Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN UROSEPSIS

A. Pengertian

Urosepsis adalah kondisi akut infeksi sistemik dalam darah yang berkembang sekunder untuk
infeksi saluran kemih (ISK), dan kemudian beredar ke seluruh tubuh. Sebuah istilah awam bagi
kondisi kritis ini adalah keracunan darah karena infeksi dalam aliran darah.

Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga
menyebabkan bakteremia dan syok septik. Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian
septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius.

Sepsis yang disebabkan oleh dekomposisi dan absorpsi substansi yang berasal dari saluran kemih
sehingga terjadi bakteremia simtomatik yang menyebabkan syok dan kematian akibat bakteri
berasal dari traktus urinarius yang merupakan komplikasi dari ISK (Johnson. CC, 1991).

B. Etiologi

Secara umum dikatakan urosepsis merupakan komplikasi dari beberapa situasi antara lain (1)
tindakan instrumentasi pada traktus genitourinaria (2) abses renal (3) pielonefritis akut (4)
Infeksi akibat obstruksi saluran kemih atau pasien dengan gangguan kekebalan imunitas (5)
bakteriuri akibat pemasangan kateter pada obstruksi dan pasien dengan gangguan kekebalan
imunitas. Beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya urosepsis selain dari faktor-faktor
resiko diatas, penyebab lain dari urosepsis antara lain.
a. Benign Prostat hiperplasia
b. Bladder Cancer
c. Chlamydia
d. Cystitis
e. E-coli akibat keracunan makanan
f. Lansia
g. HIV / AIDS
h. Kondisi kekurangan immune
i. Batu ginjal
j. Multiple Sclerosis

C. Tanda & Gejala

Gejala urosepsis lebih sering diawali dengan adanya infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih
yang simtomatik gejalanya bergantung pada umur penderita dan lokalisasi infeksi di dalam
saluran kemih. Pada yang asimtomatik dapat dijumpai riwayat infeksi sebelumnya tetapi pada
saat itu tidak dijumpai keluhan yang menyebabkan penderita datang untuk berobat. Beberapa
gejala yang sering muncul pada urosepsis antara lain:

1. Sakit saat BAK


2. Sering BAK karena rasa ingin BAK terus-menerus
3. Sakit pinggang
4. Demam dan sakit pada sudut kostovertebral
5. Enuresis diurnal ataupun nokturnal
6. Sama seperti bakteraemia, tetapi menunjukkan kondisi yang lebih berat. Bukti klinis infeksi
ditambah bukti respon sistemik terhadap infeksi. Respon sistemik ini dapat bermanifestasi 2
atau lebih kondisi berikut :
7. Temperatur > 38°C atau < 36°C
8. Denyut nadi > 90 kali / min
9. Frekuensi pernafasan > 20 kali /min or PaCO2 < 32 mmHg (< 4.3 kPa)
10. Leukosit > 12,000 sel/mm3, < 4,000 sel/mm3 atau 10% bentuk imatur (batang).3
11. Pada fase yang parah dapat terjadi perdarahan akibat penurunan trombosit
12. Sepsis syndrome
13. Infeksi ditambah bukti gangguan perfusi organ berupa: hipoksemia; peningkatan laktat;
oliguria; gangguan kondisi mental.

TAHAPAN KLINIS SEPSIS

1. Hiperdinamik tahap awal

 Sfingter prekapiler menutup bantalan kapiler, darah bergegas melalui prekapiler pirau
arteri-vena; pertukaran gas dan penghapusan metabolit, misalnya, laktat
 Hiperventilasi menginduksi alkalosis respiratori
 Curah jantung normal atau meningkat (sampai 10-20 l / min) \
 Resistensi pembuluh darah perifer dan gradien oksigen arteri-vena berkurang
 Tekanan vena sentral normal atau meningkat
 Pasien tampak sakit berat, pucat, dan berkeringat deras
 Frekuensi nadi meningkat dan lembut
 Hipotensi
 Mual, muntah, diare
 Agitasi, kebingungan, gangguan orientasi
2. Tahap Intermediate
 Akumulasi dari hasil laktat dalam asidosis metabolik
 Depresi miokard
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena cedera endotel , efusi dari plasma ke
ginjal, hati, paru ruang interstitial, meningkatkan disfungsi organ diikuti oleh kegagalan
organ (shock ginjal, syok hati, shock paru [ARDS])
 Pendarahan, hipoksia organ, gagal organ, syok septik karena aktivasi komplemen dan
cascades coagulatory dan peningkatan kepatuhan elemen seluler (neutrofil, trombosit, sel
endotel), disseminated koagulasi intravaskular (DIC) dengan konsumsi koagulopati
3. Hypodynamic tahap akhir

 Kulit pasien dingin dan sianosis


 Curah jantung berkurang
 Resistensi pembuluh darah perifer meningkat karena vasokonstriksi; tekanan vena sentral
dikurangi.
Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan beberapa fungsi
organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernapasan
dan susunan saraf pusat. Kriteria urosepsis:
Kriteria I : Terbukti bakteremia atau dicurigai sepsis dari keadaan klinik.
Kriteria II : Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Suhu tubuh ≥38o C atau ≤ 36o C
Takikardia ≥90 detak per menit
Tacypnea ≥20 nafas per menit
Alkalosis respiratorik PaCO2 ≤ 32 mm Hg
Leukosit ≥ 12.000 /mm3 atau ≤ 4000 /mm3
Kriteria III : Multiple Organ dysfunction syndrome (MODS)
Jantung, sirkulasi
tekanan darah sistolik arteri ≤ 99 mm Hg atau mean arterial preasure ≤ 70 mmHg, selama ≥1 jam
walaupun carian adekuat atau resusitasi agen vasopressure diberikan.
Ginjal
Produksi urin < 0,5 Ml/kgBB/ jam wlalupun resusitasi cairan adekuat.
Paru-paru
Tekanan parsial O2 arterial (PaO2) ≤75 mm Hg (udara ruangan) atau Konsentrasi inspirasi O2
(FiO2) ≤250 (pernapasan bantuan)
Platelet
Thrombosit < 80.000/ mm3 atau berkurang ≥ 50 % dalam 3 hari
Asidosis metabolic
Ph darah ≤7,30 atau plasma laktat ≥ 1,5 kali normal.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu
leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan
pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan
2. Pemeriksaan Mikroskopik Urin
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri
dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah > 10 / lapang pandang besar
(LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan
pemeriksaan kultur.
3. Pemeriksaan Kultur Urin
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih
merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105
koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab
ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni / ml urin, maka
bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari
muara uretra

E. Penatalaksanaan
Harus ada kerjasama antara ahli urologi dengan intensivist
Tindakan umum
1. Tegakkan diagnosis : gejala dan tanda serta laboratorium penunjang. Singkirkan
penyebab lain seperti hipovolemia, perdarahan, gangguan jantung, anafilaktik dll.
2. Terapi antibiotika adekuat sesuai kultur darah dan urin serta fungsi ginjal
3. Pemberian cairan intravena & agen vasoaktif (dopamin dan dobutamin)
4. Pasang alat monitoring cairan : CVP atau Swan Ganz kateter, kateter urin
5. Suplementasi O2 dengan atau tanpa ventilator
Tindakan khusus urologi :
1. Drainase semua obstruksi
2. Pengangkatan benda asing seperti kateter atau batu.
ANTIBIOTIK UROSEPSIS

1. Sefalosporin generasi ketiga (misalnya sefotaksim IV atau ceftriaxone ) aktif terhadap


bakteri gram negatif , tetapi memiliki kurang aktivitas terhadap staphylococcus dan bakteri
gram positif .
2. Ceftazidime juga memiliki aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa .
3. Fluoroquinolones (misalnya ciprofloxacin) merupakan alternatif untuk sefalosporin. Mereka
menunjukkan aktivitas yang baik terhadap enterobactaria dan P. aeruginosa, tetapi kurang
aktivitas terhadap staphylococcus dan enterococci. Penyerapan saluran pencernaan
ciprofloxacin baik, sehingga pemberian oral sama efektifnya dengan IV .
4. Gunakan metronidazole jika ada sumber anaerobik potensi sepsis .
5. Jika tidak ada respon klinis terhadap antibiotik di atas , pertimbangkan kombinasi piperasilin
dan tazobactam (Kombinasi ini aktif terhadap enterobacteria, enterococci , dan
Pseudomonas).
6. Gentamisin digunakan bersama dengan antibiotik lainnya . Ia memiliki spektrum terapi yang
relatif sempit terhadap organisme gram - negatif.
7. Pemantauan ketat tingkat terapeutik dan fungsi ginjal adalah penting. Ini memiliki aktivitas
yang baik terhadap enterobacteria dan Pseudomonas, dengan aktivitas yang buruk terhadap
streptococci dan anaerob dan, oleh karena itu, idealnya harus dikombinasikan dengan Î ² -
laktam antibiotik atau ciprofloxacin.
Jika ada perbaikan klinis, pengobatan IV harus terus selama setidaknya 48 jam dan kemudian
diubah menjadi obat oral. Membuat penyesuaian yang tepat ketika hasil sensitivitas yang tersedia
dari kultur urin (yang mungkin memakan waktu sekitar 48 jam ).

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku bangsa.
2. Keluhan utama
Klien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan menggigil, demam, nyeri pinggang, kolik dan atau
benjolan diperut atau pinggang, polisuria, disuria dan penurunan kesadaran
3. Riwayat penyakit
Faktor predisposisi timbulnya terdiri dari infeksi bakteri non spesifik (misalnya E coli,
Pseudomonas, Proteus, Klebsiella), PMS (Penyakit Menular Seksual), virus (misalnya Mumps),
TB (Tuberculosis), penyakit infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis,
Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV), obstruksi (seperti BPH,
malformasi urogenital), vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak),
penggunaan Amiodarone dosis tinggi, prostatitis, tindakan pembedahan seperti prostatektomi,
kateterisasi dan instrumentasi, dan blood borne infection.
4. Data fokus :
Data subjektif :
- Klien mengeluh demam dan menggigil.
- Klien mengatakan setiap berkemih dirasakan seperti ada rasa terbakar dan perih.
- Klien mengatakan frekuensi berkemihnya meningkat
- Klien mengeluh nyeri ketika berkemih
- Klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan terdapat benjolan di perut atau pinggang
- Klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual
- Klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual
- Klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit
- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya
Data objektif :
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri klien 1-10
- Suhu tubuh klien > 38 oC
- Denyut nadi klien > 100 x/menit
- Klien tampak menggigil
- Kulit klien teraba hangat
- Frekuensi nafas > 20x/menit
- Terjadi penurunan status mental

I. Diagnosa Keperawatan

1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin

2. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas

3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

4. Nyeri Akut b/d Agen Pendecera Fisiologis

5. Hipertermia b/d infeksi

6. Resiko perfusi serebral tidak efektif d/d hipertensi

7. Resiko perfusi renal tidak efektif d/d sepsis

II. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin


Setelah dilaksanakan askep selama .... diharapkan ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer
teratasi dengan kriteria hasil :

1. TTV dalam batas normal


2. Warna kulit normal
3. Suhu kulit hangat
4. Kekuatan fungsi otot
5. Nilai laboratorium dalam batas normal

Intervensi

1. Kaji secara komprehensif sirkulasi perifer


R/ Sirkulasi perifer dapat menunjukan tingkat keparahan penyakit
2. Evaluasi nadi perifer dan edema
R/ Pulsasi yang lemah menimbulkan
kardiak output
3. Kaji TTV
R/ Mengetahui status kardiorespirasi pasien
4. Elevasi anggota badan 200 ataulebih
R/ Untuk meningkatkan venous return
5. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
R/ Mencegah komplikasi dekubitus
6. Dorong latihan ROM sebelum bedrest
R/ Menggerakan otot dan sendi agar tidak kaku
7. Monitor laboratorium (Hb, hmt)
R/ Nilai laboratorium dapat menunjukan komposisi darah
8. Kolaborasi pemberian anti platelet atau anti perdarahan
R/ Meminimalkan adanya bekuan dalam darah

2. Penurunan curah jantung b/d penurunan kontraktilitas

Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak menunjukkan adanya penurunan
curah jantung. Kriteria Hasil:

 Frekuensi jantung meningkat


 Status Hemodinamik stabil
 Haluaran Urin adekuat
 Tidak terjadi dispnu
 Akral Hangat
Intervensi:
1. Auskultasi nadi apical,kaji frekuensi,irama jantung.
R/ Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitasjantung.
2. Catatbunyijantung.
R/ S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3 sebagai aliran ke dalam serambi
yaitu distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau stenosis katup
3. Palpasi nadi perifer
R/ Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan
pengisisan jantung.
4. Pantau tekanan darah
R/Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan
pengisisan jantung.

5. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau konsentrasi urine.
R/ Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi
pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.

6. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
R/ Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi
pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.

7. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.


R/ Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah
jantung.

8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat diuretic dan cairan.
R/ Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen dan
penurunan venous return. Membantu dalam proses kimia dalam tubuh

3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam kebutuhan aktivitas terpenuhi
dengan criteria hasil:

- Kelemahan umum (-)


- Tanda-tanda vital dalam batas normal
TD:110-120/60-80 mmHg

HR: 60-80 x / menit

RR: 16-20 x/menit

S : 36,5 –37,5 0C

- Tidak terjadi perubahan warna kulit atau kelembaban


Intervensi:
1. Observasi ulang tingkat kelelahan dan kelemahan klien terhadap aktivitas.
R/ Sebagai data dasar untuk mengembangkan rencana pada klien.
2. Anjurkan klien untuk mempertahankan bedrest.
R/ Mengurangi beban jantung klien
3. Bantu kebutuhan klien yang tidak boleh dilakukan, melatih aktivitas yang dapat dilakukan
seperti makan, minum.
R/ Memaksimalkan istirahat akan mengurangi pengunaan energi.

4. Monitoring TTV dan warna kulit tiap jam.


R/ Mengevaluasi respon terhadap aktivitas dan mengatur kebutuhannya.
5. Berikan O2 atau tingkatkan O2 selama aktivitas
R/ Meningkatkan O2 atau tingkatan O2 selama aktivitas.
6. Buat rencana aktivitas secara bertahap sesuai dengan kemampuan klien.
R/ Meningkatkan toleransi terhadap aktivitas dimana dengan cepat meningkatkan beban
jantung.
7. Monitor takikardi, disritmia, diaporesis atau pucat setelah melakukan aktivitas.
R/ Indikator dari penurunan suplay O2 dikardium seperti takikardi, disritmia, diaporesis,
membutuhkan penurunan aktivitas.
8. Bantu klien dalam melakukan aktivitas
R/ Mengurangi pemakaian energi dan O2 klien.

4. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis


Tujuan: Nyeri hilang

Kriteria ;
- Pasien tampak rileks.
- Pasien mampu tidur/istirahat dengan tenang
- Tidak gelisah,tidak merintih
Intervensi

1. Catat lokasi,lamanya intensitas,penyebaran,perhatikan tanda-tanda non verbal,misalnya


merintih,mengaduh dan gelisahansietas.
R/: Evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus

2. Berikan tindakan nyaman,misalnya pijatan punggung,ciptakan lingkungan yang tenang.


R/: Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan otot

3. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus


R/: Mengarahkan kembali perhatiandan membantu dalam relaksasi otot.

4. Bantu dengan ambulasi sering s/d indikasi tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4
lt/hariatau s/d indikasi.
R/: Meningkatkan lewatnya batu,mencegah stasis urine,mencegah pembentukan batu
selanjutnya.

5. Bantu dengan ambulasi sering s/d indikasi tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4
lt/hariatau s/d indikasi.
R/: Meningkatkan lewatnya batu,mencegah stasis urine,mencegah pembentukan batu
selanjutnya.

6. Berikan kompres hangat pada punggung


R/: Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri dan juga kompres hangat dapat meningkatkan
vasodilatasi pembuluh darah.
7.Berikan obat sesuai dengan indikasi narkotik, antispasmodic, kortikosteroid
R/: Dipakai selama episode akut,untuk menurunkan kolik ureter dan relaksasi otot, menurunkan
refleks spasme sehingga mengurangi nyeri dan kolik, menurunkan edema jaringan sehingga
membantu gerakan batu.

5. Hipertermia b/d infeksi


Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan diharapkan masalah hipertermi teratasi

Kriteria hasil

1. Menunjukkan penurunan suhu tubuh


2. Akral pasien tidak teraba hangat/panas
3. Pasien tampak tidak lemas
4. Mukosa bibir lembab

Intervensi

1. Kaji penyebab hipertermi


R/ Hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik
secara lokal maupun secara sistemik. hal ini perlu diketahui sebagai dasar dalam rencana
intervensi.
2. Observasi suhu badan
R/ proses peningkatan suhu menunjukkan proses penyakit infeksius akut
3. Beri kompres hangat pada dahi/axilla
R/ Daerah dahi / axilla merupakan jaringan tipius dan terdapat pembuluh darah sehingga
proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehingga pergerakan molekul cepat.
4. Beri minum sering tapi sedikit.
R/ Untuk mengganti cairan yang hilang selama proses evaporasi.
5. Anjurkan untuk memakaikan pakaian tipis dan yang dapat menyerap keringat.
R/ Pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik
R/ Obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat pengatur panas

6. Resiko perfusi serebral tidak efektif d/d hipertensi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam perfusi serebral membaik/stabil,
dengan kriteria :

- Tidak ada edema


- Jumlah urine normal
- TTV dalam batas normal
- Tidak ada disritmia
Intervensi

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut


R/Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan dieresis
2. Monitor haluaran urin. Catat intake output. Laporkan adanya edema
R/ Oliguria menunjukkan adanya penurunan CO. Kelebihan cairan dapat menimbulkan
edema.
3. Pantau TTV tiap jam
R/ Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktifitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan secara diuretic atau pengaruh fungsi jantung
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
5. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis (Aspilet, Captopril)
R/ Aspilet adalah obat untuk mencegah platelet, captopril sebagai ace-inhibitor yang
mencegah angiotensin I berubah menjadi angiotensin II yang menyebabkan TD meningkat

7. Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif d/d Sepsis

Tujuan: tidak terjadi ketidakefektifan perfusi renal

Kriteria Hasil :
- Jumlah urine meningkat
- Kadar elektrolit dalam batas normal
- Tekanan sistolik dan diastolic membaik
Rencana Asuhan Keperawatan

1. Kaji karakteristik urine


R/: perubahan warna dan jumlah meerupakan indikasi gangguan pada ginjal

2. Kaji tekanan darah


R/: jika terdapat masalah maka akan mempengaruhi tekanan darah

3. Monitor hasil laboratorium

R/: membantu mengetahui perkembangan fungsi ginjal

4. Kolaborasi pemberian antibiotik


R/:mengatasi pertumbuhan bakteri
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Purnomo, BB. 2003. Dasar-dasar Urologi ed. 2. Sagung Seto. Jakarta

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Standar Diagnostik Edisi 1
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai