PENDAHULUAN
Generasi Emas adalah generasi masa depan sebagai sumber daya manusia (SDM)
yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena generasi
emas mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan
nasional. Mutu generasi emas akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa
terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu generasi emas hanya
dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu dalam perspektif masa depan,
yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan
modern, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam
membangun pendidikan yang bermutu akan memberikan kontribusi besar pada
pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks
demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat
luas, yaitu dimensi sosial, budaya, ekonomi dan politik.
1
individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizen), yang memiliki
kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu
yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai
warga masyarakat daerah Kabupaten/Kota dan bangsa Indonesia.
2
perubahan yang sedang dan akan terus berlangsung, Badan Standar Nasional
Pendidikan (BNSP), pada tahun 2010 telah berupaya mengkonsepsikan pendidikan
Indonesia untuk abad ke-21. Konsepsi pendidikan tersebut dimulai dari proses
pembelajaran bercirikan : 1) Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa,
2) Dari satu arah menuju interaktif, 3) Dari isolasi menuju lingkungan jejaring, 4) Dari
pasif menuju aktif-menyelidiki, 5) Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata, 6)
Dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim, 7) Dari luas menuju perilaku khas
memberdayakan kaidah keterikatan, 8) Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi
ke segala penjuru, 9) Dari alat tunggal menuju alat multimedia, 10) Dari hubungan
satu arah bergeser menuju kooperatif, 11) Dari produksi massa menuju kebutuhan
pelanggan, 12) Dari usaha sadar tunggal menuju jamak, 13) Dari kontrol terpusat
menuju otonomi dan kepercayaan, 14) Dari pemikiran faktual menuju kritis, 15) Dari
penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
3
PERGESERAN PARADIGMA PENDIDIKAN
Paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat
asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas
kepada sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
Sehingga paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan memahami
pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-
masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan
tersebut.
Di era globalisasi semua yang ada cepat berubah, maka dunia pendidikan juga
harus berubah, sehingga dunia pendidikan menjadi relevan dengan tantangan dan
peluang yang terjadi di kehidupan nyata. Dalam dunia kerja saat ini kemampuan
yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja sama dalam team, kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir kritis, menguasai
teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Kemampuan-kemampuan
tersebut diatas disebut sebagai kemampuan abad ke-21, dan harus mampu
dikembangkan secara sistematis dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran
harus mampu mendorong terciptanya kemampuan tersebut. Jadi selain kemampuan
akademis maka dunia pendidikan harus mampu menciptakan manusia yang
mempunyai kemampuan belajar, beradaptasi dan berinovasi.
4
Pembelajaran dengan teknologi sebetulnya sama dengan proses bekerja dalam
kehidupan nyata yang selalu bersinggungan dengan teknologi, yang artinya
proses pembelajaran menjadi relevan dengan proses kerja.
4. Riset dan evaluasi, setiap proses apapun membutuhkan umpan balik untuk
menyempurnakan sistemnya, oleh karena itu evaluasi menjadi penting untuk
melihat dampak keberhasilan dari setiap kebijakan. Riset menjadi penting agar
kita selalu dalam kondisi aktual dalam pengembangan dunia pendidikan.
1. Kolaborasi
Kolaborasi merupakan filosofi yang mendasari interaksi dan pola prilaku hidup
sesorang yang menempatkan kerja sama sebagai bagian penting dari disain
strukur interaksinya yang memfasilitasi pencapaian tujuan atau hasil akhir.
Belajar berkolaborasi (Collaborative learning)adalah filosofi yang mendasari
keyakinan seseorang dalam belajar dengan cara kerja sama, tidak hanya
sekedar teknik belajar dalam kelas. Dalam seluruh rangkaian kegiatan orang-
orang diintegrasikan dalam kelompok. Dalam kesatuan itu orang menghargai
kemampuan individu sebagai aset yang dapat berkontribusi pada kelompok. Ada
5
pembagian tanggung jawab di dalamnya sehingga kekuatan kolektif itu menjadi
lebih besar dibandingkan dengan keuatan sendiri-sendiri. Premis dasar
pembelajaran kolaboratif adalah membangun konsensus dalam kerja sama
kelompok. Dan, kekuatan kolektif melebihi keuatan sendiri-sendiri. Dengan
demikian kolaborasi merupakan filosofi yang diterapkan secara praktis untuk
menyatukan orang-orang dalam kerja sama agar mencapai tujuan yang lebih
besar.
2. Kooperatif (cooperative)
Konsep kooperasi “cooperation” lebih menekankan pada produk daripada
proses. Jadi belajar pada konsep ini lebih mementingkan tujuan, menempatkan
hasil kegiatan sebagai tujuan utama. Pembelajaran koopperatif (Co-operative
learning) berkembang baik di Amerika yang merujuk pada filosofi yang
dikembangkan oleh John Dewey yang menekankan pada kedewasaan sosial.
Dewey menegaskan bahwa belajar merupakan proses interaksi sosial dalam
bentuk kerja sama untuk mencapai target (Ted Panitz: 1996)
Tradisi cooperative learning menggunakan pendekatan kuantitatif dalam
mempelajari pencapain kinerja belajar siswa yang diukur dengan produk belajar
yang dapat siswa wujudkan. Belajar Kooperatif (Cooperative learning) adalah
seperangkat proses yang membantu siswa berinteraksi dalam kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Tujuan disepakati bersama dengan target-target yang
spesifik. Kegiatan kooperatif lebih mengarah pada tujuan yang khusus
dibadingkan dengan pada sistem kolaborasi. Dalam kegiatan kooperatif berbagai
mekanisme analisis kelompok lebih berpusat pada guru sedangkan pada
pendekatan kolaboratif lebih berpusat kepada siswa. Struktur pendekatan belajar
kooperatif (co-opertive learning) lebih difokuskan pada kreasi, analisis, dan
6
aplikasi struktur secara sistematis atau lebih bebas dalam menyampaikan materi
dalam kelas melalui interaksi organisasi sosial dalam kelas. Oleh karena itu
kegiatan dalam kelas terbagi dalam pentahapan sesuai dengan pentahapan
pencapaian tujuan.
4. Kompetisi
Definisi belajar kompetitif (competitive learning) yang ekstrim dinyatakan oleh
Johnson&Johnson (1991) yang menyatakan hanya ada satu siswa yang
mencapai tujuan dan semua yang lainnya belum berhasil. Kompetisi dapat
berjalan antara individu maupun antar kelompok. Kompetisi bisa dalam bentuk
mutu proses belajar, hasil belajar, maupun penggunaan waktu belajar.
Sekali pun pada definisi tersebut tidak ada yang salah, namun tak urung juga
mendapat sorotan banyak ahli. Masalahnya persaingan yang ketat hanya
menempatkan satu siswa yang berhasil, sedangkan yang lainnya gagal dapat
menimbulkan beban mental bagi sebagian besar siswa. Mewadahi pemikiran
yang lebih kompromis maka dalam berkompetisi siswa diberi garis finis. Siswa
yang berhasil melewati garis finis bisa satu atau beberapa orang dalam waktu
yang sama. Karenanya yang dapat meraih garis finis bisa lebih dari satu orang.
Dengan sistem ini memungkinkan lebih banyak siswa yang jadi juara asalkan
mereka memenuhi kriteria. Pembelajaran kompetitif secara empirik dapat
meningkatkan motivasi siswa baik dalam ruang lingkup kegiatan kurikuler
7
maupun dalam kegiatan ekstra. Dengan semangat kompetisi dapat
meningkatkan kreativitas, daya juang, dan kerja sama dalam memecahkan
masalah. Dengan kompetisi juga dapat meningkatkan kecepatan siswa belajar
sehingga proses belajar menjadi lebih efisien. Model pembelajaran interaktif
seperti dalam kegaitan membaca, menyimak, mengeksplorasi teori, menerapkan
teori dalam bentuk keterampilan di dalam mapun di luar kelas dapat berkembang
lebih dinamis melalui model pembelajaran kompetitif.
5. Karakter
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara. Sedang berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keputusan yang ia buat. Karakter terdiri dari tiga unjuk perilaku yang saling
berkaitan yaitu tahu arti kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik
(Lickona, 1991). Ketiga substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada
kehidupan moral dan kematangan moral individu. Dengan kata lain, karakter
dapat dimaknai sebagai kualitas pribadi yang baik. Insan yang berperilaku
berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan perilaku cerdas
hendaknya pula diisi upaya yang cerdas. Karakter dan kecerdasan dipersatukan
dalam perilaku yang berbudaya. Kehidupan yang berkarakter tanpa disertai
kehidupan yang cerdas akan menimbulkan berbagai kesenjangan dan
penyimpangan serta ketidakefisienan.
8
PEMBELAJARAN AUTENTIK DAN ASESMEN AUTENTIK
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan
cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan
satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran
aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat
bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi
“guru autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga
pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus
memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.
9
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta
desain pembelajaran.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan
menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi
pengetahuan.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas
dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk
mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-
lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam
ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah
atau masyarakat.
10
empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir,
dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik.
Dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 untuk pendidikan dasar dan KBK berbasis
KKNI-SNPT untuk perguruan tinggi, memudahkan terlaksananya pembelajaran
autentik dengan asesmen autentik.
Pada awalnya istilah tersebut diperkenalkan oleh Wiggins tahun 1990 untuk
menyesuaikan dengan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa sebagai reaksi
(menentang) penilaian berbasis sekolah seperti mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan
ganda, kuis jawaban singkat. Jadi dikatakan otentik dalam arti sesungguhnya dan
realistis. Apabila kita melihat di tempat kerja, orang-orang tidak diberikan tes pilihan
ganda untuk menguji bisa tidaknya mereka melakukan pekerjaan tersebut. Mereka
mempunyai performansi, kinerja atau unjuk kerja.
Dalam bisnis dikatakan performance assessment. Menurut Jon Mueller (2006)
penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta
untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang
mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang
bermakna. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J. Stiggins (1987), bahkan
Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan
keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Hal itu terungkap dalam
cuplikan kalimat berikut ini: “performance assessments call upon the examinee to
demonstrate specific skills and competencies, that is, to apply the skills and
knowledge they have mastered” (Stiggins, 1987:34)
Grant Wiggins (1993) menekankan hal yang lebih unik lagi. Grant menekankan
perlunya kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif. Selain itu tugas yang
diberikan dapat berupa pengulangan tugas atau masalah yang analog dengan
masalah yang dihadapi orang dewasa (warganegara, konsumen, professional) di
bidangnya.
11
Mueller (2006) memperkenalkan istilah lain sebagai padanan nama penilaian otentik,
yaitu penilaian langsung (directassessment). Nama performance assessment atau
performance based assessment digunakan karena siswa diminta untuk menampilkan
tugas-tugas (tasks) yang bermakna. Terdapat sejumlah pakar pendidikan yang
membedakan penggunaan istilah penilaian otentik dengan penilaian kinerja, seperti
misalnya Meyer (1992) dan Marzano (1993). Sementara itu Stiggins (1994) dan
Mueller (2006) menggunakan kedua istilah itu secara sinomim.
Assesmen tradisional (AT) ini mengacu pada forced-choice ukuran tes pilihan
ganda, fill-in-the-blank, true-false, menjodohkan dan semacamnya yang telah
digunakan dalam pendidikan umumnya. Tes ini memungkinkan distandarisasi atau
dikreasi oleh guru. Mereka dapat mengatur setingkat lokal, nasional atau secara
internasional ( Mueller,2008). Esensi assesmen tradisional didasarkan pada filosofi
bidang pendidikan yang mengadopsi pemikiran yang berikut:( 1). Suatu misi sekolah
adalah untuk mengembangkan warganegara produktif, (2) Untuk menjadi
warganegara produktif setiap orang harus memiliki suatu kopetensi tertentu dari
pengetahuan dan ketrampilan (3) Oleh karena itu sekolah harus mengajarkan
kopetensi ketrampilan dan pengetahuan ini: (4) Untuk menentukan kopetensi itu
sukses, kemudian sekolah menguji para siswa, untuk melihat apakah mereka
12
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Di dalam assesmen tradisional,
kurikulum memandu penilaian. Kopetensi pengetahuan ditentukan lebih dulu.
Pengetahuan itu menjadi kurikulum yang ditransferkan. Sesudah itu penilaian
dikembangkan dan diatur untuk menentukan jika suatu saat kurikulum tersebut
diterapkan.
13
• Amati setiap siswa beberapa kali dan pada waktu-waktu yang berbeda dari
hari-ke-hari.
• Amati tiap siswa dalam berbagtai ragam situasi.
• Evaluasi berbagai ragam keterampilan dan perilaku untuk tiap siswa.
• Catat pengamatan dan evaluasi sesegera mungkin.
Asesmen kinerja terdiri dari setiap bentuk asesmen dimana siswa menunjukkan
atau mendemonstrasikan suatu response secara lisan, tertulis, atau menciptakan
suatu karya. Response siswa tersebut dapat diperoleh guru dalam konteks asesmen
formal atau informal atau dapat diamati selama pengajaran di kelas atau seting di
luar pengajaran. Asesmen kinerja meminta siswa untuk “menye-lesaikan tugas-tugas
kompleks dan nyata, dengan mengerahkan pengetahuan awal, pembelajaran yang
baru diperoleh, dan keterampilan-keterampilan yang relevan untuk memecahkan
masalah-masalah realistik atau autentik.” Siswa mungkin diminta untuk
menggunakan bahan-bahan atau melakukan kegiatan hands-on dalam mencapai
pemecahan masalah-masalah. Contohnya adalah laporan-laporan lisan, contoh-
contoh tulisan, proyek individual atau kelompok, pameran, atau demonstrasi.
Beberapa karakteristik dari asesmen kinerja adalah sebagai berikut:
14
3. Keautentikan: tugas-tugas bermakna, menantang, dan melibatkan kegiatan yang
mencerminkan pengajaran yang baik atau konteks dunia-nyata lain dimana siswa
diharapkan untuk menggelutinya.
4. Keterpaduan: tugas-tugas tersebut menghendaki keterpaduan dari keteram-pilan
bahasa, dan dalam beberapa hal, menghendaki keterpaduan penge-tahuan dan
keterampilan-keterampilan lintas mata pelajaran.
5. Proses dan Produk: prosedur dan strategi untuk mendapatkan jawaban benar
atau untuk mengeksplorasi alternatif pemecahan untuk tugas-tugas kom-pleks
sering kali diases di samping produk atau jawaban “benar” tersebut.
6. Kedalaman vs Luas namun Dangkal: asesmen kinerja memberikan informasi
mendalam tentang keterampilan atau ketuntasan seorang siswa bukan luasnya
cakupan seperti yang diberikan oleh tes pilihan-ganda.
Asesmen-diri siswa merupakan suatu elemen kunci dalam asesmen autentik dan
dalam pembelajaran yang dikendalikan sendiri oleh siswa (self-regulated learning).
Asesmen-diri menggalakkan keterlibatan langsung dalam pembelajaran dan
pengintegrasian kemampuan-kemanpuan kognitif dengan motivasi dan sikap menuju
pembelajaran. Dalam menjadi siswa yang mengatur pembelajaran mereka secara
mandiri, mereka membuat pilihan-pilihan, memilih kegiatan-kegiatan pembelajaran,
dan merencanakan bagaimana menggunakan waktu dan sumber belajar mereka.
Mereka memiliki kebebasan untuk memilih kegiatan-kegiatan menantang, berani
mengambil resiko, membuat kemajuan pembelajaran mereka sendiri, dan
menyelesaikan tujuan-tujuan yang diinginkan. Karena mereka memegang kendali
atas pembelajaran mereka sendiri, mereka dapat memutuskan bagaimana
menggunakan sumber belajar yang tersedia bagi mereka di dalam atau di luar kelas.
Siswa yang mengatur diri sendiri pembe-lajaran mereka tersebut (self-regulated
learners) bekerja sama dengan siswa lain dalam bertukar ide, mencari bantuan bila
15
diperlukan, dan memberikan dukung-an kepada teman sebaya mereka. Akhirnya,
self-regulated learners atau pebelajar mandiri memonitor kinerja mereka sendiri dan
mengevaluasi kemajuan dan hasil belajar mereka sendiri. Asesmen-diri dan
pengelolaan-diri merupakan inti jenis pembelajaran ini dan seharusnya merupakan
suatu bagian keseharian dari pengajaran. (O’Malley & Pierce 1996, h. 4 & 5)
16
Tabel 2. Jenis-jenis Asesmen Autentik
Penilaian otentik memerlukan tugas (task) untuk menampilkan kinerja peserta didik,
dan sebuah kriteria penilaian atau rubrik (rubrics) yang akan digunakan untuk menilai
penampilan kinerja berdasarkan tugas tersebut.
17
a. Tugas Otentik
Tugas otentik adalah suatu tugas yang meminta siswa melakukan atau
menampilkannya dianggap otentik apabila:
1) siswa diminta untuk mengkonstruk respons mereka sendiri, bukan sekedar
memilih dari yang tersedia;
2) tugas merupakan tantangan yang mirip (serupa) yang dihadapkan dalam
(dunia) kenyataan sesungguhnya. Mungkin saja ada definisi yang lain.
Baron’s (Marzano, 1993) mengemukakan lima kriteria task untuk penilaian otentik,
yaitu:
1) tugas tersebut bermakna baik bagi siswa maupun bagiguru;
2) tugas disusun bersama atau melibatkan siswa;
3) tugas tersebut menuntut siswa menemukan dan menganalisis informasi
sama baiknya dengan menarik kesimpulan tentang hal tersebut;
4) tugas tersebut meminta siswa untuk mengkomunikasikan hasil dengan jelas;
5) tugas tersebut mengharuskan siswa untuk bekerja atau melakukan.
Anonymous (2005) mengemukakan dua hal yang perlu dipilih dalam menyiapkan
tugas dalam penilaian otentik, yaitu: keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities).
Selanjutnya anonymous mengungkapkan lima dimensi yang perlu dipertimbangkan
pada saat menyiapkan task yang otentik pada pembelajaran sains:
1) Pertama, length atau lama waktu pengerjaan tugas.
2) Kedua, jumlah tugas terstruktur yang perlu dilalui siswa.
3) Ketiga, partisipasi individu, kelompok atau kombinasi keduanya.
4) Keempat, fokus penilaian: pada produk atau pada proses.
5) Kelima, keragaman cara-cara komunikatif yang dapat digunakan siswa untuk
menunjukkan kinerjanya.
b. Tipe Tugas Otentik
Tugas-tugas penilaian autentik dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk.
1) computer adaptive testing (tidak berbentuk tes obyektif), yang menuntut
2) peserta tes dapat mengekspresikan diri untuk dapat menunjukkan tingkat
3) kemampuan yang nyata;
4) tes pilihan ganda diperluas, dengam memberikan alasan terhadap jawaban
5) yang dipilih;
6) extended response atau open ended question juga dapat digunakan;
7) group performance assessment (tugas-tugas kelompok) atau individual
18
8) performance assessment (tugas perorangan);
9) interviu berupa pertanyaan lisan dari asesor;
10) (vi).observasi partisipatif;
11) portofolio sebagai kumpulan hasil karya siswa;
12) projek, expo atau demonstrasi;
13) constructed response, yang siswa perlu mengkonstruk sendiri jawabannya.
Walaupun suatu rubrik atau scoring rubrics sudah disusun sebaik-baiknya, tetapi
harus disadari bahwa tidak mungkin rubrik yang sudah disusun itu sempurna atau
satu-satunya kriteria untuk menilai kinerja siswa dalam bidang tertentu. Dari satu
tugas bisa saja disusun lebih dari satu rubrik. Oleh karena itu perlu pula
dikembangkan alat untuk menilai suatu rubrik. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat
digunakan sebagai patokan untuk menilai suatu rubrik (Zainul, 2001:29-30).
1) Seberapa jauh rubrik tersebut (jelas) berhubungan langsung dengan kriteria yang
dinilai?
2) Seberapa jauh rubrik tersebut mencakup keseluruhan dimiensi kinerja yang
dinilai?
3) Apakah kriteria yang dipilih sudah menggunakan standar yang secaraumum
berlaku dalam bidang kinerja yang dinilai?
19
4) Sejauh mana dimensi & skala yang digunakan terdefinisi dengan baik?
5) Jika menggunakan skala numeric sejauh mana angka-angka yang digunakan itu
memang secara adil telah menggambarkan perbedaan dari setiap kategori
kinerja?
6) Seberapa jauh selisih skor yang dihasilkan oleh rater yang berbeda?
7) Apakah rubrik yang digunakan dipahami oleh siswa?
8) Apakah rubrik cukup adil dan bebas dari bias?
9) Apakah rubrik mudah digunakan, cukup praktis dan mudah
diadministrasikannya?
20
Asesmen kinerja merupakan suatu sistem untuk menilai kualitas penyelesaian
tugas-tugas yang diberikan siswa. Tugas-tugas kinerja seperti: (1) pentingnya
aplikasi konsep sains dan mendukung informasi; (2) pentingnya kebiasaan
bekerja mengkaji atau mencari secara ilmiah; (3) demonstrasi melek sains.
Adapun komponen sistem asesmen kinerja termasuk: (1) tugas-tugas yang
menanyakan siswa untuk menggunakan dan proses mereka yang telah
dipelajari; (2) cheklist untuk mengidentifikasi elemen kinerja atau hasil pakerjaan;
(3) Rubrik (perangkat yang mendeskripsikan proses dan atau kesatuan penilaian
kualitas) berdasarkan skor total; (4) contoh-contoh terbaik sebagai model kerja
yang akan dikerjakan.
c. Sebagai parner tes tradisional
Kadang-kadang tes tradisional digunakan untuk menjamin bahwa siswa telah
cukup memiliki informasi akurat untuk menggunakan asesmen kinerja. Dilain
pihak, asesmen kinerja digunakan sebagai strategi untuk mengaktifkan siswa
dalam pembelajaran.
21
saintifik merupakan implementasi upaya Badan Standar Nasional Pendidikan
(BNSP), tentang pendidikan Indonesia abad ke-21 yang dituangkan dalam sebuah
buku yang berjudul “PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD ke-21”. Buku ini
disusun oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu topik yang dibahas
dalam buku ini adalah tentang perubahan paradigma pembelajaran pada Abad ke-
21 sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini:
22
Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam
menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini seluruh
panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses
pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
13. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak
Jika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi
pandang ilmu, maka saat ini konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti
melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.
23
Langkah 1 Mengidentifikasi capaian kemampuan akhir peserta didik
Seperti merumuskan pernyataan untuk tujuan umum (goal) dari pembelajaran,
scapaian kemampuan akhir merupakan pernyataan yang harus diketahui dan dapat
dilakukan siswa, tetapi ruang lingkupnya lebih sempit dan lebih mudah dicapai
daripada tujuan umum. Ditulis dalam pernyataan singkat yang harus diketahui atau
mampu dilakukan siswa pada poin tertentu. Agar operasional, rumusan standar
hendaknya dapat diobservasi dan dapat diukur. Contoh: siswa mampu menjumlah
dua digit angka dengan benar; Siswa mampu membuat grafik dengan benar;
menjelaskan proses perubahan wujud zat; Menjelaskan hukum kekekalan energi ;
mengidentifikasi sebab dan akibat pemuaian benda; Mengidentifikasi sarat-sarat
hukum tiga newton, Jadi, standar harus ditulis dengan jelas, operasional, tidak
ambigu dan tidak rancu, tidak terlalu luas atau terlalu sempit, mengarahkan
pembelajaran dan melakukan penilaian.
24
1. Mengeluarkan thermometer dari tempat dengan memegang bagian ujung
termometer yang tak berisi air raksa
2. Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya
3. Memasang termometer pada psien ( dimulut atau diketiak ) sehingga bagian
yang berisi air raksa terkontak dengan tubuh pasien
4. Menunggu beberapa menit ( membiarkan termometer menempel ditubuh pasien
selama beberapa menit ).
5. Mengambil termometer dari tubuh pasien, dengan memegang bagian ujung
termometer yang tidak berisi air raksa.
6. Membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler dengan posisi mata tegak lurus
Contoh sejumlah indikator tidak dalam ururtan (dalam matematika):
1. ketepatan kalkulasi;
2. ketepatan pengukuran pada model skala;
3. label-label pada model skala;
4. organisasi kalkulus;
5. kerapihan menggambar;
6. kejelasan keterangan/eksplanasi.
b. Karakteristik suatu kriteria yang baik
Kriteria yang baik antara lain adalah sebagai berikut.
1. dinyatakan dengan jelas, singkat;
2. pernyataan tingkah laku, dapat diamati;
3. ditulis dalam bahasa yang dipahami siswa.
c. Jumlah Kriteria untuk sebuah task
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. batasi jumlah kriteria, hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas
(antara 3-4, di bawah 10);
2. tidak perlu mengukur setiap detil tugas;
3. Kriteria yang lebih sedikit untuk tugas-tugas yang lebih kecil atau sederhana.
Contoh tes singkat atau kuis diberikan berikut ini sebagai latihan
Tugas 1: Tuliskan tiga kriteria bagi seorang petugas laboratorium yang baik
Tugas 2: Tuliskan empat kriteria berlakunya hukum Newton
Tugas 3: Tuliskan tiga kriteria presentasi lisan yang baik.
25
b. Menyiapkan suatu rubrik yang holistic
Dalam rubrik holistic, dilakukan pertimbangan seberapa baik seseorang
telah menampilkan tugasnya dengan mempertimbangkan kriteria secara kese-
luruhan. Sebagai contoh, dalam praktikum dapat disiapkan rubrik keseluruhan
sebagai berikut.
Fungsi grafik yaitu untuk menggambarkan data-data dalam bentuk angka (data
kuantitatif) secara teliti dan menerangkan perkembangan serta perbandingan suatu
obyek ataupun peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas. Jadi
dapat disimpulkan fungsi grafik:
26
standar hendaknya dapat
diobservasi dan dapat diukur
Mengkaji standar yang kita buat,
dan mengkaji kenyataan (dunia) Menentukan nilai komponen
Langkah 2
sesungguhnya. tahanan melalui grafik
Memilih suatu
tugas otentik Menyiapkan tugas memecahkan
masalah yang terjadi dikehidupan
sehari-hari.
Kriteria adalah indikator- 1. Jenis grafik yang digunakan
indikator dari kinerja yang baik sesuai.
padasebuah tugas. Apabila
2. Digunakan titik awal dan interval
terdapat sejumlah indikator,
sebaiknya diperhatikanapakah yang sesuai untuk tiap sumbu
indikator-indikator tersebut grafik.
sekuensial (memerlukan urutan) 3. Digunakan skala yang sesuai
atau tidak. Kriteria yang baik pada tiap sumbu bergantung
antara lain adalah:. pada rentang data untuk sumbu
• dinyatakan dengan jelas, tersebut.
singkat
• pernyataan tingkah laku, 4. Ada judul utama untuk grafik
dapat diamati; tersebut, yang dengan jelas
• ditulis dalam bahasa yang menyatakan hubungan antara
Langkah 3
Mengidentifikasi sumbu-sumbu grafik tersebut.
dipahami siswa
Kriteria untuk tugas Jumlah kriteria untuk setiap 5. Sumbu-sumbu grafik dilabel
(tasks) tugas dengan jelas.
• batasi jumlah kriteria, hanya
pada unsur-unsur yang esensial 6. Variabel bebas diletakkan pada
dari suatu tugas (antara 3-4, di sumbu X dan variabel tak-bebas
bawah 10); pada sumbu Y.
• tidak perlu mengukur setiap 7. Data tersebut diplot secara
detil tugas; cermat.
• Kriteria yang lebih sedikit untuk 8. Warna, textur, label, atau fitur
tugas-tugas yang lebih kecil
lain digunakan untuk membuat
atau sederhana grafik tersebut lebih mudah
dibaca.
9. Grafik tersebut rapi dan
disajikan dengan baik.
Menyiapkan suatu rubrik analitis Asesmen diri peserta didik
dan atau rubrik yang holistic
Langkah 4 Seberapa baik seseorang telah
Menciptakan menampilkan tugasnya dengan
standar kriteria Mencek rubrik yang telah dibuat mempertimbangkan kriteria
atau rubrik secara keseluruhan Rubrik yang
(rubrics) telah dibuat sebaiknya kita
meminta kepada rekan kerja
sesama guru untuk mereviunya,
atau meminta siswa mengenai
kejelasannya
27
Nama (Kelompok): ____________________ Kelas: ___________ Tgl: ___________
TUGAS: Membuat Graf
Alat dan Bahan: tidak memerlukan alat
Reza ingin menukar komponen resistor boster TV nya yang patah dan nilai tahanan
tersebut tidak bisa dibaca lansung. Alat ukur Reza hanya bisa mengukur tegangan
dan arus. Reza mempunyai 6 batray, dengan memvariasikan jumlah batray Reza
membuat rangkaian dan mengukur arusnya
Data Hasil pengukuran Reza
untuk tegangan (v), arus (i) dari
rangkaian seperti pada gambar
disajikan dalam bentuk tabel
28
4. Sumbu-sumbu grafik dilabel dengan jelas. 5
5. Variabel bebas diletakkan pada sumbu X dan variabel tak- 15
bebas pada sumbu Y.
6. Data tersebut diplot secara cermat. 15
Prosedur
1. Rumuskan sebuah hipotesis, misalnya “Apabila kita turun ke bawah permukaan air, maka tekanan
akan semakin tinggi.”
2. Tugaskan siswa untuk merencanakan eksperimen untuk menguji hipotesis tersebut.
Jumlah
29
Nama: ________________________ Tgl: ________________ Kls: ___________
Asesmen Kinerja
Lembar Penilaian : Merencanakan Eksperimen
Tugas
Kamu dapat melakukan eksperimen sederhana untuk menguji hukum Charles hanya
dengan menggunakan balon-balon dan air pada temperatur yang berbeda. Gunakan
petunjuk berikut ini, namun kamu dapat mencari caramu sendiri untuk
memperhalus eksperimen tersebut dan untuk mendapatkan informasi lebih rinci
dari penelitian yang kamu lakukan.
1. Siapkan tiga balon kecil bulat dengan ukuran sama dan tiuplah ketiga balon tersebut
sampai terasa cukup. Balon-balon tersebut hendaknya memiliki bentuk tertentu, namun
jangan sampai ditiup maksimum. Bagaimana kamu dapat mengukur volume udara yang
terdapat di dalam tiap-tiap balon tersebut?
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
2. Letakkan satu balon tersebut dalam sebuah wadah dan isilah wadah tersebut dengan air
pada temperatur kamar sehingga balon tersebut seluruhnya terendam. Mengapa kamu
seharusnya tidak memegang balon tersebut di bawah air dengan tanganmu? Bagaimana
kamu dapat mempertahankan balon tersebut tetap berada dalam kedudukannya di
bawah air?
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
3. Ulangilah langkah 2 dan 3 dengan menggunakan air es dan ulangi lagi dengan air panas.
Ukurlah temperatur air dan balon tersebut secermat mungkin. Seberapa dekat hasil-
hasilmu cocok dengan hasil-hasil yang diramalkan oleh hukum Charles? Mengapa
30
seharusnya hasil-hasilmu dengan air panas lebih baik daripada dengan air dingin?
Perubahan apa yang dapat kamu lakukan dalam prosedur eksperimen
untuk mendapatkan hasil-hasil yang lebih cermat?
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
Jumlah
31
DAFTAR PUSTAKA
Berlak, B. Newmann, F.M., Adams, E., Archbald, D.A., Burgess, T., Raven, J., &
Romberg T.A. (1992). Toward a New Science of Educational Testing
and Assessment. Albany: State University of New York Press.
O’Malley, J.M., Pierce, L.V. 1996. Authentic Assessment for English Language
Learners Practical Approaches for Teachers. Printed in the United States of
America: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Assessment in The Science Classroom. New York: Glencoe/McGraw-Hill. ISBN 0-07-825453-1.
Gronlund, N.E. (1998). Assessment of Student Achievement. 6th ed. Boston:
Allyn and Bacon.
Hibbard, K. Michael. 1995. Performance Assessment in the Science Classroom. New
York: Glencoe McGraw-Hill.
Herman, J.L., Aschbacher, P.R., & Winters, L. (1992). A Practical Guide to
Alternative Assessment. Alexandria: ASCD.
M.Nur (2010) Makalah presentasi di Universitas Negeri Padang, UNESA
Marzano, R.J., et al. (1994). Assessing Student Outcomes: Performance
Assessment Using the Five dimensions of Learning Model. Alexandria:
Association for Supervision and Curriculum Development.
Mueller, J. (2006). Authentic Assessment. North Central College. Tersedia:
http://jonatan.muller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisist.htm
Popham, W. J. (2005). Classroom Assessment: What Teachers Need to
Know. Fourth edition. Boston: Allyn and Bacon.
Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York:
Macmillan College Publishing Company.
Wiggins, G. (2005). Grant Wiggins on Assessment. Edutopia. The George Lucas
Educational Foundation (online). Available: http://www.glef.org.
Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. Applied Approach Mengajar di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk peningkatan dan
pengembangan aktivitas instruksional. Ditjen Dikti Depdiknas.
Hart, D. 1994. Authentic Asesment: A Handbook for Educator. California:
AddisonWesley Publishing Company.
http://www.cast.org/ncac/AnchoredInstruction1663.cfm.
http://www.lubisgrafura.wordpress.com/.../portofolio-sebagai-asesmen-otentik.
Diakses dari internet pada tanggal 24 September 2014.
Johnson, D.W. & Johnson R.T (2002). Meaningful Assesment. Boston: Allyn and
Bacon.
Sumarna Supranata dan Mohammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio Implementasi
Kurikulum. Bandung: Rosdakarya.
Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah (2004). Pendidikan Nasional Menuju
Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Ganesindo.
A.Atmadi dan Y. Setiyaningsing (editor) (2000). Transformasi Pendidikan Memasuki
Milenium Ketiga.. Yogyakarta: Kanisius.
Conny R. Semiawan (1999). Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan
32
Delors,Jacques (Editor) (1998). Education for the Twenty-Firt Century: Issues and
Prospects. Paris: UNESCO Publishing.
Depdiknas. (2014). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2014
tentang StandarNasiona Pendidikan lTinggi Jakarta: Depdiknas
Depdiknas.(2010). Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
33