PENDAHULUAN
di negara. Negara maju, meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai
sangat besar artinya, sebab dengan adanya perawat yang diatur dengan baik
disetiap kerja sama yang baik antara dokter dan perawat serta dengan keluarga
jiwa. Namun sangat disayangkan bahwa pelayanan keperawatan jiwa masih jauh
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama
dalam melakukan Asuhan Keperawatn Gangguan Jiwa. Hal ini penting karena
bagi perawat adanya asuhan keperawatan gangguan jiwa adalah membantu klien
masyarakat saat ini dan yang akan datang akan terus menjadi masalah sekaligus
100 jiwa per 1.000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per
1.000 penduduk yang merupakan anggota keluarga, data hasil survey kesehatan
rumah tangga (SKRT) tahun 1995,artinya lebih tinggi dari ketentuan WHO
(WHO, 2006).
Hasil riset WHO dan Ward Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa
sering dengan terus berubahnya sesuatu ekonomi dan politik ke arah tidak
dampak langsung dari kesulitan ekonomi tetapi juga kalangan menengah keatas
menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Depkes RI.
2008).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih
asuhan keperawatan jiwa ini maka penulis membatasi ruang lingkup yaitu terbatas
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara Medan.
Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara Medan.
- Dapat melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien Tn.M dengan
Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara Medan.
Di Ruang Sipiso-piso Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi
lapangan.
- Mahasiswa/I dapat secara nyata mengetahui, memahami dan
ditempat ia praktik.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
- Sebagai sumber referensi bagi rumah sakit dalam melakukan Asuhan
Halusinasi Pendengaran.
- Sebagai tambahan ilmu dan temuan baru bagi rumah sakit dalam
masyarakat.
a.Metode Kepustakaan
Yaitu dengan membaca buku-buku dan karya tulis ilmiah sebagai sumber yang
kasus.
2. Metode Observasi
UtaraMedan.
3. Metode Dokumentasi
1.6 Sasaran
Pasien Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan, khususnya pada pasien
penelitian dalam asuhan keperawatan jiwa ini yaitu, kepada Tn. M yang sedang
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada
(Baihaqi, 2007).
schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa
adalah persepsi klien melalui panca indra terhadap lingkungan tanpa ada stimulus
(Harnawati, 2008).
2.1.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan.
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya control
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres
(Yosep, 2009).
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dalam alam
2. Faktor PresipitasiPerilaku
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambilkeputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) unsur-
yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi ini, menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
interaksi sosial, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunianyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual, pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
karena ia saring tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir
masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
2009).
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Pasien yang
emosi secara berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa,
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan pasien merasa nyaman
pasien menjadi sering datang dan mengalami bias. Pasien merasa tidak mampu
lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan
objek yang dipersepsikan pasien mulai menarik diri dari orang lain dengan
(Keliat, 2009).
suara terutama bila pasien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia
Selain fase pada halusinasi, terdapat manifestasi klinik lain dalam bentuk tahap,
yaitu :
Gejala Klinis :
d. Bicara lambat
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
Gejala klinis :
terhadap dua jenis utama masalah perseptual yaitu halusinasi dan ilusi yang
stimulus sensori halusinasi dapat terjadi pada kelima indra sensori utama yaitu :
kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
amis dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-
tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan di cerna
terdapat dalam rentang respon neurobiologi. Jika pasien yang sehat presepsinya
informasi yang diterima melalui panca indra. Diantara kedua respon tersebut
adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainanan persensif
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang disebut sebagai ilusi
(Stuart, 2009).
Pasien mengalami jika interpertasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indra tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut
sebagai berikut :
Adaptif Maladaptif
1. Pikiran logis
2. Respon akurat
3. Perilaku sesuai
dengan moral.
4. Hubungan sosial
1. Distorsi fikiran
Kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil keputusan.
2. Ilusi
5. Menarik Diri
2. Halusinasi
4. Perilaku disorganisasi
5. Isolasi sosial
rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonon.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
monozigot.
b. Perilaku
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala
2. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat
penyalagunaan obat.
4. Riwayat skizoprenia dalam keluarga
5. Fungsi system tubuh
a. Perubahan BB, hipertemia ( demam )
b. Neurological perubahan mood, disorentasi
c. Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur.
d. Situasi emosi : afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu,
suka berkelahi.
e. Status intelektual : gagguan persepsi, penglihatan,