Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

“MENINGIOMIA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang di Ruang ICU RSUD Bangil

oleh:

I PUTU SURYA ADINATA

NIM. 1501470051

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN LAWANG

2019
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN MENINGIOMIA DENGAN
TREPANASI
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati
ruang di dalam tengkorak (Price & Wilson, 2015). World Health Organization (2007)
dalam Tanto, dkk (2014) menyembutkan beberapa klasifikasi tumor otak, salah satunya
adalah tumor meninges. Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan
selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul
pada tempat manapun di bagian otak maupun, medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi
di hemisphere otak di semua lobusnya.
Tumor meninges (Meningioma) merupakan tumor jinak yang tersering. Berasal
dari arachnoid cap cells duramater dan umumnya tumbuh lambat. Lesi meningioma
umumnya memiliki batas yang jelas, tapi dapat saja memberikan gambaran lesi yang
difus ( WHO 2015)

2. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2014), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis yang
progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan
tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulakn tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak yang mengakibatkan terjadi kehilangan
fungsi secara akut dan dapat diperparah dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi
dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi CSS.
Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan oleh
perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena
dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak menimbulkan peningkatan
volume intrakranial dan meningkatkan TIK (Batticca, 2014).
Peningkatakan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif
dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini meliputi volume darah intrakranial, volume CSS, kandungan cairan
intrasel, dan mengurangi sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan
menimbulkan herniasi unkus serebellum. Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus
melalui insisura tentorial karena adanya lobus temporalis bergeser ke inferior melalui
insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ke 3. Pada
herniasi serebellum, tonsil serebellum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh
suatu massa posterior.Kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan
cepat.Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah
bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan (Batticca, 2014).

3. Tanda dan Gejala


Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada
otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya
fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh
darah). Gejala umumnya menurut Kemenkes RI (2003) yaitu sebagai berikut:
a) Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi
hari
b) Peningkatan Tekanan Intrakranial
c) Kejang
d) Mual muntah
e) Perubahan visual, misalnya pandangan kabur.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumornya, seperti:
a) Meningioma falx dan parasagittal: nyeri tungkai
b) Meningioma convexitas: kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal,
perubahan status mental
c) Meningioma sphenoid: kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
d) Meningioma olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah visual.
e) Meningioma fossa posterior: nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya
berjalan,
f) Meningioma suprasellar: pembengkakan diskus optikus, masalah visus
4. Komplikasi
Secara umum komplikasi dari tumor meningen atau meningioma adalah sebagai
berikut (Ariani, 2014):
a) Edema serebral
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan
di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak yang meningkatkan
volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun ekstraseluler
(daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial.
b) Tekanan intrakranial meningkat (TIK).
Peningkatan tekanan intrakranial sendiri dapat terjadi pada pasien dengan gangguan
tumor otak atau meningioma. Peningkatan tekanan intrakranial ini diakibatkan oleh
karena bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor,
dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
c) Herniasi otak
d) Hidrosefalus
Hidrosefalus dapat teradi karena diakibatkan oleh adanya obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid.
e) Kejang
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan
kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat ganggguan neurologis fokal.
f) Metastase ke tempat lain

5. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada tumor otak yaitu (Gisenberg,
20015):
a) CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data awal ketika
penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang
difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor.
Gambar 1. Meningioma

b) Pemeriksaan cairan serebrospinal


Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan
terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi sebagai cara yang tepat
untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
c) Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan
dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis
d) Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
e) Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk megevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
6. Terapi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada tumor meningeal (Meningioma) adalah
sebagai berikut:
a) Terapi Medikamentosa
Antikonvulsan untuk kejang dan kortikosteroid seperti dexametason untuk
mengurangi peningkatan tekanan intra kranial. Steroid juga dapat memperbaiki
defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati edema otak (Gisenberg, 2015)
b) Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis
meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan diagnosis
definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-gejala. Reseksi harus
dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang lebih baik. Sebaiknya
reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas duramater sekitar tumor, dan
tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada skull base sering kali subtotal
karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh darah (Modha & Gutin, 2005).
c) Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses
keganasan. Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis tumor otak.
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai adjuvant
pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah dilakukan tindakan
operasi.Pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai adalah 3D conformal
radiotherapy, namun teknik lain dapat juga digunakan untuk pasien tertentu seperti
stereotactic radiosurgery/radiotherapy (Kemenkes RI, 2015).
d) Chemotherapy
Kemoterapi pada kasus tumor otak saat ini sudah banyak digunakan karena
diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien terutama pada kasus
oligodendroglioma. Kemoterapi pada tumor otak tidak bersifat kuratif, tujuan utama
dari kemoterapi adalah untuk menghambat pertumbuhan tumor dan meningkatkan
kualitas hidup (quality of life) pasien selama mungkin (Kemenkes RI, 2015).

Trepanasi
1. Definisi
Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/
kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapai otak
untuk tindakan pembedahan definitif.
2. Indikasi
a. Pengangkatan jaringan abnormal
b. Mengurangi tekanan intracranial
c. Mengevaluasi bekuan darah
d. Mengontrol bekuan darah
e. Pembenahan organ-organ intracranial
f. Tumor otak
g. Perdarahan
h. Peradangan dalam otak
i. Trauma pada tengkorak

3. Tehnik Operasi
a. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang
lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral
lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala
miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
b. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan
lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih
baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk
membatasi kontak dengan meja operasi
c. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik,
sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai
batas basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai
dengan canthus lateralis orbita)
d. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
e. Operasi
1) Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
2) Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
3) Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah.
Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk
(bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada
doek.
4) Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium
pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.
5) Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT
scan.
6) Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula
interna.
7) Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
8) Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole
dengan kapas basah/ wetjes.
9) Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan
sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian
masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya.
Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
10) Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator
kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
11) Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dan
suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan
bone wax.
12) Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
13) Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,
perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi
bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau
perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah
tulang (berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber
perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.
14) Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul
dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan
spoeling berulang-ulang.
15) Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya
adalah membuka duramater.
16) Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanan
dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian
yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari
arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat).
Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di dalam
ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap
kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
17) Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi
yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah
kulit atau subkutan.
18) Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
19) Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang
subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada
darah lagi.
20) Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang
direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.
Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila
dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset
anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
21) Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang
dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan
lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:
a) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar
kulit.
b) Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
c) Pasang drain subgaleal.
d) Jahit galea dengan vicryl 2.0.
e) Jahit kulit dengan silk 3.0.
f) Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
f. Operasi selesai.
Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang
yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan
untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan
sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah
berdekatan untuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0,
selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti diatas.
4. Komplikasi Post Operasi
a. Edema cerebral.
b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
c. Hypovolemik syok.
d. Hydrocephalus.
e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).
f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
b. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.
c. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini
d. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram
positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajiaan
a. Data subjektif :
1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan
hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah pasien
sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam), lokasi/tempat
mengalami cedera.
4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera.
5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan
(jenisnya), obat, dan lainnya.
6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan pertama
setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan terhadap penyakit
tertentu?
7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien menderita
penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit tersebut menjadi
penyebab terjadinya cedera?
8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum cedera? Hal
ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah mempersiapkan bila harus
dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.
9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien mengalami
sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
b. Pengkajian ABCD FGH
1) AIRWAY
- Cek jalan napas paten atau tidak
- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat
cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring,
gurgling, crowing.
2) BREATHING
- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
- Gerakan dinding dada simetris atau tidak
- Irama napas cepat, dangkal atau normal
- Pola napas teratur atau tidak
- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
- Ada sesak napas atau tidak (RR)
- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
3) CIRCULATION
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
- Turgor kulit
- Diaphoresis
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan

4) DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
5) EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
- Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
8) H 1 SAMPLE
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
9) H 2 HEAD TO TOE
- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
- Kepala dan wajah
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis
3. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan gangguan persepsi, transmisi
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan saraf
5. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
Intra Operasi
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (trauma
jaringan, kulit tidak utuh)
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Ketidakefektifan saraf cerebral berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


Keperawatan

Pre Operasi
1 Nyeri NOC : Perilaku Kriteria hasil : NIC : Menejemen Nyeri 1. Meminimalkan rasa
berhubungan Mengendalikan Nyeri a. Tidak menunjukkan Intervensi : nyeri yang dirasakan
dengan Tujuan : Pasien tidak adanya nyeri atau 1. Berikan pereda nyeri pasien
peningkatan TIK mengalami nyeri atau nyeri minimalnya bukti-bukti dengan manipulasi 2. Mengurangi rasa nyeri
menurun sampai tingkat ketidaknyamanan lingkungan (misal lampu 3. Mengurangi rasa nyeri
yang dapat diterima pasien b. TIK dalam batas normal ruangan redup, tidak ada 4. Pasien bisa mimilih
c. Tidak menunjukkan kebisingan, tidak ada teknik yang tepat untuk
bukti-bukti peningkatan gerakan tiba-tiba). mengurangi nyeri
TIK 2. Berikan analgesia sesuai 5. Dukungan keluarga
d. Belajar dan ketentuan, observasi dapat memotivasi
mengimplementasikan adanya efek samping. pasien
strategi koping yang 3. Lakukan strategi sesuai 6. Mengantisipasi nyeri
efektif. non farmakologi untuk yang berulang
membantu mengatasi
nyeri.
4. Gunakan strategi yang
dikenal pasien atau
gambarkan beberapa
strategi dan biarkan
pasien memilih.
5. Libatkan keluarga dalam
pemilihan strategi
6. Ajarkan pasien untuk
menggunakan strategi
non farmakologi
sebelum terjadi nyeri
atau sebelum menjadi
lebih berat.
2 Resiko cedera NOC : Keamanan Sosial Kriteria hasil : NIC : Mencegah Jatuh 1. Pasien mengetahui
berhubungan Tujuan : Pasien tidak a. Bebas dari cedera 1. Tekankan pentingnya tujuan perawatan
dengan mengalami cedera b. Pasien dan keluarga mematuhi program 2. Memberikan dukungan
perubahan menyetujui aktivitas atau terapeutik 3. Mencegah terjadi
fungsi modifikasi aktivitas yang 2. Dampingi pasien selama cedera
neurologis tepat aktivitas yang diijinkan 4. Mencegah terjadinya
3. Jaga agar penghalang dekubitus
tempat tidur tetap
terpasang
4. Bantu ambulasi dan
aktivitas hidup sehari-
hari dengan tepat
3 Perubahan NOC : Pengendalian Kriteria hasil : NIC : Pengelolaan 1. Memberikan rasa
persepsi sensori Ansietas a. Pasien menyesuaikan diri Lingkungan nyaman pada pasien
visual Tujuan : Pasien pada defisit sensoris / 1. Berikan lingkungan yang 2. Dukungan pasien
berhubungan menunjukkan tanda-tanda persepsi mendorong rasa akrab selama perawatan
dengan penyesuaian terhadap defisit b. Pasien menunjukkan dan rasa aman 3. Dukungan keluarga
gangguan sensoris / persepsi sikap dan rasa aman 2. Dorong partipasi dalam memberikan dampak
persepsi, dalam lingkungan bermain aktif positif pada pasien
transmisi 3. Diskusikan bersama
keluarga pentingnya
membatasi lingkungan
4 Gangguan Neurogical Status Kriteria hasil : NIC : Pengelolaan 1. Informasi bisa dapat
komunikais Tujuan : Pasien a. Fungsi neurologis Lingkungan dipahami
verbal menunjukkan komunikasi b. TIK dbn 1. Membantu keluarga 2. Pasien paham maksud
berhubungan verbal yang efektif. c. Komunikasi dalam memahami dan tujuan
dengan tumor d. TTV dbn pembicaraan 3. Memberikan
otak 2. Berbicara kepada pasien pemahaman yang jelas
dengan suara yang jelas 4. Memudahkan
3. Menggunakan kata dan komunikasi
kalimat yang singkat 5. Pasien dapat
4. Instruksikan pasien dan menyampaikan keluhan
keluarga untuk 6. Memberikan dukungan
menggunakan bantuan selama perawatan
berbicara
5. Anjurkan pasien untuk
mengulangi
pembicaraannya jika
belum jelas
6. Beri pujian positif ketika
pasien bisa bicara
5 Konflik NOC: Decision Making Kriteria Hasil: NIC: Family Support 1. Keluarga memahami
pengambilan Tujuan: Setelah dilakukan a. Identifikasi informasi 1. Informasikan kepada tindakan selama
keputusan tindakan keperawatan yang relevan keluarga tentang perawatan
berhubungan selama proses keperawatan b. Identifikasi alternative alternatif pilihan atau 2. Keluarga dapat
dengan kurang diharapkan tidak terjadi c. Memilih berbagai solusi mengetahui keuntungan
informasi yang konflik dalam keluarga. alternatif 2. Bantu keluarga dan kelebihan alternatif
relevan mengidentifikasi yang lain
keuntungan dan kerugian 3. Memberikan informasi
alternatif lain 4. Memberikan dukungan
3. Tawarkan informasi dalam pemberian
4. Bantu keluarga dalam keputusan yang tepat
menjelaskan yang diambil
keputusannya pada 5. Memberikan dukungan
anggota keluarga yang selaman perawatan
lain, jika diperlukan
5. Berikan dukungan secara
penuh
6 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Monitor intensitas 1. Sediakan informasi yang selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan sesungguhnya meliputi didapatkan pasien
kematian diharapkan kecemasan b. Rencanakan strategi diagnosis, treatment dan 2. Memberikan rasa
hilang atau berkurang. koping untuk prognosis nyaman
mengurangi stress 2. Tetap dampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga nyaman pada pasien
untuk mengurangi keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
kecemasan mengurangi
d. Kondisikan lingkungan 3. Instruksikan pasien
nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko NOC : Fluid balance Kriteria hasil : NIC : Manajemen cairan 1. Mengetahui balance
kekurangan Tujuan : Pasien tidak a. Kulit dan membran 1. Catat intake dan output cairan
volume cairan mengalami dehidrasi atau mukosa lembab 2. Monitor status hidrasi 2. Antisipasi tanda
berhubungan cairan tubuh pasien adekuat. b. Tidak terjadi demam, seperti membran dehidrasi
dengan TTV normal mukosa, nadi, tekanan 3. Mengatur balance
kehilangan darah dengan cepat. cairan
cairan 3. Beri cairan yang sesuai
dengan terapi
2 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Pantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Rawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Ganti peralatan
perawatan pasien sesuai
dengan protap
Post Operasi
1 Nyeri NOC : Tingkat Nyeri Kriteria hasil : NIC : Menejemen Nyeri 1. Mengurangi stressor
berhubungan Tujuan : Pasien tidak a. Tidak menunjukkan Intervensi : yang dapat
dengan prosedur mengalami nyeri, antara lain tanda-tanda nyeri 1. Berikan pereda nyeri memperparah nyeri
bedah penurunan nyeri pada b. Nyeri menurun sampai dengan manipulasi 2. Mengurangi nyeri
tingkat yang dapat diterima tingkat yang dapat lingkungan (misal 3. Meminimalkan nyeri
diterima ruangan tenang, batasi 4. Mengurangi rasa nyeri
pengunjung). yang dirasakan pasien
2. Berikan analgesia sesuai
ketentuan
3. Cegah adanya gerakan
yang mengejutkan
seperti membentur
tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
2 Ketidakefektifan NOC : Status neurologis Kriteria hasil : NIC : Peningkatan ferpusi 1. Memantau kesadaran
ferfusi jaringan: adekuat a. Terbebas dari kejang serebral pasien
serebral Tujuan : Pasien tidak b. Tidak mengalami sakit 1. Kaji tingkat kesadaran 2. Memantau kekuatan
mengalami kejang kepala dan orietasi motorik pasien
2. Monitor tonus otot, 3. Memonitor kebutuhan
motorik cairan tubuh pasien
3. Monitor balance cairan 4. Membantu pengobatan
4. Berikan pengobatan terhadap pasien
sesuai kolaborasi tim
medis
3 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 5. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 5. Pantau tanda / gejala infeksi
dengan luka post mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 6. Mencegah invasi
operasi tidak terdapat tanda-tanda 6. Rawat luka operasi mikroorganisme
infeksi pada pasien. dengan teknik steril 7. Mencegah inos
7. Memelihara teknik 8. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
8. Ganti peralatan
perawatan pasien sesuai
dengan protap
5 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 5. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan e. Monitor intensitas 5. Sediakan informasi yang selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan sesungguhnya meliputi didapatkan pasien
kematian diharapkan kecemasan f. Rencanakan strategi diagnosis, treatment dan 6. Memberikan rasa
hilang atau berkurang. koping untuk prognosis nyaman
mengurangi stress 6. Tetap dampingi kien 7. Memberikan rasa
g. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga nyaman pada pasien
untuk mengurangi keselamatan pasien dan 8. Mengurangi ansietas
kecemasan mengurangi
h. Kondisikan lingkungan 7. Instruksikan pasien
nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
8. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2014. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC
Nasional Cancer Istitute. Adult Brain Tumors Treatment. July 2015

Nasional Cancer Institute. Childhood Cerebral Astrocytoma / Malignant Glioma Treatment


July 2015

www.depkes.go.id > infoDatin-kanker di akes pada tanggal 28 maret 2019

Nanda .2015.Aplikasi Nanda NicNoc. Jakarta : Media Action Publhising

Keperawatan.Dosen. 2015. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta :Ecg


PATHWAY

Faktor keturunan/genetik Radiasi Trauma/virus

Kromosom membelah abnormal

Gangguan neurogenik Tumor tindakan operasi

Gangguan mobilitas fisik Tulang tengkorak tidak dapat meluas

Mendesak ruang intrakranial Muntah


Gangguan kesadaran
Peregangan dura&pembuluh darah Peningkatan TIK Oklusi vena sentral

Nyeri Penekanan jaringan otak Gangguan Vokal Papil edema


Massa menekan pembuluh
darah otak
Spinal cord Foramen magnum
Pembuluh darah terjepit
Paraparesis
Gangguan suplai darah arteri Nyeri
Bedrest/imobilisasi

Ketidakefektifan perfusi
Kerusakan jaringan kulit
cerebral

Mengalami anastesi bed rest pasca operasi adanya odema organ otak tekanan TIK

Ketidak efektifan saraf


Resiko kerusakan
serebral
itegumen

Anda mungkin juga menyukai