Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fisika adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang pada

hakikatnya merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip,

hukum, teori dan model yang biasa di sebut produk. Bidang ilmu fisika juga

merupakan serangkaian proses ilmiah untuk mendapatkan fakta, jadi yang paling

penting dalam fisika adalah proses dalam pembelajaran fisika itu sendiri (Awal,

2013).

Dalam belajar fisika, keaktifan siswa sangat diperlukan. Keaktifan dalam

belajar fisika terletak pada dua segi, yaitu aktif dalam bertindak (hands activity)

dan aktif berpikir (minds activity). Pembelajaran fisika memiliki tujuan

diantaranya mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis

siswa terhadap lingkungan dan sekitarnya. Pembelajaran fisika pada siswa

diharapkan tidak hanya untuk menguasai konsep tetapi juga menerapkan konsep

yang telah mereka pahami dalam penyelesaian masalah fisika.

Menurut Walsh et.al (2007) dan Brad siswa masih sering menggunakan

pendekatan plug and chug dan memory based dalam menyelesaikan soal-soal

fisika. Padahal, salah satu tujuan pembelajaran fisika adalah menciptakan manusia

yang dapat memecahkan masalah kompleks dengan cara menerapkan pengetahuan

dan pemahaman mereka pada situasi sehari-hari. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kesulitan pemecahan masalah siswa. Menurut Ogunleye, siswa

1
tidak dapat menyelesaikan masalah meliputi tidak cukup praktikum di

laboratorium, bingung menulis konversi satuan, kurangnya buku fisika yang

digunakan sebagai referensi. Menurut Ikhwanuddin et.al (2010;14:16) kesulitan

pemecahan masalah disebabkan oleh pemahaman yang lemah tentang prinsip dan

aturan fisika, kekurangan dalam memahami soal, dan tidak cukup motivasi dari

siswa

Penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah menunjukan suatu

pergeseran kearah paradigma konstruktifis, berkenaan dengan konstruktifis tugas

seorang guru adalah menyediakan atau memberikan kegiatan yang dapat

merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka mengekspresikan

gagasan-gagasan mereka serta mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Jadi

peranan guru dalam pembelajaan adalah mediator dan fasilitator dalam

pembentukan pengetahuan dan pemahaman siswa (Suparno, 1997:65).

Untuk mendukung hal itu, para pakar pendidikan telah mengembangkan

berbagai system system pembelajaran yang lebih memperhatikan aspek siswa,

salah satunya dengan pendekatan problem posing (pengajuan soal) adalah salah

satu model pembelajaran yang berorientasi pada aliran konstruktivis, berbeda

dengan pembelajaran yang bersifat konvensional yang lebih menekankan pada

hafalan yang cenderung mematikan daya nalar dan kreativitas berpikir anak

(Hudojo, 1998).

Problem posing merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pembelajaran

fisika yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir

siswa dalam menyelesaikan masalah menimbulkan sikap positif siswa serta

2
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar fisika. Membiasakan siswa dalam

merumuskan masalah, menghadapi dan menyelesaikan soal merupakan salah satu

cara untuk mencapai penguasaan suatu konsep akan menjadi lebih baik. Hal ini

sejalan dengan pendapat aliran Behaviorisme yang menyatakan bahwa untuk

mencapai pemahaman yang lebih baik dapat dilakukan dengan cara mengulang-

ulang masalah yang di sampaikan (Hudojo,1988:32)

Dari beberapa uraian di atas, penyebab utama dari kurang efektifnya strategi

atau model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Berakibat siswa merasa

kurang nyaman dan kesulitan dalam proses pembelajaran fisika. Karena itu

diperlukan pelaksanaan pembelajaran yag mengacu pada peningkatan kualitas

aspek-aspek pembelajaran seperti penggunaan pedekatan, metode, maupun model

pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa agar pembelajaran menjadi

efektif. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif.

Salah satu tipe model pembelajaran koperatif yang mudah diterapkan adalah

TAPPS Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran TAPPS dalam

kegiatan pembelajaran setiap siswa mendapat tugas untuk menjadi problem solver

dan listener sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pemecahan masalah (Aftina

dkk, 2016, Maula dkk , 2013).

Dikaitkan dengan pengertian fisika sebagai bagian dari IPA. Model

Pembelajaran TAPPS dengan problem solver dan listener ini cocok untuk

diterapkan dalam pembelajaran fiska. Hal ini karena problem solving berbasis

aktifitas lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar dan membuat

siswa tertarik serta memotivasi siswa untuk belajar fisika. Siswa terlebih dahulu

3
mengadakan kegiatan-kegiatan di laboratorium yaitu proses mengamati, mencatat

hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan kegiatan praktikkum yang

telah dirancang oleh guru. Hal itu akan membuat belajar fisika menyenangkan

lebih berkesan, karena siswa telibat langsung dalam proses pembelajaran. Fisika

merupakan generalisasi dari gejala alam yang tidak perlu di hapal tetapi perlu di

mengerti, dipahami dan diterapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian yang lebih

seksama mengenai kesulitan para siswa dalam proses belajar mengajar fisika yang

menyebabkan aktivitas siswa di kelas terhambat, dan peneliti tertarik untuk

mengkaji dan meneliti dan menuangkan dalam bentuk uraian judul.

” PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINGKING ALOUD PAIR

PROBLEM SOLVING (TAPPS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

BELAJAR DAN PRESTASI SISWA DALAM MATA PELAJARAN

FISIKA”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Adakah perbedaan motivasi belajar dengan penerapan model pembelajaran

TAPPS dengan model konvensional?

2. Adakah perbedaan prestasi belajar dengan penerapan model pembelajaran

TAPPS dengan model konvensional?

4
3. Apakah ada interaksi antara motivasi dan prestasi belajar saat

menggunakan model pembelajaran TAPPS dengan model konvensional?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian.

1. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui perbedaan motivasi belajar dengan penerapan model

pembelajaran TAPPS dengan model konvensional

b. Mengetahui perbedaan prestasi belajar dengan penerapan model

pembelajaran TAPPS dengan model konvensional

c. Mengetahui interaksi antara motivasi dan prestasi belajar saat

menggunakan model pembelajaran TAPPS dengan model

konvensional

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah :

a. Bagi Sekolah

Sebagai proses pembelajaran Fisika yang efektif di kelas

5
b. Bagi Guru
Sebagai wawasan dan informasi tentang penerapan model

pembelajaran fisika khususnya model pembelajaran TAPPS yang

mampu meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa

c. Bagi Siswa

Prestasi Belajar dan Motivasi siswa dalam pembelajaran Fisika.

d. Bagi Peneliti

Sebagai bukti ditemukannya model pembelajaran yang tepat dalam

pembelajaran Fisika

D. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan persepsi terhadap istilah-istilah dalam

penelitian ini, maka perlu pendefinisian istilah sebagai berikut:

1. Pembelajaran TAPPS adalah suatu model pembelajaran dimana model

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mencari jawaban dari permasalahan yang ada secara berkelompok.

Dimana dalam model pembelajaran ini mempunyai 4 tahapan yang harus

dilalui peserta didik 1) memahami masalah, 2) merencanakan

penyeleseian, 3) melaksanakan rencana penyeleseian, 4) melakukan

pengecekan

6
2. Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri

siswa dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu guna

mencapai tujuan. Dimana dalam mengetahui Motivasi siswa ada

beberapa aspek yang digunakan. 1) Minat. 2) Perhatian. 3) Terlibat

Penuh. 4) Senang. 5) Pemahaman atas materi

3. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa dalam pengusasaan

pengetahuan dan keterampilan yang ditunjukkan dengan skor atas nilai

tes pada akhir pembelajaran. Ranah yang diukur dalam penelitian ini

meliputi C1, C2, C3, dan C4.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis
1. Pembelajaran Sains

Pembelajaran saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan

pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Pembelajaran

berbasis pendekatan saintifik lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan

pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada

pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah

lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen.

Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru

7
sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman

kontekstual sebesar 50-70 persen. Implementasi pendekatan saintifik terdiri atas

lima pengalaman belajar pokok yaitu: mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi/ eksperimen, mengasosiasikan/ mengolah informasi,

dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013).

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik artinya

pembelajaran itu dilakukan secara ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan saintifik

(scientific) disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat

dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013

mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan

ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja

yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan

induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive

reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian

menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang

fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara

keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke

dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan

fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan

simpulan umum (Daryanto, 2014: 55).

Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan di kelas-kelas

bisa dipadankan sebagai sebuah proses ilmiah. Oleh sebab itulah, dalam

Kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa sebenarnya esensi dari pendekatan

8
saintifik pada kegiatan pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa pendekatan

ilmiah merupakan sebentuk titian emas perkembangan dan pengembangan sikap

(ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah

kognitif) peserta didik. Melalui pendekatan ini diharapkan peserta didik dapat

menjawab rasa ingin tahunya melalui proses yang sistematis sebagaimana

langkah-langkah ilmiah. Dalam rangkaian proses pembelajaran secara

ilmiah inilah peserta didik akan menemukan makna pembelajaran yang dapat

membantu peserta didik untuk mengoptimalkan kognisi, afeksi dan psikomotor.

Para saintist juga berproses sebagaimana operasionalisasi pendekatan ini, yaitu

dengan mengoptimalkan penalaran induktif dan deduktif untuk mencari tahu

tentang suatu hal. Jika praktik ini diterapkan di sekolah, maka akan membentuk

pembiasaan ilmiah yang berkelanjutan. Berikut ini bagan tentang pola berfikir

secara ilmiah.(Musfiqon, 2015)

2. Model Pembelajaran TAPPS


a. Definisi Model Pembelajaran TAPPS

Thinking Aloud artinya berpikir yang diverbalkan, Pair artinya

berpasangan dan Problem Solving artinya pemecahan atau penyelesaian masalah.

Jadi TAPPS dapat diartikan sebagai teknik berpikir yang diverbalkan secara

berpasangan dalam menyelesaikan masalah. TAPPS merupakan salah satu metode

pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif. Sehingga model

TAPPS memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar dan berpikir sendiri.

Model pembelajaran TAPPS merupakan suatu model pembelajaran yang

melibatkan dua orang siswa di dalam satu kelompok untuk menyelesaikan

9
masalah yang diberikan. Setiap siswa yang berada di dalam satu kelompok

mempuyai tugas masing masing, satu orang siswa menjadi problem solver dan

yang lainnya menjadi listener.

Aktivitas model pembelajaran ini dilakukan dalam kelompok kecil yang

heterogen. Hal ini memungkinkan terjadi interaksi yang positif antar peserta didik

sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam menyelesaikan

masalah-masalah fisika. Dengan bekerja secara berkelompok, peserta didik dapat

mengembangkan ide memecahkan masalah melalui bertukar pendapat (sharing)

dan peserta didik cenderung dapat menyelesaikan soal pemecahan masalah bila

bersama dengan temantemannya.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Thingking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah suatu

model pembelajaran menantang siswa untuk belajar melalui pemecahan masalah

dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 2 orang dan saling bertukar

peran, di mana satu siswa menjadi pemecah masalah (problem solver) dan

pendengar (listener).

b. Perincian Tugas Problem Solver dan Listener di Model Pembelajaran TAPPS


1. Problem Solver
 Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah
 Membaca masalah dengan suara keras
 Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala

pemikiran
 Mencoba untuk tetap menyelesaikan masalah meskipun masalah

tersebut dianggap mudah


2. Listener
 Memahami secara detail setiap langkah yang diambil problem solver
 Tidak mengganggu problem solver dalam menyelesaikan masalah

10
 Membantu problem solver agar dapat mengungkpan solusi dari masalah

yang ada
 Memahami setiap langkah penyelesaian masalah yang diungkapkan

problem solver dan menanyakan kembali jika ada langkah penyeleseian

yang tidak dipahami


 Memberikan tuntunan atau petunjuk kepada problem solver ketika

problem solver menemui kesalahan di dalam menyelesaikan masalah

tersebut tanpa harus mengoreksi problem solver di dalam

menyelesaikan masalah
c. Sintaks / Langkah-Langkah Model Pembelajaran TAPPS

Langkah-langkah dalam melaksanakan Thingking Aloud Pair Problem

Solving adalah sebagai berikut (Desrayanti : 2014, Polya : 1967).

Tahap Aktivitas Guru Aktivitas Siswa


Pengorganisasian  Membagi siswa ke dalam  Membentuk ke dalam
kegiatan pembelajaran kelompok terdiri atas 2 orang kelompok dengan anggota tiap
siswa kelompok 2 orang siswa
 Menjelaskan proses diskusi yang  Mendengarkan dan memahami
akan dilaksanakan penjelasan guru
 Meminta siswa untuk  Menentukan siapa yang
menentukan siapa yang menjadi menjadi problemsover dan
problemsover dan listener listener terlebih dahulu
terlebih dahulu  Mendengaarkan penjelasan
 Menjelaskan tugas-tugas guru
problemsolver dan listener dan  Menerima LKS yang
aturan-aturan dalam berdiskusi dibagikan oleh guru
 Memberikan LKS kepada setiap  Siswa merasa termotivasi
kelompok dalam memecahkan masalah
 memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih
Pemecahan masalah I  Guru membimbing siswa dalam  Problemsolver membacakan
berdiskusi LKS eksperimen atau soal dan
didengarkan oleh listener
 Problemsolver dan listener
melakukan eksperimen atau
mengerjakan soal dan
memecahkan masalah

11
Mengkomunikasikan  Guru membimbing siswa dalam  Problemsolver menyampaikan
hasil pemecahan mengomunikasikan mendorong hasil pemecahan masalahnya
masalah I siswa untuk mengumpulkan kepada listener
informasi yang sesuai,  Listener mendengarkan dan
melaksanakan eksperimen atau memahami hasil pemecahan
mengerjakan soal, untuk masalah problemsolver
mendapatkan penjelasan dan  Jika terjadi kekeliruan dalam
pemecahan masalah hasil pemecahan masalah,
maka listener bertugas untuk
memberitahukan kepada
problemsolver akan tetapi
tidak menunjukkan letak
kesalahan secara spesifik
Pemecahan masalah II  Guru meminta siswa untuk  siswa bertukar peran
bertukar peran  menerima LKS II yang guru
 Membagikan LKS II kepada bagikan
siswa  Problemsolver membacakan
 Guru membimbing siswa dalam LKS eksperimen atau soal dan
berdiskusi didengarkan oleh listener
 Problemsolver dan listener
melakukan eksperimen atau
megerjakan soal dan
memecahkan masalah
Mengkomunikasikan  Guru membimbing siswa dalam  Problemsolver menyampaikan
hasil pemecahan mengomunikasikan mendorong hasil pemecahan masalahnya
masalah I siswa untuk mengumpulkan kepada listener
informasi yang sesuai,  Listener mendengarkan dan
melaksanakan eksperimen atau memahami hasil pemecahan
mengerjakan soal, untuk masalah problemsolver
mendapatkan penjelasan dan  Jika terjadi kekeliruan dalam
pemecahan masalah hasil pemecahan masalah,
maka listener bertugas untuk
memberitahukan kepada
problemsolver akan tetapi
tidak menunjukkan letak
kesalahan secara spesifik
Melakukan Pengecekan  Guru membantu siswa untuk  Siswa menarik kesimpulan
melakukan refleksi atau evaluasi dari pembelajaran yang telah
terhadap penyelidikan siswa dan dilakukan dan melakukan
proses-proses yang siswa refleksi terhadap proses yang
gunakan serta membantu siswa siswa gunakan dalam
menarik kesimpulan dari memecahkan masalah
pembelajaran tersebut tersebut.

d. Kelebihan Model Pembelajaran TAPPS

12
 Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
 Membangun rasa percaya diri dalam memecahkan masalah
 Meningkatkan pemahaman konsep
 Membangun rasa puas ketika memecahkan masalah
 Meningkatkan keahlian berkomunikasi
 Meningkatkan keahlian mendengarkan aktif
e. Kekurangan Model Pembelajaran TAPPS
 Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan
 Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain
 Membutuhkan waktu yang lama
 Guru dituntut untuk memilih materi pelajaran yang cocok untuk model

TAPPS

3. Motivasi Belajar
a. Pengertian motivasi

Motivasi adalah sebagai suatu variabel penyelang yang digunakan

untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam organisme, yang

membangkitkan, menglola, mempertahankan dan menyalurkan tingkah

laku menuju suatu sasaran. Siswa yang belajar harus diberi motivasi untuk

belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hasil.

Motivasi belajar merupakan proses yang membangkitkan energi,

mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku seseorang dalam belajar.

Motivasi merupakan hal yang esensial dalam belajar. Motivasi akan

menentukan intensitas usaha siswa dalam mencapai tujuan belajar.

Motivasi sangat berperan dalam membangkitkan minat dan perhatian

siswa pada pelajaran. Dengan berbagai pendekatan motivasi belajar,

seorang guru dapat melakukan upaya meningkatkan motivasi ekstrinsik

dan instrinsik siswa.

b. Sifat Motivasi

13
Sifat motivasi ada dua yaitu:

 Motivasi Intrinsik:

Motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam

individu sendiri tanpa tekanan dari luar. Motivasi instrinsik muncul

karena adanya harapan dalam diri individu untuk mencapai sesuatu

atau dapat pula bersumber dari kepuasan individu atas keberhasilan

yang diraihnya pada proses belajar sebelumnya (Wartono : 2007).

Siswa yang termotivasi secara instrinsik dapat dilihat dari

kegiatannya yang tekun dalam proses pembelajaran. Siswa termotivasi

instrinsik baru mencapai kepuasan kalau dapat memecahkan masalah-

masalah pelajaran dengan benar atau mengerjakan tugas dengan baik.

Penguatan terhadap motivasi Instrinsik perlu diperhatikan, sebab

disiplin diri merupakan kunci keberhasilan belajar (Dimyati &

Mudjiono, 2006:91).

 Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar diri

individu, baik yang disebabkan orang lain maupun keadaan alam dan

lingkungan. Dalam proses belajar mengajar khususnya dalam

pendidikan formal, motivasi belajar ekstrinsik ini dapat bersumber

pada hal-hal yang berhubungan erat dengan kehidupan siswa seperti

keluarga, masyarakat, dan sekolah (Wartono, 2007:51).

c. Aspek motivasi

14
Dari teori Maslow serta sifat dari motivasi maka aspek yang

mempengaruhi motivasi adalah:

 Minat

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai

“kecenderunagan hati yang tinggi terhadap sesuatu”, dalam bahasa yang

lebih simple, minat kadang juga dipandang dengan “gairah atau

keinginan yang menggebu-gebu“. Jadi apabila motivasi dikaitkan

dengan minat maka jelas bahwa seorang siswa menjadi termotivasi

karena di dalam dirinya ada keinginan untuk mempelajari suatu materi

pelajaran. Apabila didalam diri seseorang tidak muncul gairah untuk

belajar tentang hal yang akan dipelajarinya, maka didalam lingkungan

belajar itu akan sulit dikatakan menyenangkan.

 Perhatian

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan

belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa

tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi pelajaran.

 Terlibat penuh

Siswa harus terlibat penuh dalam suatu pembahasan materi, dan

keterlibatan ini sangat erat hubungannya dengan minat, karena dengan

adanya minat maka siswa akan antusias dalam mempelajari ilmu yang

akan dia dapat.

 Senang

15
Menurut seorang penulis yang bernama Dave Meier,

menyatakan dalam buku karyanya bahwa “Menyenangkan atau

membuat suasan belajar dalam keadaan senang bukan berarti

menciptakan suasana rebut dan hura-hura. Ini tidak ada hubungannya

dengan kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal.

Kesenangan disini berarti membangkitkan minat, keterlibatan penuh,

serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang

dipelajari), nilai yang membahagiakan pada diri siswa. Itu semua adalah

kegembiraan dalam melahirkan sesuatu yang baru. Dan menciptakan

kegembiraan ini jauh lebih penting ketimbang segala teknik, metode

atau medium yang mungkin dipilih untuk digunakan (Herwono,

2006:21).

 Pemahaman atas materi

Terlihat aktif dan penuh dalam membahas materi-materi yang

dipelajari. Dapat mengaitkan hal-hal baru itu dengan pengalaman lama

yang sudah tersimpan didalam dirinya. Apabila minat seorang siswa

dapat ditimbulkan ketika mempelajari sesuatu, lantas dia dapat terlibat

secara aktif dan penuh dalam membahas materi-materi yang

dipelajarinya, dan ujung-ujungnya dia terkesan dengan sebuah pelajaran

yang diikutinya. Tentulah pemahaman akan materi yang dipelajarinya

dapat muncul secara sangat kuat.

 Tekun
Tekun adalah perbuatan yang dilakukan secara terus menerus misalnya

rajin belajar, membaca bacaan dengan bersungguh-sungguh dan

16
berusaha dengan sekuat tenaga men-cari jawaban atas pertanyaan/tugas

yang diberikan oleh guru dan catatan pelajaran lengkap dan rapi.
Situasi kelas yang termotivasi dapat mempengaruhi proses belajar

maupun tingkah laku siswa. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan

sangat tertarik dengan berbagai tugas belajar yang sedang siswa

kerjakan, menunjukkan ketekunan yang tinggi, variasi aktivitas belajar

siswapun lebih banyak, sehingga keterlibatan siswa dalam belajar akan

lebih besar.

4. Prestasi Belajar

Dalam istilah pendidikan, prestasi belajar merupakan suatu pengertian

yang terdiri dari dua hal yaitu “ prestasi dan belajar”. Keduanya mempunyai

hubungan yang erat sehingga sulit untuk dipisahkan, sebab dalam rangkaian

belajar akan terdapat prestasi belajar, kemampuan suatu prestasi akan menunjukan

nilai seberapa jauh yang diperoleh dalam kegiatan belajar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar adalah :

 Faktor interen (Faktor dari dalam)

Faktor intern meliputi: 1) Minat untuk belajar, 2) Motivasi belajar,

3) Konsentrasi belajar, 4) Kemampuan mengolah bahan belajar, 5)

Kemampuan menyimpan memperoleh hasil belajar, 6) Kemampuan

berprestasi / unjuk hasil kerja, 7) Rasa percaya diri siswa, 8) Intelegensi

dan keberhasilan siswa, dan 9) cita-cita siswa.

 Faktor eksteren (Faktor dari luar)

Faktor ekstern meliputi : 1) guru, 2) sarana dan prasarana, 3)

Kurikulum, dan 4) Lingkungan sekolah. Dalam kegiatan belajar di sekolah

17
tugas utama guru adalah mendorong, memberikan motivasi dan pengaruh

aktivitas siswa melalui bimbingan sehingga siswa tersebut dapat mencapai

tujuan yang diinginkan. Guru tidak hanya sekedar menyampaikan

informasi dari guru kepada siswa (Muhammad Ali : 2008)

B. Kerangka Berpikir

Langkah-Langkah model pembelajaran TAPPS mampu menunjang dan

mendukung proses pembelajaran siswa pada mata pelajaran fisika. Tahap pertama

adalah pengorganisasian kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini guru membagi siswa

kedalam kelompok yang terdiri dari dari 2 orang siswa, memberikan intruksi

tentang peranan problemsolver dan listener, serta pemberian motivasi kepada

siswa. Pada langkah ini, pemberian motivasi kepada siswa bisa dilakukan dengan

caran pemberian perhatian maksimal ke peserta didik dan penjelasan tujuan dalam

pembelajaran yang akan dilakukan. Motivasi yang ingin ditingkatkan adalah

minat dan pemahaman atas materi yang diajarkan.

Tahap kedua adalah pemecahan masalah I. Aspek yang bisa diambil dalam

tahap kedua ini ialah siswa yang telah terbagi menjadi problem solver dan listener

mengerjakan tugasnya masing masing. Problem solver dan listener sendiri adalah

peran yang berpengaruh dalam mendorong siswa untuk memecahkan masalah

dengan caranya sendiri dan memberikan saran satu sama lain agar masalah

tersebut dapat terpecahkan. Dalam tahap ini juga membuat siswa siswa tertarik

minatnya serta pemahaman materinya serta membuat siswa mampu mengenali

18
masalah, merencanakan pemecahan masalah, dan mampu menerapkan pemecahan

tersebut atas permasalahan yang telah diberikan.

Tahap ketiga adalah mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah I. Pada

tahap ini problem solver menyampaikan hasil pemecahan masalah kepada listener.

Selain bertugas untuk mendengarkan dan memahami pemecahan masalah oleh

problem solver, listener juga bertugas untuk menyampaikan kesalahan yang

terjadi pada pemecehan masalah yang dilakukan oleh problem solver. Tahap ini

membuat siswa untuk memahami suatu soal dan permasalahan serta mengevaluasi

kesesuaian solusi atau pemecahan masalah yang nantinya akan membuat siswa

dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru dan meningkatkan prestasi

belajar siswa tersebut.

Tahap keempat adalah pemecahan masalah II. Dalam tahap ini guru

meminta siswa bertukar peran lalu memberikan LKS II untuk diselesaikan

permasalahan yang ada di dalamnya. Tahap kelima adalah mengkomunikasikan

hasil pemecahan masalah II. Pada tahap ini problem solver menyampaikan hasil

pemecahan masalah kepada listener. Sehingga setiap siswa mendapatkan

kesempatan untuk menjadi listener dan problem solver.

Tahap keenam adalah melakukan pengecekan guru. Dalam tahap ini, guru

membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan

siswa dan proses-proses yang siswa gunakan serta membantu siswa menarik

kesimpulan dari pembelajaran tersebut. Hal ini membuat siswa mendapat intisari

atau suatu pembelajaran yang bermakna yang mampu untuk meningkatkan

19
motivasi dan prestasi belajar siswa yang dapat dilihat dengan cara melakukan tes

tulis dan penilaian melalui observasi yang dilakukan guru.

Cek lagi kerangka berpikirnya! Setiap tahap meningkatkan motivasi yang mana? Sesuaikan

dengan indikator motivasi spt di definisi operasional.

aspek motivasi 1) Minat. 2) Perhatian. 3) Terlibat Penuh. 4) Senang. 5)

Pemahaman atas materi

C. Perumusan Hipotesis
1. Ho : Tidak ada perbedaan motivasi belajar dengan penerapan model
pembelajaran konvensional

H1 : Ada perbedaan motivasi belajar dengan penerapan model

pembelajaran Thingking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

2. Ho : Tidak Ada perbedaan prestasi belajar dengan penerapan model

pembelajaran konvensional

H1 : Ada perbedaan prestasi belajar dengan penerapan model

20
pembelajaran Thingking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

3. Ho : Tidak ada interaksi antara motivasi dan prestasi belajar saat

menggunakan model pembelajaran konvensional

H1 : Ada interaksi antara motivasi dan prestasi belajar saat menggunakan

model pembelajaran Thingking Aloud Pair Problem Solving

(TAPPS)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian


1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Penelitian

Kuantitatif tipe eksperimen semu. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk

meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini berangkat

dari masalah yang ada di lapangan kemudian direfleksikan dan dianalisis

berdasarkan teori yang menunjang kemudian dilaksanakan tindakan.

Penelitian kuasi eksperimen dalam menentukan kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol tidak dilakukan secara acak dalam memasukannya (nonrandom

assignment). Desain penelitian yang digunakan adalah post-test control group

21
design. Dalam rancangaan ini, kelompok eksperimen dan kelompok control diseleksi

tanpa prosedur penempatan acak (without random assignment). Pada dua kelompok

tersebut sama-sama dilakukan posttest dan kelompok yang mendapatkan perlakuan

(treatment) hanya kelompok eksperimen.

2. Rancangan Penelitian

Model Pembelajaran
TAPPS (X) Konvensional (Y)
Motivasi (A) XA YA
Prestasi (B) XB YB

Keterangan :

XA : hasil observasi motivasi belajar menggunakan model

pembelajaran TAPPS

YA : hasil observasi motivasi belajar menggunakan model

pembelajaran konvensional

XB : tes prestasi belajar menggunakan model pembelajaran TAPPS

YB : tes prestasi belajar menggunakan model pembelajaran

Konvensional

B. Tempat dan Waktu Penelitian

22
Penelitian dilaksanakan di SMAN 6 Malang yang berlokasi di Kota Malang.

Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester ganjil pada bulan

November pada tahun ajaran 2018/2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah cakupan generalisasi yang diambil oleh peneliti untuk

dijadikan bahan penelitian dan bahan untuk dipelajari kemudian ditarik

kesimpulan. Populasi yang akan diamati oleh peneliti adalah seluruh siswa kelas

XI MIPA SMAN 6 Malang yang berjumlah 5 kelas.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Sampel yang akan saya gunakan dalam penelitian ini dicari

dengan cara melihat nilai rata-rata siswa kelas XI dari 5 kelas yang berasal dari

SMAN 6 Malang, maka sampel yang saya ambil adalah seluruh siswa dari 2 kelas

XI MIPA IPA 1 dan XI MIPA 2 SMAN 6 Malang.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulan. Dalam hal ini, peneliti menentukan

dua variable yaitu variable independen ( variable bebas ) dan variable dependen

( variable terikat ). (Sugiyono : 2012)

1. Variabel independen ( variabel bebas ) : model pembelajaran TAPPS

23
2. Variabel dependen ( variabel terikat ) : motivasi belajar dan prestasi

belajar

E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Peneliti mengurus izin penelitian dari Universitas Kanjuruhan

Malang
b. Peneliti mensurvei tempat penelitian
c. Peneliti membuat Rancangan Pelaksaan Pembelajaran
d. Peneliti membuat instrument penelitian berdasarkan kisi kisi soal

dengan bimbingan dosen pembimbing


e. Peneliti melakukan koodinasi dengan pihak sekolah khususnya guru

bidang studi yang bersangkutan untuk melaksanakan uji coba

eksperimen.
f. Peneliti menguji coba instrument penelitian

2. Tahap Pelaksaan Penelitian

Pelaksaan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran

Thingking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Pemberian Soal Pretest

di awal pembelajaran selanjutnya peneliti mulai memberikan materi

Getaran, Gelombang dan Bunyi di Dalam Kehidupan Sehari Hari dengan

menggunakan model pembelajaran Thingking Aloud Pair Problem

Solving (TAPPS) dan peneliti proses pembelajaran dengan memberikan

soal post test berupa soal pilihan ganda.

3. Tahap akhir

Peneliti akan melakukan analisa hasil tes awal ( pretest ) dan tes akhir

( posttest ) untuk kedua kelompok / kelas yang sedang diteliti dengan

menggunakan uji statistic. Kemudian akan dilanjutkan dengan penarikan

24
kesimpulan berdasarkan hasil uji statistic yang telah dilakukan

sebelumnya.

F. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013).

25
G. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah sesuatu yang belum memiliki arti penting bagi

penerimanya dan masih memerlukan adanya suatu pengolahan. Data dapat

berwujud suatu keadaan, gambar, angka, huruf, ataupun simbol-simbol

lainnya yang dapat digunakan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian

ataupun konsep. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi

yang sesuai, digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri

spessifik bila dibandingkan dengan teknik yang lian, yaitu wawancara

dan kuesioner. ( Sugiyono : 2013)

Sutrisno Hadi ( 1986 ) mengemukakan bahwa, observasi

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu yang tersusun dari

berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting

adalah proses proses pengamatan dan ingatan. Observasi yang akan

dilakukan peneliti adalah Observasi Terstruktur yaitu observasi yang

telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan

dan dimana tempatnya.

Jadi, observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu

dengan pasti tentang variabel apa yang diamati. Dalam melakukan

pengamatan, peneliti menggunakan instrument penelitian yang telah

26
teruji validitas dan reabilitasnya. Observasi ini dilakukan untuk dapat

mengetahui data siswa tentang motivasi belajar mereka.

2. Tes Tertulis
Tes tertulis atau sering disebut paper and pencil test adalah tes

yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tertulis (Zainal

Arifin, 2012). Tes menggunakan dua bentuk, yaitu tes

uraian. Tes ini digunakan peneliti untuk mengetahui kemampuan siswa

dalam materi yang diajarkan. Tes tulis ini dilakukan untuk dapat

mengetahui data siswa tentang peningkatan prestasi siswa dilihat melalui

nilai dari tes tulis ini.

H. Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan dua instrument penelitian yaitu instrument perlakuan

dan instrument pengambilan data

1. Instrumen Perlakuan
Instrumen perlakuan yang akan digunakan peneliti, yaitu
a. Silabus

Silabus yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan silabus

kurikulum 2013 yang terdiri atas Kompetensi inti, kompetensi dasar, indicator

pencapaian kompetensi, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

penilaian, alokasi dan sumber/alat/bahan. Silabus yang dimaksud adalah silabus

mata pelajaran Fisika XI semester ganjil tentang Kinetik Gas.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

27
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan digunakan dalam

penelitian ini merupakan RPP kurikulum 2013 yang terdiri atas Kompetensi inti,

kompetensi dasar, indicator pencapaian kompetensi, materi pokok/pembelajaran,

model pembelajaran, sumber/alat/bahan, kegiatan pembelajaran, dan penilaian.

RPP yang dimaksud adalah RPP mata pelajaran Fisika XI semester ganjil yang

menggunakan model pembelajaran TAPPS tentang Kinetik Gas.

2. Instrumen Pengukuran Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif diperlukan

menjawab pertanyaan penelitian. Berbagai informasi yang diperlukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian adalah jenis data, sumber data, instrument

pengumpulan data, dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada tabel

(Kurnianty, 2018)

Data Jenis Data Sumber Data Instrumen Teknik

Pengumpulan Pengumpulan

Data Data

Motivasi Kuantitatif Pengamatan Instrumen Obseervasi

motivasi

pelaksanaan

pembelajaran

Prestasi Kuantitatif Jawaban Soal Test Tes Tertulis

Belajar Siswa pada Essay

post test

28
1. Motivasi Belajar
Instrumen motivasi ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar

motivasi siswa dalam mengikuti kediatan pembelajaran. Motivasi siswa

dikembangkan dari aspek-aspek motivasi.

Anggota
No Aspek Motivasi Diskriptor
kelompok
1 2
1 Minat 1.1 Siswa mau bertanya jika ada informasi tentang

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh

guru yang belum jelas


1.2 Siswa mau masuk ke dalam kelompok yang

telah dibentuk untuk melakukan diskusi

maupun percobaan
1.3 Siswa mau melakukan peran yang diberikan

oleh guru baik berperan sebagai problem solver

dan listener
1.4 Siswa melakukan diskusi secara berpasangan

untuk menyelesaikan LKS baik itu pada sesi

pertama maupun kedua


2 Perhatian 2.1 Memperhatikan guru ketika membagi siswa ke

dalam kelompok terdiri atas 2 orang siswa dan

menentukan siapa yang menjadi problemsover dan

listener terlebih dahulu

29
2.2 Memperhatikan guru ketika menjelaskan tugas-

tugas problemsolver dan listener


2.3 Memperhatikan guru ketika menjelaskan proses

diskusi yang akan dilaksanakan


2.4 Listener memperhatikan problemsolver ketika

melakukan pemecahan masalah ataupun

percobaan
3 Konsentrasi 3.1 Problemsolver melakukan pemecahan masalah

atau melakukan percobaan dengan teliti


3.2 Listener memperhatikan dengan sungguh

sungguh serta mencatat saat problemsolver

melakukan pemecahan masalah atau

melakukan percobaan
4 Pemahaman atas 4.1 Ikut terlibat dalam memecahkan masalah atau

materi melakukan percobaan baik itu problemsolver

maupun listener.
4.2 Ikut terlibat menyelesaikan berbagai

pertanyaan pada LKS


4.3 Problemsolver menjelaskan hasil pemecahan

masalah atau hasil percobaan yang dilakukan

kepada listener
4.4 Mengerjakan tugas yang diberikan guru
5 Tekun 5.1 Menyelesaikan LKS dengan sungguh-sungguh

dan tepat waktu


5.2 Mengumpulkan tugas dengan tepat waktu
2. Prestasi Belajar
Yang akan dijadikan instrument pada penelitian ini adalah berupa tes,

yaitu berupa tes subjektif. Aspek Kognitif yang dinilai adalah C1, C2,

C3, dan C4. Jumlah soal yang diberikan adalah 5 soal.

30
Tes tersebut diuji untuk menentukan sudah menentukan apakah

soaltersebut sudah memenuhi beberapa syarat. Adapun Syarat tersebut

adalah :

 Tingkat kesukaran Butir soal

Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung

dengan rumus:

mean= jumlah skor siswa peserta tes pada butir soal

tertentubanyak siswa yang mengikuti

Kemudian dilanjut dengan proses berikut :

P= meanskor maksimum yang ditetapkan

Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut

ini.

0,00 — 0,30 soal tergolong sukar

0,31 — 0,70 soal tergolong sedang

0,71 — 1,00 soal tergolong mudah

Tingkat kesukaran butir soal dapat mempengaruhi bentuk distribusi

total skor tes. Untuk tes yang sangat sukar (TK<0,25) distribusinya berbentuk

positif skewed, sedangkan tes yang mudah (TK>0,80) distribusinya berbentuk

31
negatif skewed. Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu

kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Nitko,

1996). Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai pengenalan konsep

terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang

hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum

atau mencurigai terhadap butir soal yang bias. Adapun kegunaannya bagi

pengujian dan pengajaran adalah: (a) pengenalan konsep yang diperlukan

untuk diajarkan ulang, (b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan

pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda

kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki

ketepatan data soal

 Daya pembeda

Untuk perhitungan daya pembeda dilakukan langkah- langkah sebagai

berikut:

1. Siswa dicatat dalam peringkat di sebuah tabel

2. Dibuat pengelompokan siswa dalam dua kelompok yaitu

kelompok atas 50% dari seluruh siswa yang mendapat nilai tinggi

dan kelompok bawah 50% dari siswa yang mendapat nilai rendah

3. Daya pembeda dapat dihitung dengan rumus:

32
Daya beda= kuartil kelompok atas-kuatil kelompok bawah skor

maksimum soal

Klasifikasi daya beda:

D = 0.00 — 0.20 = jelek (poor)

D = 0.21 — 0.40 = cukup (satistifactory)

D = 0.41 — 0.70 = baik (good)

D = 0.71 — 1.00 = baik sekali (exccellent).

 Validitas

Uji validitas merupakan uji untuk mengetahui kemampuan

instrumen tes dalam memberikan gambaran data secara benar

sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Uji validitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik korelasi pearson product

moment. Rumus yang digunakan adalah rumus 5 sebagai berikut:

rxy= N∑undOvrononXY-

∑undOvrononX∑undOvrononYon{}N∑undOvrononX2-

∑undOvrononX2{}N∑undOvrononY2- ∑undOvrononY2

33
rxy : angka indeks korelasi “R” product moment

N : banyaknya sampel

Xy : jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y

X : jumlah seluruh skor X (butir soal yang bersangkutan)

Y : jumlah seluruh skor Y (jumlah keseluruhan butir soal)

 Uji reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan pengujian instrumen supaya tes dapat

dipercaya. Instrumen dapat dipercaya jika tes memberikan hasil

yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Dalam penelitian ini, uji

relibialitas yang digunakan menggunakan rumus Kr-11, yaitu

sebagai berikut:

r11= nn-11- ∑undOvrononó12ó12

Keterangan:

r11= reliabilitas tes secara keseluruhan

∑undOvrononó12 : jumlah varians skor tiap-tiap item

ó12 : varians total

n = banyaknya item

Kriteria validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut:

a. Antara 0.80 sampai dengan 1.00 = sangat tinggi

34
b. Antara 0.60 sampai dengan 0.80 = tinggi

c. Antara 0.40 sampai dengan 0.60 = cukup

d. Antara 0.20 sampai dengan 0.40 = rendah

e. Antara 0.00 sampai dengan 0.20 = sangat rendah

Hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0.78 maka

instrumen soal tersebut termasuk ke dalam kriteria tinggi

I. Teknik Analisa Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Uji Prasyarat analisis data
a. Uji Normalitas
Semua data harus diuji berdistribusi normal atau tidak dalam

penyebarannya. Hal tersebut dapat diketahui diketahui dengan

melakukan uji normalitas terhadap data. Untuk menguji normalitas

dalam penelitian ini digunakan uji Lilifors, langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut:
 Pengamatan x1, x2,...... , xn dijadikan bilangan baku z1, z2,........, zn

dengan menggunakan rumus , ( dan s masing-masing merupakan

rata-rata dan simpangan baku sampel


 Untuk setiap bilangan baku ini menggunakan daftar ditribusi

normal baku, kemudian dihitung peluang


Fzi=PZ≤Zi
 Menghitung proporsi atau

SZi= banyaknyaZn≤Zin
 Hitung selisih kemudian tentukan harga mutlaknya

Lo= ||Fz-Sz

Keterangan :

35
Lo = harga mutlak terbesar

Fz = peluang angka baku

Sz = proporsi angka baku

 Ambil harga paling besar diantara harga-harga mutlak selisih

tersebut
b. Uji Homogenitas
Selain uji normalitas, dilakukan pula uji homogenitas dalam analisis

ini. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil yang

didapatkan itu tidak disebabkan oleh ketidak-homogenan kelompok

yang dibandingkan. Uji normalitas ini dilakukan dengan uji Fisher


F= s12s22 dengan S2= ∑undOvrononx12∑undOvrononx12nn-1

Keterangan:

F = Homogenitas
S1 = Variansi terbesar
S2 = Variansi terkecil

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang digunakan apabila semua data telah terdistribusi normal

dan homogen dalam penelitian ini menggunakan statistic parametric. Uji ini

dilakukan pada kelas control dan kelas eksperimen. Uji yang dimaksud adalah uji

Anova Dua Jalur (Two Ways Anova).Dengan rumus

Fhitung= KRKRD

36
KR= JKdb dan KRD= JKDdb

Keterangan :

KR = kuadrat rerata

KRD = kuadrat rerata residu

JK = jumlah kuadrat

Db = derajat bebas

Dalam hal ini pengujian hipotesis dibantu dengan menggunakan bantuan

Microsoft Exel 2013. Adapun langkah-langkah dalam proses pengujian hipotesis

adalah sebagai berikut :

a. Merumuskan hipotesis
1) Hipotesis Pertama
Ho : Tidak ada perbedaan motivasi belajar dengan penerapan model
pembelajaran konvensional
H1 : Ada perbedaan motivasi belajar dengan penerapan model

pembelajaran Thingking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

2) Hipotesis Kedua
Ho : Tidak Ada perbedaan prestasi belajar dengan penerapan model

pembelajaran konvensional

H1 : Ada perbedaan prestasi belajar dengan penerapan model

pembelajaran Thingking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

3) Hipotesis Ketiga

37
Ho : Tidak ada interaksi antara motivasi dan prestasi belajar saat

menggunakan model pembelajaran konvensional

H1 : Ada interaksi antara motivasi dan prestasi belajar saat

menggunakan model pembelajaran Thingking Aloud Pair

Problem Solving (TAPPS)

b. Kriteria pengujian hipotesis pada (á=0,05) adalah

sebagai berikut :
1) Jika Fa (Hitung) ≥ Fa (tabel) (á=0,05) , maka ada

perbedaan yang signifikan


2) Jika Fb (Hitung) ≤ Fb (tabel) (á=0,05) , maka tidak ada

perbedaan yang signifikan


3) Jika Fab (Hitung) ≥ Fab (tabel) (á=0,05) , maka ada

interaksi antar variabel, dan jika nilai Jika Fab (Hitung) ≥ Fba

(tabel) (á=0,05) , maka tidak ada interaksi antar

variabel
c. Membuat kesimpulan

38

Anda mungkin juga menyukai