Anda di halaman 1dari 12

HADITS FIQIH MUAMALAH

(Hadist Tentang Jual-Beli)

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Fiqih Muamalah pada Program Studi
Perbankan Syariah 5 Semester 2

OLEH:

MELDA ZDAHABIYYA
01185136

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


IAIN BONE
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hadit Tentang Jual Beli” pembuatan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa
shalawat dan berangkai salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis
sampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Civic Education yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang
selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim yang selalu kompak
dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah
ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya
dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah
adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Watampone, 05 Juli 2019

Watampone

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadits-hadits Tentang Jual Beli dan Penjelasannya
B. Pengertian Jual Beli
C. Hukum Jual Beli
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada
pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi,
jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual
beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.1
Dalm proses jual beli ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh
penjual dan pembeli sehingga, jika proses jual beli sudah selesai tidak ada yang
dirugikan. Bagaimana pandangan Islam dalam jual beli dan apa saja dalil-
dalilnya sehingga jual beli itu merupakan sesuatu yang halal bukan sesuatu yang
haram atau syubhat. Dalam makalah ini akan diuraiakan beberapa hadist yang
menjelaskan tentang jual beli.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja hadist-hadist yang berkaitan tentang jual beli, beserta penjelasannya?
2. Apa pengertian, syarat dan rukun tentang jual beli?
3. Bagaimana hukum jual beli?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui saja hadist-hadist yang berkaitan tentang jual beli, beserta
penjelasannya
2. Untuk mengetahui pengertian, syarat dan rukun tentang jual beli
3. Untuk mengetahui hukum jual beli

1
Yahya Ismail, Edisi Indonesia: Asbab Wurud Al-Hadist, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2009),
h. 243

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits-hadits Tentang Jual Beli dan Penjelasannya


1. Hadist Tentang Jual Beli
‫سلَّ َم أَنَّهُ قَا َل إِذَا‬
َ ‫عل ْي ِه َو‬
َ ُ‫ى هللا‬
َّ ‫صل‬
َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ َ ‫ع ْن ُه َما‬
ُ ‫ع ْن َر‬ َ ُ‫ضي هللا‬
َ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬
َ ‫ع ِن‬
َ
ِ َ‫اح ٍد ِم ْن ُه َما ِب ْال ِخي‬
‫ار َمالَ ْم يَتَفَ َّرقَا َو َكانَا َج ِم ْيعًا أ َ ْو يُخ َِي ُر أ َ َحدُ ُه َما‬ ِ ‫نن فَ ُك ُّل َو‬
ِ َ‫الر ُجال‬
َّ ‫تَبَايَ َع‬
ِ ‫ب ْالبَ ْي ُع َوإِ ْن تَفَ َّرقَا بَ ْعدَ أ َ ْن يَتَبَايَ َعا َولَ ْم يَتْ ُر ْك َو‬
‫احدٌ ِم ْن ُه َما‬ َ ‫علَى ذَ ِلكَ فَقَ ْد َو َج‬ َ ‫اآلخ ََرفَتَبَايَ َعا‬
‫ب ْالبَ ْي ُع‬َ ‫ْالبَ ْي َع فَقَ ْد َو َج‬
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah
SAW, beliau bersabda, jika dua orang saling berjual-beli, maka masing-
masing di antara keduannya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum
berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang di
antara keduanya membei pilihan kepada yang lain, lalu keduanya menetapkan
jual-beli atas dasar pilihan itu, maka jual-beli menjadi wajib.”

‫ار َمال ْم يَتفَ َّرقَا‬


ِ َ‫الخي‬ ِ َ‫سلَّ َم ْالبَيِع‬
ِ ِ‫ان ب‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ع ْنهُ قَا َل َر‬
َ ‫س ْو ُل هللا‬ َ ُ‫ي هللا‬ ِ ‫ع ْن َح ِكي ِْم ب ِْن ِحزَ ٍام َر‬
َ ‫اض‬ َ
ُ‫ت بَ َر َكة‬
ْ َ‫ُوركَ لَ ُه َما فِي بَ ْي ِع ِه َما َو ِإ ْن َكت َ َما َو َكذَبَا ُم ِحق‬ َ ‫أ َ ْو قَا َل َحتتى يَتَفَرقَا فَا ِْن‬
ِ ‫صدَقَ َوبَينَا ب‬
‫بَ ْي ِع ِه َما‬
“Ada hadist yang semakna dari hadist Hakim bin Hizam, dia berkata,
Rasulullah SAW bersabda, Dua orang yang berjual beli mempunyai hak pilih
selagi belum berpisah, atau beliau bersabda, Hingga keduanya saling berpisah,
jika keduannya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya saling
menyembunyikan dan berdusta, maka barakah jual beli itu dihapuskan.2

2. Sebab-sebab Turunnya Hadist


Hadist ini dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, dan hadist ini
shahih. Hadist tersebut dari Ibnu Umar Ra. Dari Rasulullah
Saw yang menjelaskan apabila ada dua orang melakukan jual beli maka
masing-masing keduamya mempunyai hak khiyar, selama mereka belum
2
Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2002), h. 580

2
berpisah. Dan hadist tersebut ditunjukkan dengan perbuatan Ibnu Umar yang
terkenal. Bila kedua pihak semuanya berdiri dan pergi bersama-sama, maka
hak khiyar tetap ada.
Kemudian Rasulullah SAW menyebutkan sebagian dari sebab-sebab
keberkahan dan pertumbuhan, sebagian dari sebab-sebab kerugian dan
kerusakan.
Sebab-sebab barakah, keuntungan dan pertumbuhan adalah kejujuran
dalam muamalah, menjelaskan aib, cacat, dan kekurangan atau sejenisnya
dalam barang yang dijual. Adapaun sebab-sebab kerugian dan ketiadaan
barakah ialah yang menyembunyikan cacat, dusta dan memalsukan barang
dagangan. Yang demikian itu merupakan sebab-sebab yang hakiki tentang
keberkahan di dunia, yang memberikan nilai tambah dan ketenaran bagi
dirinya, karena dia bermuamalah dengan cara yang baik, sedangkan di akhirat
dia mendapatkan pahala dan balasan yang baik. Sementara sifat kedua
merupakan hakikat hilangnya mata pencaharian, karena pelakunya
bermuamalah dengan cara yang buruk, sehingga orang lain menghindar
darinya dan mencari orang yang lebih dapat dipercaya, sedangkan di akhirat
dia mendapatkan kerugian yang lebih besar, karena dia telah menipu
manusia. Rasulullah SAW, “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan
termasuk golongan kami.”3
3. Penjelasan lafazh
a. Bil-Khiyar merupakan masdhar dari ikhtara, dari al-ikhtiyar, berarti
meminta yang terbaik dari dua hal, entah berupa pengesahan atau
penolakan.
b. Al-Bayyi’ani, artinya penjual dan pembeli. Makna ini diberikan kepada
keduanya, yamg termasuk masalah kebiasaan. Seperti yang sudah

3
Yahya Ismail, Edisi Indonesia: Asbab Wurud Al-Hadist, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2009),
h. 243

3
dijelaskan, masing-masing dari dua lafazh ini dapat diartikan pula bagi
yang lainnya.
c. Muhiqat merupakan mabny lil-majhul, yang artinya, tambahan mata
pencaharian dan laba keduanya dihilangkan.
d. Yukhayyiru ahadahuma al-akhara, seperti ucapan, “Pilihlah pengesahan
jual-beli.”
4. Makna Global
Karena biasanya jual-beli terjadi tanpa berpikir lebih jauh, maka
acapkali menimbulkan penyesalan bagi penjual maupun pembeli, karena
itulah pembuat syariat yang bijaksana memberi tempo itu, yang
memungkinkan terjadinya pembatalan akad selam tempo itu. Tempo ini ialah
selama masih berada di tempat pelaksanaan akad.
Jika kedua belah pihak (penjual dan pembeli) masih berada di tempat
pelaksanaan jula beli, maka masing-masing mempunyai hak pilih untuk
mengesahkan atau membatalkan jual beli. Jika keduanya saling berpisah,
sesuai dengan perpisahan yang dikenal manusia, atau jual beli disepakati
tanpa ketetapan hak pilih di antara keduanya, maka akad jual beli dianggap
sah, sehingga salah seorang diantara keduanya tidak boleh membatalkannya
secara sepihak, kecuali dengan cara pembatalan perjanjian yang disepakati.

B. Pengertian Jual Beli


Al-Buyu’ jama’ dari al-bai’. Kata ini merupakan mashdar, padahal
mashdar tidak dapat di jama’kan. Tapi kata ini tetap di jama’kan karena jenisnya
yang berbeda-beda. Maknanya menurut bahasa ialah mengambil sesuatu dan
memberi sesuatu. Mereka juga mengambil kata ini dari al-ba’u, satu depan, entah
dimaksudkan untuk tepukan atau untuk ikatan harga dan barang yang dihargai
menurut persrtujuannnya. Lafazh al-ba’i juga dapat diartikan membeli,yang
termasuk makna kebalikan. Tapi jika diucapkan kata al-ba’i, maka makna yang

4
langsung bisa ditangkap darinya ialah orang yang mengeluarkan barang dagangan
atau penjual.
Adapun definisinya menurut syariat ialah tukar-menukar harta dengan
harta yang dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan
perkataan dan perbuatan.4 Dalam literatur syari’ah Islam, jual beli atau istilah
modernnya bisnis termasuk dalam kategori mu’amalat yang dibahas dalam bab
Al-Buyu’, dalam Al Qur'an atau Al Hadis istilah yang digunakan untuk muamalah
ini adalah al bai', as syiro' dan at tijaroh.

C. Syarat Jual Beli


1. Keadaan bendanya suci.
2. Bendanya dapat diambil manfaatnya sesuai dengan yang dimaksudkan.
3. Bendanya dapat diterimakan atau diserahkan kepada pihak pembeli.

D. Rukun Jual Beli


1. Barang yang dijual belikan.
2. Orang yang membeli dan menjual barang.
3. Ijab qobul.

Adapun shighah untuk mengikatnya, yang benar ialah seperti yang


dikatakan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, bahwa hal itu dapat dilakukan dengan
perkataan atau perbuatan macam apa pun, yang memang dianggap manusia
sebagai jual-beli, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena Allah tidak
bermaksud menjadikan kita sebagai hamba yang melaksanakan ibadah dengan
lafazh-lafazh tertentu, tapi yang dimaksudkan adalah apa yang menunjukkan
maknanya. Lafazh apa pun yang menunjukkannya, maka tujuan sudah tercapai.

4
Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2002), h. 57

5
Manusia saling berbeda-beda dalam dialog dan istilah yang mereka
pergunakan, tergantung kepada perbedaan tempat dan waktu. Setiap zaman dan
tempat memiliki bahasa dan istilah-istilah tersendiri, dan yang dimaksudkan dari
hal itu adalah makna.
Manfaat yang dapat kita ambil dari bab-bab muamalah ini ialah agar kita
bisa memahami kaidah yang sangat penting, yang memberi batasan muamalah-
muamalah yang diperbolehkan, di samping kita dapat memahami batasan-batasan
muamalah yang diharamkan, yang semua bagian-bagiannya kembali
kesana. Kaidah itu ialah: Dasar hukum dalam muamalah, berbagai jenis
perniagaan dan mata pencaharian ialah halal dan diperbolehkan, tidak ada yang
mencegahnya kecuali apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya.
Ini merupakan dasar hukum yang besar, menjadi sandaran dalam
muamalah dan tradisi. Siapa yang mengharamkan sesuatu dari hal itu, maka dia
dituntut untuk menunjukkan dalil, karena dia berseberang dengan dasar hukum
ini. Dengan begitu dapat diketahui keluwesan syariat dan keluasannya,
relevansinya untuk setiap waktu dan tempat serta segala perkembangannya, sesuai
dengan tuntutan manusia dan kemaslahatannya.
Ini merupakan kaidah di tengah-tengah, yang pijakannya adalah keadilan
dan memperhatikan kemaslahatan kedua sisi. Berdasarkan prinsip yang agung
ini, muamalah tidak dapat dikeluarkan dari mubah kepada haram kecuali jika ada
sesuatu yang memang diperingatkan, seperti karena menjurus kepada kezhaliman
terhadap salah satu pihak, seperti riba, kedustaan, penipuan, ketidaktahuan dan
pengecohan. Inilah beberapa jenis muamalah, yang jika kita perhatikan, hal itu
menjurus kepada kezhaliman terhadap salah satu pihak. Muamalah-muamalah
yang diharamkan kembali kepada batasan ini, yang tidak diharamkan melainkan
karena kerusakan dan kezhalimannya. Pembuat syariat yang Maha bijaksana lagi
Maha Pengasih mendatangkan segala sesuatu yang di dalamnya ada kemaslahatan
dan memperingatkan segala hal di dalamnya ada kerusakan.

6
Alhasil, muamalah-muamalah yang diharamkan kembali kepada beberapa
batasan, yang paling besar adalah tiga perkara berikut:
1. Riba dengan tiga macamnya, yaitu riba al-fadhl, an-nasi’ah dan al-qardhu.
2. Ketidaktahuan dan penipuan dengan berbagai macam ragam dan jenisnya.
3. Membohongi dan memperdayai dengan segala ragam dan jenisnya.5

D. Hukum Jual Beli


Dari kandungan ayat-ayat dan hadist-hadist yang dikemukakan diatas
sebagai dasar jual-bali, para ulama fiqih mengambil suatau kesimpulan, bahwa
jual beli itu hukumnya mubah (boleh). Namun, menurut Imam asy-Syatibi (ahli
fiqih Madzhab Imam Maliki), hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam
situasi tertentu. Sebagai contoh dikemukakannya, bila suatu waktu terjadi
praktek ihtikar, yaitu penimbunan barang, sehingga persediaan hilang dari pasar
dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu, maka pemerintah
boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai dengan harga pasar
sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu.para pedagang wajib memenuhi
ketentuan pemerintah di dalam menentukan harga di pasaran.6

5
Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2002), h. 579
6
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 117

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta yang dimaksudkan
untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan
perbuatan. Rasulullah menjelaskan bahwa hukum jual beli adalah perbuatan yang
dihalalkan selama penjual dan pembeli tidak ada yang dirugikan dan tidak ada
penipuan dalam jual beli.
Manfaat yang dapat kita ambil dari bab-bab muamalah ini ialah agar kita
bisa memahami kaidah yang sangat penting, yang memberi batasan muamalah-
muamalah yang diperbolehkan, di samping kita dapat memahami batasan-batasan
muamalah yang diharamkan, yang semua bagian-bagiannya kembali
kesana. Kaidah itu ialah: Dasar hukum dalam muamalah, berbagai jenis
perniagaan dan mata pencaharian ialah halal dan diperbolehkan, tidak ada yang
mencegahnya kecuali apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya.

B. Saran
Akhir kata tidak ada hasil pemikiran yang baik kecuali memberikan
manfaat bagi orang lain. Penulis berharap semoga kita semua dapat mengambil
hikmah dari makalah ini dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Saran
dan kritik dari pembaca sangat penting penulis harapkan sebagai bahan perbaikan
bagi penulis dalam penyusunan makalah selanjutnya

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdulllah Abu Ahmad, Umdatul Ahkam, (Jogjakarta: Media Hidayah, 2006)

Abu Amar Imron, Edisi Indonesia: Fathul Qarib, (Kudus: Menara Kudus, 1983)

Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004)

Ismail Yahya, Edisi Indonesia: Asbab Wurud Al-Hadist, (Jakarta: Pustaka As-
Sunnah, 2009)

Suhardi Kathur, Edisi Indonesia: Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta:
Darul Falah, 2002)

Anda mungkin juga menyukai