Anda di halaman 1dari 8

Patologi pada Kepala, Tulang Wajah, dan Leher

1. Patofisiologi pada Kepala


a) Tumor otak
Tumor otak adalah suatu massa jaringan yang terbentuk akibat
dari pertumbuhan sel-sel otak yang abnormal (tidak terkontrol). Tumor
adalah istilah umum untuk jaringan yang membentuk massa abnormal.
Secara umum tumor ada 2 jenis yaitu tumor jinak dan tumor
ganas, begitu pula dengan tumor otak ini. Tidak semua tumor otak itu
ganas, dengan kata lain tumor otak ada yang jinak dan ada yang
ganas. Tumor otak yang ganas disebut sebagai kanker otak.
b) Kanker Otak
Kanker otak adalah pertumbuhan sel-sel di otak yang abnormal
atau tidak terkontrol yang bersifat ganas artinya dapat menyebar dan
menyerang organ tubuh lainnya. Kanker otak lebih cepat meluas dan
menyebar dibanding tumor otak jinak, namun keduanya sama-sama
berbahaya dan memiliki gejala yang nyaris sama.
c) Cedera Kepala
Cedera kepala secara harfiah berarti cedera pada kepala, tetapi
pada hakekatnya definisi tersebut tidak sesederhana itu, karena
cedera kepala bisa berarti cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak,
jaringan otak atau kombinasi dari masing-masing bagian tersebut. Di
bidang Ilmu Penyakit saraf cedera kepala lebih dititik beratkan pada
cedera terhadap jaringan otak, selaput otak dan pembuluh darahnya.
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak.
Kekuatan benda yang bergerak akan menyebabkan
deformitas akibat percepatan, perlambatan dan rotasi yang
terjadi secara cepat dan tiba-tiba terhadap kepala dan jaringan
otak. Trauma tersebut bisa menimbulkan kompresi dan
regangan yang bisa menimbulkan robekan jaringan dan
pergeseran sebagian jaringan terhadap jaringan otak yang lain.
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam.
Kepala yang sedang bergerak kemudian membentur suatu
benda yang keras, maka akan terjadi perlambatan yang tiba-tiba,
sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan di tempat benturan
dan pada sisi yang berlawanan.
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Pada kepala yang tergencet pada awalnya dapat terjadi retak
atau hancurnya tulang tengkorak. Bila gencetannya hebat tentu
saja dapat mengakibatkan hancurnya otak.
Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas :
a. Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul, dapat terjadi
1) Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan
mobil-Motor.
2) Kecepatan rendah, biasanya disebabkan jatuh dari
ketinggian atau dipukul dengan benda tumpul.

b. Cedera kepala tembus Disebabkan oleh :


1) cedera peluru
2) cedera tusukan
Adanya penetrasi selaput dura menentukan
apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.
2. Patofisiologi pada Tulang Wajah
1. Fraktur Tulang Wajah
Fraktur tulang wajah sering dijumpai terutama pada cedera
olahraga, kecelakaan lalu lintas ataupun berkelahi. Pada kecelakaan
lalu lintas, tujuh dari sepuluh penderita mengalami cedera wajah,
kebanyakan berupa luka tajam dan memar. Fraktur terutama mengenai
mandibula, 1/3 medial tulang wajah, tulang hidung, orbita dan zygoma.
Fraktur tulang wajah jarang menimbulkan masalah kecuali pada fraktur
sepertiga medial wajah dimana rahang bagian atas terpisah dengan
tulang tengkorak dan fraktur mandibular multipel. Kedua fraktur ini
dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atas, kadangkala diperlukan
intubasi endotrakeal ataupun krikotiroidotomi untuk melancarkan jalan
nafas.
2. Bells palsy
Patofisiologi Bell’s palsy berhubungan erat dengan nervus
fasialis sehingga pemahaman mengenai patofisiologi ini harus terlebih
dahulu mengerti mengenai anatomi dan fungsi nervus fasialis.

Nervus Fasialis
Otot-otot wajah diinervasi oleh nervus fasialis. Selain memberikan
inervasi motorik, nervus fasialis juga mempunyai komponen sensoris
dan parasimpatik. Nervus fasialis bertanggung jawab untuk gerakan
volunteer dan mimik otot-otot wajah, pengecapan pada dua pertiga
anterior lidah, dan sekresi kelenjar saliva dan lakrimal. Nervus fasialis
juga memberikan percabangan untuk sensoris cavum timpani dan ke
muskulus stapedius [6]. Hal inilah yang menyebabkan gejala Bell’s
palsy tidak terbatas pada kelemahan otot saja.
Nervus fasialis mempunyai komponen intrakranial, intratemporal, dan
ekstratemporal. Badan sel nervus fasialis terletak di medulla
oblongata dengan radiks berada di angulus pontocerebelaris. Nervus
fasialis kemudian berjalan bersama nervus vectibulo-cochlearis dan
masuk ke dalam meatus akustikus internus pada pars petrosa os
temporalis menuju ventrolateral. Saraf ini kemudian memasuki kanalis
facialis pada dasar meatus dan berbelok ke dorsolateral menuju
dinding medial cavum timpani dan membentuk sudut di atas
promontorium (ganglion geniculatum). Saraf kemudian bersilangan
dengan chorda timpani dan berjalan turun pada dinding dorsal cavum
timpani untuk kemudian keluar melalui foramen stylomastoideus. Saraf
kemudian berjalan menembus kelenjar parotis dan memberikan 5
percabangan nervus fasialis (cabang cervical, mandibular, buccal,
zygomatic, dan temporal) untuk menginervasi otot wajah. Kelima
cabang terminal adalah cabang motorik yang bertanggung jawab
terhadap semua ekspresi wajah dan tugas-tugas fungsional otot,
seperti penutupan kelopak mata dan mulut serta patensi hidung ketika
inspirasi.
Sumber: Openi, 2014.
Gambar 1. Inervasi motorik (A) dan parasimpatetik (B) dari nervus fasialis.

Kerusakan Nervus Fasialis


Inflamasi dan edema, misalnya akibat infeksi, menyebabkan
bagian nervus fasialis yang berjalan pada kanal-kanal yang sempit
mengalami kompresi dan menimbulkan kerusakan. Inflamasi pada
kelenjar parotis juga bisa menimbulkan hal yang sama. Kerusakan pada
nervus fasialis di meatus akustikus internus, telinga tengah, kanalis
facialis, foramen stylomastoideus, atau kelenjar parotis akan
menyebabkan distorsi wajah dengan penurunan kelopak mata bawah
dan sudut mulut pada sisi wajah yang terkena. Pasien dengan Bell’s
palsy juga dapat mengalami mata dan mulut yang kering, kehilangan
atau gangguan pengecap, dan hiperakusis.

3. Patofisiologi pada Leher


1. Struma atau goiter
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada
leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula
tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar
dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran
kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di
sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea
dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga
mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher
yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan
bernapas dan disfagia.
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar
ini memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang
masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar
1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat
penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas
normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut
ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4
dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut
dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid
stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4
yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung
yodium.4 Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.

Gambar. Kelenjar Tiroid


Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat
menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga
terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis
anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH
dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel
tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke
dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah
besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan
kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
2. Nyeri leher
Nyeri leher merupakan rasa tidak nyaman di sekitar leher,
sering dikeluhkan dan menjadi alasan pasien datang berobat ke
dokter, menurut The International Association for the Study of Pain
(IASP) nyeri leher merupakan sakit yang dirasakan di daerah yang
dibatasi oleh garis nuchal di bagian superior dan dibagain inferiornya
dibatasi oleh prosesus spinosus torakal satu dan daerah lateral leher,
sedangkan nyeri leher non spesifik merupakan nyeri mekanik yang
dirasakan diantara oksiput dan torakal satu dan otot-otot sekitarnya
tanpa penyebab yang spesifik (Gupta dkk., 2008).
Nyeri leher menurut Douglass dan Bope merupakan nyeri yang
dihasilkan dari interaksi yang komplek antara otot dari ligamen serta
faktor yang berhubungan dengan kontraksi otot, kebiasaan tidur, posisi
kerja, stres, kelelahan otot, adaptasi postural dari nyeri primer lain
seperti bahu, sendi temporomandibular, craniocervikal atau perubahan
degeneratif dari discus cervikalis dan sendinya (Douglas dan Bope,
2004).
Penyebab utama dan berat dari sakit leher meliputi:
a. Spondilosis : Artritis degeneratif dan osteofit.
b. Spinal stenosis : Penyempitan kanal tulang belakang.
c. Spinal herniasi : Menonjol atau menggelembungnya diskus.
Penyebab umum lainnya adalah sebagai berikut:
a. Posisi yang salah dalam jangka waktu yang lama, banyak orang
jatuh tertidur di sofa dan kursi dan bangun dengan keluhan sakit
leher.
b. Bekerja pada postur dan posisi tertentu dalam jangka waktu yang
lama menyebabkan kontraksi otot berlebihan sehingga timbul
nyeri.
c. Cedera atau penyakit pada suatu organ dan struktur yang
terletak di dekat leher, misalnya saraf, pembuluh darah, kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening leher, sistem pencernaan, jalan
napas, otot rangka leher dan saraf tulang belakang.
d. Tekanan fisik dan emosional dapat menyebabkan otot tegang dan
peregangan, sehingga timbul rasa sakit dan kaku pada otot.
e. Penyakit degeneratif, misalnya spondilosis tulang leher.
f. Infeksi pada berbagai struktur pada leher, yang meliputi infeksi
tenggorokan, abses atau luka nanah di belakang faring, radang
atau pembesaran kelenjar getah bening, radang tulang belakang,
dan penyakit Pott atau tuberkulosis tulang belakang.
g. Meningitis atau infeksi pada selaput pembungkus otak,
keganasan atau kanker kepala dan leher, pembedahan arteri
karotis, fibromyalgia, radang pada sendi, radikulopati, penekanan
pada saraf-saraf yang berasal dari tulang leher.
h. Cedera akibat hentakan keras di area kepala-leher, kecelakaan
mobil, cedera kontak pada olahraga, dan juga patang tulang
belakang dan pada kasus yang berat yang melibatkan tulang
belakang menyebabkan kelumpuhan (Tulaar, 2008).

3. Spondilosis Servikal
Spondilosis servikal adalah suatu kondisi yang diakibatkan oleh
kerusakan ruas tulang leher dan bantalannya, sehingga menekan saraf
tulang belakang dan menimbulkan gejala umum berupa nyeri leher,
bahu, dan kepala. Spondilosis servikal juga dikenal sebagai
penyakit osteoartritis servikal atau artritis leher. Spondilosis servikal
terjadi akibat proses penuaan, namun dapat diperburuk oleh faktor lain.
Spondilosis servikal paling sering ditemukan pada usia 40-60
tahun, dan pada laki-laki dapat timbul lebih awal dibanding wanita.
Diperkirakan bahwa 90% orang yang telah berusia 60 tahun ke atas
mengalami masalah ini. Namun, spondilosis servikal dapat juga timbul
pada orang muda karena penyebab lain, biasanya karena ada cedera
sebelumnya. Spondilosis dapat mengakibatkan menyempitnya saluran
tulang belakang dan menekan saraf tulang belakang sehingga dapat
muncul gejala, seperti:
a. Kaku pada leher.
b. Sakit leher yang diperburuk saat batuk atau bersin.
c. Nyeri dapat menyebar ke daerah kepala, bahu, dan lengan.
d. Terasa kesemutan, kaku, dan lemah pada lengan, tangan,
tungkai, dan kaki.
e. Kesulitan berjalan dan susah mengoordinasikan gerakan.
Spondilosis servikal utamanya terjadi akibat perubahan struktur dan
kerusakan jaringan pada tulang belakang dan tulang leher. Perubahan
yang terjadi dapat berupa:
a. Menipisnya bantalan tulang. Tulang leher merupakan bagian dari
tulang belakang yang bentuknya seperti pilar yang memiliki ruas.
Di antara ruas tersebut diisi oleh bantalan tulang. Seiring
bertambahnya usia, bantalan ini akan menipis akibat
berkurangnya cairan pada bantalan tersebut. Jika bantalan ini
menipis, akan sering terjadi gesekan antar tulang.
b. Herniasi bantalan tulang. Akibat penuaan, bantalan tulang leher
juga dapat mengalami keretakan, sehingga membuat bantalan ini
menonjol dan menekan saraf tulang belakang.
c. Ligamen kaku. Penuaan juga dapat menyebabkan ligamen atau
jaringan ikat antara tulang leher menjadi kaku dan tidak fleksibel.
d. Pengapuran tulang leher. Sebagai respon terhadap menipisnya
bantalan tulang, tulang leher akan membentuk jaringan tambahan
dalam upaya menjaga keutuhan tulang leher. Jaringan tulang
tambahan ini dapat menekan saraf tulang belakang.

Anda mungkin juga menyukai