Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Resusitasi jantung paru ( RJP ) adalah metode untuk mengembalikan fungsi
pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung
yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi
pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan
oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi.
Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan
mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi
kerusakan sel – sel otak rang kemudian diikuti organ – organ tubuh lain. Dengan
demikian pemeliharaan perfusi selebral merupakan tujuan utama pada RJP.
Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha yang dilakukan
terhadap korban yang berada dalam keadaan kegawatdaruratan atau kritis, untuk
mencegah terjadinya kematian. Menurut National Conference of Standars for
C.P.R and Emergency Cardiac Care ( 1973 ) dikembangkan Standar – standar yang
diumumkan sebagai lampiran pada J.A.M.A., Vol.27, No.7 ( 1974: t.h. )dikutip The
Commite on Trauma: American Collage of Surgeon diahlibasakan Yayasan
EssentiaMedica ( 1983 : 17 ) Menyebutkan bahwa RKP merupakan tindakan yang
dilakukan untuk mmulihkan sirkulasi dan vertilasi yang efektif pada orang – orang
yang mengalami penghentian fungsi – fungsi ini secara mendadak dan tidak terduga
– duga. Penybabab umum pada semua kasus kematian mendadak adalah anoksia.
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan karena adanya waktu tertentu diantara
mati klinis atau mati biologis. Kematian klinis terjadi kalau tidak ada denyut nadi
parifer, denyut jantung, sirkulasi yang efektif, pupil melebar dan tidak bereaksi
terhadap rangsangan cahaya, dan tidak ada ventilasi. Jika keadaan ini tidak cepat
ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversible. Sedangkan kematian
biologis merupakan kelanjutan dari kematian klinis sampai titik terjadinya
kerusakan seluler anoksia yang irreversible.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan resusitasi ?
2. Apa saja tujuan dari resusitasi ?
3. Bagaimana indikasi dari resusitasi?
4. Apa saja prinsip – prinsip dari resusitasi ?
5. Bagaimana patofisiologi dari tindakan resusitasi ?
6. Apakah factor risiko dari tindakan resusitasi ?
7. Bagaimana prosedur dan penatalaksanaan dari tindakan resusitasi ?

1.3.TUJUAN
1. Untuk mengetahui penjelasan yang jelas mengenai tindakan resusitasi
2. Untuk mengetahui tujuan dilakukan tindakan resusitasi
3. Untuk mengetahui indikasi dalam tindakan resusitasi
4. Untuk mengetahui prinsip – prinsip dari tindakan resusitasi
5. Untuk mengetahui patofisiologi tentang tindakan resusitasi
6. Untuk mengetahui apa saja factor risiko dari tindakan resusitasi
7. Untuk mengetahui prosedur dan penatalaksanaan tindakan resusitasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat


kegagalan sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna
mencegah kematian biologis. Resusitasi jantung paru ( RJP ) atau juga dikenal
dengan cardio pulmonier resuscitation ( CPR ), merupakan gabungan antara
pijat jantung dan pernapasan bantuan. Teknik ini diberikan pada korban yang
mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup. Komplikasi dari teknik
ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami pendarahan hebat, maka
pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar sehingga
kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak
segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia. RJP harus segera
dilakukan dalam 4 – 6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas dan
henti jantung untuk mencegah kerusakan sel – sel dan lain – lain. Jika penderita
ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalam keadaan mantap
agar jalan nafas tetap bebas dan secret dapat keluar dengan sendirinya.

Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha yang


dilakukan terhadap korban yang berada dalam keadaan kegawatdaruratan atau
kritis, untuk mencegah terjadinya kematian. ( Bambang Priyonoadi. Resusitasi
Kardio Pulmoner ( RKP ) Sebagai salah satu Bekal Keterampilan Profesi Guru
Pendidikan Jasmani. Yogyakarta : Jurnal Cakrawala Pendidikan; 2005 )

2.2. Tujuan Resusitasi

Tujuan dari resusitasi yaitu untuk memenuhi kebutuhan peredaran darah


yang mengandung oksigen ke seluruh tubuh pada jaringan substansi glukosa
untuk keperluan metabolisme dan mengeluarkan sisa pembakaran
karbondioksida.
Tindakan resiusitasi ini merupakan tindakan yang harus dilakukan
dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup. Tindakan resusitasi
ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita
kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar ( Basic life
support ) yang bertujuan untuk oksigenesasi darurat.

Tujuan tahap II ( Advance life support ) adalah untuk memulai kembali


sirkulasi yang spontan, sedangkan tahap III ( Prolonged life support ) adalah
pengelolaan intensif pasca resusitasi.

2.3. Indikasi Melakukan RJP

1. Henti Napas ( Apneu )

Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi


pernapasan baik di sentral maupun ferifer. Berkurangnya oksigen di dalam
tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas
akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila perlangsunganya lama akan
memberikan kelelahan pada otot – otot pernapasan. Kelelahan otot – otot napas
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa – sisa pembakaran berupa gas
CO2, kemudian mempengaruhi SSP dengan menekan pusat napas. Keadaan
inilah yang dikenal sebagai henti napas.

2. Henti Jantung ( Cardiac Arrest )

Pada saat henti jantung secara langsun akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen. Pernapasan yang terganggu ( tersengal – sengal ) merupakan tanda
awal akan terjadinya henti jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat
medik yang bertujuan :
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhebtinya respirasi.
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui RJP.
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

1. Survei primer ( Primary Surgery ),yang dapat dilakukan oleh setiap orang
2. Survey Sekunder ( Secondary Survey ), yang hanya dapat dilakukan olh
tenaga medis dan paramedic terlatih dan merupakan lanjutan dari survey
primer.

2.4. Prinsip – Prinsip Resusitasi

Adapun prinsip – prinsip dari resusitasi antara lain sebagai berikut :

1. Airway ( Jalan Napas )


Sebelum melakukan tahap airway harus terlebih dahulu dilakukan prosedur
awal pada korban / pasien, yaitu :
a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
b. Memastikan kesadaran dari korban / pasien .
c. Meminta pertolongan
d. Memperbaiki posisi korban / pasien.
e. Mengatu posisi penolong.

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan


melakukan tindakan :

a. Pemeriksaan jalan napas


b. Membuka jalan napas
2. Breathing ( Bantuan napas )
Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.
b. Memberikan bantuan napas.
3. Circulation ( Bantuan sirkulasi )
Terdiri dari 2 tahapan :
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.
b. Melakukan bantuan sirkulasi
4. Defibrillation ( Terapi Listrik )
Defibrillation atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah
defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energy listrik. Hal ini
dilakukan jika penyebab henti jantung ( cardiac arrest ) adalah kelainan irama
jantung yang disebut dengan fibrilasi ventrikel.

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi dari cardiac arrest tergantung dari etiologic yang


mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadi kematian adalah sama.
Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya
peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ –
organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,
termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan
korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak
mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit ( Sudden cardiac death ).

2.6. Faktor Risiko

Ada beberapa penyebab henti napas dan juga penyebab henti jantung.
Beberapa hal yang bisa menyebabkan henti jantung dan henti napas diantaranya
yaitu :

1. infark miokard akut, denga komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac


standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru
2. emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru
3. aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravascular.
4. Hipoksi, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan
paruberat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumotoraks,
kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat.
5. Gagal ginjal, karena hyperkalemia.
Henti jantuung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas.
Umumnya, walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut
jantung masih dapat berlangsung terus sampai kira – kira 30 menit.
Pada henti jantung, dilatasi pupil kadang – kadang tidak jells.
Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak
terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik.
Bila terjai dilatasi pupil maksimal. Hal ini menandakan bahwa 50%
kerusakan otak irreversible.

2.7. Prosedur dan Pelaksanaan

1. Tanyakan Kondisi

Langkah pertama yang dialkukan apabila menemukan klien dalam


keadaan tidak sadar adalah menanyakan kondisi klien dan memberikan
stimulus pada klien untuk menyadarkan.

2. memanggil pertolongan

Memanggil pertolongan, pengiriman pesan sederhana dengan “ kode


nol “ atau “ kewaspadaan merah “ bersamaan dengan lokasi klien pada individu
kedua yang kemudian melakukan panggialan darurat.

 Airway ( pembersihan jalan napas )


Jika klien tidak sadar jalan napas harus dibersihkan . jika klien tidur terlentang
aliran udara sebagai atau total dapat tertutup sebab lidah akan jatuh kebelakang
sepanjang rahang bawah. Dengan menggunakan kedua tangan. Kepala
dihiprekstensikan, rahang bawah diangkat ke atas dan mulut ditutup. Dalam
posisi ini, aliran nafas dapat dikontrol melalui hidung. Dalam keadaan bukan
seperti diatas, misalnya jika hidung tersumbat, maka harus dibuka 1 – 2 cm
untuk membiarkan udara lewat rongga mulut.
Cara mengangkat dagu adalah dengan menekan kepala untuk membuka
jalan nafas. Salah satu tangan dapat mengangkat dagu, sedangkan tangan yang
lain diletakkan pada garis rambut. Pengangkatan dagu akan menarik rahang
bawah kedepan, dan pada saat yang sama kepala hiperekstensi dan mulut
terbuka oleh tangan yang lain.
Jika membersihkan jalan napas, dan pertkuranan udara ternyata tidak
efektif maka penghilangan sumbatan jalan nafas harus dilakukan dengan
segera. Untuk itu diperlukan gerakan esmarch untuk membuka mulut.
Pembersihan jalan napas ini juga dilakukan untuk mencegah aspirasi
benda asing ( bolus ), obstruksi karena bolus dapat terjadi tiba – tiba pada saat
makan. Aspiksian segera timbul yang diikuti oleh gangguan kesadaran dan akan
disertai henti jantung dalam beberapa menit.
Jika jalan napas mengalami obstruksi total, klien ini akan megap –
megap dan menggegap lehernya dalam keadaan panic dan tak dapat bernafas
atau berbicara. Penyumbatan karena benda asing biasanya terjadi pada bagian
hipofaring dibawah laring. Benda asing yang masuk dalam system
trakheobronhial jarang menyebabkan penyumbatan jalan nafas.

 Breathing ( Ventilasi dan Oksigen )


Bentuk yang paling sederhana dari ventilasi buatan adalah bantuan napas
penolong yang dapat diberikan pada semua keadaan tanpa alat – alat tambahan.
Cara mulut kehidung lebih disukai daripada cara mulut ke mulut sebab :
a. Pada mulut yang tertutup jalan, napas terbuka secara optimal.
b. Lebih mudah dan aman bagi penolong untuk menempatkan mulutnya
menutup hidung klien.
c. Tekanan insuflasi yang disebabkan oleh penolong berkurang, hal ini
menurunkan bahaya distensi gaster dan kemungkinan regurgitasi.
1. Ventilasi Mulut ke Hidung
Tangan penolong diletakkan sejajar dengan garis batas rambut dan
dibawah dagu, kepala hiperektensi dan menarik rahang bawah kedepan dan
mulut tertutup. Pada klien tidak sadar posisi antara bibir bawah dan dagu
digunakan untuk menutupi hidung.
Penolong berlutut di samping klien, menarik napas dan membuka mulut
dengan lebar, dan , menempatkan sedemikian rupa sehingga menutupi kedua
lubang hidung klien dan bibir penolong atau secara pasti mengelilingi hidung
klien. Hembuskan udara ekspirasi dan setelah selesai mulut penolong diangkat,
lalu Tarik napas kembali.

2. Ventilasi Mulut ke Mulut


Napas bantuan dari mulut ke mulut hanya dikerjakan bila ada sumbatan jalan
napas dihidung. Posisi ibu jari tidak terletak antara bibir bawah dan dagu tetapi
langsung pada puncak dagu , mulut dibuka selebar jari dan tangan yang lain
diletakkan pada batas rambut, ibu jari serta jari telunjuk menekan lubang
hidung hingga tertutup.
Penolong membuka mulutnya lebar – lebar. Menarik napas dan
melakukan mulutnya pada mulut lain yang tidak sadar, lalu menghembuskan
udara ekspirsi. Kemudian perhatikan efek dari ventilasi tadi dengan cara
mendengarkan, merasakan, dan melihat. Ventilasi yang cukup ditandai dengan
:
a. Gerakan naik turunya dada / toraks
b. Terasa adanya aliran udara yang keluar selama ekspirasi.

Apabila ventilasi buatan dilakukakan oleh perawat rumah sakit maka


metode ventilasi diatas tidak tersedia karena tersedianya ( teknik kantong ), dan
masker oksigen yang mempermudah perawat dalam melakukan ventilasi.

Penatalaksanaan teknik ventilasi dengan menggunakan teknik kantong dan


masker memiliki prinsip yang sama dengan metode ventilasi mulut ke hidung.
Pertama, perawat melakukan kepatenan jalan napas dengan melakukan
manuver chin life. Kemudian alat pembuka jalan napas orofaringeal dipasang
bila ada. Berikan bantuan napas 12 kali per menit menggunakan teknik kantong
dan masker.
 Circulation ( Kompres Jantung Luar )
Aliran darah selama kompresi jantung luar didasari oleh dua mekanisme
yang berbeda. Menurut konsep klasik, aliran darah terjadi disebabkan oleh
kompresi jantung antara sternum dan tulang belakang.
Penelitian baru menekankan bahwa jantung secara primer berperan
sebagai konduksi, bukan sebagai pompa, dan yang mempunyai vena – vena
sebagai kapasitor dan arteri sebagai conduit yang mempengaruhi sirkulasi
serebral dan coroner selama Resusitasi Jantung Paru ( RJP). Vena berperan
sebagai reservoir dan berperan rangkaian vena berfungsi sebagai penghalang
aliran retrogasi karena adanya katup. Arteri menunjukkan sedikit
kencenderungan untuk kolaps dan oleh karena harus menerima lebih banyak
darah selama masase buatan. Kompresi jantung yang efektif hanya terjadi bila
titik penekan pada terletak antara sternum dan tulang belakang, volume curah
jantung selama kompresi jantung luar hanya kurang lebih 20 – 40% dari nilai
volum curah jantung saat istirahat walaupun tekniknya tidak memadai.
Kompresi jantung ekspirasi merupakan suatu teknik sederhana yang
dilakukan dengan cara berdiri pada salah satu sisi klien, menempatkan tumit
salah satu tangan ( ujung poksimal telapak tangan ) diatas setengah bagian
bawah sternum, dsn tumit tsngsn lain diatas tangan yang pertama. Kompres
kuat diberikan secara langsung kearah bawah, dan sternum diletakkan dengan
kedalaman 3,75 – 5 cm kemudian dilepaskan dengan tiba – tiba. Irama ini
dipertahankan pada frekuensi 80 – 100% kali per menit. Agar efektif teknik ini
harus dipelajari dengan benar dan diterapkan secara terampil.
Langkah – langkah penolong tunggal untuk melakukan kompresi
jantung luar pada orang dewasa meliputi :
a. Posisi klien harus terlentang datar pada alas yang keras.
b. Penolong berlutut disamping klien.
c. Tentukan titik kompresan pada pertengahan bawah sternum yaitu
dua jari diatas prosesus xipoideus.
d. Kompresi dilakukan dengan menekan sternum kebawah ( sendi siku
ekstensi tegak lurus 180%.
e. Tangan yang satu menumpuk pada tangan lain sedangkan jari jemari
tidak ikut menekan. Yang menekan adalah tumit tangan, sternum
diletakkan kearah tulang belakang kurang lebih 4 cm.
f. Lama kompresi sama dengan lama relaksasi.

Metode satu penolong

Metode satu penolong dimulai dari 30 kali penekanan ( dengan kecepatan 80 -


100 x/menit ), diikuti dengan dua kali ventilasi, setiap tiupan berlangsung selama 1 –
1,5 detik, sedemikian rupa sehingga peniupan kedua dimulai hanya sesudah klien
mengeluarkan seluruh udara eksiprasi.

Metode Dua Penolong

Metode dua penolong, dimulai dengan dua kali tiupan oleh penolong pertama,
sementara penolong keduasegera memulai kompresi dada ( 80 – 100x/menit )jika
denyut karotis tidak teraba, pada saat akhir dari kompresi kelima, penolong pertama
memberikan tiupan. Setiap tiupan - 1,2 detik. Kompresi dada luar segera dimulai lagi
pada saat akhir dari tiupan. Tidak perlu menunggu sampai terjadi ekspirasi, jika klien
diintubasi , ventilasi ( 12 – 16x/ menit) dan kompresi dada ( 80 – 100x/menit ),
dilaksanakan tanpa tergantung masing – masing penolong. Tetapi untuk menjamin
vetilasi alveolar secra adekuat, beberapa tiupan harus dilakukan diantara kompresi
dada.

Evaluasi Keberhasilan

Keberhasilan RJP dapat dievaluasi dengan cara yang sama seperti ketika
mendiagnosis kardiosirkulasi.perubahan yang paling penting yang dapat dikaji perawat
adalah sebagai berikut :

a. Pengecilan pupil
b. Perbaikan sirkulasi kulit dan selaput lender
c. Pulsasi karotis terjadi pada setiap kompresi dada yang efektif. Tetapi pulsasi
yang kuat tidak dapat disimpulkan sebagai kompresi dada yng berhasil tanpa
memperhatikan curah jantung / perfusi serebral/ perfusi miokardial.

Bila denyut karotis tidak teraba da tanda – tanda perfusi adekuat tidak ada, maka titik
kompresi pada dada harus diperiksa, apakah berada pada titik yang benar atau tidak,
dan kemudian kekuatan penekanan dinaikkan. Percobaan pada binatang menunjukkan
bahwa kompresi yang lebih kecil dari niali ambang. Tidak dapat menyebabkan
timbulnya aliran curah jantung. Demikian pula, jika tekanan terlalu kuat dari
seharusnya, tidak menyebabkan curah jantung yang lebih baik . jika cara – cara tersebut
gagal, dapat dicoba dengan menaikkan tungkai bawah kurang lebih 30 derajat dan
menekan betis sehingga memperbaiki aliran balik vena. Tindakan RJP mekanik harus
diteruskan sampai denyut spontan teraba. Kompresi jantung luar dikontraindikasi bila
denyut karotis teraba.
C. OBAT – OBATAN EMERGENCY UNTUK RESUSITASI JANTUNG PARU

1. DOPAMIN

Dopamin adalah suatu katekolamin endogen, merupakan precursor adrenalin.

 Indikasi
Syok kardiogenik pada infark miokard atau bedah jantung.
 Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap sulfat ( sediaan yang mengandung natrium bisulfit ),
takiaritmia, phaeochromocytoma, fibrilasi ventricular, glaucoma sudut sempit.
 Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
a. Infus I.V : ( Pemberianya memerlukan pompa infus ):
b. Bayi : 1 – 20 mcg/kg/menit, infus kontinyu, titrasi sampai respon yang
diharapkan.
c. Anak – Anak : 1 – 20 mcg/kg/menit, maksimum 50 mcg/kg/menit, titrasi
sampai respon yang diharapkan
d. Dewasa : 1 – 5 mcg/kg/menit sampai 20 mcg/kg/menit, titrasi sampai
respon yang diharapkan.infus boleh ditingkatkan 4 mcg/kg/menit pada
interval 10 – 30 menit sampai respon optimal tercapai.
e. Jika dosis > 20 – 30 mcg/kg/menit diperlukan,dapat menggunakan presor
kerja langsung ( seperti epinefrin dan norepinephrine ).
Jika dosis berlebihan dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan.
Selama infus dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia,
nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi, dan tekanan diastolic. Dosis dopamine
juga harus disesuaikan pada pasien yang mendapat antidepresi trisiklik.
 Efek samping yang harus diperhatikan
Sering : denyut ektopik, takikardia, sakit karena angina, palpitasi, hipotensia,
vasokonstriksi, sakit kepala, mual, muntah, dispnea.
Jarang : bradikardia, aritmia ventricular ( dosis tinggi ), gangrene, hipertensi,
ansietas, piloereksi, peningkatan serum glukosa, nekrosis jaringan ( karena
ekstravasasi dopamine), peningkatan tekanan intraocular, dilatasi pupil,
azotemia, polyuria.
 Peran perawat
Monitoring penggunaan obat : tekanan darah, ECG, heart rate, CVP, RAP,
MAP, output urine, jika dipasang kateter artery pulmonary monitor CI, PCWP,
SVR dan PVR

2. DOBUTAMIN

Doputamin adalah simpatomimetic sintetik yang secara


strukturberhubungan dengan dopamine dan tergolong selective. Dobutamine
hindroklorida merupakan serbuk Kristal berwarna putih, agak larut dalam air
dan alcohol. Dobutamin mempunyaipKa 9,4. Dobutamin hidroklorida dalam
perdagangan tersedia dalam bentuk larutan sterildalam aqua pro injection.
Dobutamin hidroklorida merupakan larutan jernih tidak bewarna hingga larutan
bewarna sedikit kekuning – kuningan.

 Indikasi
Penatalaksanaan jangka pendek gagal jantung akibat depresi kontraktilitas
karena penyakit jantung organic atau prosedur pembedahan
 Kontra indikasi
Kontraindikasi pada obat dobutamin adalah hypersensitive terhadap bisulfit (
mengandung bisulfit ) stenoris subaortik hipertrofi idiopatik.
 Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Infus intravena 2,5 sampai 10 mcg/kg/menit, disesuaikan dengan responya
 Efek Samping
Sakit kepala, sesak nafas, takikardia, hipertensi kontraksi vertikel, premature,
angina pectoris, mual muntah, nyeri dan non angina.
 Peran perawat
Monitoring tekanan darah, ECG, heart rate, CVP, RAP, MAP, output urine; jika
kateter arteri pulmonary dipasang, monitor CI, PCPW, and SVR; juga
monitoring serum kalium
3. Magnesium Sulfat ( MgSO4 )

 Indikasi
Direkomendasikan untuk pengobatan torsades depointes pada vertikel
takikardi, keracunan digitalis dan preeklamsi.
 Kontra indikasi
Hipermagnesimia ( Kelebihan magnesium). Hipokalemia ( kekurangan kalium
),anuria ( susah buang air kecil )
 Dosis, Cara Pemberiann dan Lama Pemberian
Dosis untuk Torsades de pointest 1 – 2 gr dilarutkan dengan dektrose 5%
diberikan selama 5 – 60 menit. Drip 0,5 – 1 gr/jam iv elama 24 jam.
 Efek samping
Mual, muntah, terasa haus, darah rendah ( hipotensi ) dan mengantuk

Anda mungkin juga menyukai