Anda di halaman 1dari 18

PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING

DALAM MENCEGAH PERILAKU MENYIMPANG SISWA


(Studi Kasus Pada Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 1 Belo Kabupaten Bima )

MUHAMMAD SALEH

Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Makassar


Muhammadsaleh287@ymail.com

ABSTRAK

MUHAMMAD SALEH. Peranan Guru Bimbingan Konseling Dalam Pencegahan


Perilaku Menyimpang Siswa (Studi Kasus Pada Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 1 Belo Kecamatan Belo Kabupaten Bima). (Dibimbing oleh TR. Andi Lolo,
dan Najamuddin)

Guru bimbingan konseling (BK) merupakan guru yang memiliki konsetrasi


khusus dalam pembinaan siswa yang menyimpang terutama di SMA N 1 Belo
Kabupaten Bima, tetapi bagaimana jika perilaku menyimpang tersebut sering terjadi.
Untuk itu tujuan penelitian ini adalah (i) untuk mengetahui bentuk perilaku
menyimpang siswa di SMA N 1 Belo Kabupaten Bima, (ii) Untuk mengetahui peran
guru BK dalam mencegah perilaku menyimpang siswa di SMA N 1 Belo Kabupaten
Bima.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif, dengan lokasi
penelitian di SMA N 1 Belo Kabupaten Bima. Informan dalam penelitian ini terdiri
dari guru BK, guru mata pelajaran, kepala sekolah, wakil kepala sekolah bagian
kesiswaan dan siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu
wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini
yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran guru bimbingan konseling dalam
mencegah perilaku menyimpang di SMA N 1 Belo yaitu melalui bimbingan pribadi
dengan menggunakan langkah-langkah yaitu (i) pemberian pemahaman pribadi siswa
oleh guru BK (ii) kunjungan rumah (home visit) (iii) alih tangan kasus.

Kata-Kata Kunci: Bimbingan Konseling, Perilaku Menyimpang

1
PENDAHULUAN

Berbicara tentang pendidikan hampir selalu yang dimaksudkan pendidikan


pada latar sekolah. Tentu saja pandangan yang demikian itu tidak salah, suatu
pandangan yang acuannya adalah jenis pendidikan formal. Termasuk di dalam
pengertian ini penjenjangannya, yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi dengan kelembagaannya masing-masing, berturut-turut SD
(Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SMA (Sekolah Menengah
Atas), dan perguruan tinggi (dan jenis-jenisnya seperti universitas, institute, sekolah
tinggi, akademik, politeknik). Pendidikan melembaga diluar sekolah disebut
pendidikan non-formal, dengan bermacam-macam bentuknya seperti kursus,
pelatihan ketrampilan kerja. Ada lagi bentuk-bentuk pendidikan yang berlangsung
luas didalam masyarakat yang ada diuar kedua golongan tadi yaitu pendidikan
informal yang berlangsung didalam rumah atau keluarga, ketiganya merupakan Tri
Pusat pendidikan.
Di sekolah, pelayanan bimbingan konseling yang ditujukan kepada siswa
tidak secara serta merta dilakukan oleh guru mata pelajaran lain akan tetapi hanya
bisa dilakukan oleh guru yang punya keahlian tertentu dalam bidang tersebut dalam
hal ini guru bimbingan dan konseling dalam hal ini disebut sebagai konselor sekolah.
Guru bimbingan konseling adalah seorang guru yang bertugas memberikan bantuan
psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah dan profesional sehingga seorang
konselor harus berusaha menciptakan komunikasi yang baik dengan murid dalam
menghadapi masalah dan tantangan hidup (Sukardi, 2008)
Kesulitan yang dialami siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya
memahami mata pelajaran umum akan tetapi juga sulit dalam pengembangan potensi
kepribadian dan pengembangan karier oleh karena demikian dipandang perlu adanya
guru yang secara profesi khusus menangani masalah yang demikian yaitu guru
bimbingan konseling, tugas dan kegiatannya tentu berbeda dengan tugas guru mata
pelajaran lain. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No 20

2
Tahun 2003 menjelaskan tentang kedudukan konselor sekolah “Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, dan konselor,
widyaiswara, pamong belajar, fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan
kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.
Penjelasan diatas menunjukan bahwa guru bimbingan konseling memiliki
kedudukan yang sama dengan guru mata pelajaran lain yang beda hanyalah perhatian
pembelajarannya. Pendidikan tidak hanya melaksanakan bidang administratif dan
pengajaran tanpa memperhatikan bidang proses bimbingan mungkin hanya akan
menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek kognitif, tetapi kurang
memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek psiko-sosiospiritual. Kita bisa
membayangkan apa yang akan terjadi jika siswa tidak memiliki penangkalnya untuk
itu yang muncul dipermukaan adalah perilaku menyimpang oleh siswa. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan perilaku menyimpang yaitu suatu tindakan atau perbuatan
yang mengarah pada pelanggaran atas nilai, norma, aturan serta tata tertib sekolah
dilakukan oleh siswa atau sekelompok siswa dan lebih khususnya perilaku
menyimpang yang mengarah pada kenakalan remaja (siswa).
Perilaku menyimpang siswa dalam melanggar aturan dan tata tertib sekolah
seperti malas sekolah, mengeluarkan baju, berkeliaran pada saat jam pelajaran,
berkelahi dalam lingkungan sekolah, merokok dalam kelas serta hal-hal lain yang
dianggap tidak sesuai dengan aturan dan tata tertib yang ada. Satu sisi perilaku siswa
tersebut bisa tergolong kenakalan remaja dan sisi lain ada perilaku siswa yang
menunjukan bahwa mereka tidak saja “nakal” melainkan sudah tergolong
“menyimpang”. Hal ini ditandai dengan perilaku siswa yang sering terlibat
perkelahian kelompok, pemakaian obat-obat terlarang, membawa minum-muniman
beralkohol, pelecehan seksual, pembuatan video mesum, membawa senjata pada saat
jam sekolah dan lain-lain.
Semua terjadi sebagai akibat dari proses pelaksanaan pendidikan yang kurang
baik dan terarah. Pendidikan informal yang berlangsung dalam lingkungan keluarga
tidak lagi dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tugas orang tua dalam mendidik

3
anak-anaknya telah diserahkan pada sekolah. Dalam hal ini gurulah yang bekerja
keras dalam merubah perilaku seorang individu. Sementara tidak sembarang guru
yang bisa melaksanakan proses bimbingan terhadap seorang individu manakala
mereka melakukan penyimpangan. Guru bimbingan konselinglah yang memiliki
peran yang sentral dalam mendidik dan membina para siswanya. oleh karena
demikian masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “peranan guru
bimbingan konseling dalam mencegah perilaku menyimpang siswa (Studi Kasus
Pada Siswa SMA N 1 Belo Kabupaten Bima)”
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalah yang diteliti dalam
penelitian ini adalah:
1) Apa saja bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa SMA Negeri 1
Belo Kabupaten Bima ?
2) Bagaimana paranan guru bimbingan konseling dalam pengendalian perilaku
menyimpang pada siswa SMA Negeri 1 Belo Kabupaten Bima ?
Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas maka yang menjadi
fokus dalam penelitian ini adalah:
1. Bentuk perilaku menyimpang pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri
1 Belo Kabupaten Bima
2. Peranan guru bimbingan konseling pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1
Belo Kabupaten Bima
Tujuan Penelitian
Mengacu pada fokus masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis:
a) Bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa SMA Negeri 1 Belo
Kabupaten Bima
b) Paranan guru bimbingan konseling dalam mencegah perilaku menyimpang pada
siswa SMA Negeri 1 Belo Kabupaten Bima.

4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Secara teoritis
2. Secara praktis
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Umum Tentang Bimbingan Konseling
a. Pengertian bimbingan konseling
Ada banyak rumusan pengertian tentang bimbingan sala satunya menurut
Sukiman (2011:41) bimbingan adalah proses yang dilakukan pembimbing sebagai
orang yang membantu dalam pemecahan masalah dengan mengacu pada peran aktif
seseorang yang dibimbing untuk dapat menentukan langkah apa yang akan diambil
dalam masalah yang sedang dihadapi
Pengertian konseling hampir sama yaitu proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seseorang ahli kepada individu yang
sedang mengalami sesuatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi individu tesebut. Menurut Steffllre dan Grant dalam Sukiman (2011:53)
terdapat empat hal yang ditekankan dalam definisi konseling, pertama, konseling
sebagai proses; membutuhkan waktu lebih dari sekali untuk mencapai tujuan. Jadi
konseling merupakan proses berkelanjutan. Kedua, konseling sebagai hubungan yang
spesifik. Dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan, pemahaman,
pengahargaan secara positif tanpa syarat dan empati. Ketiga, konseling sebagai upaya
membantu siswa (siswa). Keempat, konseling sebagai proses pencapian tujuan hidup.
Konseling dilakukan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar
untuk memahami diri lebih luas.
Jadi konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli untuk mencari penyelesaian masalah. Proses ini dilakukan secara langsung dan
berkelanjutan sampai individu mencapai penerimaan, pemahaman, dan pengentasan
masalah yang dicapainya.

5
b. Fungsi dan tujuan bimbingan konseling di Sekolah
Fungsi bimbingan konseling meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Fungsi pemahaman
2) Fungsi pencegahan
3) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
4) Fungsi advokasi
Sedangkan tujuan dari bimbingan konseling itu sendiri pada hakikatnya
adalah memberi bimbingan kepada individu atau sekelompok individu agar mereka
dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Prayitno ( 2 0 0 4 : 1 0 )
menyatakan bahwa bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi
insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan,
pandangan dan interpretasi, pilihan, penyesuaian dan keterampilan yang tepat
berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya
c. Tugas dan Peranan bimbingan konseling disekolah
Dikutip dalam Munandir (2009:130-134), adapun tugas bimbingan konseling
disekolah yaitu membantu siswa mengembangkan sikap positif dan kemampuan
memecahkan masalah dan menghadapi situasi kritis serta situasi bermasalah. Setelah
membantu siswa memahami dan menerima kenyataan guru bimbingan konseling
membantu siswa berbuat sesuatu, mengambil tindakan tertentu sebagai cara
mengatasi masalah. Sedangkan peranan bimbingan konseling pengembangan sikap-
nilai positif seperti ulet, tidak gampang putus asa serta tidak takut gagal. Peranan
guru bimbingan konseling tidak kalah pentingnya terutama dalam pengembangan
pikiran dan sikap positif, inisiatif, kerjasama, pemecahan masalah, pengemabilan
keputusan serta komunikasi
d. Bidang bimbingan konseling di sekolah
1) Bidang pengembangan pribadi
2) Bidang pengembangan sosial
3) Bidang pengembangan kegiatan belajar
4) Bidang pengembangan karier

6
5) Bidang pengembangan kehidupan berkeluarga
6) Bidang pengembangan kehidupan keberagaman
e. Miskonsepsi tentang bimbingan konseling di sekolah
Menurut Munandir (2009:32) ada beberapa kesalahan umum yang berkaitan
dengan anggapan terhadap bimbingan konseling, antara lain:
1) Tugas konselor sekolah mendisiplinkan siswa
2) Pelayanan ditunjukan kepada siswa yang bermasalah
3) Penanganan murid bermasalah itu urusan dan tugas konselor semata
4) Penyelesaian kasus siswa bisa serta-merta dalam waktu singkat
5) Tugas konselor disamakan dengan tugas dokter ahli jiwa (psikiater)
2. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Menyimpang
a. Pengertian perlaku menyimpang
Penyimpangan sosial (deviation social) adalah penyimpangan terhadap
kaidah, dan nilai-nilai masyarakat (Soekanto, 2006:189). Kaidah-kaidah tersebut
timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur hubungan antara
seseorang dengan orang lain, atau seseorang dengan masyarakat. Diadakannya kaidah
serta lain-lain peraturan didalam masyarakat dengan maksud supaya ada conformity
warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat yang
bersangkutan.
b. Bentuk-bentuk perilaku menyimpang
Dr. Kartini Kartono (2013:18) membagi perilaku menyimpang tersebut
kedalam beberapa bentuk yaitu:
1) Penyimpangan Primer marupakan penyimpangan yang terorganisasi secara
subjektif dalam diri pribadi, lalu ditransformasikan/diubah dalam bentuk peranan-
peranan aktif tertentu. Selanjutnya dijadikan kebiasaan atau kriteria sosial yang
menetap guna mendapatkan status sosial. Pada akhirnya, individu yang
menyimpang itu menyadari betul peranan patologis yang dilakukannya. Dia
memandang peranan tersebut sebagai hal yang wajar dan cocok dengan pola
sosio-psikologis masyarakat.

7
2) Penyimpangan sekunder yaitu apabila seseorang mulai menggunakan tingkah
laku penyimpang itu sebagai alat pembelaan diri, atau alat menyerang atau alat
penyesuaian diri terhadap segala kesulitan (kesulitan sebagai konsekuensi atau
produk dari reaksi-reaksi sosial terhadap tingkah laku yang sosiopatik).
3) Penyimpangan individual merupakan gejala personal, pribadi atau individual,
sebab ditimbulkan oleh ciri-ciri yang unik dari individu itu sendiri. Yaitu berasal
dari anomali-anomali (penyimpangan dari hukum, kelainan-kelainan), variasi-
variasi biologis dan kelainan psikis tertentu yang sifatnya herediter ada sejak
lahir.
4) Penyimpangan situsional merupakan penyimpangan yang dipengaruhi oleh
keadaan sosial diluar individu atau oleh pangaruh situasi, dimana peribadi yang
bersangkutan menjadi bagian integral dari dirinya
5) Penyimpangan sistematik pada hakekatnya adalah sub kultur atau satu system
tingkah laku yang diserta organisasi social yang khusus, status formal, peranan-
peranan, nilai-nilai, rasa kebanggaan, norma, dan moral tertentu yang semuanya
berbeda dengan situasi umum.
c. Faktor penyebab perilaku menyimpang
Menurut Sofyan (2012:93) bahwa penyebab perilaku menyimpang remaja
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1) Faktor individu yang meliputi lemahnya pertahanan diri, kurangnya kemampuan
penyusuaian diri individu dan kurangnya dasar-dasar keimanan individu
2) Faktor keluarga meliputi kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari
orang tua, lemahnya keadaan ekonomi orang tua dan kehidupan keluarga yang
tidak harmonis
3) Faktor lingkungan masyarakat yang meliputi kurangnya pelaksanaan ajaran
agama secara konsekuen, keadaan masyarakat yang kurang berpendidikan,
kurangnya pengawasan terhadap individu serta pengaruh nilai-nilai baru dari luar.
4) Faktor lingkungan sekolah diantaranya faktor guru, dimana kepribadian guru
sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. keadaan ini dapat dilihat dari

8
pengyunaan metode mangajar guru yang tidak atau mampu meningkatkan
motivasi belajar siswa. begitu juga sebaliknya perilaku menyimpang yang
dilakukan oleh siswa tidak terlepas dari bimbingan seorang guru. kedua adalah
faktor fasilitas pendidikan serta norma pendidikan dan kekompakan guru.
d. Perilaku menyimpang dalam perspektif teori sosiologis
Teori-teori yang berpespektif sosiologis tentang perilaku menyimpang berupa
menggali kondisi-kondisi sosial yang mendasari penyimpangan. Adapun teori-teori
berperspektif sosiologis itu, antara lain adalah:
1) Teori Disorganisasi Sosial
Dikutip soekanto (2006:304) dalam Teori yang didasarkan pada karya
William I. Thomas dan Florian Znaniecki, bahwa teori Disorganisasi sosial berasumsi
perilaku menyimpang terjadi karena dalam masyarakat itu terdapat organisasi sosial
atau tatanan sosial yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Dengan demikian
disorganisasi sosial adalah kekacauan sosial.
2) Teori belajar atau sosialisasi
Teori ini menyebutkan bahwa penyimpangan perilaku adalah hasil dari proses
belajar. Sala seorang ahli teori belajar yang banyak dikutip tulisannya adalah Edwin
H. Sutherland. Ia menamakan teorinya dengan Asosiasi Diferensial. Menurut
Sutherland, penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas
suatu sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang,
terutama dari diantara teman-teman sebaya yang menyimpang.
3) Teori pemberian label (labeling)
Teori labeling menjelaskan penyimpangan terutama ketika perilaku itu sudah
sudah sampai pada tahap penyimpangan sekunder. Menurut para ahli teori labeling,
mendefinisikan penyimpangan merupakan suatu yang bersifat relatif dan bahkan juga
membingunkan. Karena untuk memahami apa yang dimaksud dengan tindakan
menyimpang harus diuji melalui reaksi orang lain. (Henslin, 2002:155)
4) Teori kontrol

9
Ide utama di belakang teori kontrol adalah bahwa penyimpangan merupakan
hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar
pandangan bahwa setiap manusia cendrung untuk tidak patuh pada hukum atau
memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hokum
METODE PENELITIAN
Jenis dan Lokasi Penelitian
a. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan desain
kualitatif. Jenis penelitian studi kasus biasanya seorang akan meneliti satu
individu atau unit sosial tertentu secara mendalam. Dengan begitu peneliti
berusaha menemukan semua variabel yang penting yang terkait dengan subjek
diri yang diteliti
b. Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bima Provinsi Nusa
Tenggara (NTB) berlokasi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Belo
Kecematan Belo Kabupaten Bima
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor
dalam Emzir (2014:22) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan-ucapan atau
tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.
Batasan Istilah
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan menghindari bias dari
maksud penelitian, maka dalam penelitian ini diberikan batasan terhadap beberapa
istilah yang terkait dengan masalah penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Guru
2. Bimbingan konseling
3. Perilaku Menyimpang

10
Data dan Sumber Data
Data adalah keterangan mengenai suatu gelaja yang mengisi suatu fakta.
Menurut Ardhana (dalam Rianto, 2007: 103) bahwa analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
2. Data Sekunder
Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah manusia (human as
instrument). Oleh karena itu, instrumen kunci dalam penelitian ini adalah peneliti itu
sendiri. Dimana seorang peneliti akan mengumpulkan sejumlah informasi atau hal-
hal tertentu yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dengan melibatkan diri
secara langsung dalam objek penelitian. Disamping penggunaan instrumen-instrumen
lain seperti wawancara, observasi maupun dokementasi.
Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat tentang kontrol sosial
dalam pengendalian perilaku menyimpang siswa, maka peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Dokumentasi
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini merujuk pada teknik analisis data
yang dikemukakan oleh Milles & Hubberman. Menurut Milles & Hubberman (2009:
16-20) terdapat tiga teknik analisisi data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan (verifikasi). Proses ini berlangsung terus-menerus selama
penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul.
1. Reduksi Data
2. Penyajian Data

11
3. Penarikan Kesimpulan
Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan sesuai pendapat
Lincoln dan Guba dalam Riyanto (2007: 17-21) yang terdiri dari empat
standar/kriteria, yaitu: (1) Kredibilitas; (2) Dependabilitas; (3) Konfirmabilitas; dan
(4) Transferabilitas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMA N 1 Belo merupakan sala satunya SMA Negeri yang ada di Kecamatan
Belo Kabupaten Bima. Terletak Jalan Lintas Tente-Karumbu Telp. (0374) 81259.
Deskripsi Hasil Analisis Data
1. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang
Secara umum perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku menyimpang
dapat terjadi pada manusia muda, dewasa, atau tua baik laki-laki maupun perempuan.
Perilaku menyimpang ini tidak mengenal pangkat atau jabatan dan tidak juga tidak
mengenal waktu dan tempat. Penyimpangan bisa terjadi dalam skala kecil maupun
skala besar.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan salah
seorang guru BK, diketahui bahwa berilaku menyimpang yang terjadi pada siswa
SMA N 1 Belo Kabupaten Bima mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini
terungkap dari hasil wawancara dengan Bapak Wakil Kepala Sekolah (Wakasek)
bagian kesiswaan bernama Wahyudin, S.Pd. Berikut petikan hasil wawancaranya:
“…Iya, perubahan sikap siswa ini dimulai sejak tahun 2012, kalau
dilihat dari tahun yang lalu siswa sekarang lebih parah…” (Data diolah
dari hasil wawancara tanggal 13/01/2016).

Kepala sekolah juga mengakui bahwa penyimpangan yang dilakukan oleh


siswanya sekarang pernah juga pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja

12
belakang ini, penyimpangan yang dilakukan oleh siswanya terlalu sering dan semakin
beragam. Berikut kutipan wawancara dalam ruangnya:
“…perkelahian siswa disini sejak dulu sudah ada, hanya saja sekarang
frekuensinya yang berbeda. Siswa yang memakai narkoba juga sudah
ada…” (Data diolah dari hasil wawancara tanggal 02/02/2016)

Hal yang menarik untuk diperhatikan lebih lanjut tentang kondisi siswa SMA
N 1 Belo Kabupaten Bima sekarang, dimana perbuatan menyimpang tersebut sudah
menjadi kebiasaan, seperti datang sekolah memakai sandal (tidak memakai sepatu),
siswa tidak ada lagi yang berpakian rapi (memasukan baju kedalam
celana/rok),berkeliarah diasaat jam pelajaran, sering berkelahi dalam lingkungan
sekolah, merokok di dalam dan diluar kelas, mencuri, membawa senjata tajam,
membawa minuman beralkohol, serta pelecehan seksual di kalangan siswa itu sendiri.
Kemudian untuk kasus perkelahian antar siswa itu sendiri sudah menjadi perbuatan
yang sering terjadi.
Kondisi tersebut terungkap dari hasil wawancara dengan salah seorang guru
BK, yaitu Syaiful Anas, S.Pd yang membenarkan bahwa ada seorang siswanya
sering melakukan penyimpangan. Penyimpangan yang dilakukan oleh siswa tersebut
pernah membawa minuman beralkohol dalam lingkungan sekolah. Berikut petikan
wawancaranya:
“…hari pertama saya masuk di sekolah ini saya lihat buku kasus tertera
nama siswa M. Salahudin, asal Desa Renda (nama sebuah desa di
Kecamatan Belo Kabupaten Bima) membawa minuman alkohol dan
ditemukan oleh Bapak Safrudin di kantin. Saya sangat kaget dan ketika
jam pulang, saya menunggu siswa tersebut untuk menanyakan apa
benar dia membawa alkohol, dia tersebut pun mengaku...” (Data diolah
dari hasil wawancara tanggal 27/01/2016)
Perilaku menyimpang yang terjadi pada siswa SMA N 1 Belo dimulai pada
tahun 2012 dengan bentuk perilaku menyimpang yang beragam seperti perkelahian,
penggunaan obat-obatan terlarang, prostitusi dan lain-lain.
Perkelahian kelompok yang terjadi antar sesama siswa di SMA N 1 Belo
bukan pertama kalinya terjadi melainkan terjadi beberapa kali. Bahkan hitungan

13
minggu saja bisa terjadi beberapa kali. Hal ini pernah disampaikan oleh koordinator
guru BK Nurlailah, S.Pd dalam wawancara. Kutipan wawancaranya sebagai berikut:
“…massaallah yang kemarin itu adinda perkelahian bisa terjadi sampai
4 kali dalam seminggu…” (Data diolah dari hasil wawancara tanggal
18/01/2016)

Penyimpangan sosial yang paling sering dilakukan oleh siswa SMA N 1


perkelahian. Perkelahian tersebut bisa dalam bentuk perkelahian antar siswa maupun
siswa dengan guru. Perkelahian tersebut tidak hanya antar pribadi siswa melainkan
juga perkelahian kelompok antar kampung atau antar genk.
2. Peranan Guru Bimbingan Konseling dalam Mencegah Perilaku
Menyimpang Siswa Pada SMA N 1 Belo
Proses penanganan dan pencegahan yang dilakukan oleh guru BK terhadap siswa
yang berperilaku menyimpang pada siswa SMA N 1 Belo masih dianggap kurang
maksimal. Proses pencegahannya lebih pada pemberian pemahaman melului ceramah
kepada siswa yang menyimpang tanpa dievaluasi lebih lanjut sejauh mana perubahan
sikap dan perilaku siswa pasca diberi pemahaman. Meskipun guru BK menggunakan
jurnal sekolah yang masing-masing dipegang oleh ketua kelas untuk mengetahui
perkembangan siswa dalam kelas. Jurnal tersebut dikumpulan akhir pekan oleh
masing-masing ketua kelas kepada guru BK.
Hal ini akan menyulitkan mereka dalam mencari solusi terhadap
penyimpangan siswa atau bahkan sulit menemukan cara-cara dalam mencegah
perilaku menyimpang siswa, yang bisa dilakukan oleh mereka adalah mengundang
oran tua siswa ketika siswa yang berperilaku menyimpang tidak mampu lagi mereka
tangani. Diungkapkan oleh guru BK bernama M.Irham Zainuri pada saat wawancara,
sebagaimana kutipan wawancarannya sebagai berikut:
“…kami undang orang tuanya, kalau orang tuannya tidak hadir sekali-
sekali kami melakukan (kunjungan rumah) home visit… ” (Data diolah
dari hasil wawancara tanggal 22/01/2016)

14
Ungkapan informan diatas menunjukan pola bimbingan dan konseling yang
dilakukan oleh guru BK dalam mencegah perilaku menyimpang pada siswa SMA N 1
Belo.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Siswa Pada SMA N 1 Belo Kabupaten
Bima
No Tahun Perilaku Waktu
Pelajaran Penyimpangan Kejadian
a. Berkelahi 05/04/2012
b. Tidak berpakian seragam 13/05/2012
c. Pelecehan seksual 04/07/2012
d. Merokok dalam kelas 28/09/2012
Periode
1 e. Melakukan adegan mesrah dalam video 28/10/2012
2012-2013
F. Membuat video mesum 12/11/2012
g. Membawa HP yang berisi vedio porno 25/11/2012
h. Membawa minuman “Alkohol” 23/12/2012
i. Berkelahi dengan guru 28/12/2012
1. Pencurian HP 07/02/2013
2. Perkelahian kelompok 25/03/2013
3. Perkelahian massal antar siswa 25/05/2013
Periode 4. Membawa senjata Tajam 27/07/2013
2
2013-2014 5. Membawa busur ke sekolah 05/10/2013
6. Ditemukan video porno dalam HP 10/11/2013
7. Pengeroyokan siswa oleh siswa lain 12/11/2013
a. Berkelahi dengan guru 30/09/2015
3 Periode
1. Ciuman di belakang kelas 19/01/2016
2014-2015
2. Membawa senjata tajam (Pisau) 28/02/2016
3. Membawa senjata tajam (parang) 05/03/2016
4. Merokok dalam ruangan 12/03/2016
5. Perkelahian kelompok 10/05/2016
Periode
4 6. Membawa senjata api rakitan 28/07/2016
2015-2016
7. Mabuk dalam kelas 07/09/2016
8. Pencurian HP 09/10/2016
9. Jual beli Tramadol 01/11/2016

Sumber: Buku Kasus SMA N 1 Belo

15
Penyebab terjadinya perilaku menyimpang siswa di SMA N 1 antara lain
solidaritas sosial, status sosial ekonomi, pola bimbingan keluarga (orang tua),
pembelajaran yang tidak menyenangkan, kelainan psikologis, faktor kepemimpinan
kepela sekolah, doktrin senioritas, perbedaan budaya dan spirit sejarah.
2. Peranan guru bimbingan konseling dalam mencegah perilaku menyimpang
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Belo Kecamatan Belo
Kabupaten Bima
Hasil penelitian ini menemukan bahwa bahwa pola pelaksaanaan bimbingan
konseling oleh guru BK di SMA N 1 Belo dalam mencegah perilaku menyimpang
belum berjalan secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perilaku
menyimpang yang masih terus terjadi. Berikut tabel tentang tentang langkah-langkah
penanganan siswa berperilaku menyimpang oleh guru BK.

Guru BK Guru mata pelajaran


dan wali kelas

a. 1. Bidang Bimbingan
- Bidang pribadi
2. Layanan Bimbingan
- Kunjungan rumah Siswa yang
(Home visit) menyimpang
- Alih tangan kasus
b.
c.
d. Orang tua siswa

Keterangan:
: Pola Bimbingan
: Koordinasi Bimbingan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari serangkaian permasalahan dan hasil penelitian yang ada, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:

16
1. Perilaku menyimpang yang terjadi pada siswa SMA N 1 Belo dimulai pada tahun
2012 dengan bentuk perilaku menyimpang yang beragam seperti perkelahian,
penggunaan obat-obatan terlarang, prostitusi dan lain-lain. Penyebab terjadinya
perilaku menyimpang siswa di SMA N 1 antara lain solidaritas sosial, status
sosial ekonomi, pola bimbingan keluarga (orang tua), pembelajaran yang tidak
menyenangkan, kelainan psikologis, faktor kepemimpinan kepela sekolah, doktrin
senioritas, perbedaan budaya dan spirit sejarah.
2. Peran guru BK dalam mencegah perilaku menyimpang siswa masih belum
maksimal. Proses bimbingan dan konseling yang dilakukan hanya mengarah pada
pemahaman pribadi siswa, belum menyentuh pada ranah sosial, pembelajaran dan
kariernya. Namun beberapa hal yang pernah dilakukan oleh guru BK dalam
menangani siwa yang berperilaku menyimpang berupa pemberian pemahaman
agar siswa tidak melakukan penyimpangan, disamping kunjungan rumah (Home
visit), alih tangan kasus.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diberikan beberapa saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi guru BK, proses pelaksanaan bimbingan konseling terhadap perilaku
menyimpang siswa tidak hanya berupa pemberian pemahaman melalui caramah
tetapi juga menggunakan instrument lain berupa penggunaan
2. Bagi orang tua siswa, diharapkan dapat membimbing anaknya secara maksimal
ketika berada dalam lingkungan keluarga. Orang tua tidak semata-mata mencari
nafkah dan memprioritaskan untuk mencari uang dengan meninggalkan anak
sendirian di rumah. Karena keadaan demikian bisa mengakibtakan anak berbuat
apa saja sesuai dengan kehendaknya sendiri. Penyimpangan yang dilakukan oleh
anak diakibatkan oleh kurangnya bimbingan dan kontrol dari orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta

17
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Dwi susilo, Rachmad K. 2009. 20 Tokoh Sosiologi Modern; biografi para peletak
sosiologi modern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Emzir. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan Kuatitatif.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif (Edisi Kedua). Yogyakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Jamaris, Martini. 2012. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan. Bogor: Ghalia
Indonesia.
James, Henslin M. 2002. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: PT
Erlangga
Kartono, Kartini. 2013. Patologi Sosial. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Milles, M.B. & Hubberman A.M. 2009. Analisis Data Kualitatif (penerjemah: Tjetjep
Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press.
Narwoko J, Dwi & Suyanto, Bagon. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan
(Edisi Kedua). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
.2011. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan (Edisi Keempat).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Nurihsan, Achmad Juntika & Sudianto Akur. 2005. Manajemen Bimbingan
Konseling di SMP. Jakarta: Grasindo
Priyatno & Amti, Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Prenada Media
Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan (Kualitatif dan Kuantitatif).
Surabaya: Unesa Universty Press.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Reamaja dan Permasalahnya. Jakarta: PT.
Rhineka Cipta
Sukardi, Dewa ketut. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta
Sukiman. 2011. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru Bimbingan Konseling.
Yogyakarta: Paramitra Publishing
Suherman. 2009. Soiologi Organisasi. Jakarta: Univ.Terbuka

Suherti, Endang Ertiati. 2012. Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap ?. Yogyakarta.


Pustaka Pelajar

18

Anda mungkin juga menyukai