori deteksi awal, karena deteksi
sering terlihat bersamaan pada dahan pohon yang
akhir hanya kebalikan dari deteksi awal saja.
berdekatan saat mencari makan, pada saat
Tingkat kewaspadaan sangat diperlukan
berjalan pemimpin kelompok sering kali berada
bagi satwa yang hidup liar di alam, karena
di depan memimpin kelompok, tetapi terlihat
kewaspadaan merupakan salah satu fungsi hidup
sesekali jantan alfa berjalan di belakang bersama
berkelompok (Napier dan Napier, 11985; Schaik
monyet jantan lainna. Jantan alfa pada saat
1985). Salah satu parameter sifat alami satwa
pengamatan sering terlihat berada pada dahan
adalah kewaspadaan. Dalam bertahan hidup dan
yang tinggi dan menggoyangkanya. Menurut
beradaptasi fungsi kewaspadaan merupakan hal
Bramantya (2014: 1), jantan alfa memiliki
yang vital sebab dapat menyelamatkan individu
dominasi yang signifikan dalam prilaku agresi,
maupun kelompok dari ancaman gangguan dan
perilaku seksual, menggoyangkan pohon,
predator. Di dalam kelompok monyet tidak hanya
pergerakan, menerima selisik, agonistik, dan
alfa yang berperan dalam menjaga kelompok,
perlindungan terhadap kelompok dibandingkan
semua komponen di dalam kelompok mempunyai
dengan jantan lainnya.
kewajiban yang sama, dengan berperannya
anggota kelompok dalam mendeteksi adanya
Struktur Kelompok Monyet Ekor Panjang dan Interaksinya dengan Penduduk (Ahmad Arifandy) 25
gangguan atau perubahan dalam lingkungannya, observer, sisanya 6 ekor atau 24 % bereaksi
maka primata akan lebih cepat mengetahui netral dan tetap di tempatnya saat bertemu
kehadiran predator atau pengganggu (Imran, observer. Berdasarkan kedua data diatas tidak
2002: 102). ditemukan reaksi positif atau mendekati observer,
5. Reaksi Monyet Ekor Panjang Terhadap reaksi positif biasanya terjadi pada habitat sangat
Kehadiran Manusia.
terganggu seperti obyek wisata Kaliurang.
Tabel 8. Reaksi Monyet Ekor Panjang 6. Identifikasi Interaksi Penduduk dengan
terhadap Kehadiran Manusia di Monyet Ekor Panjang.
Dua Stasiun Pengamatan.
Stasiun pengamatan satu daerah Monggol
Stasiun Satu (1) Stasiun (2)
Kategori Jml Jml yang dekat dengan pemukiman memiliki
(%) (%)
(ekor) (ekor)
Reaksi Positif intensitas interaksi yang lebih banyak
0 00,00 0 00,00
(%)
Reaksi Netral dibandingkan pada stasiun pengamatan dua, hal
11 33,33 6 24,00
(%)
Reaksi Negatif ini diakibatkan banyaknya kegiatan penduduk di
22 66,66 19 76,00
(%) dalam dan sekitar Suaka Margasatwa stasiun
Total 33 100,00 25 100,00
pengamatan satu, kegiatan ini berdampak
Reaksi monyet ekor panjang terhadap
terhadap habitat monyet ekor panjang, menurut
kehadiran manusia dapat dijadikan sebagai
Alikodra (1990: 303) pemukiman dengan segala
parameter untuk melihat respons monyet tersebut
aktivitas penduduk merupakan gangguan dalam
dalam menanggapi kehadiran manusia. Pada
konteks upaya konservasi, karena enclave
habitat alami, satwa akan menganggap kehadiran
mempunyai kecendrungan untuk berkembang
manusia sebagai ancaman atau setidak-tidaknya
dengan mengorbankan kawasan konservasi, serta
merupakan sesuatu yang perlu diwaspadai
penduduk selalu memiliki akses melintas batas
(Imran, 2002: 103) sehingga pada daerah
yang telah ditentukan (Mackinnon et al., 1993).
konservasi seperti Suaka Margasatwa Paliyan
Hasil identifikasi interaksi penduduk sekitar
idealnya kehadiran manusia akan dianggap suatu
Suaka Margasatwa Paliyan dengan monyet ekor
yang perlu diwaspadai oleh monyet ekor panjang.
panjang di stasiun pengamatan satu habitat
Stasiun satu habitat terganggu dekat
terganggu dekat dengan pemukiman yaitu petani
dengan pemukiman, monyet ekor panjang lebih
sering meneriaki monyet ekor panjang, petani
memperlihatkan reaksi negatif yaitu menjauhi
menakuti monyet ekor panjang dengan bunyi-
observer, dari 33 ekor monyet ekor panjang, 22
bunyian dari alat sejenis petasan, petani
ekor atau 66,66 % menjauh dan bereaksi
memelihara anjing yang menjadi gangguan
menghindari observer, selanjutnya 33,33 % atau
monyet ekor panjang, petani memasang jaring
11 ekor beraksi netral dengan tidak bereaksi dan
sekitar lahan pertanian untuk menghalau monyet
tetap pada tempatnya saat melihat observer,
ekor panjang. Stasiu pengamatan dua interaksi
sedangkan pada stasiun pengamatan dua 76 %
yang terjadi ialah petani sering meneriaki monyet
atau 19 ekor monyet ekor panjang
ekor panjang, dan petani memasang jaring sekitar
memperlihatkan reaksi negatif saat bertemu
26 Jurnal Biologi Vol 5 No 8 Tahun 2016
lahan pertanian untuk menghalau monyet ekor DAFTAR PUSTAKA
panjang. Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar.
SIMPULAN DAN SARAN Buku. Bogor: Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayat Innstitut Pertanian Bogor.
Simpulan 303p.
1. Struktur kelompok monyet ekor panjang di
BKSDA Yogyakarta 2005. Suaka Margasatwa
stasiun pengamatan satu habitat terganggu Paliyan. Diakses dari
dekat dengan pemukiman sebanyak 33 ekor bksdadiy.dephut.go.id/halaman/2015/22/S
M_Paliyan.html Pada tanggal 10 Januari
terdiri dari 9 ekor jantan dewasa, 16 ekor 2016.
betina dewasa, 5 ekor juvenile dan 3 ekor Bramantya A. 2014. Hierarki Jantan Dewasa pada
Invant. Struktur kelompok di stasiun Dua Kelompok Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis) di Situs Ciung
pengamatan dua habitat tak terganggu jauh Wanara Karangmulyan, Ciamis. Skripsi.
dari pemukiman sejumlah 25 ekor terdiri Bogor: Departemen Biologi FMIPA IPB.
Imran Said L.T. 2002. Respon Primata Terhadap
dari 6 ekor jantan dewasa, 10 ekor betina
Kehadiran Manusia di Kawasan Cikiniki,
dewasa, 5 ekor juvenile dan 4 ekor invant. Taman Nasional Gunung Halimun. Jurnal
(6)1 Biodiversitas Taman Nasional
2. Monyet ekor panjang stasiun pengamatan
Gunung Halimun. Jakarta: Fakultas
dua memiliki tingkat kewaspadaan yang Biologi Universitas Nasional.
lebih baik dibandingkan stasiun Jarot, D.H. 2014. Perilaku Harian Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis, Raffles
pengamatan satu dengan perbandingan
1821) di Jurang Gondang, Deles Kawasan
persentase 64 % : 27 %. Taman Nasional Gunung Merapi, Klaten
Jawa Tengah. Skipsi S-1. Yogyakarta:
3. Interaksi monyet ekor panjang dengan
Fakultas Matematika dan Ilmu
penduduk sekitar lebih banyak terjadi pada Pengetahuan Alam UNY.
stasiun pengamatan satu dibandingkan Karimullah 2011. Social Organization and
Mating System of Macaca fascicularis
stasiun pengamatan dua. (long tailed macaques). International
Journal of Biology 3 (2):23-31.
Saran
1. Perlunya dilakukan penelitian perbandingan Khasan Fakhri, Bambang Priyono, dan Margareta
Rahaayuningsih. 2012. Studi Awal
pada musim kemarau untuk melihat kondisi Populasi dan Distribusi Macaca
perkembangan struktur kelompok dengan fascicularis Raffles di Cagar Alam
Ulolanang. Unnes Journal of Life Sciene.
latar belakang perbedaan kondisi Semarang: Biologi FMIPA Unnes.
lingkungan pada musim kemarau, Mulyati L. 2008. Perilaku Seksual Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) di Bumi
mengingat penelitian ini dilakukan pada
Perkemahan Pramuka Cibubur Jakarta.
saat musim penghujan. Skripsi. Bogor: FMIPA IPB.
2. Penelitian lanjutan yang berkesinambungan Napier, J.R & P.H. Napier. 1967. A Handbook of
dan menyeluruh di Suaka Margasatwa Living Primate. London: Academic
Press
Paliyan sangat penting untuk dilakukan Napitu,. Ja Posman. 2007. Pengelolaan Kawasan
untuk mengetahui perkembangan populasi Konservasi. Thesis.Yogyakarta :
Departemen Konservasi Sumberdaya
monyet ekor panjang sebagai data Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca
keberhasilan konservasi. Sarjana Universitas Gajah Mada.
Struktur Kelompok Monyet Ekor Panjang dan Interaksinya dengan Penduduk (Ahmad Arifandy)27
Priyono, A . 2000. Buku Panduan Praktek Sofian Effendi. (1982). Unsur-unsur penelitian
Umum Pengenalan Ekosistim Hutan: ilmiah. Dalam Masri Singarimbun (Ed.).
Teknik Inventarisasi Satwaliar. Metode penelitian survei. Jakarta: LP3ES.
Laboratorium Ekologi Satwaliar Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas c. Dari buku terjemahan
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Daniel, W.W. (1980). Statistika nonparametrik
. 1998. Penentuan ukuran populasi terapan. (Terjemahan Tri Kuntjoro). Jakarta :
optimal monyet ekor panjang (Macaca Gramedia.
fascicularis, Raffles) dalam penangkaran
di alam bebas: Studi kasus di PT. Musi d. Dari skripsi/tesis/desertasi
Hutan Persada. Thesis. Bogor: Program
Slamet Suyanto (2009). Keberhasilan sekolah
Magister Sains pada Program
dalam ujian nasional ditinjau dari
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
organisasi belajar. Disertasi, tidak
Sulistyo, Kuspriadi. 2005. Kajian Rencana dipublikasikan. Universitas Negeri
Rehabilitasi Kawasan Suaka Jakarta.
Margasatwa Paliyan. Tesis. Program
e. Dari jurnal:
Pasca Sarjana. Yogyakarta: Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Pritchard, P.E. (1992). Studies on the bread-
improving mechanism of fungal alpha-
Widiyanti, R. D. 2001. Aktivitas Harian Monyet amylase. Journal of Biological
Ekor Panjang dan Pengaruh Terhadap Education, 26 (1), 14-17.
Pengelolaan Hutan Rakyat. Skripsi S-1.
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. f. Dari kumpulan abstrak penelitian atau
proceeding:

Paidi. (2008). Urgensi pengembangan kemam-


a. Contoh jika berasal dari buku teks: puan pemecahan masalah dan metakog-
nitif siswa SMA melalui pembelajaran
Gronlund, N.E. & Linn, R.L. (1990). biologi. Prosiding, Seminar dan
Measurement and evaluation in teaching. Musyawarah Nasional MIPA yang
(6thed.). New York: Macmillan. diselenggarakan oleh FMIPA UNY,
tanggal 30 Mei 2008. Yogyakarta:
b. Dari buku teks yang dirangkum oleh Universitas Negeri Yogya
editor.

Anda mungkin juga menyukai