Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL ILMIAH

DOSEN PEMBIMBING :
DEWI ANGGRAENI ,LC,MA.
DISUSUN OLEH:
ISNI PARIHA
IZZATUL LATIFAH
OBI ‘ALIM
ROMDAN KOMARA

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDOESIA


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ABSTRAK

Perkembangan teknologi yang semakin cepat harus diiringi dengan pola pikir pengguna media
sosial agar terjadi keselarasan dalam kemajuan zaman. Sehingga dalam menerima dan
menyebarkan informasi memalui teknologi sesuai dengan fakta kebenarannya. Penalitian ini
ditujukan untuk mendeskripsikan analisis penyebaran hoax di Indonesi khususnya melalui media
sosial dan media online. Serta menjelaskan bahwa salah satu cara menangkal berita hoax adalah
dengan meningkatkan budaya literasi di masyarakat. Metode penelitian ini adalah studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan meningkatkan budaya literasi dan menjadikan
perpustakaan sebagai pusat mencari informasi ilmiah bagi masyarakat. Maka dengan itu
masyarkat terdidik untuk bersikap kritis dalam menyerap informasi.

PENDAHULUAN

Saat ini di tengah masyarakat sedang marak terjadi penyebaran berita dan informasi secara
palsu atau yang biasa disebut Hoax. Penyebaran berita hoax ini sangat meresahkan masyarakat,
karena banyak pihak yang dirugikan atas fenomena hoax tersebut. Seiring dengan berkembangnya
teknologi, mencari informasi menjadi hal yang mudah untuk dilakukan oleh masyarakat dari
berbagai aplikasi seperti Whatsapp, Instagram, Line, Twitter, Facebook dan apliaksi media sosial
lainnya. Namun dibalik kemudahan dalam mencari informasi di sisi lain memudahkan para
penyebar berita hoax untuk menyebarkan berita yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.

Pengguna internet di Indonesia menduduki peringkat keenam di dunia. Menurut lembaga


riset pasar e-Marketer, populasi netter Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada tahun2014. Pada,
2017 menurut data e-Marketer netter Indonesia mencapai 112 juta orang. Mengalahkan Jepang
yang pertumbuhan pengguna internetnya berkembang secara lamban. (Hidayat, 2014). Dari data
berikut diketahui bahwa pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Hal ini dapat berdampak pada penyebaran berita hoax yang semakin meluas. Pihak
yang menyebarkan berita hoax ini memiliki tujuan, salah satunya adalah menggiring opini
masyarakat dan kemudian membentuk persepsi yang salah terhadap informasi. Hoax menjadi hal
yang tak terpisahkan dari pengguna media sosial internet. Isu-isu yang menyinggung SARA sangat
sensitif dan berbahaya. Kemajukan bangsa menjadi kelebihan dalam satu hal, namun di sisi lain
dapat menjadi titik lemahnya. Mudah sekali untuk memecah belah masyarakat dengan mengangkat
informasi yang membeda-bedakan ras, mengunggulakan suku tertentu, maupun mendiskreditkan
kepercayaan atau agama tertentu. (Biantoro, 2016) memaparkan ada 4 bahaya yang ditimbulkan
dari berita hoax, yakni hoax membuang waktu dan uang, hoax menjadi pengalihan isu, hoax
sebagai sarana pembohongan publik, serta hoax penyebab kepanikan publik. Biasanya para pelaku
hoax dalam menyebarkan berita hoax, mereka melakukan kebohongan dan menyebarkan informasi
yang bohong secara tidak sadar.

Media sosial menjadi wadah yang sangat rentan untuk dijadikan sarana penyebaran berita
hoax. Banyaknya pengguna aktif di media sosial sangat memudahkan para penyebar berita hoax
dalam menjalankan aksinya. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Rosmalinda, 2017)
tentang “ fenomena Penyesatan Berita di Media Sosial “ menyatakan bahwa pengaruh
perkembangan teknologi bisa menjadi ancaman global termasuk terhadapindonesia khususnya
terkait dengan penyebaran berita hoax. Karena kegaduhan yang terjadi di media sosial akibat
dampak negatif dari berita hoax dapat merambat kedunia nyata jika tidak segera diatasi
(Juliaswara, 2017).

Pihak penyebar hoax makin dimuluskan langkahnya karena kurangnya penyaringan berita
di media sosial sehingga berita apa pun yang diposting oleh seseorang dapat dengan mudahnya
tersebar,ditambah kurangnya budaya literasi pada masyarakat kita. Sehingga tidak mampu
memilah antara berita yang benar dan berita bohong. Ditambah kurangnya berpikir kritis pada
masyarakat kita dalam memandang sebuah persoalan.

Dalam penelitian ini kami mencari tahu tentang bagaimana perkembangan hoax di
Indonesia. Serta membahas tentang apa saja faktor penyebab munculnya konten hoax. Kami
membahas juga soal generasi milenial terhadap berita hoax. Lalu mencari keterkaitan apakah
dengan budaya literasi masyarakat mampu menangkal berita hoax. Semoga penelitian ini bisa
bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya. Dan mampu mengurangi penyebaran berita hoax
yang berdampak negatif terhadap banyak hal.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan oleh penulis untuk mrndaoatkan sumber yang ada dalam artikel
ini dalah dengan cara Studi Pustaka. Dalam metode ini, penulis membaca buku ataupun media
cetak yang berkaitan dengan media cetak yang berkaitan dengan penelitian. Selain media cetak
yang merupakan salah satu media yang dipakai oleh penulis untuk mendapatkan data, penulis juga
mendapatkan informasi atau data melalui media internet untuk bertukar informasi.

PEMBAHASAN

Penyebaran Hoax di Indonesia

Hoax atau berita bohong menjadi fenomena di Indonesia yang sengaja disamarkan agar
terlihat benar, hal ini tidak luput dari karakteristik masyarakat yang banyak menggunakan media
sosial. Jadi penyebaran hoax di Indonesia paling banyak melalui media sosial. Sementara menurut
Guru Besar Ilmu komunikasi Universitas Padjajaran Bandung, Dedy Mulyana, menyebutkan ada
faktor utama dari yang menyebabkan informasi palsu (hoax) mudah tersebar di Indonesia. Faktor
ini yakni karakteristik masyarakat Indonesia dinilai tidak terbiasa dengan berbeda pendapat atau
berdemokrasi secara sehat. Kondisi itu merupakan faktor mudahnya masyarakat menelan hoax
yang disebarkan secara sengaja. “sejak dulu masyarakat Indonesia suka kumpul dan bercerita.
Sayangnya, apa yang dibicarakan belum tentu benar. Sebab budaya kolektivisme ini tidak diiringi
ini dengan kemampuan mengolah data,”. Kata Dedy melalui keterengan tertulisnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Astrini, 2017) di dalam jurnalnya


mengatakan bahwa penyebaran hoax di media sosial dan media online tidaklah terjadi begitu saja
tanpa kepentingan yang melatarbelakanginya. Ada kepentingan dibaliknya baik politik kekuasaan,
ekonomi, ideologis, sentiment pribadi dan iseng. Selanjutnya berdasarkan hasil riset yang
dilakukan Mastel( Masyarakat Telematika Indonesia), hasilnya menunjukan Isu politik dan SARA
merupakan hal yang paling sering diangkat menjadi materi konten hoax. Isu sensitif soal sosial,
politik, lalu suku, agama, dan ras, dimanfaatkan para penyebar hoax untuk mempengaruhi opini
publik, sebanyak 91% responden mengaku paling sering menerima konten hoax tentang sosial
politik, seperti pemilihan kepala daerah dan pemerintahan. Tidak kalah pula isu SARA berada di
posisi kedua dengan angka 88%.

Bentuk konten hoax yang paling banyak diterima responden adalah teks 62%, sementara
sisanya dalam bentuk gambar sebanyak 37%, dan video sebanyak 0,4%. Sebanyak 92,4%
responden menyatakan mendapat konten hoax melalui media sosial, media sosial tersebut yaitu
Facebook, Instagram, dan Whatsapp. Angka tersebut cukup jauh dibandingkan dengan situs web ,
media cetak, dan televisi. Karena memang masyarakat menyukai hal-hal yang menghebohkan dan
pada dasarnya hal ini sangat berbahaya dan dapat menjadi sebuah prilaku. Karena pengguna media
sosial bisa memproduksi berita hoax agar bisa menimbulkan kehebohan. Selanjutnya Kristiono,
memaparkan pada dasarnya masyarakat penerima hoax tidak begitu saja percaya dan mengecek
kebenarannya terlebih dahulu, namun sebagian diantaranya masih mengalami kesulitan dalam
mencari referensi.

Faktor Penyebab Munculnya HOAX

Berita hoax adalah berita yang kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh
siapa pun bahkan oleh pembuatnya sendiri. Berikut , alasan mengapa konten hoax tersebar luas di
jejaringan media sosial :

1. Hanya untuk humor demi kesenangan belaka. Setiap orang memiliki cara sendiri untuk
membuat dirinya senang. Dengan kecanggihan teknologi zaman sekatang, orang bisa
melakukan hal-hal aneh, langka, dan tidak logis. Namun menimbulkan decak kagum yang
lucu dan penuh fantasi.
2. Hanyalah usaha untuk mencari sensasi di internet dan media sosial. Biasanya untuk
merebut perhatian lebih banyak user, pemilik website dengan sengaja memberikan konten
lebay sekedar untuk mencari perhatian publik.
3. Beberapa memang menggunakannya (menyebar hoax) demi untuk mendapatkan lebih
banyak uang dengan bekerja sama dengan oknum. (kasus Saracen)
4. Hanya untuk ikut-ikutan agar terlihat lebih seru. Ini juga merupakan salah satu strategi
internet marketing dengan menyuguhkan berita yang lebay maka akan semakin banyak
komentar dan like kesannya terlihat lebih hidup dan ramai.
5. Untuk menyudutkan pihak tertentu(black campaign). Keadaan ini sering terjadi saat sedang
berlangsung Pilkada/Pilgub/Pilpres.
6. Bertujuan untuk mengadu domba.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruri Rosmalinda (2017) penyebab


munculnya adalah karena beberapa faktor diantaranya:
1. Kemudahan bagi masyarakat dalam memiliki alat komunikasi yang canggih,
modern, dan murah, dalam hal ini pengguna smartphone sebagai media pencari
informasi.
2. Masyarakat mudah terpengaruh dengan isu-isu yang belum jelas tanpa
memverifikasi atau mengkonfirmasi kejelasannya, sehingga langsung
melakukan tindakan share informasi tersebut yang kebenarannya masih belum
jelas.
3. Kurangnya minat membaca, sehingga ada kecendrungan membahas berita tidak
berdasarkan data yang akurat, hanya mengandalkan daya ingat atau sumber yang
tidak jelas.

Generasi Langgas dan Hoax

Generasi Lanngas atau milenial disebut juga sebagai generasi bebas (Sebastian, 2016)
Langgas menurut KBBI yang berarti bebas atau tidak terikat oleh kepada sesuatu atau kepada
seseorang. Rentang umur mereka antara usia 16-36 , mereka yang lahir pada tahun 1980-2000.
Generasi langgas sering pula disebut generasi digital native atau milenia , mereka yang lahir pada
saat teknologi sedang berkembang. Sehingga , mereka menganggap teknologi menjadi bagian yang
tidak bisa terpisahkan dari kehidupan mereka. Sebagian besar hidup mereka dihabiskan dengan
“menggenggam” dan “ memainkan” ponsel pintar (smart phone).

Hadirnya dunia digital membuat aktifitas generasi milenial dimanjakan dengan kecepatan
arus informasi dan pertemanan di media sosial yang bisa diakses siapapun dan kapanpun. Inilah
benar-benar suatu masa yang telah membuktikan terjadinya peluberan informasi bahkan banjir
informasi melalui berbagai media. Keterhubungan generasi milenial dengan jaringan internet telah
membuka banyak peluang. Namun juga acap kali diikuti ancaman yang kerap tidak disadari yaitu
terpaparnya generasi ini dengan berita hoax.

Riuhnya terjangan arus informasi dari berbagai media telah membuktikan timbulnya
kegaduhan bagi generasi langgas. Sehingga munculah gegar budaya di masyarakat yang mudah
percaya kepada informasi. Mereka lantas menyebar informasi tanpa melakukan verifikasi
kebenaran. Hal itu diperparah bahwa sebagian besar konten diinternet tidak pernah diklik (dibuka),
langsung disebar, judul dan beritanya pun cenderung kesimpulan. Kalau pun dibuka cenderung
hanya dibaca sepintas (kompas, 2017). Tidak bisa dipungkiri lagi, kini fenomena hoax melanda
generasi milenial yang disinyalir merupakan dampak negatif seiring maraknya aktifitas pengguna
internet.

Literasi Menangkal Hoax

Masifnya peredarann hoax melalui media hendaknya menyadarkan kita tentang pentingan
literasi. Menurut kamus online Merriam-Webster, Literasi berasal dari istilah latin “literature”
dalam Bahasa inggris ‘letter’ . Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara
yang didalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu,maka literasi
juga mencakup melek visual yang artinya “kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide
yang disampaikan secara visual (adegan,video, gambar).1

Menurut data UNESCO, dari total 61 negara, Indonesia berada di berada di peringkat 60
dengan tingkat literasi yang rendah. Peringkat 59 diisi oleh Thailand dan peringkat terkahir diisi
oleh Botswana. Sedangkan Finlandia menduduki peringkat pertama dengan tingkat literasi yang
tinggi, hampir mencapai 100%.2 Dari data tersebut menunjukan bahwa minat membaca di
Indonesia masih sangat rendah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan minat membaca masih
rendah. Pertama, belum ada kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak dini. Kedua , akses ke
fasilitas pendidikan belum merata dan minimnya kualitas sarana pendidikan. Hal tersebut
kemudian menjadi faktor mudahnya tersebar berita hoax ditengah masyarakat kita.

Maka dari itu budaya literasi ditengah masyarakat kita perlu digalakan kembali. Budaya
literasi erat kaitannya dengan membaca. Dengan membaca kita akan memiliki wawasan yang luas.
Akan semakin terbuka terhadap hal-hal baru dan semakin teliti dalam menanggapi sebuah berita.
Dengan terbiasa membaca buku, artikel, yang memuat informasi yang ilmiah atau mampu
dipertanggung jawabkan sumbernya. Maka, kita akan mampu menyaring setiap berita dan
informasi yang kita dapatkan dan mencari tahu kebenarannya. Selama ini banyak orang yang
termakan berita hoax dikarenakan kurangnya informasi dan wawasan ilmiah yang mereka miliki

1
https://www.dkampus.com/2017/05/pengertian-literasi-menurut-para-ahli/
2
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170910122629-445-240706/mengapa-literasi-di-indonesia-sangat-
terendah/
sehingga mereka tidak mampu menganalisa terlebih dahulu setiap informasi yang sampai kepada
mereka.

Penyebaran informasi hoax dan kurangnya minat baca masyarakat merupakan salah satu
dinamika yang ada di masyarakat. Keduanya mampu diselesaikan dengan budaya literasi.
Masyarakat harus menjadikan membaca sebagai budaya yang lekat di kehidupan mereka sehari-
hari. Tantangan ditengah kondisi ini memang memerlukan kerja cerdas untuk menyelesaikannya.
Salah satu cara menghidupkan budaya literasi di masyarakat adalah dengan menjadikan
perpustakaan sebagai pusat mencari informasi dan wawasan yang ilmiah. Perpustakaan dalam hal
ini bertarung untuk memenangkan pikiran masyarakat. Di sinilah , perpustakaan memiliki peran
dan menyediakan ruang bagi masyarakat.3

Perpustakaan dalam hal ini harus menjadi garda terdepan dalam hal penggerak literasi dan
gerbang informasi. Menurut Brewer , masyarakat dan perpustakaan memiliki keterkaitan yang
strategis. Masyarkat merupakan bagian dari kepustakawanan dan pada fenomena ini, peran
perpustakaan di nilai sangat vital. Perpustakaan memiliki peran untuk menciptakan budaya literasi,
dan berpikir kritis bago masyarakat. Perpustakaan tidak mampu membendung arus media sosial,
tetapi bisa membangun budaya kritis. Budaya kritis ini mampu diciptakan dengan memberikan
literasi media kepada masyarakat.

Dalam menangkal penyebaran hoax memang perlu dukungan dari banyak pihak. Namun
kita sebagai mahasiswa yang memiliki tanggung jawab dalam pengabdian terhadap masyarakat
harus terlebih dahulu menjadi contoh di masyarakat. Dengan cara mensosialisaikan pentingnya
membaca dan menumbuhkan budaya literasi. Seminimal mungkin, di rumah-rumah ada anggota
keluarga yang menjadi penggerak bagi anggota keluarga lainnya dalam hal menumbuhkan minat
baca. Kita berharap bahwa perubahan besar ini mampu dimulai dari hal yang kecil untuk turut
andil memberikan contoh kepad khalayak umum untuk bersama memerangi hoax. Semoga dengan
tumbunya budaya literasi di Indonesia mampu menekan angka penyebaran hoax.

Kesimpulan

Peristiwa penyebaran hoax di Indonesia sedang marak terjadi dan menimbulkan keresahan
di masyarakat. Hal ini harus disikapi dengan para pengguna media sosial untuk lebih bijak dan

3
Jurnal ilmiah,Dickiy Nugroho S,hum. 2017. Hal 9-10
cerdas dalam menyerap informasi. Selain itu untuk menangkal penyebaran berita hoax di
masyarkat perlu ditumbuhkan minat membaca dan budaya literasi. Dengan cara banyak membaca
buku-buku ilmiah dan berkunjung ke perpustakaan.

Daftar Pustaka

Astrini, A. (2017). Hoax dan Banalitas Kejahatan. Jurnal Trasnformasi, Vol 2 76-77.

Biantoro, B. (2016). Jangan terpengaruh ini 7 cara kenali hoax di dunia maya! Retrieved from
www.merdeka.com: https://www.merdeka.com/teknologi/jangan-gampang-terpengaruh-ini-
7cara-kenali-hoax-di-dunia-maya.html

Hidayat, W. (2014). Pengguna Internet nomor enam dunia. Retrieved from teknokompas.com:
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4286/Pengguna+Internet+Indonesia+Nomor+E
nam+Dunia/0/sorotan_media

Juliaswara, V. (2017). mengembangkan model literasi media yang berkebhinekaan dalam menganalisis
informasi hoax di media sosial. Jurnal Sisiologi , 143.

kompas. (2017). "Hoax" terus tebar benih konflik.

Rosmalinda, R. (2017). Fenomena penyesatan Berita di Media Sosial dalam artikel ilmiah. Retrieved from
Http://www.seskoad.mil.id/admin/file/artikel/Artikel_Rury3.pdf

Sebastian, Y. (2016). Generasi Langgas. Jakarta: Penerbit Trasn Media.

Anda mungkin juga menyukai