Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

YANG TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Ziswaf

Dosen Pengampu H.Sholakhudin Sirizar,M.A.

Disusun Oleh :

1. Habibah (182131056)
2. Titis Kurnia Santi (182131063)
3. Syukma Melliana Listyarini (182131075)

Kelas : HPI 3B

JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SURAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmad dan hidayah serta
inayah nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang singkat ini, tentang
“Yang Tidak Berhak Menerima Zakat” dalam Hukum Ziswaf. Sholawat serta
salam mudah mudahan tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi akhir zaman,
penolong ummad, yaitu baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan
kita kepada jalan yang di ridhoi Allah SWT.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum ziswaf
jurusan Hukum Pidana Islam fakultas Syariah IAIN Surakarta. Semoga makalah
yang kami buat mudah di pahami oleh pembaca dan bermanfaat untuk kita semua.
Apabila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami
mengharap kritik dan saran dari pembaca. Kami atas nama penulis mohon maaf
yang sebesar-besar nya.

Surakarta, 09 September 2019

Kelompok 9
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu
unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat
adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-
syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji,
dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an
dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan
kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat
manusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf menetapkan bahwa mengingkari
hukum zakat yakni mengingkari wajibnya menyebabkan di hukum kufur.
Karena itu kita harus mengetahui definisi dari zakat, harta-harta yang
harus dizakatkan, nishab- nishab zakat, tata cara pelaksanan zakat dan
berbagai macam zakat.
Oleh karena itu pemakalah pada tulisan ini membahas mengenai siapa
orang orang yang berhak menerima zakat dan siapa orang yang
diharamkan menerima zakat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Zakat ?
2. Apa Hukum untuk Mengeluarkan Zakat ?
3. Apa Syarat Mengeluarkan Zakat ?
4. Siapa yang tidak berhak mendapatkan Zakat ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat
Menurut lughat arti zakat adalah tumbuh (al Numuww) seperti
pada zakat Al Zar’u yang artinya bertambaha banyak dan mengandung
berkat seperti pada zaka’ al malu dan suci(thoharoh) seperti pada nafsan
zakiyah dan qad aflaha man zakkaha (Nasution, Lahmanudin, Fiqih 1,
(Bandung: Jaya Baru, 1998))
Sedangkan menurut Istilah zakat adalah sebagian harta yang telah
diwajibkan oleh Allah swt untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya sebagaiman yang telah dinyatakan dalam Al Qur’an atau
juga boleh diartikan dengan kadar tertentu atas harta tertentu yang
diberikan kepada orang-orang tertentu dengan lafadz zakat yang juga
digunakan terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari orang yang telah
dikenai kewajiban untuk mengeluarkan zakat (Syaikh Muhammad Abdul
Malik Ar Rahman, 1001 Masalah Dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka Cerdas
Zakat, 2003), h: 2)
Dalam bahasa Arab, kata zakah secara harfiah berarti berkembang
atau tumbuh. Kadang diartikan bersih atau suci. Adapun dalam
pembahasan fikih, istilah zakat diartikan sebagai sejumlah harta tertentu
yang wajib dikeluarkan dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. ( Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja Jilid 2
,(Yogyakarta : Pustaka Insan Madani), hal. 314)
Pengertian yang lain, zakat adalah salah satu ibadah pokok dan
termasuk salah satu rukun Islam. Dan secara arti kata zakat berasal dari
bahasa Arab dari akar kata zaka mengandung beberapa arti seperti
membersihkan, bertumbuh dan berkah. Dalam terminologi hukum (syara’)
zakat diartikan: “pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang
tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan”(Amir Syarifuddin. Garis-
garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana), hal. 37)
B. Hukum Mengeluarkan Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu
unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Hal ini ditegaskan dalam sebuah
hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah menyebutkan bahwa "Islam
dibangun di atas 5 tiang pokok, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
berpuasa pada bulan Ramaduan, dan naik haji bagi yang
mampu."(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Zakat)
Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib fardhu atas setiap
muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Abdullah bin Mas'ud
RA menyebutkan: "Anda sekalian diperintahkan menegakkan shalat dan
membayar zakat. Siapa yang tidak mengeluarkan zakat, maka shalatnya
tidak diterima.'[17] Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat,
haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan
Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan
kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat
manusia di mana pun.(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Zakat)

C. Syarat Mengeluarkan Zakat


Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut
jumhur ulama syarat wajib zakat terdiri dari:
1. Islam
2. Merdeka
3. Baligh dan Berakal
4. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati
Harta yang memiliki criteria ini ada lima jenis antara lain:
 Uang, emas, perak baik berbentuk uang logam maupun uang kertas
 Barang tambang dan barang temuan
 Barang dagangan
 Hasil tanaman dan buah-buahan
 Binatang ternak (menurut jumhur ulama yang merumput sendiri atau
menurut Maliki binatang yang diberi makan) (Syaikh Muhammad
Abdul Malik Ar Rahman, opcit, h: 12)
5. Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengannya
6. Harta yang dizakati adalah milik penuh
7. Kepemilikan harta telah mencapai haul (setahun)
8. Harta tersebut bukan termasuk harta hasil hutang
9. Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok (Syaikh
Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, opcit, h: 12)
Dan diantara syarat-syarat sah pelaksanaan zakat terdiri atas:
1. Niat
2. Tamlik (memindahkan kepemilikan kepada penerimanya)
Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nisab(harta) yang
dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadiakannya sebagai
milik orang fakir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut
diserahkan kepada wakilnya yakni imam atau orang yang bertugas untuk
memungut zakat. (Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, opcit, h:
12)

D. Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat


Ada tujuh golongan yang tidak berhak menerima zakat, yaitu:
1. Bani Hasyim, yaitu Nabi dan kerabatnya
Zakat diharamkan atas Bani Hasyim, yaitu Nabi n dan kerabatnya.
Mereka adalah keluarga ‘Abbas, keluarga ‘Ali, keluarga Ja’far, keluarga
‘Aqil, keluarga al-Harits bin ‘Abdil Muththalib.Adapun tentang keluarga
Abu Lahab, ada perbedaan pendapat tentangnya. Asy-Syaukani berkata,
“Keluarga Abu Lahab tidak termasuk dalam hukum ini, berdasarkan apa
yang dikatakan (bahwa tidak ada seorang pun dari mereka yang masuk
Islam pada masa hidup Nabi n).
Namun hal ini terbantah dengan apa yang disebutkan dalam
Jami’ul Ushul bahwa dua putra Abu Lahab yang bernama ‘Utbah dan
Mu’attib masuk Islam pada Fathu Makkah. Rasulullah n pun bergembira
dengan keislaman keduanya. Keduanya juga ikut Perang Hunain dan
Thaif.1 Menurut ahli nasab, keduanya memiliki keturunan.”Penulis kitab
ar-Raudhul Murbi’ menetapkan keluarga Abu Lahab tergolong Bani
Hasyim yang haram menerima zakat.
Ibnu ‘Utsaimin menyebutkan bahwa sejak lebih dari seribu tahun
yang silam, raja-raja yang berkuasa di negeri Yaman adalah Bani Hasyim.
Nasab mereka masyhur dan dikenal sebagai Bani Hasyim. Selain mereka,
banyak juga yang bernasab Bani Hasyim. Beliau menyatakan bahwa
barang siapa mengaku sebagai Bani Hasyim, pengakuannya diterima dan
tidak diberi zakat.
Zakat diharamkan atas Bani Hasyim, yaitu Nabi n dan kerabatnya,
sebagai pemuliaan terhadap mereka, karena mereka adalah kerabat Nabi n.
Kerabat Nabi n adalah nasab manusia yang paling mulia sehingga tidak
pantas menerima zakat yang merupakan kotoran manusia, karena zakat
membersihkan pemiliknya dari kotoran (dosa). Dalilnya adalah sebagai
berikut :
. Hadits Abu Hurairah z:
َ‫أ‬Al-Hasan bin Ali c memungut sebutir kurma dari kurma zakat lalu
memasukkannya ke dalam mulutnya. Nabi n berkata, “Kikh kikh,2
muntahkan! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kita tidak boleh
memakan harta zakat?” (HR. al-Bukhari no. 1491 dan Muslim no. 1069)
Dalam riwayat al-Bukhari yang lain
Tidakkahَ engkauَ mengetahuiَ bahwaَ sesungguhnyaَ Muhammadَ danَ “
keluarganyaَ tidakَ bolehَ memakanَ hartaَ zakat?”َ (HR.َ al-Bukhariَ no.َ
(1485
Kedua hadits ini menunjukkan haramnya zakat bagi mereka
(https://asysyariah.com/golongan-yang-tidak-berhak-menerima-zakat/)
2. Orang kaya
Yang dimaksud dengan orang kaya di sini adalah orang yang
memiliki harta yang cukup dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari
bersama keluarganya jika dia berkeluarga dalam jangka waktu setahun,
menurut tingkat kehidupan masyarakat sekitarnya yang sederajat
dengannya. Golongan orang kaya diharamkan menerima zakat untuk
memenuhi kebutuhannya bersama keluarganya jika dia berkeluarga karena
dia bukan golongan fakir-miskin yang membutuhkan.

3. Orang yang berfisik kuat dan berpenghasilan cukup


Orang yang berfisik kuat dan punya profesi/penghasilan yang
mencukupinya untuk keluarganya jika dia berkeluarga pada hakikatnya
termasuk kaya. Oleh karena itu, zakat haram baginya untuk memenuhi
kebutuhannya bersama keluarganya jika dia berkeluarga, sebab dia tidak
termasuk golongan fakir-miskin yang membutuhkan.
Dalilnya adalah hadits dua laki-laki sahabat di atas. Makna
muktasib dalam hadits tersebut, seperti kata asy-Syaukani dalam Nailul
Authar, adalah berpenghasilan cukup. (https://asysyariah.com/golongan-
yang-tidak-berhak-menerima-zakat/)
Ibnu ‘Utsaimin t berkata menerangkan hadits ini dalam Fathu Dzil
Jalali wal Ikram, “Nabi n mempersyaratkan dua syarat untuk golongan ini,
yaitu fisik kuat dan punya profesi/penghasilan. Jika dia berfisik kuat,
namun tidak punya profesi/penghasilan, zakat halal baginya. Jika dia
punya profesi, namun fisiknya lemah, zakat halal baginya. Seperti halnya
seorang lelaki yang memiliki profesi yang ditekuni, namun dia tidak
mampu bekerja menjalankan profesinya karena sakit, maka zakat halal
baginya. Inilah dua golongan yang haram menerima zakat: orang kaya
serta orang yang berfisik kuat dan berprofesi dengan penghasilan yang
mencukupinya. Orang kaya tercukupi dengan hartanya. Orang yang
berfisik kuat dan berprofesi tercukupi dengan penghasilannya.”
4. Orang yang dinafkahinya
Yang wajib dinafkahi oleh seseorang terkait dengan pembahasan
zakat meliputi:
1. Kerabat yang dinafkahinya
Orang yang kaya wajib menafkahi keturunannya ke bawah dan
asal-usulnya ke atas secara mutlak (mewarisi atau tidak mewarisi).
Demikian pula kerabatnya yang lain, dengan syarat dia mewarisi dari
kerabatnya itu. Adapun kerabat yang pada asalnya tidak diwarisi olehnya
atau dia tertutupi oleh yang lainnya untuk menerima warisan darinya, dia
tidak berkewajiban memberi nafkah kepadanya.
Oleh karena itu, seseorang yang mampu (kaya) berkewajiban
menafkahi kedua orang tuanya yang miskin, kakek dan neneknya yang
miskin, anak-anak dan cucu-cucunya yang miskin, serta kerabat lainnya
yang miskin yang diwarisinya. (https://asysyariah.com/golongan-yang-
tidak-berhak-menerima-zakat/)
Seseorang diharamkan memberikan zakatnya kepada kerabat yang
dinafkahinya untuk menutupi kebutuhannya dengan zakat itu. Sebab, jika
zakatnya diberikan kepada orang yang dinafkahinya, berarti kebutuhannya
tercukupi dengan zakat itu. Dengan sendirinya, gugurlah kewajibannya
memberi nafkah kepadanya. Maka dari itu, pemberian zakat kepadanya
mengandung makna pengguguran kewajiban menafkahinya, ini tentu tidak
boleh. Ini adalah mazhab asy-Syafi’i dan salah satu riwayat dari Ahmad,
yang dirajihkan oleh Ibnu Taimiyah, as-Sa’di, dan Ibnu ‘Utsaimin.
Pendapat ini lebih kuat daripada pendapat jumhur yang membolehkan
zakat diberikan kepada kerabat selain orang tua dan anak.
Berdasarkan hal ini, seseorang yang menafkahi anaknya tidak
boleh memberikan zakatnya kepada anaknya, yang berarti menggugurkan
nafkahnya. Seseorang yang menafkahi orang tuanya tidak boleh
memberikan zakatnya kepada orang tuanya, yang berarti menggugurkan
nafkahnya. Seseorang yang menafkahi kakek atau neneknya tidak boleh
memberikan zakatnya kepada kakek atau neneknya, karena menggugurkan
nafkahnya. Seseorang yang menafkahi saudaranya tidak boleh
memberikan zakatnya kepada saudaranya tersebut, yang berarti
menggugurkan nafkahnya.
Jika pemberian zakat kepada salah seorang mereka tidak
menggugurkan nafkahnya, hukumnya boleh menurut mazhab Syafi’iyah,
salah satu pendapat dalam mazhab Hanabilah, yang dirajihkan oleh Ibnu
Taimiyah dan Ibnu ‘Utsaimin. Pendapat ini yang rajih, insya Allah.
(https://asysyariah.com/golongan-yang-tidak-berhak-menerima-zakat/)
Berdasarkan hal ini, jika seseorang tidak menafkahinya karena
hartanya tidak cukup untuk menafkahinya dan dia memiliki zakat, dia
boleh memberikan zakatnya kepadanya, karena hal itu tidak bermakna
menggugurkan kewajibannya memberi nafkah kepadanya. Misalnya,
seseorang menafkahi ayahnya tapi tidak cukup untuk menafkahi kakeknya,
maka zakatnya harus diserahkan kepada kakeknya, bukan ayahnya. Hal ini
agar kewajiban memberikan nafkah kepada ayah tidak gugur. Begitu
seterusnya, dengan anak dan cucu. Zakat itu diberikan kepada cucu, bukan
kepada anak.
Demikian pula halnya jika yang dinafkahinya berhak menerima
zakat dengan makna lain selain kefakiran dan kemiskinan, seperti halnya
jika dia berutang atau musafir yang terputus bekalnya dalam safar. Dalam
hal ini dia boleh memberikan zakat tersebut kepadanya untuk melunasi
utangnya atau bekalnya dalam menyempurnakan safarnya. Namun, jika
yang dinafkahinya berutang untuk memenuhi kebutuhan nafkahnya yang
semestinya merupakan tanggung jawabnya, dia tidak boleh memberikan
zakatnya untuk pelunasan utang tersebut. Hal ini karena maknanya
kembali kepada pengguguran nafkah yang wajib ditanggungnya. Dia
berkewajiban untuk melunasi utang kerabatnya dengan hartanya, bukan
dari zakatnya, sebab utang itu untuk memenuhi kebutuhan/nafkah kerabat
yang merupakan tanggung jawabnya. (https://asysyariah.com/golongan-
yang-tidak-berhak-menerima-zakat/)
Jika kerabat yang dinafkahinya berhak menerima zakat untuk
kebutuhan dan maslahat kaum muslimin, yaitu sebagai mujahid, atau
berutang untuk mendamaikan dua pihak yang bertikai, dia boleh
memberikan zakatnya kepada kerabatnya itu. Hal ini diterangkan oleh
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qudamah.
2. Istri
Seorang suami wajib menafkahi istrinya secara mutlak, baik
istrinya miskin maupun kaya. Haram baginya memberikan zakatnya
kepada istrinya untuk memenuhi kebutuhannya yang seharusnya dipenuhi
dengan nafkahnya. Karena akan bermakna menggugurkan kewajiban
memberikan nafkah kepadanya, ini tidak boleh.
Adapun seseorang memberikan zakatnya kepada istrinya untuk
makna lain yang tidak mengandung makna pengguguran nafkah, seperti
melunasi utangnya, maka dibolehkan. Ini menurut pendapat yang
dirajihkan oleh Ibnu ‘Utsaimin.

5. Orang yang tercukupi nafkahnya oleh yang menanggungnya.


Orang yang telah tercukupi nafkahnya oleh pihak yang
bertanggung jawab menafkahinya, tidak berhak diberi zakat untuk
memenuhi kebutuhannya, karena kebutuhannya telah tercukupi dengan
nafkah itu.Maka dari itu, zakat tidak boleh diberikan kepada seorang
wanita fakir yang dipenuhi nafkahnya oleh suaminya, seorang anak yang
dipenuhi nafkahnya oleh ayahnya, dan siapa saja yang kebutuhannya
dipenuhi oleh pihak yang menanggung nafkahnya.

6. Budak
Zakat tidak boleh diberikan kepada seorang budak untuk
memenuhi kebutuhannya, karena nafkah seorang budak merupakan
tanggung jawab tuan/pemiliknya. Kebutuhannya telah terpenuhi dengan
nafkah dari tuannya. Di samping itu, seorang budak tidak mempunyai hak
milik, karena diri dan hartanya adalah milik tuannya. Jika dia diberi zakat,
otomatis zakat itu akan beralih ke tangan tuannya. Ibnu Qudamah berkata,
“Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.”
Berbeda halnya jika seorang budak diberi zakat sebagai amil zakat
dengan izin tuannya, hal ini boleh sebagaimana bolehnya menyewa tenaga
seorang budak untuk suatu pekerjaan dengan izin tuannya. Demikian pula,
boleh menyalurkan zakat untuk memerdekakan budak, sebagaimana telah
dibahas pada Kajian Utama: Golongan yang Berhak Menerima Zakat.
(https://asysyariah.com/golongan-yang-tidak-berhak-menerima-zakat/)

7. Orang Kafir
Orang kafir tidak boleh diberi zakat. Ibnul Mundzir menukilkan
ijma’ (kesepakatan) ulama tentang hal ini. Ibnu Qudamah mengatakan,
“Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini.”
Akan tetapi, dikecualikan orang kafir yang diberi zakat sebagai mu’allaf.
BAB III

PENTUP

KESIMPULAN

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur
pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib
(fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat
mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut jumhur ulama syarat
wajib zakat terdiri dari Islam,Merdeka,Baligh dan Berakal,Harta yang dikeluarkan
adalah harta yang wajib dizakati.

Ada tujuh golongan yang tidak berhak menerima zakat, yaitu Bani Hasyim
dan kerabatnya, Orang kaya, Orang yang berfisik kuat dan berpenghasilan cukup,
Orang yang dinafkahinya, Orang yang tercukupi nafkahnya oleh yang
menanggungnya, Budak dan Orang kafir.
Daftar Pustaka

Nasution, Lahmanudin, 1998.Fiqih 1.Bandung: Jaya Baru.


Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, 2003. 1001 Masalah Dan
Solusinya.Jakarta: Pustaka Cerdas Zakat.
Indi Aunullah.Ensiklopedi Fikih untuk Remaja Jilid 2 .Yogyakarta :
Pustaka Insan Madani.
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh, Bogor: Kencana

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Zakat)

https://asysyariah.com/golongan-yang-tidak-berhak-menerima-zakat/)

Anda mungkin juga menyukai