DISUSUN OLEH :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat dan
karunia-Nya lah saya dapat menyusun makalah dengan judul “Laju dan Mekanisme Reaksi
Fasa gas” sub bab “Mekanisme Reaksi” ini hingga selesai.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengajar, yaitu Dr. Yayuk Andayani, S.Pd.,
M.Si yang telah membimbing kami dalam memahami materi-materi dalam Kimia Fisika III.
Terima kasih pula kami sampaikan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah “Mekanisme Reaksi Fasa gas” ini kami susun sebagai tugas untuk
melengkapi persentasi kelompok di kelas. Kami pun menyadari, makalah ini jauh dari kata
sempurna. Karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun makalah
ini menjadi lebih baik.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat berguna bagi para pembaca.
Tim Penyusum
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mekanisme reaksi fasa gas ?
2. Bagaimana cara membuktikan orde reaksi dan menentukan nilai k berdasarkan
data percobaan ?
3. Bagaiman a cara menentukan orde reaksi dengan metode diferensial
berdasarkan data percobaan ?
D. Hipotesis
1. Mekanisme reaksi adalah proses atau tahap yang terjadi dalam proses reaksi
dari reaktan sampai menadi produk.
2. Orde reaksi dan nilai K pada data percobaan ditentukan berdasar perubahan
konsentrasi terhadap waktu yang dapat dihitung dengan metode integral dan
differensial.
BAB II
PEMBAHASAN
Kinetika kimia merupakan pengkajian laju dan mekanisme reaksi kimia. Besi lebih
cepat berkarat pada udara lembab daripada udara kering, makanan lebih cepat membusuk bila
didingingkan, kulit lebih cepat menjadi gelap pada musim panas daripada musim dingin. Ini
merupakan tiga contoh yang lazim dari perubahan kimia yang kompleks dengan laju yang
beraneka ragam menurut kondisi reaksi. Yang lebih mendasar dari sekedar laju reaksi adalah
bagaimana perubahan kimia itu berlangsung. Untuk memahami hal ini dipelajari perubahan
bertahap yang dialami atom, molekul radikal dan ion, ketika mereka diubah dari pereaksi ke
produk. Untuk suatu reaksi tertentu, penjumlahan tahap-tahap ini disebut Mekanisme Reaksi.
Persamaan reaksi keseluruhan menyatakan hanya pereaksi awal dan produk akhir. Persamaan
ini tidak memberikan indikasi mengenai bagaimana molekul-molekul yang bereaksi itu
berubah ketika reaksi itu terjadi. Seperti pada suatu reaksi berikut :
Reaksi tersebut mungkin menyebabkan orang menduga bahwa sembilam molekul, empat
amonia, dan lima oksigen, harus bertabrakan agar reaksi itu terjadi. Proses semacam itu, yang
menyangkut pemutusan ikatan-ikatan dalam sembilan molekul pereaksi secara serempak dan
pembentukan ikatan dalam sepuluh molekul produk, hampir tidak dapat terjadi dalam satu
langkah. Dapat dibuktikan semata mata dengan statistik bahkan hampir mustahil bahwa
begitu banyak molekul akan bertabrakan bersama-sama, apalagi untuk proses-proses
pemutusan dan pembentukan ikatan tersebut.
Umumnya reaksi berlangsung dengan tahap sederhana, dengan tiap tahap biasanya
melibatkan hanya satu,dua atau tiga partikel sebagai pereaksi. Suatu reaksi disebut sebagai
reaksi sederhana bila persamaan stiokiometrinya menggambarkan apa yang sebenarnya
berlangsung. Jadi dalam hal reaksi :
H2 + Br = HBr + H
Dimana satu molekul H2 bertumbukan denga satu atom Br, dan terjadi pertukaran “partner”
dengan pembentukan HBr dan H, maka reaksi tersebut adalah reaksi sederhana. Tahap-tahap
dengan perubahan kimia terjadi biasanya disebut proses elementer atau reaksi elementer.
Pereaksi hidrogen dan oksigen yang membentuk air, merupakan contoh mengenai reaksi
yang mengikuti jalan yang lebih rumit daripada yang dinyatakan oleh reaksi keseluruhan.
2H2 + O2 → 2H2O
Reaksi ini diduga melibatkan beberapa reaksi elementer, beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) H2 + O2 → H + HO2
2) H + O2 → O + OH
3) O + H2 → H + OH
4) H2 + HO2 → H2O + OH
5) H2 + OH → H2O + H
6) H + OH → H2O
Partikel seperti H, OH, dan HO2 disebut radikal. Suatu radikal ialah suatu atom atau gugus
lain yang mempunyai satu elektron tak berpasangan atau lebih. Umumnya radikal berusia
pendek, barangkali hanya sepersekian detik sebelum bertabrakan dan bereaksi dengan
partikel lain untuk membentuk ikatan kovalen.
Seringkali suatu reaksi erlementer antara dua zat berlangsung dengan cara sederhana yang
melibatkan tabrakan dua partikel untuk membentuk suatu spesi ( jenis partikel) teraktifkan
yang langsung menimbulkan produk-produk reaksi itu. Perhatikan mekanisme untuk reaksi
erlementer umum :
AB + AB → A2 + B2
Tidak semua tabrakan antara dua molekul AB akan mengakibatkan suatu reaksi kimia,
meskipun molekul itu memiliki perlengkapan tertentu yang diperlukan agar reaksi itu terjadi,
antara lain energi tinggi dan suatu kecendrungan alamiah agar bereaksi. Molekul-molekul
yang bertabrakan ini disebut keadaan transisi atau kompleks tereaktifan.
Agar suatu reaksi dapat berlangsung, molekul-molekul pereaksi harus bertumbukan satu
dengan yang lainnya. Hal inilah yang menjadi dasar dari teori tumbukan dalam mempelajari
laju reaksi. Pada dasarnya, teori ini menyatakan bahwa laju reaksi sebanding dengan jumlah
tumbukan yang terjadi setiap detik antara molekul-molekul pereaksi. Teori tumbukan
digunakan untuk menghitung tetapan laju reaksi secara teoritis, namun teori ini mempunyai
kelemahan terutama untuk molekul yang kompleks, karena hasil perhitungan teoritis
menyimpang dari hasil pengamatan. Oleh sebab itu, dikembangkan teori baru yaitu teori
keadaan transisi untuk memodifikasi kekurangan teori tumbukan tersebut. Dimana teori
keadaan transisi mengacu pada apa yang biasanya terjadi selama tumbukan. Anggapan yang
paling mendasar dari teori ini adalah bahwa dalam suatu reaksi sebelum pereaksi akan melalui
tahap suatu keadaan transisi dimana keadaan transisi ini bukan merupakan hasil antara. Pada
keadaan transisi, pereaksi akan berada sebagai kompleks teraktivasi, yang kemudian akan
berubah menjadi produk.
Banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap erlementer menentukan molekularitas reaksi.
Mekanisme reaksi pada fase gas terbagi menjadi 3 yaitu mekanisme reaksi unimolekuler,
bimolekuler, dan termolekuler.
Dengan mengetahui tahap elementer suatu reaksi kita dapat menentukan hukum laju,
misalkan kita mengikuti tahap elementer unimolekuler berikut:
A →produk
Karena ini adalah proses yang terjadi pada tingkat molekul, semakin banyak molekul
A yang ada semakin cepat laju pembentukan produk. Jadi kita dapat menuliskan hukum laju
secara langsung berdasarkan tahap elementer.
Laju = k [A]
A + B → produk
Laju pembentukan produk bergantung pada seberapa sering A dan B bertumbukan, yang juga
bergantung pada konsentrasi A dan B. Dalam hal ini kita dapat menuliskan hukum laju
sebagai:
A + A → produk
2A → produk
Laju = k [A]2
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa orde reaksi untuk setiap reaktan dalam tahap
elementer sama dengan koefisien stoikiometrinya di dalam persamaan kimia untuk tahap itu.
Sebaliknya, kita tidak dapat mengetahui hanya dengan melibatkan persamaan secara
keseluruhannya saja apakah reaksi berlangsung seperti yang ditunjukkan atau dalam sederetan
tahap elementer. Penentuan ini dilakukan di laboratorium. Studi mengenai mekanisme reaksi
melalui percobaan, dimulai dengan pengumpulan data (pengukuran laju). Kemudian, kita
analisis data tersebut untuk menentukan konstanta laju dan orde reaksi, dan kita tuliskan
hukum lajunya. Akhirnya, kita ajukan mekanisme yang betul untuk reaksi tersebut
berdasarkan tahap elementernya.
Sebuah reaksi (atau transformasi) kimia tunggal yang teramati dalam laboratorium,
sebenarnya merupakan hasil atau akibat keseluruhan dari sejumlah atau serangkaian tahap
atau proses molekuler. Serangkaian tahap proses inilah yang disebut sebagai mekanisme
reaksi
a) Mekanisme reaksi merupakan uraian secara rinci mengenai tahap-tahap reaksi kimia
yang menjelaskan perubahan dari reaktan awal (yang teramati) menjadi produk reaksi (yang
teramati) secara keseluruhan, ditinjau dari aspek molekuler
b) Mekanisme reaksi bersifat postulat (dugaan), yang merupakan hasil pemikiran
induktif. Untuk menguji kebenaran mekanisme reaksi tersebut, serangkaian eksperimen
dilaboratorium harus dilakukan, sedangkan validasinya ditentukan oleh pengalaman
(experience), intuisi, keberuntungan (luck), pengetahuan (knowledge) dan guess work.
c) Mekanisme reaksi terdiri dari sejumlah tahap reaksi elementer
d) Mekanisme reaksi melibatkan spesies-spesies lain dalam system reaksi (yang bukan
reaktan mapun produk reaksi) yang tidak muncul pada persamaan stoikiometri reaksi
keseluruhan.
Metode Integral
Metode ini merupakan suatu metode trial and error (empiris), yakni perubahan
konsentrasi dengan waktu yang diukur dan harga k dihitung dengan menggunakan persamaan
terintegrasi yang berbeda untuk orde reaksi yang berbeda. Orde reaksi akan dipeoleh dari
persamaan yang memberikan harga K yang konsisten. Ini dapat dikerjakan secara analisis atau
grafik.
Contoh
Data berikut diperoleh dalam reaksi atom bromin dengan CL2O . Hitung orde reaksi
berkenaan dengan atom bromin dan Cl2O .
Waktu 0 40 70 100
[𝐶𝑙2 𝑂] x 103 24,4 19,70 17,85 16,56
(mol m-3)
[𝐵𝑟] x 103 12,2 7,50 5,65 4,36
(mol m-3)
Misalkan n1 dan n2 adalah orde reaksi berkenaan dengan Cl2O dan atom bromin. Harga k
dihitung untuk kombinasi n1 dan n2 yang berbeda dari data di atas, dan terdapat dalam tabel.
Jelas bahwa untuk n1 = n2 = 1, harga k yang dipeoleh adalah konstan.
Orde reaksi Nilai k
n1 = 0 n2 = 0 0, 118 x 10-3 0,062 x 10-3 0,050 x 10-3
n1 = 1 n2 = 0 5,34 3,29 2,33
n1 = 0 n2 = 1 12,06 x 10 9,44 x 10 8,61 x 10
n1 = 2 n2 = 0 2,50 x 105 2,33 x 105 2,0 x 105
n1 = 0 n2 = 2 1,27 x 105 1,47 x 105 1,70 x 105
n1 = 1 n2 = 1 5,40 x 105 5,30 x 105 5,30 105
c) Menghitung harga k pada setiap waktu dengan mengintegrasikan dari CA0 ke CA dan
dari 0 ke t. Jika harga k hampir konstan perumpamaan dianggap benar dan k=krata-rata
CA
dC A
d) Atau dibuat grafik
terhadap t
CA0
f C A
Bila diperoleh garis lurus berarti benar, harga k dihitung dengan least-square
Bila garis yang diperoleh diperoleh tidaklurus, maka:
Jika diperoleh garis lurus p dugaan orde benar, dengan k=tg α dan n=1
Jika diperoleh garis q (Kelengkungan positif): orde reaksi yang ditebak (atau
diasumsikan) lebih besar daripada orde reaksi sebenarnya. dicoba orde 0 dst
sampai diperoleh garis lurus
Jika diperoleh garis r Kelengkungan negatif: orde reaksi yang ditebak (atau
diasumsikan) lebih kecil daripada orde reaksi sebenarnya. Orde>1 dicoba orde
2 dst sampai diperoleh garis lurus
q
p
CA
ln
C A0 r
t
e) Untuk reaksi orde n dan n≠1 misal: rA
dC A
kCAn
dt
Metode diferensial
Dalam metode ini, data tidak dikumpulkan dalam bentuk konsentras terhadap waktu,
tetapi dinyatakan sebagai laju perubahn konsentrasi waktu terhadap konsentrasi reaktan.
Persamaam laju umum yang melibatkan dua reaktan
𝑑[𝑅1 ]
− = 𝑘 [𝑅1 ]𝑚 [𝑅2 ]𝑛 ............................................................ (1)
𝑑𝑡
atau
𝑑[𝑅1 ]
𝑙𝑜𝑔 (− ) = log 𝑘 + 𝑚 log [𝑅1 ] + 𝑛 log [𝑅2 ] ..............................(2)
𝑑𝑡
𝑑[𝑅1 ]
m atau n dapat dievaluasi dari kemiringan plot antara 𝑙𝑜𝑔 (− ) dan log [𝑅1 ] atau
𝑑𝑡
log [𝑅2 ] dengan menjaga [𝑅1 ] atau [𝑅2 ] tetap. Nilai k dapat dihitung dari intersept dan orde
reaksi.
Contoh
Laju awal
[𝐻+] [𝐵𝑟𝑂3− ] [3𝐻2 𝑂2 ]
𝑑[𝐵𝑟𝑂3− ]
− × 107 Mt-1
(M) (M) (M) 𝑑𝑡
0,10 0,00587 0,036 9
0,10 0,00174 0,036 19
0,120 0,00978 0,0385 20
0,120 0,00978 0,077 40
0,120 0,00489 0,0363 9
0,240 0,00489 0,0363 18
0,240 0,00493 0,0363 18
0,360 0,00493 0,0363 28
𝑑[𝐵𝑟𝑂3− ]
− = 𝑅 = 𝑘[𝐻 + ]𝑙 [𝐵𝑟𝑂3− ]𝑚 [𝐻2 𝑂2 ]𝑛
𝑑𝑡
Harga l, m, n dihitung menggunakan persamaan di atas dengan memilihi data yang ada
sehingga
[𝐻 + ] atau [𝐵𝑟𝑂3− ] atau [3𝐻2 𝑂2 ] berbevariasi dan dua lainnya di buat konstan.
Untuk menentukan nilai m digunakan data dua baris pertama dengan menggunakan
persamaan (2)
Untuk menentukan nilai n digunakan data baris 3 dan 4 menggunakan persamaan (2)
Untuk menentukan l digunakan data baris 7 dan 8 dengan menggunkan persamaan yang sama
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh nilai l, m dan n adalah 1 sehingga reaksi tersebut
berorde 1, jadi persaaman laju adalah
𝑅 = 𝑘 [𝐻 + ][𝐵𝑟𝑂3− ] [3𝐻2 𝑂2 ]
Dalam menentukan nilai k disubsitukan masing-masing data berdasarkan persamaan lau di
atas
𝑅 = 𝑘 [𝐻 + ][𝐵𝑟𝑂3− ] [3𝐻2 𝑂2 ]
𝑅 9 × 10−7 𝑀 𝑡 −1
𝑘= + =
[𝐻 ][𝐵𝑟𝑂3− ] [3𝐻2 𝑂2 ] [0,1 𝑀][0,00587 𝑀] [0,036 𝑀]
= 0,00426 𝑀−2 𝑡 −1
Metode diferensial disebut juga metode laju awal atau metode laju rata-rata. Metode ini
didasarkan pada perubahan konsentrasi pereaksi dalam selang waktu tertentu. Dengan kata
lain, metode diferensial adalah metode untuk menentukan tingkat reaksi atau laju reaksi
a. Buat grafik hubungan antara konsentrasi zat pereaksi kunci dengan waktu reaksi
CA0
CA
dC A
b. Mencari harga pada beberapa t
dt
t CA ∆t ∆CA dC A C A
dt t
0 CA0
t1 CA1 - - -
t2 CA2 - - -
t3 CA3
dst dst
t CA C A C A ln CA
ln
t t
. α
. tg α= n
C A
ln
t intersep= ln k
ln CA
Catatan:
1). Bila datanya tidak baik (sulit untuk digambar sebagai garis lurus) dicari dengan cara least-
square
2). Bila grafik log(-rA) terhadap log CA bukan garis lurus menunjukkan bukan reaksi
sederhana tetapi reaksi komplex.
Soal:
Hollin dan Jungers mengadakan percobaan reaksi antara asam sulfat dan dietil sulfat dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
H2SO4 + (C2H5)2SO4 2C2H5SO4H
A + B 2D
Reaksi dijalankan secara isotermal pada suhu 22,9oC, dengan konsentrasi reaktan mula-
mula masing-masing 5,5 gmol/L dan diperoleh data:
Waktu,t 0 41 48 55 75 96 127 162 180 194
(menit)
(H2SO4),CA 5,50 4,91 4,81 4,69 4,38 4,12 3,84 3,59 3,44 3,34
(gmol/L)
Tentukan tetapan laju reaksi (k) dan orde reaksi (n)→ persamaan laju reaksi
a.Metode differensial
Dari data terlihat bahwa konsentrasi awal H2SO4 dan (C2H5)2SO4 sama, maka persamaan
laju;
rA dC A kCAn
dt
dC A
ln ln k n. ln C A
dt
C A
atau berdasarkan data dapat dibuat grafik ln melawan ln C A untuk mendapatkan
t
orde reaksi.
C A
ln
t
4,9 -
4,8 -
4,7 -
4,6 -
4,5 -
4,4 -
4,3 -
4,2 -
4,1 -
4,0 - - - - - - - - ln CA
1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6
slope
y 2
y1 4,7 4,4
2
x2 x1 1,5 1,35
Dari grafik diperoleh slope -2 maka orde reaksi= 2. Tetapan laju reaksi ditentukan dengan
C A
membuat grafik hubungan C A2 melawan
t
C A 2
10
t
1,4 -
1,3 -
1,2 -
y2
1,1 -
0,9 -y1 x1 x2
0,8 -
0,7 -
0,6 -
0,5 - - - - - - - - CA2
0 10 20 30
b.Metode integrasi:
i. Cara grafis
rA dC A kCAn
dt
rA dC A kCA2
dt
CA t
dC
C C A2A k 0 dt
A0
1 1
kt
C A C A0
1 L
C A gmol
3,3 -
0,255 -
0,22 -
0,5 - - - - - - - - t
0 50 100 150
Ternyata diperoleh garis lurus maka dugaan reaksi orde 2 benar dan diperoleh slope =k =
6,06.10-4 L/(gmol.menit).
rA dC A kCA C A C Ao e kt
dt
Sehingga:
C
ln A
k ' A0
C
t
Dari tabel didapat k2 untuk orde 2 lebih merata dibanding orde satu, maka dipilih reaksi orde
2 dengan krata-rata= 6,2.10-4 L/(gmol.menit).
BAB III
KESIMPULAN
Mekanisme reaksi tidak dapat diperkirakan hanya dari hukum laju (percobaan) atau
berdasarkan pemikiran teoritis tetapi merupakan hasil kombinasi teori dan percobaan. Setiap
reaksi dari gas mempunyai mekanisme reaksi, banyak dari beberapa reaksi itu yang kita tidak
tahu persis mekanismenya. Jika dalam suatu reaksi gas diketahui mulai dari keadaan transisi
sampai menjadi suatu produk, maka laju reaksi yang paling lambat akan bertindak sebagai
penentu laju tersebut yang akan menjadi persaamaan rumus lajunya. Mekanisme reaksi fasa
gas terbagi menjadi 3 yaitu mekanisme reaksi unimolekuler, bimolekuler dan termolekular.
Apabila terdapat suatu reaksi yang memiliki koefisien, maka selamanya koefisien tersebut
yang menjadi orde reaksinya melainkan kita harus mengetahui mekanisme yang terjadi. Oleh
sebab itu mekanisme yang berjalan lambat itulah yang akan menjadi penentuan laju reaksinya
maupun ordenya. Dengan kata lain persamaan laju reaksi dari mekanisme yang lambat pasti
akan sama dengan persamaan laju reaksi dengan data percobaan.
Penentuan orde reaksi dan nilai k dapat ditentukan berdasarkan data percobaan dan
mekanisme reaksinya. Metode yang digunakan yaitu metode integral dan diferensial. Metode
integral metode yang paling banyak dipakai yang merupakan suatu metode trial and error
(empiris), yakni perubahan konsentrasi dengan waktu yang diukur dan harga k dihitung
dengan menggunakan persamaan terintegrasi yang berbeda untuk orde reaksi yang berbeda.
Orde reaksi akan dipeoleh dari persamaan yang memberikan harga K yang konsisten. Ini
dapat dikerjakan secara analisis atau grafik. Sedangkan metode diferensial disebut juga
metode laju awal atau metode laju rata-rata. Metode ini didasarkan pada perubahan
konsentrasi pereaksi dalam selang waktu tertentu. Dengan kata lain, metode diferensial adalah
metode untuk menentukan tingkat reaksi atau laju reaksi. Jadi, metode differensial
berdasarkan diferensiasiasi konsentrasi terhadap waktu dan metode integral, berdasarkan
integrasi persamaan laju reaksi.
DAFTAR PUSTAKA