A. Pengertian
Urosepsis adalah kondisi akut infeksi sistemik dalam darah yang berkembang sekunder untuk
infeksi saluran kemih (ISK), dan kemudian beredar ke seluruh tubuh. Sebuah istilah awam bagi
kondisi kritis ini adalah keracunan darah karena infeksi dalam aliran darah.
Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga
menyebabkan bakteremia dan syok septik. Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian
septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius.
Sepsis yang disebabkan oleh dekomposisi dan absorpsi substansi yang berasal dari saluran kemih
sehingga terjadi bakteremia simtomatik yang menyebabkan syok dan kematian akibat bakteri
berasal dari traktus urinarius yang merupakan komplikasi dari ISK (Johnson. CC, 1991).
B. Etiologi
Secara umum dikatakan urosepsis merupakan komplikasi dari beberapa situasi antara lain (1)
tindakan instrumentasi pada traktus genitourinaria (2) abses renal (3) pielonefritis akut (4)
Infeksi akibat obstruksi saluran kemih atau pasien dengan gangguan kekebalan imunitas (5)
bakteriuri akibat pemasangan kateter pada obstruksi dan pasien dengan gangguan kekebalan
imunitas. Beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya urosepsis selain dari faktor-faktor
resiko diatas, penyebab lain dari urosepsis antara lain.
a. Benign Prostat hiperplasia
b. Bladder Cancer
c. Chlamydia
d. Cystitis
e. E-coli akibat keracunan makanan
f. Lansia
g. HIV / AIDS
h. Kondisi kekurangan immune
i. Batu ginjal
j. Multiple Sclerosis
Gejala urosepsis lebih sering diawali dengan adanya infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih
yang simtomatik gejalanya bergantung pada umur penderita dan lokalisasi infeksi di dalam
saluran kemih. Pada yang asimtomatik dapat dijumpai riwayat infeksi sebelumnya tetapi pada
saat itu tidak dijumpai keluhan yang menyebabkan penderita datang untuk berobat. Beberapa
gejala yang sering muncul pada urosepsis antara lain:
Sfingter prekapiler menutup bantalan kapiler, darah bergegas melalui prekapiler pirau
arteri-vena; pertukaran gas dan penghapusan metabolit, misalnya, laktat
Hiperventilasi menginduksi alkalosis respiratori
Curah jantung normal atau meningkat (sampai 10-20 l / min) \
Resistensi pembuluh darah perifer dan gradien oksigen arteri-vena berkurang
Tekanan vena sentral normal atau meningkat
Pasien tampak sakit berat, pucat, dan berkeringat deras
Frekuensi nadi meningkat dan lembut
Hipotensi
Mual, muntah, diare
Agitasi, kebingungan, gangguan orientasi
2. Tahap Intermediate
Akumulasi dari hasil laktat dalam asidosis metabolik
Depresi miokard
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena cedera endotel , efusi dari plasma ke
ginjal, hati, paru ruang interstitial, meningkatkan disfungsi organ diikuti oleh kegagalan
organ (shock ginjal, syok hati, shock paru [ARDS])
Pendarahan, hipoksia organ, gagal organ, syok septik karena aktivasi komplemen dan
cascades coagulatory dan peningkatan kepatuhan elemen seluler (neutrofil, trombosit, sel
endotel), disseminated koagulasi intravaskular (DIC) dengan konsumsi koagulopati
3. Hypodynamic tahap akhir
E. Penatalaksanaan
Harus ada kerjasama antara ahli urologi dengan intensivist
Tindakan umum
1. Tegakkan diagnosis : gejala dan tanda serta laboratorium penunjang. Singkirkan
penyebab lain seperti hipovolemia, perdarahan, gangguan jantung, anafilaktik dll.
2. Terapi antibiotika adekuat sesuai kultur darah dan urin serta fungsi ginjal
3. Pemberian cairan intravena & agen vasoaktif (dopamin dan dobutamin)
4. Pasang alat monitoring cairan : CVP atau Swan Ganz kateter, kateter urin
5. Suplementasi O2 dengan atau tanpa ventilator
Tindakan khusus urologi :
1. Drainase semua obstruksi
2. Pengangkatan benda asing seperti kateter atau batu.
ANTIBIOTIK UROSEPSIS
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku bangsa.
2. Keluhan utama
Klien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan menggigil, demam, nyeri pinggang, kolik dan atau
benjolan diperut atau pinggang, polisuria, disuria dan penurunan kesadaran
3. Riwayat penyakit
Faktor predisposisi timbulnya terdiri dari infeksi bakteri non spesifik (misalnya E coli,
Pseudomonas, Proteus, Klebsiella), PMS (Penyakit Menular Seksual), virus (misalnya Mumps),
TB (Tuberculosis), penyakit infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis,
Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV), obstruksi (seperti BPH,
malformasi urogenital), vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak),
penggunaan Amiodarone dosis tinggi, prostatitis, tindakan pembedahan seperti prostatektomi,
kateterisasi dan instrumentasi, dan blood borne infection.
4. Data fokus :
Data subjektif :
- Klien mengeluh demam dan menggigil.
- Klien mengatakan setiap berkemih dirasakan seperti ada rasa terbakar dan perih.
- Klien mengatakan frekuensi berkemihnya meningkat
- Klien mengeluh nyeri ketika berkemih
- Klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan terdapat benjolan di perut atau pinggang
- Klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual
- Klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual
- Klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit
- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya
Data objektif :
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri klien 1-10
- Suhu tubuh klien > 38 oC
- Denyut nadi klien > 100 x/menit
- Klien tampak menggigil
- Kulit klien teraba hangat
- Frekuensi nafas > 20x/menit
- Terjadi penurunan status mental
I. Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak menunjukkan adanya penurunan
curah jantung. Kriteria Hasil:
5. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau konsentrasi urine.
R/ Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi
pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
6. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
R/ Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi
pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat diuretic dan cairan.
R/ Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen dan
penurunan venous return. Membantu dalam proses kimia dalam tubuh
S : 36,5 –37,5 0C
Kriteria ;
- Pasien tampak rileks.
- Pasien mampu tidur/istirahat dengan tenang
- Tidak gelisah,tidak merintih
Intervensi
4. Bantu dengan ambulasi sering s/d indikasi tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4
lt/hariatau s/d indikasi.
R/: Meningkatkan lewatnya batu,mencegah stasis urine,mencegah pembentukan batu
selanjutnya.
5. Bantu dengan ambulasi sering s/d indikasi tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4
lt/hariatau s/d indikasi.
R/: Meningkatkan lewatnya batu,mencegah stasis urine,mencegah pembentukan batu
selanjutnya.
Kriteria hasil
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam perfusi serebral membaik/stabil,
dengan kriteria :
Kriteria Hasil :
- Jumlah urine meningkat
- Kadar elektrolit dalam batas normal
- Tekanan sistolik dan diastolic membaik
Rencana Asuhan Keperawatan
Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, EGC, Jakarta.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Standar Diagnostik Edisi 1
Jakarta: DPP PPNI.