Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar Sejarah Indonesia dengan judul “Periode
Liberalisme dan Politik Etis di Indonesia”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih
baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru Bahasa
Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, 10 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................... 2

A. Periode Politik Liberalis ............................................................................................................ 2

B. Periode Politik Etis .................................................................................................................... 5

BAB 3 PENUTUP ........................................................................................................................ 14

A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 14

B. Saran .......................................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal sebelum dilaksanakannya Politk Etis keadaan sosial dan ekonomi di Indonesia
begitu buruk dan jauh dari kata sejahtera terutama untuk pendidikan pribumi yang bukan dikalangan
bangsawan. Pendidikan bukan menjadi baik justru sebaliknya. Dari bidang ekonomi tanah-tanah
rakyat yang luas masih dikuasai pemerintahan Belanda dan penguasa tradisional meyebabkan rakyat
hanya penyewa dan pekerja saja.

Bidang politk masalah yang berkembang saat ini adalah sentralisasi politik yang kuat sehingga
tidak ada pemisahan kekuasaan dan keuangan antara pemerintah kolonial dan bangsa Indonesia yang
berdampak pada tidak sejahteraannya pribumi. Keadaan ini mendapatkan tanggapan dari golongan
sosial demokrat yang didalangi oleh Von Deventer yang kemudian dijuluki bapak pangeran etis yang
menginginkan adanya balas budi unntuk bangsa Indonesia. Van Deveter dalam majalah de gres
mengkritrik pemerintah kolonial dan menyarankan agar dilakukan politik kehormatan (hutang
kekayaan) atas segala kekayaan yang telah diberikan bangsa Indonesia terhadap negara Belanda.

B. Rumusan Masalah

 Apa yang melatarbelakangi masa politik pintu tebuka dan politik etis?
 Bagaimana Hakekat Poltik Pintu Terbuka dan Politik Etis?
 Bagaimana Implikasi Politik Pintu Terbuka dan politik etis di indonesia?

C. Tujuan Penulisan

 Menambah pemahaman mahasiswa tentang politik pintu terbuka dan politik etis.
 Untuk pemenuhan tugas mata kuliah Pengantar Sejarah Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERIODE LIBERALISME/ POLITIK PINTU TERBUKA (1870-1900)


1. Latar Belakang.

Politik pintu terbuka (Open Door Policy) mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun
1870. Ini merupakan salah satu politik yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Sejak saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha
asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.

Pada periode antara tahun 1870 – 1900 merupakan masa liberalisme, dimana pada masa
itu, pemerintahan Hindia Belanda dipegang oleh kaum liberal yang kebanyakan terdiri dari
pengusaha swasta yang mendapat kesempatan untuk menanamkan modalnya di Indonesia
dengan cara besar-besaran.

Mereka pun mengusahakan perkebunan besar seperti perkebunan kopi, teh, tebu, kina,
kelapa, cokelat, tembakau, kelapa sawit, dan sebagainya. Mereka juga mendirikan pabrik, seperti
pabrik gula, pabrik cokelat, teh, rokok, dan lain-lain. Oleh karena itu, pelaksanaan politik Pintu
Terbuka ditandai dengan keluarnya undang-undang agraria pada tahun 1870 dan undang-undang
gula.

a. Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi
memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Hindia Belanda.
b. Berkembangnya paham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi
Industri sehingga sistem tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
c. Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan
agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan
modalnya di Indonesia.
d. Adanya Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk
meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan
sistem ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat mananamkan modalnya di
Indonesia.

2. Pengertian Politik Pintu Terbuka

Politik pintu tebuka adalah pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia, dimana
golongan liberal Belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh
pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi saja. Pada tahun 1860-an politik
batig slot (mencari keuntungan besar) mendapat pertentangan dari golongan liberalis dan
humanitaris. Kaum liberal dan kapital memperoleh kemenangan di parlemen.

3. Isi Undang-undang Agraria Tahun 1870

 Pasal 1 : Gubernur jenderal tidak boleh menjual Tanah.


 Pasal 2 : Gubernur jenderal boleh menyewakan tanah menurut peraturan undang- undang.
2
 Pasal 3 : Dengan peraturan undang-undang akan diberikan tanah-tanah dengan hak erfpacht,
yaitu hak pengusaha untuk dapat menyewa tanah dari gubernermen paling lama 75 tahun,
dan seterusnya.

Jadi, undang-undang Agraria pada intinya menjelaskan bahwa semua tanah milik
penduduk Indonesia adalah milik pemerintah Hindia Belanda. Maka pemerintah Hindia Belanda
memberi mereka kesempatan untuk menyewa tanah milik penduduk dalam jangka waktu yang
panjang.

4. Tujuan Penetapan Undang-undang Agraria

 Melindungi petani-petani di tanah jajahan agar terjaga hak-hak miliknya atas tanah terhadap
usaha penguasaan oleh orang-orang asing.
 Memberikan peluang kepada para penguasa asing untuk menyewa tanah dari rakyat
Indonesia.

Jika dibaca sepintas, kelihatannya undang-undang Agraria ini nampak menjanjikan


sekaligus memberikan harapan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Namun sebenarnya pada
kenyataannya tidak seperti itu. Hal yang sebenarnya adalah bahwa undang-undang Agraria
tersebut bukanlah milik rakyat Indonesia, melainkan milik pemerintah Hindia Belanda.
Atau dengan kata lain, undang-undang tersebut dibuat hanya demi semata-mata keuntungan bagi
pemerintah Hindia Belanda saja. Rakyat tetap menderita karena yang menikmati keuntungan
adalah penguasa. Dalam hal ini, undang-undang Agraria juga mengatur tentang pembagian
golongan tanah, yaitu:

 Golongan tanah milik negara, yaitu tanah yang secara tidak langsung menjadi hak milik
pribumi, seperti hutan-hutan dan tanah yang berada di luar milik desa dan penduduknya.
 Golongan tanah milik pribumi, yaitu semua sawah, ladang, dan sejenisnya.

Dalam hal ini, tanah milik pemerintah dapat disewa oleh kaum penguasa selama 75
tahun, sedangkan tanah milik penduduk dapat disewa selama 5 tahun dan ada pula yang dapat
disewakan selama 30 tahun. Sewa-menyewa antara pemilik dilaksanakan berdasarkan perjanjian
sewa-menyewa (kontrak) dan harus didaftarkan kepada pemerintah.

5. Undang-Undang Gula (Suiker Wet)

Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang-Undang Gula


(Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas
kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU Gula ini yaitu:

 Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan


 Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh
swasta.

Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan.

3
Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul.

 Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.


 Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
 Perkebunan kina di Jawa Barat.
 Perkebunan karet di Sumatra Timur.
 Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.
 Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatra Utara.

6. Pengaruh Politik Liberalis

Sama halnya dengan negara-negara lain, di negeri Belanda para pengikut aliran liberalisme
berpendapat bahwa negara seharusnya tidak campur tangan dalam kehidupan ekonomi, tetapi
membiarkannya kepada kekuatan-kekuatan pasar. Mengikuti Adam Smith, para pengikut aliran
liberalisme berpendapat bahwa satu-satunya tugas negara adalah memelihara ketertiban umum
menegakkan hukum, dengan demikian kehidupan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Agar
hal ini dapat diwujudkan, para pengikut aliran liberalisme menghendaki agar segala rintangannya
yang sebelumya telah dibuat dihapuskan. (Poesponegoro, Marwati Djoned: 121, 1993)

Ketika orang-orang liberal mencapai kemenangan politik di negeri Belanda (setelah tahun
1850) mereka mencoba menerapkan azas-azas liberalisme di koloni-koloni Belanda khususnya di
Indonesia. Mereka berpendapat ekonomi Hindia-Belanda akan berkembang dengan sendirinya
jika diberi peluang sepenuhnya kepada kekuatan-kekuatan pasar untuk bekerja sebagaimana
mestinya. Dalam prakteknya diartikan sebagai kebebasan berusaha dan adanya modal swasta
Belanda untuk mengembangkan sayapnya di Hindia-Belanda dalam berbagai usaha kegiatan
ekonomi. (Poesponegoro, Marwati Djoned: 121, 1993)

Bagi bangsa Indonesia, politik liberalisme jelas merupakan ideologi yang dapat mengancam
kelangsungan kebangsaan Indonesia karena secara material, di dalamnya terkandung nilai-nilai
sosial-politik yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sikap politik bangsa Indonesia dalam
mewujudkan cita-cita, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Gerakan globalisasi dengan
ideologi liberalismenya secara material adalah upaya sistematis taktis dari negara Barat yang
diarahkan untuk meruntuhkan kesepakatan politik bangsa Indonesia dalam memandang hakikat
nation state.

Politik pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Van
Deventer mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri induk dan
negeri jajahan. Kaum liberal dianggap hanya mementingkan prinsip kebebasan untuk mencari
keuntungan tanpa memerhatikan nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang
mengeksploitasi tenaga rakyat secara besar-besaran.

4
B. PERIODE POLITIK ETIS/POLITIK BALAS BUDI (1901-1925)
1. Latar belakang politik etis.

Pada permulaan abad 20, kebijakan penjajahan Belanda mengalami perubahan arah yang
paling mendasar dalam sejarahnya. Kekuasaannya memperoleh definisi kewilayaan baru dengan
selesainya upaya-upaya penaklukan. Kebijakan kolonial Belanda untuk mengeksploitasi terhadap
Indonesia mulai berkurang sebagai pembenaran utama bagi kekuasaan Belanda, dan di gantikan
dengan pertanyaan-pertanyaan keperihatinan atas kesejateraan bangsa Indonesia. kebijakan ini di
namakan Politik Etis.

Masa munculnya kebijakan ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang akan dapat


memahami sejarah Indonesia pada awal abad 20 apabila tidak mengacu pada kebijakan. Namun
Politik Etis hanya menmpilkan banyak janji-janji dari pada penampilanya, dan fakta-fakta
penting tantang eksploitasi dan penaklukan dalam kenyataan tidak mengalamim perubahan.

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa
pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini
merupakan kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri terhadap berbagai kebijakan pemerintah
kolonial, diantaranya :

 Sistem tanam paksa menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia.


 Sistem ekonomi liberal tidak memperbaiki kesejahteraan rakyat.
 Belanda melakukan penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
 Rakyat kehilangan tanahnya.

Kecaman-kecaman terhadap pemerintahan bangsa Belanda yang di lontarkan dalam novel


Max Havelaar dan sebagai pengungkapan yang lainnya mulai menambahkan hasil. Semakin
banyak yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan rakyat Indonesia. selama
zaman liberal (1870-1900) kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan
terhadap kebijakan penjajahan. Industri Belanda mulai melihat Indonesia sebagai pasar yang
potesial yang standar hidupnya perlu di tingkatkan.

Modal Belanda maupun Internasional mancari peluang-peluang baru bagi investasi dan
eksploitasi bahan-bahan mentah, khususnya di daerah-daerah luar jawa, terasa adanya kebutuhan
tenaga kerja Indonesia dalam perusahaan-perusahaan modern. Oleh kerena itulah, maka
kepentingan-kepentingan perusahaan mendukung keterlibatan penjajah yang semakin intensif
untuk mencapai ketenteraman, kesejatraan, keadilan dan moderitas. Pihak yang beraliran
kemanusiaan membenarkan apa yang dipikirkan kalangan pengusaha itu akan menguntungkan,
dan lahirlah Politik Etis.

Pada tahun 1899 C Th. Van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Indonesia
selama 1880-1897, menerbitkan sebuah artikel yang berjudul Een eereschuld (suatu hutang
kehormatan) di dalam majalah berkala Belanda de Gids. Ia menyatakan bahwa negeri Belanda
berhutang kepada Indonesia terhadap semua kekayaan yang telah diperas dari negeri Indonesia.
Hutang ini sebaiknya dibayarkan kembali dengan jalan memberi prioritas utama kepada
kepentingan rakyat Indonesia.

5
Pada tahun 1901 Ratu Wilhelmina (1890-1948) menumumkan saatu penyelidikan tentang
kesejateraan masyarakat yang berada di Jawa, dan demikian politik etis secara resmi di sahkan.

Isi pidato raja Belanda yaitu : “sebagai negeri Kristen, Nederland berkewajiban di kepulauan
Hindia Belanda untuk lebih baik mengatur kedudukan legal pendudukan pribumi, memberikan
pada dasar yang tegas kepada misi Kristen, serta meresapi keseluruhan tindak laku
pemerintahan dengan kesadaran bahwa Nederland mempunyai kewajiban moral untuk
memenuhinya terhadap penduduk di daerah itu. Berhubung dengan itu, kesejateraan rakyat
Jawa yang merosot memerlukan perhatian khusus. Kami meningkatkan diadakannya penelitian
tentang sebab-sebabnya”.

Pada tahun 1902 Alexander W.F. Idenburg menjadi Menteri Urusan Daerah-daerah Jajahan,
maka Idenburg mempunyai lebih banyak kesempatan dari pada siapa saja untuk mempraktekan
pemikiran-pemikiran politik Etis. Pihak Belanda pun menyebutkan tiga prinsip yang di anggap
dasar kebijakan baru tersebut : edukasi, imigrasi, dan irigasi. Untuk melaksanakan proyek
tersebut di perlukan adanya dana sehingga Politik Etis dapat berjalan.

Akan tetapi semua usaha akan sia-sia tanpa pendidikan massa. Pendidikan dan emansipasi
bangsa Indonesia secara berangsur-angsaur itulah inti Politik Etis. Pendidikan Indonesia harus di
arahkan dari ketidakmatangan yang di paksakan agar berdiri di atas kaki sendiri. Mereka harus di
berikan lebih banyak tanggung jawab dalam administrasi oleh orang-orang pribumi. Banyak
diantara penganut Politik Etis yakni bahwa Indonesia harus berkembang menjadi kebudayaan
Barat.

Pada tahap pertama golongan aristokrasi yang harus terkena pengaruhnya kebudayaan Barat.
Usaha westernisasi penduduk asli kemudian dikenal sebagai asosiasi. Tujuannya ialah
menjembatani Timur dan Barat, orang Indonesia dengan orang Belanda. Yang di jajah dengan
yang menjajah. Bahwa timbul asimlasi yang bertujuan memberikan tanah jajahan struktur sosial
dan politik yang sama dengan negeri Belanda. Sampai saat meninggalnya pada tahun 1915
Deventer adalah salah satu pencetus politik etis yang terkenal, sebagai penasehat pemerintah dan
anggota parlemen.

2. Hakekat Politik Etis

Suatu istilah dan konsep yang dipakai untuk mensejahterakan Bangsa jajahan adalah politik
etis, istilah ini awalnya hanya sebuah kritikan-kritikan dari para kalangan liberal dan Sosial
Demokrat terhadap politik kolonial yang di rasa tidak adil dan menghilangkan unsur-unsur
humanistik, golongan Sosial Demokrat yang saat di wakili oleh van Kol, van Deventer dan
Brooshooft adalah orang-orang yang ingin memberadabkan bangsa Indonesia. Yang menjadi
stimulus dari politik etis adalah kritikan yang di buat oleh van Deventer dalam majalah De Gies
yang intinya mengkritik pemerintahan kolonial dan menyarankan agar dilakukan politik
kehormatan (hutang kekayaan) atas segala kekayaan yang telah diberikan oleh bangsa Indonesia
terhadap negera Belanda yang keuntungan menjadi 5 kali lipat dari hutang yang mereka anggap
di buat oleh bangsa Indonesia. Yang kemudian di respon oleh Ratu Wilhemina dalam
pengangkatanya sebagai Ratu baru Belanda pada tahun 1898 dan mengeluarkan pernyataan

6
bhawa Bangsa Belanda mempunyai hutang moril dan perlu diberikan kesejahteraan bagi bangsa
Indoensia.

Selain dua faktor ini juga terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan politik etis semakin
genjar dilakukan yaitu perubahan politik di Belanda yaitu dengan berkuasanya kalangan liberal
yang menginginkan dilakukanya sistem ekonomi bebas dan kapitalisme dan mengusahakan agar
pendidikan mulai di tingkatkan di Indonesia. Adanya doktrin dari dua golongan yang berbeda
semakin membuat kebijakan politik etis ini agar segera dilaksnakan yaitu :

 Golongan Misionaris : 3 partai kristen yang mulai mengadakan pembagunan dalam bidang
pendidikan yaitu patrai Katolik, Partai Anti-Revolusioner dan Partai Kristen yang
programnya adalah kewajiban bagi Belanda untuk mengangkat derajat pribumi yang
didasarkan oleh agama.
 Golongan Konservatif : menjadi kewajiban kita sebagai bangsa yang lebih tinggi derajatnya
untuk memberdabkan orang-orang yang terbelakang.

Itulah dua doktrin yang berkembang pada saat itu karena bagi mereka tujuan terakhir politik
kolonial seharusnya ialah meningkatkan kesejahteraan dan perkembangan moral penduduk
pribumi, evolusi ekonomi bukan eksploitasi kolonial melainkan pertanggujawaban moral.

Politik etis itu sendiri memiliki arti politik balas jasa, politik balas budi, politik kehormatan
ataupun hutang kekayaan mungkin intinya sama secara harfiah, setelah tadi dijelaskan bahwa
politik etis ini di kumandangkan oleh golongan Sosial Demokrat yang didalangi oleh van
Deventer yang menginginkan adanya balas budi untuk bangsa Indonesia.

Politik etis bertendensi pada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat dan efisiensi. Karena
pada saat diberlakukanya politik etis tahun 1900 keadaan politik, sosial dan ekonomi kacau
balau, bidang ekonomi di guncang oleh berjangkitnya hama pada tanaman terutama tebu,
penyakit yang berkembang kolera dan pes maka tak mengherankan Bangsa Eropa enggan datang
ke Jawa karena berkembangnya penyakit menular itu, sanitasi yang begitu buruk.

Dalam bidang sosial adalah jumlah masyarakat yang melek huruf hanya 1 % dari 99 %
penduduk yang ada di Indonesia dan adalah masalah, karena kekurangan tenaga kerja yang
perofesional dalam berbagai bidang dan birokrasi karena para pegawai yang didatangkan dari
Belanda enggan datang karena isu penyakit menular yang ada di jawa, selain itu juga masalah
kepadatan penduduk yang yang menjadi masalah di Jawa dan Madura, dan ini perlu dilakukan
penyelesaianya secara segera. Bidang politik masalah yang berkembang saat itu adalah
sentralisasi politik yang kuat sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan dan keungan antara
pemerintahan kolonial dan Bangsa Indonesia yang berdampak pada ketidaksejahteraan pribumi.

Maka tak mengherankan jargon dan program yang dikumandangkan dalam politik etis
adalah dalam tiga bidang yaitu Irigate (pengairan dan infrastruktur) , Educate
(pendidikan), Emigrate (Transmigrasi) yang kesemuanya adalah program utama mereka.

a. Irigasi (Pengairan) dan Infrastruktur

7
merupakan program pembangunan dan penyempurnaan sosial dan prasarana untuk
kesejahteraan terutama dibidang pertanian dan perkebuna, serta perbaikan prasarana
infrastruktur. Disini masyarakat pribumi di beri pengetahuan teknologi dalam bidang
pengairan yang lebih modern, untuk mendapatkan hasil pertanian yang lebih baik, tanpa
menunggu lama seperti sebelumnya yang hanya mengandalkan musim hujan saja untuk
menghasilkkan pertanian yang baik, tetapi dengan adanya Irigasi yang di ajarkan oleh
Belanda, masyarakat pribumi dapat bercocok tanam pada musim kemarau juga.

b. Educate (pendidikan)

Merupakan program peningkatan mutu SDM dan pengurangan jumlah buta huruf
yang implikas baiknya untuk pemerintah Belanda, yaitu dengan pendirian sekolah-sekolah.
Karena pelajar yang berkualitas dapat di jadikan pegawai oleh pemerintah Belanda. Itu salah
satu tujuan Belanda melakukan Politik Etis untuk menggalih potensi masyarakat pribumi.

c. Emigrasi (transmigrasi)

Merupakan program pemerataan pendidikan Jawa dan Madura dengan dibuatnya


pemukiman di Sumatra Utara dan Selatan dimana dibuka perkebunan-perkebunan baru yang
membutuhkan banyak sekali pengelola dan pegawainya, Akan tetapi kebijakan pertama dan
kedua disalah gunakan untuk pemerintah Belanda dengan membanggun irigasi untuk
perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke
daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi, hanya pendidikan yang membawa
dampak positif bagi Indonesia. selain untuk pemerantaan penduduk, tujuan Belanda adalah
membuka lahan pertanian yang baru, dengan cara memindahkan penduduk dari daerah padat
Penduduk ke daerah yang penduduknya jarang, untuk membuka lahan pertanian baru.

Bahasa belanda dimasukan sebagai pelajaran di beberapa Sekolah Kelas Satu dan
sejumlah kursus di buka dengan maksud itu, akan tetapi bahasa Belanda tak kunjung menjadi
bahasa rakyat. Orang Belanda sendiri tampaknya keberatan untuk memberikan bahasa dan
kebudayaan Belanda, sebagian hanya untuk merusak adat istiadat Indonesia, akan tetapi
Belanda sangat takut jika orang-orang Indonesia menguasai kebudayan, pengetahuan, teknik,
dan organisasi. Dengan itu Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk mengatasi
menjamurnya pendidikan pesanteren.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut:

a. Irigasi
Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.

b. Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk
mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk
seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang
mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak

8
pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak
pribumi dan pada umumnya. Politik pendidikan kolonial erat hubungan dengan politik
mereka pada umumnya, sesuatu politik yang di dominasi oleh golongan-golongan yang
berkuasa dan tidak di dorong oleh nilai-nilai etnis dengan maksud untuk membina
kematangan politik dan kemerdekaan tanah jajahan.

Berhubungan dengan sikap itu kita dapat kita lihat sejumlah ciri politik dan praktis
pendidikan yaitu:

 Gradualisme yang luar biasa dalam menyediakan pendidikan bagi anak-anak Indonesia.
 Dualisme dalam pendidikan dengan menekankan perbedaan yang tajam antara
pendidikan Belanda dan pendidikan pribumi.
 Control sentral yang kuat
 Keterbatasan tujuan sekolah pribumi, dan peranan sekolah untuk menghasilkan pegawai
sebagai factor penting dalam perkembangan pendidikan
 Prinsip konkordasi yang menyebabkan maka sekolah di Indonesia sama dengan di negeri
Belanda.
 Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis utuk pendidikan anak pribumi.

Pendirian sekolah oleh pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan memecah belah


pribumi Islam, sejak kanak-kanak. Dari bangaunan sekolah dan kurikulum antara anak
Indonesia dan bangsawan serta prioritas lainya di beda-bedakan. Sekaligus putra putrid
bangsawan Muslim dan putra putrid yang Islam, namun mendapatkan proritas sekolah di
sekolah Eropa. Dengan dicampurnya di sekolah Eropa, anak bangsawan dan sultan menjadi
jauh dari pengauh pembinaan ulama.

c. Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan
tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya
di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung
mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan
tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja
tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan
yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi,
kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.

Demi memudahkan penguasaan etnis maka wilayah kota dibagi-bagi dalam berbagai sub area
hunian, dapat dilihat di Jakarta antara lain adanya kampung Melayu, kampung Bali, kampung
Jawa, dan lain-lainnya. Khusus untuk etnis Ambon mendapatkan area hunian yang terpisah
dengan etnis lainya. Pemisahan ini disebabkan oleh orang Ambon banyak yang menjadi
Belanda untuk menyebarkan agama Kristen sama halnya etnis Batak dan Manado.

9
3. Implikasi pelaksanaan Politik Etis

Dampak yang di timbulkan oleh Politik Etis tentunya ada yang negatif dan positif namun
yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari Politik Etis
banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak
positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan
mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat
pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan
berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
 Politik : Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja
terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena perusahaan-
perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha
diterapkan kembali.
 Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan bidang
pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara
golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat
berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
 Ekonomi : lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas yang
menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan. Sehingga yang
lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-
perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shel

4. Dampak Politik Etis Dalam Bidang Pendidikan.

Seperti yang telah di paparkan sebelumnya politik etis yang dijalankan oleh pemerintah
Belanda yang oleh Van Deventer dikonsepsikan dalam wujud irigasi, edukasi dan emigrasi ini
berdampak pada perubahan pola pikir masyarakat pribumi. Salah satu yang terpenting adalah
pada bidang pendidikan yang didirikan oleh pemerintah Belanda, dimana dalam bidang ini yang
awalnya pemerintah Belanda bertujuan untuk membentuk masyarakat pribumi sebagai pegawai
pemerintah rendah yang memiliki loyalitas tinggi terhadap pemerintah ternyata semakin lama
malah bisa dibilang menjadi bumerang terhadap pemerintahan belanda itu sendiri.

Pendidikan yang dibangun oleh pemerintah Belanda di bawah Van Deventer diawali dengan
pembentukan sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumi, tujuannya seperti yang sudah di
paparkan sebelumnya, yakni memberikan pendidikan kepada masyarakat pribumi tentang tradisi
yang paling baik dari Barat yang nantinya diharapkan bagi yang bersekolah di sekolah yang
didirikan pemerintah itu, mereka menjadi tokoh penting yang berpengaruh luas dalam
masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah
Belanda ternyata dibatasi. Batasannya adalah pada pemberian kesempatan sekolah kepada
masyarakat elit pribumi.

Sebelum politk etis di bentuk, yakni pada masa VOC memegang kendali atas pemerintahan
di Indonesia ternyata telah dikenal sistem pendidikan. Namun, ternyata jauh sebelumnya yakni
pada masa sebelum politik, di Indonesia telah mengenal sistem pendidikan. Untuk itu sebelum
kita masuk pada pembahasan mengenai pendidikan masa penjajahan Belanda, kita perlu

10
mengetahui pendidikan sebelum masuknya penjajahan Belanda, yakni pada masa pemerintahan
VOC

5. Pendidikan dan Pengajaran Pada Saat Politik Etis

Diseluruh dunia terdapat perkembangan dan pembaruan di bidang politk, ekonomi, dan ide –
ide. Hal ini mendorong pemerintah Belanda untuk memberikan lebih banyak lagi kesempatan
anak bumi putera untuk menerima pendidikan. Atas dasar itulah, timbul suatu aliran di kalangan
bangsa Belanda yang terkenal sebagai politik etis (etiche politiek). Aliran ini dicetuskan oleh
Van Deventer dengan semboyan “Hutang Kehormatan”. Akhirnya, aliran ini terkenal dengan
slogan edukasi, irigasi, dan emigrsi.

Selain Van Deventer, ada pula Snouck Hourgroje, tokoh Belanda yang mendukung
pemberian pendidikan kepada aristrokat Bumiputera. Menurut balai pustaka jenis sekolah yang
ada, antara lain :
a. Pendidikan Rendah (lager Onderwijs)
Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkat sekolah dasar menggunakan dua sistem
pokok, yaitu:
 Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
 Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah.
b. Pendidikan lanjutan / Pendidikan menengah (Midleboar Onderwijs)
Sebenarnya terdapat satu jenis sekolah lanjutan menurut sistem persekolahan Belanda di
golongan sekolah dasar, yaitu sekoilah dasar yang lebih luas (Meer Vitgebreld lagere
Onderwijs) atu MULO yang berbahasa pengantar bahasa Belanda, denag lama sekolah antara
tiga sampai empat tahun.
c. Sekolah menengah Umum (Algemeene Middlebares School atau AMS)
merupakan kelanjutan dari MULO yang berbahasa Belanda dan diperuntukkan untuk
golongan Bumiputera dan Timur Asing dengan lama belajar tiga tahun. AMS terdiri dari 2
jurusan yaitu :
 Pengetahuan Kebudayaan.
 Pengetahuan Alam.
d. Sekolah Warga Negara Tinggi (Hooger Burger School atau HBS).
Sekolah ini disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan Bumiputera, atau tokoh – tokoh
terkemuka.bahasa pengantar yabg dipakai yaitu bahasa Belanda dan berorientasi ke Eropa
barat, khususnya Belanda. Lama sekolah antara tiga dan lima tahun.

Selain sekolah lanjutan Belanda juga mendirikan sekolah kejuruan sebagai bagian dari
pelaksanaan politik etis. Adapun jenis – jenis sekolah kejuruan yang ada sebagai berikut:

a. Sekolah Pertukangan ( Ambachts Leergang)


Sekolah ini berasal dari sekolah Pekerjaan Tangan (Hondwerk School) dan Sekolah
Kerajinan Tangan (Njverheid School) yang pertama didirikan pada tahun 1881. sekolah ini
berbahasa pengantar Belanda, sedangkan lama sekolah tiga tahun dan bertujuan untuk
mendidik dan mencetak mandor (werkbaas).

11
b. Sekolah Teknik (Technish Onderwijs)
Sekolah ini merupakan kelanjutan dari Ambachts School, berbahasa pengantar
Belanda dan lama sekolah tiga tahun. Yang mula – mula didirikan adalah Koningin
Wihelmina School pada tahun 1906 di Jakarta.

c. Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs)


Tujuan dari pendirian Sekolah Dagang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan – perusahaan Eropa yang berkembang dengan pesat.

d. Pendidikan Pertanian (Landbauw Oderwijs)


Tahun 1911 mulai didirikan Sekolah Pertanian (Cultuur School yang tediri dari dua
jurusan yaitu pertanian dan kehutanan. Sekolah ini menerima lulusan Sekolah Dasar yang
berbahasa pengantar Belanda. Lama belajar adalah tiga sampai empat tahun dan bertujuan
untuk menghasilkan pengawas – pengawas pertanian & kehutanan.

e. Pendidikan kejuruan Kewanitaan (Meisjes Vokonderwijs)


Pendidikan ini dipengaruhi oleh gagasan – gagasan R.A. Kartini maka pemerintah
mulai memberikan perhatian kepada bidang ini. Pada tahun 1918 didirikan Sekolah
Kepandaian Putri (Lagere Nijverheidschool voor Meisjes). Sekolah sejenis yang didirikan
oleh swasta dinamakan Huishoudschool (Sekolah Rumah Tangga) lama belajar tiga tahun.
Disamping itu, ada sekolah Van Deventer yang memberiokan pendidikan keputrian yang
berorientasi Eropa (Belanda). Sekolah Van Deventer memberikan juga pendidikan untuk
menjadi guru Sekolah Taman Kanak – Kanak (Frobel Onderwijs).

f. Pendidikan Keguruan (Kweekschool).


Lembaga keguruan ini merupakan lembaga tertua dan sudah ada sejak permulaan
abad kesembilan belas. Sekolah Guru Negeri yang pertama didirikan pad tahun 1851 di
Surakarta. Sebelum itu, pemerintah telah menyelenggarakan kursus – kursus guru yang diberi
nama Normal Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru – guru Sekolah Desa.

Pada abad ke dua puluh para kalangan penganjur politik etis mengemukakan gagasan
mereka untuk segera membentuk Pendidikan Tinggi(Hooger Onderwijs). Dan pada trahun
1910 didirikan Perkumpulan Universitas Indonesia (Indische Universiteits Veriniging) yang
bertujuan untuk mendirikan pendidikan tinggi, baik melalui pemerintah maupun
swasta.Adapun pendidikan tinggi ini meliputi tiga bidang keahlian sebagai berikut.
a. Pendidikan Tinggi Kedokteran
Lembaga pendidikan ini di Indonesia dimulai dari Sekolah Dokter Djawa yang
didirikan pada tahun 1851. lama belajar dua tahun, setelah tamat dari sekolah dasar lima
tahun. Bahasa pengantar bahasa melayu dan pada tahun 1913 Sekolah Dokter Djawa
diubah namanya menjadi STOVIA. Pada tahun 1913 disamping STOVIA di Jakarta
didirikan pula Nederlandsch Indische Artsenschool (NIAS) di Surabaya yang syarat dan
lama belajarnya sama.

12
b. Pendidikan Tinggi Hukum.
Pendidikan Tinggi Hukum dimuli dari Sekolah Hukum (Rechtsschool) yang
didirikan pada tahun 1909. sekolah ini menerima lulusan ELS dan lama pendidikan tiga
tahun serta berbahasa pengantar bahasa Belanda.

c. Pendidikan Tinggi Teknik


Pada tahun 1920 pemerintah benarr – benar mendirikan pendidikan tinggi pertama
yang betul – betul memenuhi syarat sebagai perguruan tinggi . tetapi pada periode ini
masih terdapat masalah pendidikan, antara laihn :
 Masalah semua rakyat Indonesia belum memiliki kesempatan yang sama untuk
memasuki pendidikan.
 Mata pelajaran yang diperuntukkan untuk Pribadi di sekoilah rendah Bumiputera
bertendensi untuk menjadikan bangsa Indonesia mempunyai rasa harga diri kurang
dan tida mendidik supaya menjadi anak yang cerdas.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Politik pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Van
Deventer mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri induk dan
negeri jajahan. Kaum liberal dianggap hanya mementingkan prinsip kebebasan untuk mencari
keuntungan tanpa memerhatikan nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang
mengeksploitasi tenaga rakyat secara besar-besaran.

Dampak politik pintu terbuka bagi Belanda sangat besar. Negeri Belanda mencapai
kemakmuran yang sangat pesat. Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin dan menderita.
Oleh karena itu, van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk kesejahteraan
rakyat. Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas budi karena Belanda dianggap
mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu meningkatkan
kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan van Deventer ada tiga hal, sehingga
sering disebut Trilogi van Deventer. Isi Trilogi van Deventer dan penyimpangan-
penyimpangannya.

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak terdapat kekurangan baik dari isi
maupun cara penulisannya. Untuk itu kami sebagai penulis mohon maaf apabila pembaca tidak
merasa puas dengan hasil yang kami sajikan, dan kritik beserta saran juga kami harapkan agar
dapat menambah wawasan untuk merperbaiki penulisan makalah kami.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bautet. I.J Brugmans. 1987. Politik Etis dan Revolusi kemerdekaan. Obor: Jakarta

Djoened, Marwati, Poesponegoro dan Notosusanto, Nugroho. 1993.


Sejarah Indonesia Jilid V. Balai Pustaka : Jakarta

Nasution. 1983. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bumi Aksara : Bandung

Manssur, Ahmad, Suryanegara. 2009. Api Sejarah. Salamdani : Bandung

Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejrah Indonesia Baru jilid 2. Gramedia


Pustaka : Jakarta

Riclefs. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Universitas Gajah Mada Press :


Yogyakarta

https://fandyharwinanto.wordpress.com/2008/12/27/politik-kolonial-liberal-abad-19/

http://eprints.uny.ac.id/19002/3/BAB%20I%2010406241001.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai