Parotitis
Parotitis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya
merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai
tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000
nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae
dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi
dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin.
Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga
menimbulkan epidemi secara umum.
1
dan tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian
penyakit tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni
mampu melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis
dengan tepat dan benar.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mempelajari konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan Parotitis
1.3 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber belajar pada
Keperawatan Pencernaan II dan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Saliva
Kelenjar ludah adalah kelenjar majemuk bertandan, yang berarti terdiri
atas gabungan kelompok alveoli membentuk kantong dan yang membentuk
lubang-lubang kecil. Saluran-saluran dari setiap alveoli bersatu untuk
membentuk saluran yang lebih besar dan yang mengantar sekretnya ke
saluran utama dan melalui ini secret dituangkan ke dalam mulut. Berdasarkan
ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis,
kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and
Calmes, 1981).
3
melintasi kelenjar parotis, yaitu arteri karotis eksterna dan saraf kraial ke
tujuh (saraf fasialis).
b) Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua
setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan
berukuran kira-kira sebesar buah kenari. Seketnya dituangkan ke dalam
mulut melalui saluran submandibularis atau saluran Wharton, yang
bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguage.
c) Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak
paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape),
terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-
masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk
membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar
frenulum lingualis.
2. Kelenjar saliva minor
Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di kacum oral di
dalam lamina propria mukosa oral. Diameternya 1-2mm. Kelenjar ini
biasanya merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil.
Kelenjar liur minor mungkin mempunyai saluran ekskresi bersama dengan
kelenjar minor yang lain, atau mungkin juga mempunyai saluran sendiri.
Secara alami, sekresi utamanya adalah mukous (kecuali Kelenjar Von
Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti membasahi kavum oral
dengan saliva.
a. Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa
kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior
dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar
mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis
posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari
lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus.
b. Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir.
Kelenjar ini bersifat mukus dan serus.
c. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak
dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras.
4
d. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan
kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan
glossopalatinal.
Kelenjar saliva berperan penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan
mulut, dimana Kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk dari sel-sel
khusus yang mensekresi saliva ke dalam rongga mulut. Kelenjar ini
mengandung enzim, air, lendir yang sangat berperan dalam proses
pencernaan makan. Fungsi kelenjar saliva antara lain:
a) Lubrikasi dan membersihkan mukosa oral, melindunginya dari
kekeringan, dan bahan-bahan karsinogen.
b) Membantu pencernaan makanan melalui aktivitas enzim (amylase
atau ptyalin) yang dikandungnya.
c) Sebagai buffer mukosa oral terhadap bahan yang bersifat asam dan
bakteri.
d) Aktivitas anti bakteri.
e) Membantu mempertahankan integritas gigi karena saliva berperan
dalam remineralisasi permukaan gigi.
f) Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah).
Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukurang tentang keseimbangan
air dalam tubuh. Setiap kelenjar ludah dapat terkena infeksi. Tetapi, yang
terdahulu terserang adalah kelenjar parotis karena letaknya dekat dengan
mulut dan juga karena dapat terjadinya sumbatan saluran parotis.
2.2 Definisi
Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda membesarnya kelenjar
ludah dan terasa nyeri. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang akut
(Yvonne,2013). Pada saluran kelenjar ludah, terjadi kelainan berupa
pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Parotitis yang
juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit yang biasanya
menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang pernah menderita
penyakit ini, maka orang itu akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Vaksinasi parotitis merupakan bagian imunisasi rutin pada masa kanak-kanak
yang biasanya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan campak dan rubella.
5
Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu sebagai berikut :
a. Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan di sini adalah, apabila pasien yang sebelumnya telah
terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-anak yang biasanya terkena
parotitis tipe ini adalah ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga
akhir usia kanak-kanak (sampai 12 tahun).
b. Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-
tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda
parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang
dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut.
Hal menegnai pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan anastesi
umum lama dan ada gangguan hidrasi.
2.3 Etiologi
Agen infeksius pada parotitis adalah paramyxovirus dengan cara
melalui kontak langsung dan droplet. Sejak tahun 2003, telah mucul
penyakit gondok di Inggris, khususnya di kalangan remaja dan dewasa
muda (Donaghy et al., 2006). Insiden gondok di rentan pada kelompok
usia yang mungkin akan terus tinggi di masa mendatang. Diagnosis
laboratorium biasanya diminta dari pasien dengan gejala, sehingga
diperlukan diagnosis yang cepat pada sampel akut. Secara tradisional
gondok telah didiagnosis oleh isolasi virus dalam kultur sel atau pelengkap
pengujian fiksasi (CFT) dari titer antibodi pada dipasangkan sera. Yang
terakhir ini sebagian besar telah digantikan dengan tes anti -IgM, yang
tidak selalu terdeteksi dalam 10 hari pertama gejala. Beberapa faktor dapat
berpengaruh pada munculnya wabah gondok: intense exposures,
overwhelming the pro-tection offered by the vaccine, combined with non-
optimal vaccinecoverage, low immunogenicity and waning immunity.
Perlu digaris bawahi wabah gondok ini sulit untuk dilakukan uji biologis,
pada tes serologi pemberian vaksinasi secara global harus dikaji dengan
hati-hati. Deteksi gondok dengan menggunakan RNA virus dalam air liur
merupakan tes yang paling cocok dalam hal ini.
6
2.4 Patofisiologi
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab
parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat Percikan ludah,
kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urine. Virus
tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang
terkena adalah kelenjar parotis, infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar
parotis terkadang dikaitkan dengan komplikasi seperti meningitis, pankreatitis
atau orchitis. Untuk mengetahui infeksi mumps dibuktikan dengan adanya
kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum
konvalesens, dikatakan negatif jika <0.100, positif jika> 0.200 atau samar-
samar jika 0.100 ≥ A ≤0.200. Semakin banyak penumpukan virus di dalam
tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius
kemudian terjadi viremia (masuknya virus ke dalam aliran darah) dan
selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan
menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3
hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral
kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada
manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air
seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan
nekrosis jaringan.
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam
(suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan
7
nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya
disertai kaku rahang (sulit membuka mulut). Selanjutnya terjadi
pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan
pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian
berangsur mengempis. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah
rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria
dewasa dengan parotitis yang berkelanjutan mengalami nyeri kelenjar parotid
dan demam persisten (38,3°C-40°C). Pemeriksaan menunjukkan pansitopenia
berat, disfungsi hati, hyperferritinemia, fibrinopenia, ditinggikan lactalase
dehydrase, peradangan paru bilateral dan efusi pleura, abdominal
lymphadenopathy, dan splenomegali. Pasien itu sesuai diduga memiliki
hemophagocytic syndrome (HPS) terkait gondok. Pada pria dewasa juga bisa
terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran
darah.
a. Darah rutin
b. Amilase serum
8
c. Pemeriksaan serologis
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat
dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer
spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
9
d. Pemeriksaan Virologi
10
- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin
berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka
namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum
tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai
“salicylate“ atau “acetylsalicylic acid“.
d) IVFD D5 ½ NS
Pada pasien dengan kesulitan makan, terapi cairan yang digunakan
adalah cairan yang mengandung glukosa 5%, sehingga pada pasien ini
diberikan D5 ½ NS. Maka pemberian cairannya adalah:
100 cc x 10 kg : 1000 cc
50 cc x 4 kg : 200
1200 ml (24 jam)
50 ml (jam) 12 tpm (makro)
e) Parasetamol sirup 3 x 1 ½ cth (jika demam)
Obat ini mempunyai nama generic acetaminophen. Paracetamol adalah
drivat aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesic.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab lainnya. Disamping itu,
paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri
dengan intensitas ringan sampai sedang.
Dosis: 10-15 mg/kgBB/kali
10 mg x 14 kg = 140 mg
15 mg x 14 kg = 210 mg
140-210 mg/kali
Sediaan: 125 mg/5ml x 187,5 ml jadi dapat diberikan 1 ½ cth
f) Diazepam 5 mg (pulv) 3 x 1 pada saat demam > 38o C.
Indikasi
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang
timbul seperti gelisah berlebihan.
Kontraindikasi
11
1) Hipersensitifitas
2) Sensitivitas silang dengan benzodiazepine lain
3) Pasien koma
4) Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya
5) Nyeri berat tak terkendali
6) Glaucoma sudut sempit
7) Kehamilan atau laktasi
8) Diketahui intoleran terhadap alcohol atau golongan propilena
(hanya injeksi)
Efek samping
Efek samping yang sering terjadi : pusing, mengantuk
Dosis
0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali
0,3 x 14 : 4,2 mg
0,5 x 14 : 7
Sediaan tab 5 mg diberikan 1 tab (pulv)
2.8 Komplikasi
12
b) Ketulian. Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
c) Orkitis. Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh,
testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah
puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut
bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
d) Ensefalitis atau Meningitis. Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya
berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10%
penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1
diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau
kelumpuhan otot wajah.
e) Ooforitis. Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7%
pada penderita wanita pasca pubertas.
f) Pankreatitis. Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu
pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut.
Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan
sembuh total.
g) Nefritis. Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap
penderita dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal
pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14
hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
h) Miokarditis. Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi
infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T,
flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
13
i) Artritis. Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya
sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah
poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-
2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu
dan sembuh sempurna.
2.9 Prognosis
Prognosis pasien parotitis hidup karena gejala ringan dan tidak ditemukan
keterlibatan infeksi susunan saraf pusat. Parotitis bersifat self-limiting dan
hanya memerlukan pengobatan suportif. Prognosis fungsi karena walaupun
pasien sudah memasuki usia pubertas, orkitis terjadi unilateral. Sehingga
kecil kemungkinan terjadi atrofi testis kecil. Infeksi virus parotitis epidemika
memberikan imunitas jangka panjang, dan tidak menyebabkan kekambuhan
pada pasien sehingga prognosis ad sanationam baik. (Pudjiadi & Hadinegoro,
2009)
Secara umum prognosis parotitis baik, kecuali pada keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele
karena meningoensefalitis. Dapat disimpulakan bahwa gangguan parotitis
dapat sembuh dengan baik. Penjelasan diatas “ad sanationam” merupakan
bagian dari prognosis yang artinya penyakit tersebut dapat disembuhkan
dengan beberapa penanganan yang tepat.
2.10.1 Pengkajian
1. Identitas:
( Nama, Umur, Suku/Bangsa, Agama, Pendidikan, Alamat )
2. Keluhan Utama:
( Demam, nafsu makan turun, sakit kepala, muntah, nyeri otot,
bengkak, dan sulit menelan )
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
14
( Demam dan merasakan nyeri pada belakang telinga dan pipi kiri.
Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan kemudian
menjadi sukar menelan dan nafsu makan menurun )
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
( Belum pernah di imunisasi MMR →Mumps, Morbili, Rubela )
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
( Semua anggota keluarga sudah pernah mengalami gejala yang sama
dan kemungkinan bisa tertular )
6. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolism
b) Pola eliminasi
c) Pola aktivitas sehari-hari
Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya
akibat adanya lemah, letih dan adanya dispneu.
d) Pola istirahat dan tidur
Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada
malam hari.
e) Pola kognitif dan persepsi sensori
Biasanya pasien terlihat kecemasan dan gelisah
f) Pola hubungan
Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas social atau
menarik diri akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan
serta gangguan penampilan diri akibat bengkak.
g) Nilai dan kepercayaan
7. Pengkajian per Sistem
a) Sistem Pencernaan
Nafsu makan menurun, merasa tidak enak badan dan muntah,
nyeri, susah menelan akibat pembengkakan kelenjar parotis yang
terjadi.
b) Sistem Muskuloskeletal
Kelelahan dan kelemahan
15
c) Sistem Neurobehaviour
Kaji adanya rasa nyeri, perubahan perilaku, penurunan kesadaran.
d) Sistem Perkemihan
Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih, warna urine,
penggunaan dan keadaan kateterisasi.
e) Sistem Integumen
Posisi daun telinga meningkat,kulit teraba panas, terjadi
pembengkakan pada leher
8. Pemeriksaan Fisik:
a) B1 (breathing) : Takipnea
b) B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
c) B3 (brain) : compos mentis, mengalami kecemasan dan
terus menerus gelisah akibat manifestasi klinis
dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher
d) B4 (bladder) : normal
e) B5 (bowel) : sulit menelan → nafsu makan menurun →
BB menurun
f) B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
9. Pemeriksaan Penunjang:
a) Pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia ringan dengan
limfositosis relatif
b) Kadar leukosit < 4 x 109/L darah
Pemeriksaan kadar amilase dalam serum naik >137 U/L darah.
16
5. Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan kelenjar p
arotis
2.10.3 Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d ketidakadekuatan intake makanan akibat kesulitan
menelan.
Tujuan : Pemenuhan intake nutrisi dapat dimengerti pasien
No Intervensi Rasional
1 Tanyakan kepada klien apakah ia memiliki Untuk menentukan nutrisi
riwayat alergi terhadap makanan yang tepat
2 Berikan makan lembut sedikit demi sedikit Makanan yang keras tidak
dan makanan kecil tambahan yang tepat. mampu dikunyah oleh pasien
Menghindari makanan asam parotitis. Makanan asam
menmbah rasa tidak nyaman
pada pasien parotitis.
3 Berikan diet cair atau makanan selang Bila masukan kalori gagal
/hiperalimentasi bila diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolic, dukungan nutrisi
dapat digunakan untuk
mencegah malnutrisi
4 Berikan minum yang sedikit-sedikit tetapi Membasahi selaput lendir
sering mulut yang kurang basah
karena jarang digunakan
5 Berikan dukungan kepada pasien untuk Agar terjadi keseimbangan
mendapatkan intake kalori yang adekuat antara kebutuhan kalori
sesuai dengan tipe tubuh dan pola dengan pemasukan kalori
aktivitasnya
17
2. Diagnosa : Hipertermi b.d. respons inflamasi sistemik
Tujuan : Terjadi penurunan suhu tubuh.
No Intervensi Rasional
1 Kaji pengetahuan pasien dan keluarga Sebagai data dasar untuk
tentang cara menurunkan suhu tubuh. memberikan intervensi
selanjutnya.
2 Anjurkan keluarga untuk membatasi Penurunan aktivitas akan
aktivitas pasien. menurunkan laju
metabolisme yang tinggi
3 Atur lingkungan yang kondusif. Kondisi ruang yang sejuk,
tenang, sedikit pengunjung
memberikan effektivitas
terhadap proses
penyembuhan.
4 Beri kompres dengan air dingin pada axial, Secara konduksi panas akan
lipatan paha bila terjadi panas. berpindah dari tubuh ke
material yang dingin. Area
yang digunakan adalah area
yang mempunyai pembuluh
darah arteri besar
5 Anjurkan keluarga untuk untuk Pakaian yang mudah
memakaikan pakaian yang dapat menyerap menyerap keringat sangat
keringat seperti katun. efektif meningkatkan efek
dari evaporasi.
6 Kolaborasi dengan dokter dalam Antipiretik bertujuan untuk
pemberian obat antipiretik. memblok respons panas
sehingga suhu pasien dapat
lebih cepat menurun
18
3. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan Sensitivitas serabut
saraf lokal sekunder akibat respon inflamasi lokal terhadap
parotitis.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan
tindakan keperawatan
No Intervensi Rasional
19
No Intervensi Rasional
1. Atur lingkungan yang kondusif Kondisi ruangan yang sejuk,
tenang, sedikit pemngunjung
memberikan efektifitas
terhadap proses penyembuhan
2. Istirahat selama periode demam Pada perode demam,
metabolism tubuh tinggi
sehingga istirahat dapat
Mengurangi metabolism
tubuh dan mempercepat
kesembuhan klien
3. Kompres dingin pada daerah bengkak Karena terjadi infeksi, suhu di
sekitar lokasi pembengkakan
mengalami peningkatan
Dengan kompres dingin
diharapkan suhu dapat turun
dan mengurangi
pembengkakan
No Intervensi Rasional
1 Mengurangi terjadinya komplikasi dengan Kortikosteroid dapat
pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama menekan pertumbuhan
2-4 hari dan globulin mikroba dan Globulin
mencegah terjadinya orkitis
2 Pantau jantung dengan pemasangan EKG Mencegah resiko terjadi
komplikasi ke otot jantung
20
2.11 WOC
Pamyxovirus
MK :
Potensial
Masuk mulut/ hidung
Komplikasi
Meningoenseph
Poliferasi
alitis, orkitis,
meningitis,
Viremia (virus ikut aliran darah) ooforitis,
nefritis,
miokarditis,
Virus berdiam di kelenjar parotid artritis
Penurunan fungsi
pendengaran
Tubuh berusaha melawan
Permeabilitas kapiler & venul
virus dgn cara
yg terinfeksi terhadap protein
meningkat
MK : Gangguan Suhu tubuh memperbanyak aliran
Pendengaran naik darah : Vasodilatasi Difusi protein & filtrasi
sistem mikrosirkulasi air ke interstisiel
area yg terinfeksi
MK :
Hipertermi Bengkak & kemerahan
Sakit Syaraf-syaraf
Anoreksia Kaku Kelenjar
menelan dan mengalami
otot parotis
mengunyah penekanan
membesar
MK :
Ketidakseimbanga Pipi dan leher Saat tidur jika bagian bengkak tdk MK :
n nutrisi kurang membesar sengaja tertekan akan sangat sakit Nyeri
dari kebutuhan sekali & mengejutkan Akut
tubuh
MK : Gangguan
citra tubuh MK: Gangguan pola
Istirahat tidur
3.1 Kasus
Ny. Lisa seorang ibu rumah tangga yang berumur 32 tahun datang ke
rumah sakit Universitas Airlangga dengan keluhan sudah 4 hari ini demam,
bengkak dan kemerahan pada sekitar pipi dan leher, nyeri otot (terutama
leher), nyeri kepala, belakang telinga dan pipi sehingga pasien mengalami
kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan. Pasien terlihat sangat
lemas (malaise) dan badan terasa sangat panas .
3.1.1 Pengkajian
a. Biodata Klien:
Nama : Ny. Elisa
Umur : 42 tahun
Pendidikan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya
b. Keluhan Utama
Nyeri di bawah telinga, bengkak, dan sulit menelan ketika makan dan
minum
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh mengalami demam dan merasakan nyeri pada belakang
telinga dan pipi, timbul bengkak dan kemerahan. Lemas dan terkadang
pendengarannya kurang begitu jelas.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada penyakit parotitis epidemika, riwayat penyakit dahulu yang
mendukung dilakukan dengan mengkaji apakah sebelumnya pernah
menderita penyakit yang sama atau penyakit yang berhubungan dengan
penyakit yang sekarang dirasakan. Riwayat minum obat, catat adanya
efek samping yang terjadi di masa lalu. Juga pengkajian dan riwayat
alergi obat, dan Tanyakan reaksi alergi apa yang timbul.
22
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kemungkinan riwayat konsumsi obat-obatan serta gaya hidup keluarga.
f. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolism
b) Pola eliminasi
c) Pola aktivitas sehari-hari
Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya akibat adanya
lemah dan letih.
d) Pola istirahat dan tidur
Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada malam
hari karena suhu badan yang tinggi dan nyeri di saat bagian leher yang
bengkak saat membentur benda ataupun tertekan.
e) Pola kognitif dan persepsi sensori
Biasanya pasien terlihat kecemasan dan gelisah
f) Pola hubungan
Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas social atau menarik diri
akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan serta gangguan
penampilan diri akibat bengkak.
g) Nilai dan kepercayaan
g. Pengkajian per Sistem
a) Sistem Pencernaan
Nafsu makan menurun, merasa tidak enak badan dan muntah, nyeri,
susah menelan akibat pembengkakan kelenjar parotis yang terjadi.
berat badan menurun.
b) Sistem Muskuloskeletal
Kelelahan dan kelemahan
c) Sistem Neurobehaviour
Kaji adanya rasa nyeri, perubahan perilaku, penurunan kesadaran:
nyeri pasien menunjukkan skala 6, GCS normal (4 5 6), pasien
composmentis, gelisah, sakit kepala dan kaku leher dan rahang.
23
d) Sistem Perkemihan
Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih, warna urine,
penggunaan dan keadaan kateterisasi.
e) Sistem Integumen
Posisi daun telinga meningkat,kulit teraba panas, terjadi
pembengkakan pada leher
h. Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan
Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis
TTV :
1) TD : 120 mmHg
2) Nadi : 100x / menit
3) Suhu : 38 oC
4) RR : 20x / menit
5) BB : 64 kg turun dari 68 kg
b) Kepala : pusing dan nyeri
c) Leher : terdapat pembengkakan
d) Ekstremitas: tidak ada sianosis
i. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratium
b) Complement fixing antibody
c) Neutralization test
d) Isolasi virus
e) Uji intra dermal
f) Pengukuran kadar amilase dalam serum
3.1.2 Analisa Data
24
Data objektif: nyeri pada kelenjar
pasien menunjukkan parotis
skala 5
Data Subjektif: Pasien
mengeluh, nyeri pada, Nyeri akut
belakang telinga dan
pipi dan leher serta
nyeri saat mengunyah
dan menelan makanan
Demam
25
4. Data subjektif: Adanya nyeri ,
Pasien tampak cemas, gangguan
gelisah, dan bingung istirahat namun
dengan penyakitnya Kurang
penngetahuan
tentang penyakit
dan
perawatannya
3.1.3 Diagnosa
26
dalam aktivitas sehari-hari
f. Ajarkan kepada keluarga pasien
dalam membantu menurunkan
nyeri pasien
g. Atur lingkungan sekitar pasien
sehingga membuat pasien nyaman
seperti suhu, cahaya dan suara
h. Hindarkan pasien dari sesuatu yang
dapat meningkatkan nyeri pasien
seperti ketahutan dan kecemasan
i. Ajarkan teknik relaksasi untuk
menurunkan rasa nyeri
j. Kolaborasikan teknik manajemen
nyeri dengan petugas medis
lainnya
k. Anjurkan pasien untuk beristirahat
atau tidur untuk mengurangi rasa
nyeri
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan
Kriteria Hasil dan NOC Intervensi
a. Status nutrisi normal Nutrition Management
b. Intake makanan dan cairan a. Tetapkan status nutrisi pasien
tercukupi untuk menentukan kebutuhan
c. Nafsu makan meningkat nutrisinya
b. Ajarkan pasien mengenai
kebutuhan nutrisi (missal:
mendiskusikan pedoman diet dan
pyramid makanan)
c. Dukung keluarga untuk membawa
makanan favorit pasien selama
berada di rumah sakit, jika
27
diperlukan.
Nutrition Therapy
a. Pantau makanan atau cairan yang
dapat dicerna dan hitung kebutuhan
kalori per hari, bila perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan nutrisi
pasien
c. Sajikan makanan dengan menarik,
mulai dari tatanan yang bagus,
warna, tekstur dan jenisnya.
d. Berikan perawatan oral hygiene
sebelum makan
e. Kaji posisi nyaman pasien sebelum
makan
Nutrition Monitoring
a. Timbang BB pasien
b. Pantau kecenderungan kehilangan
BB
c. Pantau mual dan muntah
d. Tetapkan pola makan pasien (misal
makanan yang disukai dan tidak
disukai)
e. Tentukan factor yang
mempengaruhi intake nutrisi pasien
f. Review data lain yang
berhubungan dengan status nutrisi
pasien
3) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dan proses
inflamasi
Kriteria Hasil dan NOC Intervensi
Suhu tubuh normal 36,50 -370 C a. Kolaboratif
28
TTV normal Berikan obat penurun panas
(antipiretik)
b. Mandiri
Gunakan waslap dingin (atau
kantong es yang dibalut dengan
kain) di aksila, kening, tengkuk, dan
lipatan paha.
c. Lepaskan pakaian yang berlebihan
dan tutupi pasien dengan selimut
saja untuk membantu mengeluarkan
panas dari tubuh pasien.
Anjurkan asupan cairan oral,
sedikitnya 2 liter sehari (disesuaikan
dengan kebutuhan pasien).
29
f. Edukasi perawatan mandiri di
rumah seperti kompres, posisi yang
baik menghindarkan bagian
bengkak dari tekanan, dll
30
BAB IV
KESIMPULAN
Parotitis merupakan penyakit menular yang akut pada saluran kelenjar
ludah, terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan
penyumbatan saluran yang disebabkan oleh agen infeksius pada parotitis, yaitu
paramyxovirus. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-
12 tahun. Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus tersebut
masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut.
31
DAFTAR PUSTAKA
32