Anda di halaman 1dari 19

PENGANTAR KEPENDUDUKAN

PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN MORTALITAS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. NI MADE RISA PUSPITA AYUNI (1807511108)
2. NI KADEK DINA AMABARINI (1807511127)
3. I KADEK ANGGA WIDI PRATAMA (1807511080)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh
fertilitas, mortalitas dan transmigrasi. Perkawinan dan perceraian merupakan variabel
yang ikut mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas, yang secara tidak langsung
mempengaruhi pertumbuhan penduduk.
Apabila perkawinan dilakukan pada umur yang tepat, maka akan membawa
kebahagiaan bagi keluarga dan pasangan suami dan isteri yang menjalankan perkawinan ters
ebut. Perkawinan yang dilakukan pada usia yang terlalu dini akan
membawa banyak konsekuensi pada pasangan suami isteri, antara lain adalah dalam
hal kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Dalam hal kejiwaan, perkawinan yang
dilakukan pada usia dini akan mudah berakhir dengan kegagalan karena kurangnya
kesiapan mental menghadapi dinamika kehidupan berumah tangga dengan semua
tanggung jawab, seperti antara lain tanggung jawab mengurus dan mengatur rumah
tangga, mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak.
Sedangkan perceraian justru akan mengurangi jumlah fertilitas, karena dengan
adanya perceraian maka jumlah rumah tangga yang produktif berkurang dan dan
tingkat hubungan suami isteri pun berkurang, sehingga tingkat fertilitas menurun.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana definisi, ruang lingkup, dan sumber data perkawinan dan perceraian?
2. Bagaimana pengukuran-pengukuran perkawinan dan perceraian?
3. Bagaimana keterkaitan antara perkawinan, perceraian, dengan fertilitas?
4. Bagaimana definisi dan konsep mortalitas?
5. Bagaimana pengukuran mortalitas?
6. Bagaimana pola mortalitas?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana definisi, ruang lingkup, dan sumber data perkawinan dan
perceraian.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran-pengukuran perkawinan dan perceraian.
3. Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara perkawinan, perceraian, dengan fertilitas.
4. Untuk mengetahui bagaimana definisi dan konsep mortalitas.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran mortalitas.
6. Untuk mengetahui bagaimana pola mortalitas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI RUANG LINGKUP DAN SUMBER DATA PERKAWINAN DAN


PERCERAIAN
 Ruang lingkup adalah Batasan.
Ruang lingkup juga dapat dikemukakan pada bagian variabel-variabel yang diteliti,
populasi atau subjek penelitian, dan lokasi penelitian. Penggambaran Ruang lingkup
Dapat Kita Nilai Dari data karakteristik responden perlu dilakukan untuk memperoleh
gambaran yang komprehensif tentang bagaimana keadaan responden penelitian kita,
yang boleh jadi diperlukan untuk melihat data hasil pengukuran variabel-variabel yang
diteliti.
- Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku.
a. Perkawinan adalah ikatan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Batasan untuk kawin yang ditetapkan
oleh UU ini adalah minimal berusia 19 tahun bagi laki-laki boleh kawin sedangkan bagi
perempuan adalah minimal usia 16 tahun. Dan jika mereka menikah dibawah usia 21
tahun harus dengan ijin kedua atau salah satu orangtua atau yang ditunjuk sebagai wali.
(UU Perkawinan No 1 Tahun 1974)
b. Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan,
baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin sah
secara hukum (adat, agama, negara, dan sebagianya) tetapi juga mereka yang hidup
bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri (BPS,
2000). BPS mengambil kriteria “kawin” selain terkandung unsur legalitas hukum, juga
termasuk sepasang laki-laki dan perempuan yang oleh masyarakat sekeliling
“dianggap” sebagai “kawin”.
SUMBER DATA: data penduduk berstatus kawin ada pada kuesioner Rumah
Tangga/blok IV.A tentang “Keterangan Anggota Rumah Tangga” pada pertanyaan kolom
6, yaitu tentang ” Status Perkawinan”. Sensus Penduduk 2000: data penduduk berstatus
kawin ada pada pertanyaan no 06, yaitu pertanyaan “Status keadaan perkawinan saat
sekarang”.
- Perceraian
Perceraian adalah suatu pembubaran yang sah dari suatu perkawinan dan perpisahan antara
suami dan isteri oleh surat keputusan pengadilan yang memberikan hak kepada masing-
masing untuk melakukan perkawinan ulang menurut hukum sipil dan agama, adat dan
kebudayaan yang berlaku di tiap-tiap daerah.
Pada dasarnya semua ajaran agama yang baik tidak mengizinkan perceraian; yang
membedakan satu dengan lainnya adalah pemahaman dan aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama bertahun-tahun silam.
Perceraian memang tidak pantas untuk dijadikan pilihan pertama, dalam menyingkapi
ketidakharmonisan didalam perkawinan.
Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :
1. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis
akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu
umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
2. Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh
landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik
oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan
keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk,
berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
3. Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah
perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun
istri.
4. Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah
perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya
cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus
merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba
menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
5. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah
dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-
larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.
2.2 PENGGUKURAN-PENGUKURAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
- Perkawinan
Ukuran-ukuran Perkawinan
a. Angka Perkawinan Kasar
Angka perkawinan kasar menunjukkan persentase penduduk yang berstatus kawin
terhadap jumlah penduduk keseluruhan pada pertengahan tahun untuk suatu tahun
tertentu.
 Kegunaan:
Perkawinan merupakan variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, antara lain melalui
pendek atau panjangnya usia subur yang dilalui pasangan usia subur (PUS) yang
menentukan banyaknya kelahiran. Jika tidak memakai suatu alat kontrasepsi untuk
mengatur kelahiran, maka perkawinan usia muda akan membuat PUS melewati masa yang
panjang dan berpotensi melahiran jumlah anak yang lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan yang menikah di atas usia 25 tahun. Davis dan Blake (1974) mengelompokkan
perkawinan sebagai salah satu variabel antara dalam mempengaruhi tinggi rendahnya
fertilitas.
 Cara menghitung:
Jumlah penduduk yang berstatus kawin dibagikan dengan jumlah penduduk pertengahan
ahun dan dikalikan dengan 1000.
M = M/P x 1000
Dimana:
M = angka perkawinan kasar
M = jumlah perkawinan dalam satu tahun
P = jumlah perkawinan pertengahan tahun
Data yang diperlukan
Jumlah penduduk berstatus kawin dalam satu tahun dan jumlah penduduk pertengahan
tahun.
b. Angka Perkawinan Umum
Angka perkawinan umum menunjukkan proporsi penduduk yang berstatus kawin terhadap
jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas pada pertengahan tahun untuk satu tahun tertentu.
 Kegunaan:
Seperti halnya dengan angka perkawinan kasar, angka perkawinan umum digunakan untuk
memperhitungkan proporsi penduduk kawin. Namun disini, pembagiannya adalah
penduduk usia 15 tahun ke atas dimana penduduk bersangkutan lebih beresiko kawin.
Penduduk berumur kurang dari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai pembagi karena
umumnya mereka tidak beresiko kawin. Sehingga angka perkawinan umum menunjukkan
informasi yang lebih realitas.
 Cara menghitung:
Jumlah penduduk yang berstatus kawin dalam satu tahun tertentu dibagi dengan jumlah
penduduk berumur 15+ tahun pada pertengahan tahun tertentu serta dikalikan dengan 1000
Mu = M/P15 x 1000
Mu = Angka perkawinan umum
M = Jumlah perkawinan dalam satu tahun
P15 = Jumlah penduduk pertengahan tahun pada usia 15+ tahun
 Data yang diperlukan
Jumlah penduduk berstatus kawin yang tercatat dalam satu tahun dan jumlah penduduk
pertengahan tahun umur 15 tahun ke atas.
c. Angka Perkawinan Spesifik (Angka Perkawinan menurut Kelompok Umur)
Dalam perhitungan angka perkawinan kasar maupun angka perkawinan umum tidak
diperhatikan umur dan jenis kelamin. Perkawinan merupakan hubungan antara 2 jenis
kelamin yag berbeda, dan pada umumnya mempunyai karakteristik yang berbeda. Angka
perkawinan spesifik (age specific marriage rate) atau angka perkawinan menurut kelompok
umur melihat penduduk berstatus kawin menurut kelompok umur dan jenis kelamin.
 Kegunaan:
Angka perkawinan umur spesifik berguna untuk melihat perbedaan konsekuensi
perkawinan yang berbeda antar kelompok umur dan jenis kelamin. Perbedaan tersebut
menyangkut kesiapan mental, kesiapan reproduksi, dan lain sebagainya. Angka
perkawinan spesifik ini memberikan gambaran persentase penduduk kawin menurut
kelompok umur dan jenis kelamin, sehingga dapat dibandingkan perbedaannya.
Diketahui angka perkawinan menurut umur dan jenis kelamin ini dapat memberikan
inspirasi pengembangan program-program yang ditujukkan kepada remaja, seperti
penundan perkawinan, jika sudah kawin maka setidaknya bagi anak perempuan disarankan
untuk menunda kehamilan sampai mencapai usia yang cukup, pelayanan kesehatan
reproduksi terutama bagi anak perempuan sehingga mereka siap untuk mengarungi masa
reproduksi sehat.
 Cara menghitung:
Jumlah penduduk berstatus kawin pada kelompok umur “i” dengan jenis kelamin
“s”dibagikan dengan jumlah penduduk pada kelompok umur “i” dengan jenis kelamin “s”
dikalikan dengan 1000
 Data yang diperlukan:
Jumlah perkawinan menurut kelompok umur dan jenis kelamin yang terjadi dalam satu
tahun dan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelopok umur pada pertengahan
tahun.
- Perceraian
Ukuran-ukuran perceraian
a. Angka perceraian kasar
Definisi:Angka perkawinan kasar menunjukkan persentase penduduk yang
berstatus cerai terhadap jumlah penduduk keseluruhan pada pertengahan tahun
untuk suatu tahun tertentu.
 Kegunaan: Perceraian mempunyai implikasi demografis sekaligus sosiologis.
Implikasi demografi adalah mengurangi fertilitas sedangkan implikasi sosiologis lebih
kepada status cerai terhadap perempuan dan anak-anak mereka.
 Cara menghitung:
Angka perceraian kasar dihitung dengan membagi kasus perceraian yang terjadi dalam
suatu kurun waktu tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun di suatu
wilayah tertentu.
c = C x 1.000
p
dimana:
- c : angka perceraian kasar
- C: jumlah perceraian yang terjadi selama satu tahun
- P: jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama
b. Angka perceraian umum
Definisi: Angka perceraian umum menunjukkan proporsi penduduk yang berstatus
cerai terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun keatas pada pertengahan tahun untuk
suatu tahun tertentu.
 Kegunaan: Angka perceraian umum digunakan untuk memperhitungkan
proporsi penduduk cerai. Namun disini pembaginya adalah penduduk 15 tahun
keatas dimana penduduk bersangkutan lebih berisiko cerai. Penduduk berumur
kurang dari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai pembagi karena umumnya
mereka tidak berisiko cerai, sehingga angka perceraian umum menunjukkan
informasi yang lebih baik karena memperhitungkan umur dan factor risiko.
 Cara menghitung:

Rumus umum yang digunakan adalah

- C15+ = C x 1.0000
- P15+
- Dimana:
- C15+ : angka perceraian umum
- C : perceraian yang terjadi dalam satu tahun
- P : jumlah penduduk 15 tahun keatas pada pertengahan tahun
2.3 KETERKAITAN ANTARA PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN FERTILITAS
Perkawinan adalah ikatan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan dianggap sah apabila sudah memenuhi aturan secara hukum (adat,
agama, maupun negara). Sedangkan perceraian adalah suatu pembubaran yang sah dari suatu
perkawinan dan perpisahan antara suami dan isteri oleh surat keputusan pengadilan yang
memberikan hak kepada masing-masing untuk melakukan perkawinan ulang menurut hukum sipil
dan agama, adat dan kebudayaan yang berlaku di tiap-tiap daerah. Dan fertilitas merupakan
kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari penduduk atau jumlah kelahiran hidup yang
dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan. kelahiran yang dimaksud disini hanya
mencakup kelahiran hidup atau menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Jadi antara
perkawinan, perceraian, dengan fertilitas memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungannya pada
perkawinan yaitu semakin banyak jumlah seseorang yang melakukan perkawinan, maka semakin
tinggi pula tingkat fertilitas yang ada, karena perkawinan itu sendiri merupakan awal adanya
fertilitas atau kelahiran bayi. Sedangkan perceraian justru akan mengurangi tingkat fertilitas,
karena dengan adanya perceraian maka jumlah rumah tangga yang produktif berkurang dan tingkat
hubungan suami isteri pun berkurang, sehingga tingkat fertilitas menjadi menurun.
2.4 DEFINISI DAN KONSEP MORTALITAS
- Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena akibat yang
spesifik) pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan. Mortalitas
khusus mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per 1000 individu per tahun,
hingga, rata-rata mortalitas sebesar 9.5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950
kematian per tahun. Mortalitas berbeda dengan morbiditas yang merujuk pada jumlah
individual yang memiliki penyakit selama periode waktu tertentu.
Mortalitas adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkat kematian suatu daerah. Dalam
hal ini, mortalitas terbagi atas tiga tingkatan antara lain : tingkat kematian kasar, tingkat
kematian khas umur, tingkat kematian bayi. Mortalitas ( kematian ) ini tidak bisa kita
hindari seiring dengan waktu, semua makhluk hidup akan mati.
faktor penghambat jumlah kematian (faktor anti mortalitas),faktor-faktor tersebut yaitu
sebagai berikut:
 Faktor-faktor Pro Mortalitas
a. Adanya bencana alam yang terjadi
b. Adanya tingkat tindakan bunuh diri&pembunuhan yang tinggi
c. Adanya peperangan
d. Adanya Kecelakaan lalu lintas
e. Adanya Penyakit
f. Adanya tingkat Kriminalitas yang tinggi dalam suatu wilayah
g. Sanitasi lingkungan&kondisi lingkungan yang buruk
 Faktor-Faktor Anti Mortalitas
a. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi
b. Tingkat kesehatan masyarakat yang tinggi
c. Sanitasi lingkungan&kondisi lingkungan yang sudah baik
d. Adanya keamanan yang kondusif/adanya perdamaian
e. Adanya kemajuan di bidang kesehatan&kedokteran
f. Perbaikan gizi masyarakat yang sudah baik.
g. Tingkat kriminalitas yang rendah
h. Tingkat bunuh diri yang rendah bahkan tidak ada.
i. Tidak adanya bencana alam
j. Semkin tinggi tingkat pendidikan penduduk

- Konsep Mortalitas yaitu :


Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian mortalitas adalah:
1. Neo-natal death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum berumur satu
bulan.
2. Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death) adalah
kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya pada saat dilahurkan
tanpa melihat lamanya dalam kandungan.
3. Post neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan sampai dengan
kurang dari satu tahun.
4. Infant death (kematian bayi) adalah kematian anak sebelum mencapai umur satu
tahun.
2.5 PENGUKURAN MORTALITAS
1. Crude Death Rate (CDR) yaitu Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan
banyaknya kematian per 1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu di suatu
wilayah tertentu. Apabila Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar adalah
angka yang menunjukkan berapa besarnya kematian yang terjadi dalam satu tahun
tertentu untuk setiap CDR (Crude Death Rate)
1000 penduduk. Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur
penduduk. Penduduk tua mempunyai resiko kematian yng lebih tinggi dibandingkan
dengan penduduk yang masih muda.
Apabila Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar adalah indikator
sederhana yang tidak memperhitungkan pengaruh umur penduduk. Tetapi jika tidak ada
indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai
keadaan kesejahteraan penduduk pada satu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan
dari Angka Kelahiran Kasar akan menjadi dasarperhitungan penduduk alamiah.
Adapun untuk menentukan tiggi rendahnya angka kematian kasar adalah
a. Rendah
Apabila Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar kurang dari 10.
b. Sedang
Apabila Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar antara 10-20.
c. Tinggi
Apabila Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar lebih dari 10.
o Kelebihan Crude Death Rate (CDR)
Mudah dihitung dengan cepat, karena itu bisa segera diinformasikan ke masyarakat
Dapat memberi kesimpulan awal/ petunjuk pendahuluan mengenai tingkat kematian,
serta bisa juga diketahui trend-nya
Dapat untuk menyelidiki fluktuasi kematian pada periode waktu tertentu
Tidak memerlukan data kematian berdasarkan kriteria tertentu
o Kelemahan Crude Death Rate (CDR)

Tidak menggambarkan kematian berdasarkan kriteria / variabel tertentu Hasilnya


merupakan angka rata-rata, sedangkan tingkat kematian anata kelompok dalam
populasi mungkin berbeda Kurang aman untuk tujuan komparasi / perbandingan,
sehingga harus hati-hati.

Rumus Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar:

 CDR = D x K : P
 CDR = Tingkat kematian pada tahun tertentu x 1000 per jumlah penduduk pada
pertengahan tahun.
 Keterangan :
 CDR = Tingkat kematian kasar.
 D = Jumlah kematian pada tahun tertentu.
 P = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
 K = Konstanta (umumnya 1.000).

Contoh:
Pada 2013, jumlah penduduk di Sleman adalah 200.000 jiwa. Dalam periode 1 tahun telah
terjadi kematian sebanyak 600 orang. Tentukan angka kematian kasarnya di daerah
tersebut.
Jawab:
CDR = (600x1000) / 200.000= 3 orang tiap seribu penduduk
Jadi dalam setiap seribu penduduk di daerah Sleman pada tahun 2013 telah terjadi kematian
sebanyak 3 orang.

2. IMR (Infant Mortality Rate)


IMR (Infant Mortality Rate) atau Tingkat Kematian Bayi adalah banyaknya kematian bayi
(sebelum umur satu tahun) yang terjadi pada kelahiran per 1000 bayi. IMR (Infant Mortality Rate)
atau Tingkat Kematian Bayi merupakan cara pengukuran yang dipergunakan khusus untuk
menentukan tingkat kematian bayi. IMR (Infant Mortality Rate) atau Tingkat Kematian Bayi
biasanya dijadikan indikator dalam pengukuran kesejahteraan penduduk.
Adapun untuk menentukan tiggi rendahnya tingkat kematian bayi adalah
a. Rendah = Apabila IMR (Infant Mortality Rate) atau Tingkat Kematian Bayi kurang dari 35.
b. Sedang = Apabila IMR (Infant Mortality Rate) atau Tingkat Kematian Bayi antara 35-75.
c. Tinggi = Apabila IMR (Infant Mortality Rate) atau Tingkat Kematian Bayi 75-125.
d. Sangat Tinggi = Apabila IMR (Infant Mortality Rate) atau Tingkat Kematian Bayi lebih dari
125. Bila tingkat kelahiran kasar sama dengan tingkat kematian kasar akan tercapai pertambahan
penduduk sebesar 0% atau zerp population growth. Yang berarti keadaan kependudukan di daerah
tersebut tercapai sebuah keseimbangan.
Rumus IMR (Infant Mortality Rate) atau Tingkat Kematian Bayi:
 IMR= (Db/Pb)x1000
 Keteragan:
 Db: Jumlah kematian bayi sebelum umur satu tahun
 Pb; Jumlah kelahiran hidup dalam waktu yang sama

Contoh:
Tahun 2013 di Daerah Bantul telah terjadi kelahiran bayi berjumlah 3000 jiwa. Dari proses
kelahiran tersebut 42 bayi meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun. Tentukan nilai Infant
Mortality Rate daerah X.
Jawab:
IMR = (42/3.000) x 1000 = 14 bayi tiap seribu penduduk
Jadi disetiap seribu penduduk di daerah Bantul pada tahun 2013 telah terjadi kematian bayi
sebanyak 14 bayi.
3. MMR (Maternal Mortality Rate)
Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu akibat
komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran
hidup pada tahun yang sama.
Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu merupakan kejadian hilangnya
nyawa seorang wanita pada saat masa kehamilan atau dalam penghentian kehamilan yang
terhitung sejak 42 hari penghentian kehamilan. Hal tersebut disebabkan yang berhubungan dengan
penanganan yang buruk tetapi bukan dari penyebab kecelakaan atau insidental.

Rumus Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu


 MMR= (I/T)xk
 I: Jumlah kematian ibu akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas
 T: Kelahiran hidup pada tahun yang sama.
 K: konstanta
Tinggi rendahnya Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu tergantung kepada:
a. Sosial ekonomi
b. Kesehatan ibu sebellum hamil, persalinan, dan masa nasa nifas
c. Pelayanan terhadap ibu hamil
d. Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas

Contoh:
Tahun 2013 di Daerah Bantul telah terjadi kelahiran bayi berjumlah 3.000 jiwa. Dari proses
kematian ibu sebanyak 30 jiwa. Tentukan nilai Maternal Mortality Rate (MMR) daerah X.
Jawab:
MMR= (30/3.000) x 1000 = 10 Ibu tiap seribu penduduk
Jadi disetiap seribu penduduk di daerah Bantul pada tahun 2013 telah terjadi kematian Ibu
sebanyak 10 jiwa.
4. ASDR (Age Specific Death Rate)
ASDR (Age Specific Death Rate) atau Angka kematian menurut usia adalah jumlah kematian
penduduk pada tahun tertentu berdasarkan klasifikasi umur tertentu per 1.000 penduduk kelompok
umur tersebut. ASDR (Age Specific Death Rate) atau Angka Kematian Menurut Usia
menunjukkan jumlah penduduk yang meninggal dunia dari seribu penduduk pada kelompok usia
tertentu.
Angka kematian menurut usia dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini:

Rumus ASDR (Age Specific Death Rate) atau Angka Kematian Menurut Usia
 ASDR= Dx/ (Px x %) x 1.000
 ASDR : Angka Kematian Menurut Kelompok Usia
 Dx : Jumlah penduduk yang meninggal pada kelompok usia tertentu
 Px : Jumlah penduduk pada kelompok usia tertentu
 K : Konstanta, nilainya 1.000
 % : Persentase kelompok penduduk

Contoh:
Pada tahun 2014 jumlah penduduk Kota Jogja sebanyak 2.000.000 jiwa. Dari jumlah
tersebut persentase kelompok penduduk yang berusia 55–59 tahun adalah 5%. Dalam kelompok
usia tersebut telah terjadi kematian sebanyak 400 orang. Tentukan ASDR kota jogja!
Jawab:
ASDR (55-59) = {400/(2.000.000 x 5%)} x 1.000
ASDR (55-59) = {400/100.000} x 1.000
ASDR (55-59) = 4 orang

Jadi pada tahun 2014, jumlah penduduk Jogja yang meninggal dunia pada kelompok usia
55–59 tahun adalah 4 orang setiap 1.000 penduduk
2.6 POLA MORTALITAS
Angka kematian kasar menurut kelompok umur dari tahun 1995-2007 menunjukkan pola
peningkatan risiko kematian yang meningkat pada usia diatas 45 tahun, dan paling
signifikan terjadi pada kelompok umur diatas 65 tahun (dari sekitar 30% di tahun 1995
menjadi 45% di tahun 2007).
Sedangkan trend penurunan terbesar terjadi pada kelompok umur < 1 tahun. (dari sekitar
18% di tahun 1995 menjadi 8% di tahun 2007). Kondisi ini menunjukkan adanya child
survival rate yang cenderung semakin baik di Indonesia, sedangkan peningkatan trend
kematian yang terjadi pada kelompok umur diatas 45 tahun maupun diatas 65 tahun
kemungkinan besar terkait dengan pola penyakit yang mengalamai transisi epidemiologis.

Hal ini bisa dilihat dari pola penyebab kematian kasar yang didominasi oleh penyakit
degeneratif dengan menempati ranking 3 besar yaitu Stroke 15,4%, Tuberculosis 7,5% dan
Hipertensi 6,8%. Justeru yang menarik dari penyebab kematian tersebut adalah posisi
ranking ke empat ternyata diakibatkan oleh cedera (6,5 %) sehingga mengindikasikan
bahwa pembunuh potensial saat ini dan kedepan akan bergeser pada trend kematian akibat
kecelakaan di jalan atau transportasi (46,4% dari kematian akibat cedera).Situasi ini tentu
membutuhkan perhatian, kewaspadaan dan antisipasi yang serius dari semua pihak, baik
dari departemen perhubungan, kepolisian, pengusaha transportasi dan tentu saja
masyarakat itu sendiri.

Sedangkan tiga besar penyebab kematian perinatal/maternal yang menduduki rangking ke


lima, secara umum masih belum bergeser dari pola lama yaitu Intra Uterine Fetal Death
(IUFD) atau kematian janin dalam rahim (31,3%), asphyxia atau ganguan pernafasan
(20,4%) dan premature (18,7%).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Jadi kesimpulan dari materi di atas yaitu mengenai perkawinan dan perceraian sangat
berhubungan erat dengan fertilitas atau angka kelahiran. Sedangkan untuk mortalitas atau angka
kematian sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa semua makhluk hidup pasti akan mengalami
kematian.

3.1 SARAN
Saran dari kelompok kami mengenai materi di atas yaitu kurangi angka kelahiran atau
fertilitas dengan cara program tertentu tanpa adanya kasus perceraian.
DAFTAR PUSTAKA

https://sp1r1tgr4zy.wordpress.com/2013/03/21/tugas-demografi-perkawinan-dan-
perceraian/
http://rahma-kurnia.blogspot.com/2006/09/kematian-mortalitas.html
https://p4kundip.wordpress.com/2009/04/19/pola-mortalitas-di-indonesia/
https://kesehatanmasyarakatcommunity.blogspot.com/2018/04/makalah-mortalitas.html

Anda mungkin juga menyukai