PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pusat Penelitian melaksanakan dukungan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
DPR di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran serta diplomasi parlemen. Dukungan Pusat
Penelitian dilakukan melalui:
1) Penelitian perseorangan dan penelitian kelompok;
2) Penerbitan buku;
3) Penerbitan jurnal ilmiah;
4) Pembuatan kajian berupa:
a) Kajian info singkat/policy paper secara periodik;
b) Kajian kebijakan secara periodik;
c) Kajian khusus, baik atas prakarsa Puslit maupun permintaan Alat Kelengkapan DPR dan
Anggota DPR;
5) Penyelenggaraan diskusi, workshop/lokakarya, serta seminar;
6) Pemberian dukungan dalam rangka perancangan undang-undang, pemantauan
pelaksanaan undang-undang, kajian terhadap APBN, kajian terhadap akuntabilitas
keuangan negara, dan pendampingan dalam pelaksanaan fungsi DPR lainnya.
B. Dasar Hukum
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD;
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
6) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara;
7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
8) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005–2025;
9) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
4
10) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian
DPR RI;
11) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata
Tertib sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib;
12) Peraturan Pimpinan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Badan
Keahlian DPR RI; dan,
13) Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.
5
4) Kepangkatan pejabat fungsional sebagian besar masih berada pada jenjang muda dan
madya. Idealnya pejabat fungsional berada pada jenjang utama, sehingga memiliki
kompetensi yang memadai dalam memberikan dukungan keahlian kepada DPR RI; dan,
5) Jumlah dukungan staf tata usaha yang sangat terbatas menyebabkan kurang optimalnya
dukungan teknis dan administrasi yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan para pejabat
fungsional dalam memberikan dukungan keahlian kepada DPR RI.
3. Kelembagaan
Secara kelembagaan, kedudukan BK DPR RI memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai
salah satu unsur pendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR RI di bidang
keahlian yang bersifat organik dan permanen sebagai unsur aparatur pemerintah yang dalam
menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan
DPR RI. Hal ini sejalan dengan mandat Pasal 413 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selanjutnya pelaksanaan fungsi BK
DPR RI diatur dengan Pasal 30 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Perpres No. 27 Tahun 2015 tentang
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
masih memiliki kelemahan sehingga berdampak kepada efektivitas penyelenggaraan tugas
dna fungsi organisasi. Salah satu kelemahan mendasar adalah Eselon I membawahi
langsung Eselon II dan Eselon III, dan Eselon II membawahi Eselon IV. Begitu juga dalam
praktek terbaik, seorang Kepala Badan idealnya dibantu oleh seorang Sekretaris Badan.
b. Output Layanan
Masih adanya persepsi umum tentang tingginya ketimpangan praktek pemberian dukungan
sistem pendukung keahlian dengan yang dibutuhkan kelembagaan dewan selama ini, baik
dari Pimpinan DPR RI maupun Anggota DPR RI menjadi tantangan yang sifatnya khusus bagi
kelembagaan BK DPR RI. Secara umum, kelahiran kelembagaan BK DPR RI pun dibidani oleh
persepsi tersebut dan idealisme dukungan keahlian dalam sistem keparlemenan modern ke
depan. Khusus terhadap output layanan dari Pusat Penelitian (dulu Bidang Pengkajian),
secara produk dan jenis kegiatan sudah sangat variatif dan memiliki kuantitas yang cukup
yaitu hasil penelitian, buku, jurnal, Majalah Info Singkat, penyelenggaraan diskusi, seminar,
dan workshop, serta kegiatan lainnya. Namun demikian disadari bahwa produk tersebut
belum sepenuhnya relevan dan tidak selalu sinkron dengan kebutuhan DPR meskipun setiap
tahun Pusat Penelitian mencoba memperbaiki dan semakin mendekatkan pada kebutuhan
DPR. Misalnya dalam hal penelitian, Pusat Penelitian mengajukan surat permintaan topik
penelitian kepada setiap Komisi selain mendasarkan kepada Program Legislasi Nasional
(Prolegnas). Begitu juga dengan kegiatan diskusi, seminar, dan workshop, diselenggarakan
sesuai isu terkini yang terkait dengan kebutuhan DPR RI.
6
c. Tata laksana
Lemahnya koordinasi dan konsolidasi sangat terasa pada saat pembahasan RUU di AKD yang
melibatkan berbagai stakeholders, yaitu Peneliti, Perancang Undang-Undang, Tenaga Ahli
AKD, Sekretariat AKD, dan staf dari Pemerintah. Khusus terkait dengan koordinasi
pendukung subtansi yaitu antara Peneliti, Perancang, dan Tenaga Ahli AKD belum ada
mekanisme kerja (standard operating procedure) yang dapat dijadikan panduan sehingga
terdapat pembagian tugas yang jelas dan tidak terjadi overlapping antar-tenaga pendukung
serta Di samping mekanisme kerja, adanya regulasi dari instansi induk/pembina pejabat
fungsional di BK DPR RI, pada kenyataannya dapat menjadi faktor penghambat dalam
melaksanakan tugas sebagai unsur pendukung keahlian di DPR RI. Peraturan teknis yang
menjadi panduan bagi penilaian hasil kerja tenaga fungsional banyak yang tidak sesuai
dengan pelaksanaan tugas dan fungsi pejabat fungsional di DPR RI.
7
2) Pengelolaan Kepegawaian yang mandiri
Pelaksanaan tugas dan fungsi BK DPR RI harus didukung oleh jumlah SDM yang ideal dan
berkualitas sesuai dengan tugas dan fungsinya. Di samping itu, dalam hal terjadi kasus di
mana penguasaan bidang keahlian tertentu oleh SDM belum kuat, BK DPR RI dengan
dukungan politik parlemen pun dapat menggunakan SDM dari lembaga lainnya.
4) Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang cukup dan representatif.
8
BAB II
GRAND DESIGN BADAN KEAHLIAN DEWAN
A. UMUM
Peningkatan peran parlemen dalam menjalankan fungsinya menjadi suatu keharusan
yang tak terelakkan di tengah era globalisasi dunia. Peningkatan peran parlemen ini telah
dimulai pada tahun 1997 dalam Konferensi para Ketua Parlemen Negara Uni Eropa yang
membahas tema tentang kualitas legislasi. Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen “The
Complexity of Legislation and the Role of Parliaments in an Era of Globalization” yang
menekankan adanya perubahan dalam masyarakat modern sebagai dampak dari globalisasi dan
merekomendasikan peran baru bagi parlemen. Parlemen tidak lagi sekedar menjalankan mandat
kedaulatan dan konstituensinya, namun terfokus pada upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas legislasi dan bagaimana globalisasi mempengaruhi proses politik dalam perumusan
kebijakannya.1
Masalah ini kemudian ditindak lanjuti melalui World e-Parliament Conference pada tahun
2012 yang menghasilkan Declaration on Parliamentary Openness dan menyerukan kepada
setiap parlemen, baik di pusat maupun daerah, untuk meningkatkan komitmennya bagi
keterbukaan dan keterlibatan masyarakat dalam proses kerja parlemen.2. Parlemen dituntut
untuk meningkatkan budaya keterbukaan, membuka akses informasi dan kemudahan dalam
memperoleh informasi, dan menerapkan teknologi sistem informasi dalam membangun
komunikasi parlemen.
Kondisi ini menuntut adanya sistem pendukung dalam menyediakan informasi yang lebih
berkualitas, kajian-kajian yang lebih responsif dan pro-aktif seperti analisis dampak kebijakan,
yang terfokus pada perkembangan di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan meningkatnya
kompleksitas permasalahan yang dihadapi parlemen yang mensyaratkan peningkatan kapasitas
parlemen dalam hal pengawasan dan perumusan kebijakan serta membuka akses partisipasi
publik dalam proses kerjanya.
Peningkatan peran parlemen inilah yang menjadi salah satu tujuan upaya penguatan
sistem ketatanegaraan sebagaimana tercermin dalam perubahan fungsi lembaga
permusyarawaratan atau perwakilan rakyat yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dalam
Perubahan Keempat Undang-undang Dasar 1945. Hal ini diterjemahkan secara teknis dan
implementatif dalam rumusan peraturan MD3 yang bertujuan menciptakan lembaga perwakilan
rakyat yang lebih profesional, akuntabel, dan demokratis.
Sebagai konsekuensi, perlu dilakukan perbaikan yang tidak hanya bertujuan untuk
mendukung kinerja anggota legislatif saja, melainkan perbaikan kinerja dalam sistem
pendukungnya. Perbaikan kinerja sistem pendukung meliputi pemisahan secara jelas dukungan
pelaksanaan tugas teknis, administratif, dan keahlian.
BK DPR RI yang lahir sebagai hasil dari upaya penguatan kembali parlemen diharapkan
dapat memenuhi harapan akan adanya peningkatan fungsi parlemen di bidang perundang-
1
European Governance Team. 2000. “The Future of Parliamentary Democracy: Transition and Challenge in European
Governance”.
2
“Declaration on Parliamentary Openness”, dalam http://www.openingparliament.org/declaration.
9
undangan, anggaran, pengawasan dan keparlemenan dalam mendukung terwujudnya lembaga
perwakilan rakyat yang lebih profesional, akuntabel, dan demokratis.
Pasal 30 Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan
Badan Keahlian telah mengamanatkan kepada BK DPR RI untuk menyelenggarakan fungsi
penyiapan rumusan kebijakan dan pelaksanaan dukungan perancangan undang-undang, kajian
anggaran, kajian akuntabilitas keuangan negara, penelitian dan kajian keparlemenen kepada
DPR RI.
Melalui mandat ini, BK DPR RI diharapkan mampu:
1) Melaksanakan tugas-tugas yang multifungsi, mulai dari intervensi dalam perumusan
kebijakan perundang-undangan, pengalokasian dan pengawasan anggaran, dan evaluasi atas
kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan oleh eksekutif;
2) Menjadi pusat data dan referensi dan membangun kemudahan akses data yang siap
digunakan;
3) Membangun sistem peningkatan kompetensi SDM yang berkesinambungan dalam
meningkatkan integritas, profesionalisme, dan independensi;
4) Memperbaiki sistem koordinasi dan kerja sama yang konstruktif secara internal, eksternal
dan lintas lembaga/institusi; dan,
5) Membangun sistem edukasi yang efektif bagi anggota legislatif dan masyarakat umum.
B. RENCANA AKSI
1. Pembentukan Satuan Kerja (Satker)
Pengelolaan anggaran BK DPR RI dalam prakteknya masih menjadi bagian dari Satker
Setjen DPR RI. BK DPR RI yang setingkat Eselon I.a. belum menjadi satker tersendiri. Keadaan ini
dikhawatirkan mengakibatkan pelaksanaan tugas dan fungsi BK DPR RI tidak terlaksana secara
optimal, padahal sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2015
tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, di mana baik Setjen DPR RI maupun BK
10
DPR RI bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR RI dan menyampaikan laporan berkala tepat
pada waktunya serta wajib menerapkan sistem akuntabilitas kinerja aparatur. Oleh karena itu,
untuk memperkuat BK DPR RI dalam menjalankan program kerjanya secara optimal, diperlukan
penguatan sistem pengelolaan anggaran melalui pembentukan Satker.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.02/2015 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga dan
Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, dalam rangka efektivitas pengelolaan anggaran,
K/L dapat mengusulkan Satker baru sebagai Kuasa Pengguna Anggaran untuk melaksanakan
kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan, dengan kriteria sebagai berikut:
1) Harus/wajib memiliki unit-unit yang lengkap sebagai suatu entitas (unit yang melaksanakan
fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan akuntansi);
2) Merupakan bagian dari struktur organisasi K/L dan/atau melaksanakan tugas fungsi K/L;
3) Karakteristik tugas/kegiatan yang ditangani bersifat kompleks/spesifik dan berbeda dengan
kantor induknya; dan,
4) Adanya penugasan secara khusus dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Eselon
I Satker yang bersangkutan; dan, Lokasi Satker yang bersangkutan berada pada
propinsi/kabupaten/kota yang berbeda dengan kantor induknya.
BK DPR RI sebagai sebuah unit organisasi baru telah memiliki unit yang lengkap sebagai
suatu entitas yang melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan
akuntansi. Saat ini fungsi di atas dilaksanakan oleh bagian tata usaha BK DPR RI yang meliputi:
Subbagian Perencanaan dan Keuangan, Subbagian Kepegawaian dan Umum, serta Subbagian
Evaluasi dan Pelaporan.
BK DPR RI merupakan bagian dari struktur organisasi yang mempunyai tugas mendukung
kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR bersama Setjen DPR RI sesuai Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR.
BK DPR RI memiliki karakteristik tugas/kegiatan yang bersifat spesifik dan berbeda. Hal ini
ditandai dengan spesifikasi tugas yang dimiliki BK DPR RI bersifat keahlian sementara Setjen DPR
RI bersifat administrasi dan persidangan. Penegasan mengenai perbedaan karakteristik tugas
yang diamanahkan kepada Setjen dan BK DPR RI, membuat rincian gugus fungsi masing-masing
menjadi berbeda.
Sementara untuk kriteria huruf d dan e pada PMK tersebut, tidak sesuai dengan
karakteristik kelembagaaan pendukung yang dimiliki DPR RI baik Setjen DPR RI maupun BK DPR
RI. Dengan demikian, kriteria untuk dapat mengusulkan pembentukan satuan kerja secara
keseluruhan dapat terpenuhi. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan
oleh BK DPR RI dan Setjen DPR RI sebagaimana terdapat pada Tabel 2.1.
11
Tabel 2.1. Tahapan Pembentukan Satker Baru
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Pengajuan usulan permintaan pembentukan Bagian X
Anggaran (BA) atau Satker kepada Menteri Keuangan c.q.
Direktorat Jenderal Anggaran
Penyusunan daftar inventarisasi kebutuhan sarana dan X
prasarana, baik untuk Setjen DPR RI dan BK DPR RI
Terbentuknya Satker Baru X
Di samping kebutuhan SDM fungsional juga perlu dilakukan penambahan dukungan SDM
administrasi pada masing-masing pusat guna membantu dukungan teknis dan administrasi
dalam pelaksanaan tugas SDM fungsional.
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi keahlian BK DPR RI belum selaras dengan kecepatan dan tuntutan
kerja yang profesional dalam rangka memberikan dukungan keahlian kepada Dewan secara lebih
optimal. Untuk itu perlu dilakukan restrukturisasi dengan memperhatikan dasar-dasar
perubahan berikut:
1) BK DPR RI terdiri dari 5 Pusat dan Sekretariat Badan setara dengan Eselon II;
2) Sekretariat Badan didukung oleh paling banyak 5 (lima) Bagian;
3) Masing-masing Pusat didukung oleh paling banyak 5 (lima) Bidang dan 1 (satu) Bagian Tata
Usaha;
4) Masing-masing Bagian didukung oleh paling banyak 6 Subbagian.
b. Outcome layanan
Peningkatan outcome layanan yang harus dilakukan oleh BK DPR RI selama kurun waktu
2016-2019 yaitu:
1) Menghasilkan output keahlian yang sesuai dan langsung dapat dimanfaatkan oleh Dewan
dalam mengambil kebijakan;
2) Menyediakan analisis data atau kajian yang sesuai dengan kebutuhan DPR RI;
3) Mempublikasikan hasil kajian ilmiah yang berkualitas dan dapat dijadikan referensi bagi
banyak pihak;
4) Menerbitkan buku, jurnal, dan terbitan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan dan dijadikan
referensi oleh Dewan dalam mengambil kebijakan;
5) Memaksimalkan kuantitas dan kualitas SDM agar mampu mendampingi AKD dalam
menjalankan tugas dan fungsinya;
14
6) Membangun data base tentang berbagai isu untuk mendukung kebutuhan data dan
informasi bagi DPR RI;
7) Memaksimalkan dukungan dalam pemantauan pelaksanaan UU dalam rangka memberikan
masukan kepada DPR RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan;
8) Memaksimalkan sinergi kerja dukungan keahlian dalam penyiapan keterangan DPR terkait
judicial review UU di Mahkamah Konstitusi secara lebih optimal;
9) Memaksimalkan sinergi dukungan keahlian dalam pendampingan secara optimal pada
proses penyusunan dan pembahasan RUU;
10) Mengoptimalkan pendampingan dalam pelaksanaan fungsi diplomasi parlemen; dan,
11) Memberikan masukan atas berbagai aspirasi publlik serta isu yang berkembang melalui
kegiatan diskusi, seminar, dan workshop yang hasilnya sesuai dengan kebutuhan dan
digunakan oleh AKD terkait secara lebih optimal.
c. Tata Laksana
Aspek tata laksana yang harus dibentuk oleh BK DPR RI selama kurun waktu 2016-2019
yaitu:
1) Semua hasil kerja keahlian BK DPR RI telah disusun berdasarkan standar kualitas yang
disediakan bagi masing-masing produk keahlian yang dihasilkan;
2) Mekanisme kerja internal BK DPR RI yang dilakukan bersama-sama antar-pusat yang ada di
BKD dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP);
3) Proses kerja keahlian yang dilakukan di BK DPR RI telah memiliki SOP yang senantiasa
dievaluasi berdasarkan dinamika masalah yang terjadi di DPR RI;
4) Proses dan hasil kerja yang dilakukan oleh BK DPR RI dilandasi oleh etika dan etos kerja yang
profesional; dan,
5) Semua proses kerja, output, dan outcome kinerja BK DPR RI secara periodik dimonitor dan
dievaluasi dengan standar pengawasan dan evaluasi yang profesional.
Di samping tata laksana, hal yang perlu diperbaiki adalah regulasi yang mengatur jabatan
fungsional di lingkungan BK DPR RI yang harus disesuaikan dengan kebutuhan DPR RI sehingga
pengaturannya pun harus spesifik diperuntukkan bagi BK DPR RI.
Untuk itu langkah-langkah yang dilakukan meliputi:
15
Tabel 2.7.Perbaikan Tata Laksana
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Penyusunan SOP semua kegiatan pada pusat-pusat di BKD X
Penyusunan standar evaluasi kerja pada semua pusat di BKD X X
Harmonisasi semua regulasi yang mengatur tentang kegiatan X
jabatan fungsional di semua pusat di BKD
Menyusun dan mengajukan regulasi yang mengatur kegiatan X X
jabatan fungsional di semua pusat di BKD kepada instansi
induk/pembina jabatan fungsional, Kemenpan RB, dan BKN
16
BAB III
PENUTUP
Badan Keahlian DPR RI harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik
dan profesional. Badan Keahlian DPR RI harus sepenuhnya mengabdi pada kepentingan DPR RI
untuk memberikan pelayanan prima, transparan, akuntabel, dan bebas dari praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Semangat inilah yang mendasari pelaksanaan penguatan Badan
Keahlian DPR RI.
Pelaksanaan penguatan Badan Keahlian DPR RI harus mampu mendorong perbaikan dan
peningkatan kinerja Badan Keahlian DPR RI. Kinerja akan meningkat apabila ada motivasi yang
kuat, didukung oleh komitmen seluruh pihak terkait. Oleh karena itu kunci keberhasilan
pelaksanaan penguatan Badan Keahlian DPR RI terletak pada beberapa hal berikut, yaitu:
1. Komitmen
Penguatan Badan Keahlian DPR RI menjadi komitmen bersama antara DPR RI dan Badan
Keahlian DPR RI. Komitmen tersebut perlu dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang
terkait, berlandaskan pada rencana aksi yang telah ditetapkan.
2. Penggerak
Kekuatan Badan Keahlian DPR RI terletak pada pusat-pusat yang ada di Badan Keahlian
DPR RI, yaitu:
1) Pusat Perancangan Undang-Undang;
2) Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang;
3) Pusat Kajian Anggaran;
4) Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara; dan,
5) Pusat Penelitian.
Optimalisasi pencapaian hasil kerja penggerak yang bertumpu pada pusat-pusat di Badan
Keahlian DPR RI berpedoman pada Rencana Aksi yang telah dan akan dilaksanakan setiap
tahunnya.
3. Muatan
Muatan penguatan BK DPR RI dirumuskan dalam Penguatan BK DPR RI 2016-2019.
Pelaksanaan Penguatan BK DPR RI dilakukan dengan mengacu kepada Rencana Aksi.
4. Proses Penguatan
Proses penguatan BK DPR RI dikoordinasikan oleh tim yang dibentuk oleh Kepala Badan
Keahlian DPR RI.
17