Penyunting R. Widiati
Sjamsul Hadi
Tahun 2004
P. Ambon
•Hila
Penduduk
Di antara berbagai kelompok penduduk yang mendiami
Pulau Ambon, terdapat kelompok komunitas yang dikategorikan
sebagai penduduk asli Ambon. Sumber sejarah yang tertulis
dalam Hikayat Tanah Hitu, menginformasikan bahwa penduduk
asli Ambon adalah orang Arafuru (Alifuru) yang datang dari
Pegunungan Paunussa di Pulau Seram dan tiba di pantai Hitu.
lnilah gelombang pertama penduduk yang mendiami Pulau
Ambon.
Adapun nama orang Ambon itu amat terkenal, sehingga
orang yang mendiami Kepulauan Maluku itu sering disebut oleh
orang luar sebagai "Orang Ambon", padahal di Maluku itu cukup
banyak kelompok lain dengan nama tersendiri. Masing-masing
kelompok itu menunjukkan variasi budaya, yang tersebar dalam
kawasan yang sering disebut daerah "seribu pulau".
Orang Ambon selain menggunakan bahasa Indonesia juga
menggunakan bahasa daerah yang sesuai dengan identitas
daerahnya, yaitu bahasa Ambon. Bahasa Ambon digunakan
oleh orang-orang di Pulau Ambon, Seram, dan Lease. Bahasa ini
merupakan salah satu dari 10 bahasa terbesar penuturannya,
yang termasuk kelompok bahasa yang disebut bahasa Siwalima.
· Bahasa Siwalima ialah bahasa penduduk daerah seribu pulau,
atau bahasa yang dipakai oleh penduduk daerah Maluku.
Penduduk Kotamadya (Kota) Ambon yang pada sensus
penduduk tahun 1 998 mencapai 333. 778 jiwa, terdiri atas
189. 903 laki-laki dan 143 .875 perempuan. Penduduk Kota
Ambon tergolong hiterogen, artinya dari seluruh penduduk yang
ada, mayoritas beragama Kristen Protestan (53 ,5% ) dan
sejumlah penduduk beragama lain, seperti penduduk yang ber-
Pola Permukiman
Pola permukiman di Kota Ambon terlihat mengelompok.
Selain itu, adanya pemisahan permukiman antar etnis, antar
agama, dan antar suku bangsa yang memang terjadi sejak
dahulu kala. Permukiman penduduk Cina merupakan kampung
yang terpisah secara eksklusif dan sekaligus sebagai pusat
perniagaan karena terletak dekat dengan pelabuhan. Tempat
tinggal penduduk pribumi berkelompok menurut agama yang
dianut, kadang juga berkelompok menurut asal suku bangsanya
sehingga dapat dibedakan antara permukiman yang mayoritas
Kristen dan permukiman yang mayoritas Islam, atau permukiman
orang Buton dan permukiman orang Maluku.
Permukiman penduduk yang mayori tas beragama Islam
antara lain Kampung Batumerah, dan Kampung Waehong.
Sementara itu permukiman penduduk yang mayoritas beragama
Kristen antara lain: Kampung Halong Mardika, Belakang Soya,
Batu Gajah, dan Batu Gantong. Selain kampung-kampung
tersebut penduduk tinggal menyebar di kampung lainnya tidak
secara berkelompok.
Mata Pencaharian
Penduduk kota Ambon sebagian besar bekerja dalam bida
ng jasa kemasyarakatan, antara lain pegawai Pemda, perawat,
dokter, dosen, guru, bidan, pramuwisata, dan sopir. Selain itu
ada juga penduduk yang nienjadi pedagang, pekerja di pabrik,
sektor bangunan, dan lain-lain.
Berlainan halnya dengan masyarakat yang mendiami kota
Ambon, masyarakat daerah pedesaan Pulau Ambon
kehidupannya sangatlah tergantung dari kemampuan dan
ketrampilan mengolah dan memanfaatkan lingkungan alam
sekitar. Bagi masyarakat pedesaan, sistem mata pencaharian
hidup mereka terutama pada usaha pertanian. Jenis tanaman
bahan makanan yang diusahakan antara lain ubi kayu, ubi jalar
dan jenis umbi-umbian lainnya. Pada umumnya hasil tanaman
tersebut untuk memenuhi kebutuhan sendiri, selebihnya barulah
dipasarkan di kota Ambon. Penanaman bahan makanan
tersebut, lebih banyak dilakukan oleh suku Buton yang tersebar
hampir diseluruh Pulau Ambon.
Selain tanaman bahan makanan, hutan-hutan dalam
petuanan desa juga ditanami dengan berbagai jenis tanaman
buah-buahan seperti langsat, salak, durian, rambutan, jeruk,
nanas, pisang, manggis dan sebagainya. Hasil tanaman buah
buahan tersebut pada umumnya dipasarkan di kota Ambon.
in ti jug a be rpe ran pen ting dalam meng isi ge rak ke hidu pan
se lu ru h keg i atan masyarakat yang be rtalian deng an adat
sete mpat.
Siste m ke ke rabatan be rdasarkan hu bung an patriline al yang
le bih be sar dari ke lu arga batih adalah mataru mah atau f am.
Mataru mah me ru pakan ke satu an dari laki- laki dan pe re mpu an
yang be lu m kawin dan para istri dari laki- laki yang te lah kawin .
Mataru mah in i pen t ing dala m hal meng atu r pe rkawin an
warganya se cara e ksog ami. Pada masyarakat Ambon jug a
dikenal kesatu an ke ke rabatan yang be rsifat biline al, yaitu famili.
Famili in i me ru pakan kesatu an ke ke rabatan di se ke liling in div idu
yang te rd i r i dari yang masih hidu p dari mataru m ah as l i .
Walau pun me re ka me mil iki hu bung an be rdasarkan patriline al,
tetapi me re ka jug a tetap me miliki hubungan yang akrab deng an
ke lu arga pihak ibu .
Ben tu k ke ke rabatan lainnya yang be rsifat in fo rmal dan jug a
te rdapat dalam masyarakat Am bon adalah org an isasi pe la.
O rgan isasi in i te rbentu k karen a pe rsahabatan antar warga yang
ber dasarkan adat. Anggota dari organ isasi in i me miliki be rbagai
ke waj i ban satu sama lain , te tapi dapat jug a meng harapkan
bantu an spontan dari sesama anggota apabila dalam ke adaan
ba haya atau ke su sahan. Se ring ka l i angg ota pe l a tidak
me mandang pe rbed aan ag ama, diman a de sa- de sa yang
warganya Nasran i be rg abung deng an de sa-desa yang warganya
pe me lu k ag ama Islam. ltu lah sebabnya me re ka secara be rsama
sama me mbangun atau me mpe rbaiki te mpat ibadah se pe rti
ge reja dan me sjid. Hal itu se su ai deng an kod rat manu sia yang
4. Masohi Nelayan
Seperti yang su dah dipaparkan pada bag ian sebelu mnya
bahwa kepu lau an Malu ku d i ke1i l ing i oleh lautan . P ingg i ran
lautan mem bentu k pantai yang meru pakan w i l ayah tem pat
tingg al sebag ian dari pen du du k M alu ku . O rang A mbon adalah
termasu k su ku bq.ngsa yang men diami wilayah pingg ir pan tai.
Mereka itu adalah pen dudu k desa H itu di Kecamatan L ei hitu
di Propin si Malu ku deng an mata pen caharian sebag ai n elayan .
Kehidu pan masyarakat desa H itu in i relatif makmu r diban
ding kan desa-desa lainn ya yang ada di propin s i M alu ku .
Kemakmu ran masyarakat desa Hitu tidak h an ya d idu kung
karen a mereka bekerja sebag ai n elayan . Akan tetapi sebag ian
besar pen dudu k desa H itu jug a bertan i sebag ai pekerjaan
samping an mereka. Dalam bertan i , mereka men anam ceng keh
d an pala yang d i p an en setahun atau du a tahun sekal i .
M aso h i n e l ayan termasu k bag i an d ari b i d ang m ata
pen carian hidu p. Masohi n e l ayan in i lebih m eng khu su skan
kepada keg iatan pen ang kapan ikan di laut. Pen ang kapan i kan
di lau t ada yang dilaku kan secara berkelompok dan ada jug a
'
Asdep Urusan Hubungan Antar Budaya _. I 14
.. .
yang berdiam di sekitar rumah yang akan dibang u n . Pada
masa lalu , bang u nan rumah pend u d u k lebih sederhana
d i ba n d i ng kan deng an bang u nan r u m a h seka rang i n i.
Sementara itu bahan yang dig unakan jug a pada umu mnya
diambil dari sekitar lingkungan tempat tingg al mereka seperti
pasir dari laut dan kayu dari hutan.
Masohi membang u n rumah meli batkan banyak orang
terutama yang masih terhitung kelompok kerabat. Masing
masing kelompok ini bertugas sesuai dengan pembag ian tug as
yang dipimpin U k u . Sebelum sebuah rumah d i bang u n ,
biasanya diadakan pertemuan lebih dah u l u di had i ri oleh
angg ota kerabat dan tetangg a sekitar. Tuj uan diadakan
pertemuan terse but adalah u n t u k peng e rahan tenag a .
Pengerahan tenaga lang sung dipimpin kepala Uku melal u i
petug asnya yang meng undang para anggota kerabat. Setelah
seluruh angg ota kerabat berku mpul maka pim pinan Uku
memberitahukan maksud dan tujuan pertemuan dan sekalig us
membag i tug as masing-masing . Dalam pertemuan tersebut
juga dilakukan upacara adat mau-mau, meminta perlindungan
kepada N itu ag ar selama proses pembang u nan rumah tidak
mendapat gangg uan dan dapat menyelesaikannya tepat waktu
Pekerjaan membang un rumah menjadi tugas dari masing
masing kelompok kerabat. M isalnya L u matau A menangg ung
atau menyiapkan tiang sebelah barat dua buah , L u matau B
menangg ung tig a puluh lembar atap rumbia, dan L umatau C
menyiapkan tiang sebelah timur dua buah, sampai seterusnya
sehingg a semua pembang u nan rumah tersebut terpenuhi.
Masing-masing L umatau ini berkewajiban untuk mengerjakan
semua yang ditangg ung itu sampai dengan pemasangannya.
Selama pekerjaan membang u n r u mah dilakukan maka pihak
keluarg a yang membang un rumah menangg ung makanan
dan minuman para pekerja.
Di negeri R u mahtig a misal nya, para kelompok kerabat
yang terlibat dalam masohi membang un rumah merasa dirinya
sebagai suatu kelompok primer dimana hubungan satu dengan
yang lain berlang sung dalam f rekuensi yang cukup tingg i.
Sem ang at masohi dilaku kan deng a n spontanitas t i ngg i
d i bawah pimpinan U k u . Selanjutnya d i R u mahtig a j ug a
terdapat s u atu n o r m a dalam adat t o l o ng m e n o l o ng
membang u n rumah yaitu pantang bag i seseorang untuk
melewati suatu tempat yang sedang melaksanakan aktiv itas
masohi tanpa ia turut ambil bag i an (turut mem bantu)
sed i k itpu n . Seseo rang yang b e r b u at d e m i k i a n a kan
dicemohkan dan diangg ap sebagai orang yang tidak bermoral
dan tindakan nya akan menjadi buah bibir masayarakat.
4. Masohi nelayan
Peru bahan terjadi pu la pada Masohi nelayan. Khususnya
pendudu k pendatang orang-orang Ambon lebih memusatkan
aktiv itas masohi mereka di bidang nelayan. Dalam keg iatan ini
mereka menggunakan alat tang kap trad isional yaitu sasoki.
Mereka bekerj a secara berkelompok dan tidak beranggota
tetap dalam melaku kan pekerjaan tersebut. Hasil tang kapan
akan dibag i kan kepada semua angg ota sama rata dengan
kelebihan- kelebihannya pada pem i l i k perahu dan pekerja
sosoki (yang membu at saso k i ) . N amu n sistem i n i tidak
bertahan lama karena ju m lah permintaan di pasaran makin
besar, me reka meng hendaki penggu naan alat tang kap
modern seperti redi harganya cu ku p mahal, yang kemudian
d i ke m bang kan deng an penggunaan motor i kan di mana
keangg otaannya berada dalam wadah koperasi . Aktiv itas ini
disebut tolong menolong , karena menu ru t angg ap mereka
setiap u saha kerjasama yang telah memperhitu ng kan u ntu ng
rug i bu kan lag i baku tolong . l n i lah konsep dasar berfikir
mereka.
U nsu r tolong menolong terdapat pu la dalam keg iatan
menang kap i kan deng an penggu naan redib biasanya setiap
jaring red i di layan i oleh angg ota- angg ota tetap. Walau pu n
d e m i k ian pe ndu du k desa tidak d i l arang u ntu k datang
membantu menarik redi. Mereka ini bu kan angg ota tetap redi.
Sebag ai balasan dari tenag a yang di beri kan , mereka
memperoleh bag ian dari hasil tang kapan, yang ju mlahnya tidak
tentu , ini terg antu ng dari pemberian pemilik redi. Seperti jug a
pada baku tolong di tem pat menokok sagu dan di tempat
masak gu l a , di s i n i u n su r u ntu ng rug i tidak pernah di
permasal ahkan. Me reka semu a yang datang mem bantu
meng harapkan u ntu k mendapat sedikit dari hasil tang kapan.
Peng h adiahan hasil tang kapan tanpa memperh itu ng kan
balasan kepada siapa saja yang lewat waktu redi telah ditarik
jug a b e r l aku di s i n i s a m a d e ng a n p e m b e r i a n atau
peng hadiahan sebag ian kecil sagu dan gu la. N amu n adanya
penang kapan secara besar- besaran dengan penggu naan redi
dalam ju mlah yang relatif banyak, ini akibat kebutu han i kan
u m pan yang mening kat, maka persaing an meng ejar hasil
Melalatoa, M. Junus
1 995
Ensiklopedi Suku Bangsa Di I ndonesia, Proyek Pengkajian dan
Pembinaan N ilai-nilai Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Dep. P. dan K. , Jakarta.
Sumarsono, dkk.
1 979/1 980
Sistem Pemerintahan Tradisional Daerah Ambon, Proyek
Penelitian Dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Direktorat
Jenderal Kebudayaan , Dep. P. dan K . , Jakarta.
Thoha, Dirman
1 988
Mengangkat Harkat Sagu Di Maluku, Kompas 26 Juni 1 988.
U neputty, T. JA.
1 985
Upacara Tradisional Yang Berkaitan Dengan Peristiwa Alam Dan
Kepercayaan Daerah Maluku, Proyek IDKD, Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta.
. ..
Asdep Urusan Hubungan Antar Budaya 25