PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan yang cocok untuk ditanami
berbagai jenis tanaman tropika. Sebagian kecil dari luas lahan tersebut digunakan
untuk budidaya tebu. Kegiatan budidaya tebu telah lama dilakukan sejak zaman
penjajahan Belanda dimana komoditas tebu menjadi komoditas yang diminati oleh
pasar internasional. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan
dampak positif terhadap proses budidaya tebu dan pengolahan pasca panen.
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman rumput-rumputan yang
dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Tebu digunakan sebagai bahan
pemanis yaitu gula. Di Indonesia, tebu berperan penting dalam industri gula karena
sebagian besar masyarakat Indonesia mengonsumsi gula sebagai bahan tambahan
pada minuman dan makanan. Pertambahan penduduk di Indonesia mengakibatkan
permintaan gula semakin besar, sedangkan luas lahan yang dapat ditanami tebu
semakin berkurang.
Pabrik gula di Indonesia dapat dibedakan menjadi pabrik gula yang dikelola
oleh pemerintah dan perusahaan swasta. Salah satu perusahaan gula yang dikelola
oleh pemerintah Indonesia adalah PT. PG Rajawali II Unit Tersana Baru yang
berada di Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. PG
Tersana Baru merupakan anak perusahaan dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia
(RNI). Sebagian besar kebutuhan energi listrik di pabrik ini dipenuhi oleh turbin
alternator yang digerakaan uap panas (steam). Uap panas berasal dari boiler dengan
memanfaatkan ampas tebu (bagasse) sebagai sumber bahan bakar. Pemanfaatan
ampas tebu sebagai bahan baku penyedia listrik adalah tindakan yang efektif,
efisien dan ramah lingkungan (Pratama, 2015).
Melalui praktik lapangan, mahasiswa akan mempelajari aspek keteknikan
dalam proses pengolahan tebu di PT. PG Rajawali II Unit Tersana Baru, sehingga
mahasiswa dapat menggali pengalaman dan mempelajari permasalahan di lapangan
serta menambah wawasan secara langsung mengenai kegiatan pengolahan tebu.
Kegiatan praktik lapangan perlu dilakukan untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang
telah dipelajari secara teoritis selama perkuliahan sekaligus sebagai pengalaman
untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja yang sebenarnya. Pada pelaksanaan
praktik lapangan ini, mahasiswa dibimbing oleh dosen pembimbing dan
pembimbing lapangan. Data dan informasi yang diperoleh selama kegiatan akan
digunakan untuk keperluan akademik mahasiswa.
2
Tujuan
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari praktik lapangan ini adalah
Mempelajari kegiatan proses pengolahan tebu.
Mempelajari potensi ampas tebu menjadi sumber energi.
Metode Pelaksanaan
Pabrik Gula Tersana Baru didirikan pada tahun 1937 oleh NV. Nederland
Handles Maatscappij di Rotterdam. Pabrik Gula Tersana Baru merupakan
peleburan dari berbagai pabrik gula yang ada sebelumnya. Dalam
perkembangannya, pabrik milik modal Belanda ini tidak lepas dari permasalahan
politik, khususnya hubungan antara RI dengan Belanda yang pada saat itu sedang
mempersengketakan Irian Barat. Pemerintah RI memutuskan segala hal hubungan
dagang dan politik dengan kerajaan Belanda.
Berdasarkan UU Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda No. 86 tanggal 31
Desember 1958, Pabrik Gula Tersana Baru diambil oleh Pemerintah RI. Pada
tanggal 31 Januari 1960, penguasaan pabrik gula diserahkan oleh NV. Nederland
Handels Maatschappij kepada pusat perkebunan Negara Jawa Barat. Setelah
diambil alih oleh Pemerintah RI, PG Tersana Baru menjadi salah satu pabrk gula
yang tergabung dalam Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Kesatuan Jawa Barat
VI yang didirikan pada tanggal 1 Januari 1961 sesuai dengan Ketetapan Peraturan
Pemerintah No. 159 tahun 1961. Dengan demikian, segala hak dan kewajiban,
kekayaan dan perlengkapan termasuk para karyawan dan pimpinan pabrik beralih
kepada Prusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Jawa Barat VI.
PG Tersana Baru merupakan anggota Persatuan Penguasa Pabrik Gula
Indonesia (PPPGI) yang dahulu bernama Algement Syndicat Van Suikerfabrikaten
in Indonesia (ASSI). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1963 tentang
Pendirian Perusahaan-perusahaan Perkebunan Negara mengatakan bahwa : Untuk
menambah daya guna dan daya hasil Perusahaan-perusahaan Perkebunan Negara
sebagai dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) UU No. 19 Perpu tahun 1961 dengan nama
“PERUSAHAAN PERKEBUNAN GULA NEGARA TERSANA BARU” yang
merupakan Badan Hukum, berlokasi di Desa Babakan, Kecamatan Bababakan,
Kabupaten Cirebon. Dengan demikian, segala hak, kewajiban, kekayaan dan
perlengkapan serta usaha beserta segenap pegawai dan pekerjaan diserahkan
kepada Perusahaan Perkebunan Gula Tersana Baru.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1963 dibentuk Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPPN) yang bertugas
menyelenggarakan sebagian dari pekerjaan menguasai dan mengurus Perusahaan
Gula Karung Goni Negara, tetapi karena dirasa tidak mungkin untuk mengurus 54
pabrik pada saat itu, maka dibentuklah inspeksi-inspeksi yang mempunyai daerah
wilayah tertentu. Inspeksi-inspeksi tersebut diberi wewenang untuk bertindak atas
nama BPU-PPN GULA, kecuali dalam hal yang bersifat nasional dan strategis.
PPN GULA Tersana Baru berada di bawah BPU-PPN GULA inspeksi wilayah III
Cirebon. Berdasarkan perkembangan di bidang ekonomi, pemerintah memandang
perlu diadakan pembubaran BPU termasuk didalamnya BPU PPN GULA /
KARUNG GONI dan mendirikan PPN PNP yang diberi kekuasaan dan wilayah
5
tertentu yang dipimpin oleh seorang Direktur Utama, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 1968 dan PG Tersana Baru tidak termasuk dalam
kekuasaan serta wilayah dan tanggung jawab PPN XIV sehingga PG Tersana Baru
tidak termasuk Badan Hukum tersendiri.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI tahun 1981 tentang Penyertaan
Modal Negara RI, didirikan Perusahaan Perseroan (Persero) dibidang produksi gula
sehingga PPN GULA dinyatakan bubar. Kemudian setelah akte pendirian yang
dibuat di hadapan Notaris pada tanggal 1 Mei 1981, maka PNP XIV dirubah
namanya menjadi PT. Perkebunan XIV. Pada Febuari 1989 diadakan perubahan
manajemen sehingga PT. Perkebunan XIV dibawah pengelolaan PT. Rajawali
Nusantara Indonesia (RNI) di Jakarta. Berdasarkan surat PT. RNI Jakarta No. FY /
96 / 372 tanggal 11 September 1996 dengan akte Notaris No. 94 tanggal 28 Agustus
1996 nama dan logo PT. Perkebunan XIV berubah menjadi PT. PG Rajawali II
yang berkedudukan di Jl. Dr. Wahidin S. No. 46, Cirebon, sedangkan untuk PT.
Perkebunan XIV PG Tersana Baru berubah menjadi PT. PG Rajawali II Unit PG
Tersana Baru.
Visi
Menjadi Perusahaan Industri Gula + (Plus).
Misi
1. Sebagai perusahaan yang dikelola secara professional dan inovatif
dengan orientasi kualitas produk dan pelayanan yang prima (excellent
customer service) sebagai karya sumber daya manusia yang handal,
mampu tumbuh dan berkembang memenuhi harapan pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
2. Turut melaksanakan kebijaksanaan dan menunjang program akselerasi
produksi gula nasional pada umumnya serta pembangunan sektor
perkebunan, pertanian dan industry gula pada khususnya.
Struktur Organisasi
kebijakan yang telah ditetapkan olah RNI Pusat maupun pengambilan keputusan
dan kebijakan untuk menyelesaikan masalah pada pabrik serta melaksanakan
manajemen terhadap keseluruhan pelaksanaan kegiatan. Struktur organisasi PG
Tersana Baru dapat dilihat pada Lampiran 2.
General Manager dalam melakukan tugas dan kegiatan dibantu oleh
beberapa kepala bagian seperti kepala bagian tanaman, instalasi, pabrikasi, Quality
Control (QC), Tata Usaha dan Keuangan (TUK), dan Sumber Daya Manusa
(SDM). Setiap kepala bagian memiliki tugas masing-masing dan dibantu oleh para
staf ahli pada bagian tersebut.
1. General Manager
Tugas General Manager adalah sebagai berikut:
a. Memimpin dan memanajemen semua sektor produksi yang menjadi
tanggung jawabnya.
b. Melaksanakan keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
direksi PT. PG Rajawali II.
c. Mengadakan perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan
pengendalian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Memberi sasaran, pendapat, umpan balik dan pertimbangan
berdasarkan hasil monitoring, analisa dan evaluasi kepada direksi
mengenai hal-hal yang dipandang perlu dalam mencapai hasil optimal.
2. Kepala Bagian Tanaman
Tugas kepala bagian tanaman adalah sebagai berikut:
a. Memimpin dan mengelola pada bidang tanaman (kebun percobaan,
tanaman, angkutan dan tebang).
b. Melaksanakan rencana kerja dan kebijaksanaan di bidang tanaman yang
telah ditetapkan oleh General Manager sesuai dengan ketentuan-
ketentuan direksi agar tercapainya sasaran perusahaan dengan efektif
dan efisien.
c. Memberi sasaran, pendapat, umpan balik dan pertimbangan kepada
General Manager dalam berbagai permasalahan di bidang tanaman.
3. Kepala Bagian Instalasi
Tugas kepala bagian instalasi adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kelancaran kerja teknik termasuk perencanaan, pengusulan,
perubahan peralatan dan pembiayaan dalam pabrik.
b. Memelihara dan memperbaiki alat-alat yang berada dalam pabrik
maupun yang merupakan hak milik perusahaan.
c. Memberi sasaran, pendapat, umpan balik dan pertimbangan kepada
General Manager dalam berbagai permasalahan di bidang instalasi
sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas pabrik.
7
Ketenagakerjaan
Mulai
Tebu
Proses Persiapan
Tebu Cacahan
Nira Mentah
H3PO4
Ca(OH)2 Proses Pemurnian Blotong
SO2
Flokulan
a
10
Nira Encer
Nira Kental
Masakan
Gula SHS
Proses Penyelesaian
Gula Kemasan
Selesai
Proses Persiapan
Proses persiapan tebu terdiri dari pengecekan tebu masuk, unloading tebu,
feeding tebu ke meja tebu dan pemotongan tebu menjadi ukuran yang lebih kecil /
tebu cacahan. Proses pengecekan tebu masuk berada di pos gawang, pos timbangan
bruto, pos timbangan tara, pos antrian dan pos alokasi. Tebu yang diolah di PG
Tersana Baru terdiri dari Tebu Rakyat (TR) dan Tebu Dari Luar (TDL). Pada pos
11
Proses Penggilingan
Tebu yang telah melalui alat pendahuluan kemudian masuk ke proses
penggilingan yaitu proses pemerahan nira dalam tebu dan ampas sebanyak-
banyaknya sehingga diharapkan pol ampas minimum dan zat kering maksimum.
Kapasitas tebu giling PG Tersana Baru Tahun 2019 sebesar 2000 Ton Cane per Day
(TCD). Pemerahan nira dilakukan dengan menggunakan alat gilingan. Hasil dari
proses penggilingan adalah nira dan ampas. Neraca bahan pada proses gilingan
dapat dilihat pada gambar 6.
Air
Gula
Nira
Brix
Bukan
Gula
Tebu
Sabut
Pol
4 3
Keterangan :
1 1. Steam Turbine
2 2. Shaft
3. HSRG
4. MSRG
5. LSRG
Menuju
Boiler
Flowmeter
NG. I NG. II NG. III NG. IV
Menuju
Timbangan
Nira
Proses Pemurnian
Proses pemurnian merupakan proses menghilangkan zat bukan gula yang
terkandung di dalam nira. Nira mentah yang akan diproses dalam proses pemurnian
masih banyak mengandung zat bukan gula seperti bahan anorganik, bahan lilin, air,
asam organik serta kotoran tanah dan pasir. Hasil dari proses pemurnian adalah nira
encer (clear juice). Menurut Soejardi (1979), terdapat tiga cara penghilangan
kotoran dalam proses pemurnian yaitu secara fisis dengan penyaringan atau
pengendapan, khemis dengan penambahan zat yang dapat bereaksi dalam nira
mentah sehingga dapat membetuk garam yang mengendap dan secara gabungan
fisis dan khemis dengan pemanasan kemudian penambahan zat kimia agar kotoran
dapat mengendap dan penyaringan endapan. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi proses pemurnian adalah kondisi pH, waktu tinggal dan suhu
selama proses pemurnian.
Proses pemurnian bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan sukrosa
dan menjaga kestabilan gula reduksi. Kerusakan sukrosa dapat terjadi akibat
aktivitas mikroorganisme sehingga nira menjadi masam, berbuih putih dan
berlendir. Sukrosa dapat rusak pada suasana asam menjadi gula invert sedangkan
gula reduksi dapat pecah dalam suasana alkalis. Reaksi invesi adalah proses dimana
sukrosa dihdrolisis oleh enzim invertase yang dihasilkan mikroorganisme sehingga
menjadi glukosa dan fruktosa (Erwinda & Wahono, 2014). Gula reduksi yang rusak
dapat mengakibatkan kerugian pada pabrik yaitu peningkatan intensitas warna gula.
PG Tersana Baru menggunakan proses pemurnian defekasi sulfitasi dengan
penambahan bahan pembantu berupa susu kapur dan gas SO2. Hasil dari proses
pemurnian adalah nira encer dan produk sampingan berupa blotong. Target stasiun
pemurnian dapat dilihat pada Tabel 7. Alur proses pemurnian di PG Tersana Baru
dapat dilihat pada Gambar 15.
20
Tujuan pemanasan nira pada JH I adalah untuk mempermudah proses reaksi dalam
suhu tinggi, mematikan dan menghambat perkembangan bakteri, menurunkan
viskositas nira sehingga proses reaksi pengikatan kotoran lebih cepat,
menggumpalkan zat lilin, protein dan unsur Fe serta Al. Pada suasana pH 5—7, Fe
dan Al akan menggumpal menjadi Fe(OH)3 dan Al(OH)3 dimana senyawa tersebut
sukar laur dalam air sehingga memudahkan proses absorbsi pada reaksi defekasi.
PG Tersana Baru memiliki 4 unit JH I, dalam pengoperasian JH yang digunakan
umumnya sebanyak 2 unit tergantung dari besar uap, jumlah nira dan kondisi JH.
Spesifikasi Juice Heater I dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Spesifikasi juice heater I
No Spesifikasi Keterangan
1 Pembuat CV Tesupa
2 Tahun pemasangan 1996
3 Jumlah (unit) 4
2
4 Luas permukaan (m ) 200
5 Jumlah pipa (buah) 426
6 Diameter pipa (mm) 33/36
7 Panjang pipa (mm) 3000
8 Jumlah sirkulasi (kali) 12
sumber : Instalasi PG Tersana Baru
Setelah nira mentah melalui JH I kemudian ditambahkan susu kapur /
Ca(OH)2. Penambahan susu kapur pada suhu nira 70oC disebut juga dengan proses
defekasi dengan metode hot liming. Tujuan penambahan susu kapur pada nira
mentah adalah menghindari terjadinya kerusakan sukrosa akibat proses inversi,
mengikat zat bukan gula secara maksimal dan membentuk garam kalsium fosfat /
Ca3(PO4)2. Kalsium fosfat merupakan inti endapan dalam proses defekasi. Susu
kapur terbuat dari kapur tohor yang kemudian dilarutkan dalam air panas bersuhu
60oC kemudian larutan susu kapur disaring dan diencerkan dengan air dingin hinga
konsentrasi 9o Be agar suhu larutan menurun dan kelarutan kapur lebih tinggi.
Larutan susu kapur yang telah didinginkan kemudian ditampung pada bak tunggu
yang dilengkapi pengaduk agar tidak terjadi pengendapan lalu dipompa menuju
penjatah susu kapur. Nira yang telah ditambahkan susu kapur kemudian melalui
proses pencampuran / mixing di ventury jet mixer dan static mixer. Metode
pencampuran yang dilakukan adalah in-line mixing yaitu pencampuran dilakukan
searah dengan aliran bahan. Keuntungan dari penggunaan in-line mixing adalah
tidak menggunakan tempat yang luas, menghemat tenaga kerja yang dibutuhkan,
lebih mudah untuk disetting dan menghasilkan emulsi yang sedikit. Proses
pencampuran pada ventury jet mixer dengan menggunakan pengaduk yang
bergerak di dalam pipa ventury, sedangkan pada static mixer larutan melewati pipa
yang memiliki sekat-sekat sehingga dapat terjadi proses pencampuran.
Nira yang telah melalui proses defekasi kemudian akan memasuki proses
sulfitasi yaitu proses pemberian gas SO2 agar terbentuk endapan lanjutan berupa
23
kalsium sulfit / CaSO3. Tujuan proses sulfitasi adalah untuk menetralkan pH akibat
penambahan susu kapur, mereduksi warna nira, menurunkan viskositas nira dan
menyelubungi endapan kalsium fosfat dengan pembentukan endapan kalsium
sulfit. Proses sulfitasi dilakukan di Sulphur tower dengan mengalirkan nira mentah
dari bagian atas dan dikontakkan dengan gas SO2 yang berasal dari dapur belerang.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam proses sulfitasi adalah suhu gas SO2
keluar dari Sulphur burner maksimal 250-300oC, suhu gas SO2 menuju sulfitator
maksimal 75oC dan pemakaian belerang < 56 kg/100 ton tebu. Alat sulfitasi dapat
dilihat pada Gambar 18.
Sulphur tower
Dapur belerang
Clear juice
feed
Screen
Cush cush
Screened juice
Gambar 21. DSM Screen (Rein, 2007)
27
Keterangan
1. Ampas halus dari gilingan
2. Nira kotor
3. Filtrate recycle
4. RVF feed
Gambar 22. Bagacillo and mud mixer (Rein, 2007)
Nira kotor yang telah bercampur dengan ampas halus (fine bagasse)
kemudian menuju ke Rotary Vacuum Filter (Gambar 23). RFV merupakan alat
penapisan nira kotor yang telah bercampur dengan ampus halus dengan
menggunakan penapisan secara vacuum dan akan menghasilkan produk berupa nira
tapis dan blotong. Nira tapis merupakan nira yang masih mengandung sukrosa dan
akan dipompa menuju tanki nira tertimbang menggunakan pompa filtrat. Blotong
merupakan produk samping dari penapisan nira kotor dan selanjutnya akan dibawa
menuju tanki blotong dengan menggunakan belt conveyor. PG Tersana Baru
memiliki 2 unit RFV yang digunakan dalam kegiatan operasional.
permukaan drum sedangkan nira tapis akan terhisap dan ditampung di bak
penampungan nira tapis. Kemudian drum berputar dan masuk ke daerah vakum
tinggi (high vacuum area) bertekanan 35—45 cmHg. Pada daerah vakum tinggi
terdapat sprayer yang berfungsi untuk menyemprotkan air panas bersuhu
40—50oC. Proses penyemprotan diharapkan dapat memaksimalkan proses
penghisapan nira. Setelah melewati daerah vakum tinggi, drum akan memasuki
daerah tanpa vakum sehingga blotong yang menempel pada permukaan drum dapat
disekrap. Diagram operasi pada continous RVF dapat dilihat pada Gambar 24.
Spesifikasi RFV dapat dilihat pada Tabel 13.
Proses Penguapan
Nira yang telah melalui proses pemurnian kemudian menuju proses
penguapan. Proses penguapan bertujuan untuk menguapkan sebagian air yang
terkandung dalam nira encer sehingga diperoleh nira kental dengan konsentrasi
mendekati jenuh (32oBe atau 64% Brix). Proses penguapan dilakukan di badan
penguap / evaporator (Gambar 25). PG Tersana Baru memiliki 6 unit evaporator
dalam menunjang kegiatan operasional dimana 5 unit evaporator digunakan untuk
proses penguapan dan 1 unit evaporator dilakukan penyekrapan / pembersihan
kerak. Spesifikasi badan penguap dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Spesifikasi badan penguap
Badan Penguap
No Spesifikasi
I II III IV V VI
Luas pemanas
1 1500 1500 800 800 800 600
(m2)
Ø Pipa pemanas
2 35/38 35/38 35/38 35/38 35/38 33/36
(mm)
Panjang pipa
3 2384 2384 2045 2045 2045 1760
pemanas (mm)
Jumlah pipa
4 5406 5406 3358 3358 3358 3260
pemanas (buah)
5 Sumber pemanas UBe* UNi** UNi UNi UNi UNi
*Uap Bekas, **Uap Nira
sumber : Instalasi PG Tersana Baru
Pada proses pemanasan nira terdapat gas yang tidak dapat terkondensasi
yang berasal dari gas N2 dan O2 sehingga perlu dikeluarkan melalui pipa
incondensable gasses. Sebagian uap yang telah mengalami proses pindah panas
akan berubah menjadi fase liquid dan disebut dengan air kondensat. Air kondensat
yang berasal dari badan penguap I dan II akan dipompa menuju tanki pure
condensate yang kemudian digunakan sebagai sumber uap pada boiler. Sedangkan
air kondensat pada badan III, IV dan V akan dipompa menuju tanki contaminant
condensate yang kemudian digunakan untuk air imbibisi dan keperluan lain yang
membutuhkan air siraman. Contaminant condensate adalah air kondensat yang
mengandung nira karena adanya loncatan nira ke saluran kondensat.
Pembuatan vakum pada badan penguap berasal dari kondensor yang berada
pada badan penguap akhir. Kondensor berfungsi untuk mengembunkan uap nira
dari badan akhir sehingga terjadi proses perubahan uap menjadi embun. Proses
pengembunan mengakibatkan pengecilan volume sehingga menyebabkan
kekosongan ruang / vakum. Kondisi vakum pada kondensor akan menyebabkan
badan penguap akhir dalam kondisi vakum karena antara kondensor dengan badan
akhir saling berhubungan. Proses pengembunan terjadi apabila uap jenuh pada suhu
tertentu mengalami kontak pada bahan yang memiliki suhu lebih rendah. Peristiwa
pengembunan juga dapat terjadi akibat pemberian air injeksi yang berfungsi untuk
menurunkan suhu uap.
Nira kental dari badan penguap akhir akan dialirkan menuju Sulphur tower
untuk diaerasi menggunakan gas SO2. Proses ini bertujuan untuk memucatkan
warna nira (bleaching) sehingga gula yang dihasilkan berwarna putih bersih. Akibat
dari penambahan gas SO2 membuat pH nira kental menurun dari pH 7 menjadi
pH 5.4—5.6 dengan suhu sekitar 60oC. PG Tersana Baru memiliki dua unit tanki
sulfitasi dalam menunjang kegiatan operasional namun hanya satu unit yang
dipakai dan satu unit standby. Spesifikasi dapur belerang dan tanki sulfitasi nira
kental berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17. Alur proses
penguapan dapat dilihat pada Gambar 28.
Tabel 16 Spesifikasi dapur belerang nira kental
No Spesifikasi Keterangan
1 Jumlah (Unit) 2
2 Fungsi Sulfitasi nira kental
3 Ukuran (m) 0.97 x 1.90
2
4 Luas bakar (m ) 1.60
2
Kapasitas (m / 100 ton tebu 0.10
5
/ hari)
sumber : Instalasi PG Tersana Baru
33
Proses Kristalisasi
Setelah nira kental melalui proses sulfitasi kemudian nira kental memasuki
proses kristalisasi atau masakan. Proses kristalisasi merupakan proses pengkristalan
molekul sukrosa dari fase cair ke fase padat dengan cara penguapan pada pan
masakan dan pada kondisi titik didih rendah atau dalam kondisi vakum. Pemilihan
skema kristalisasi didasarkan pada HK bahan baku yang akan digunakan.
Penetapan skema kristalisasi berdasarkan pada HK nira mentah adalah
sebagai berikut :
1. Skema 4 tingkat (ABCD) untuk nira mentah dengan HK > 85%
2. Skema 3 tingkat (ABD atau ACD) untuk nira mentah dengan HK 74—84%
3. Skema 2 tingkat (AD) untuk nira mentah dengan HK < 73%
PG Tersana Baru menggunakan skema 3 tingkat (ACD) dalam melakukan
proses kristalisasi dimana masakan A sebagai produk utama, masakan C dan
masakan D menjadi bibit untuk masakan A. Proses pemasakan nira menggunakan
uap bekas dari gilingan dengan tekanan 0.8—1.0 kg/cm2 dan suhu 120oC. Proses
pemasakan dilakukan pada pan masakan jenis calandria dimana jenis ini
menggunakan plat sebagai sistem pindah panas dan dibantu dengan menggunakan
kondensor individual tipe barometric untuk membuat kondisi vakum dalam pan
masakan. Pan masakan berada pada kondisi vakum dengan tekanan 65 cmHg dan
suhu 60-70oC sehingga kristal sukrosa mudah terbentuk dan terhindar dari
pembentukan kristal palsu. Prinsip proses kristalisasi sama dengan prinsip
penguapan pada single effect evaporator. Spesifikasi pan masakan dapat dilihat
pada Tabel 18.
Tabel 18 Spesifikasi pan di stasiun masakan
No Jenis Masakan Tipe Volume Efektif (HL)
1 A Calandria 400
2 A Calandria 300
3 A Calandria 400
4 C Calandria 425
5 C Calandria 425
6 C Calandria 350
7 D Calandria 350
8 D Calandria 350
9 D Calandria 300
Sumber : Instalasi PG Tersana Baru
Jenis gula yang dapat terkristalkan adalah sukrosa / sakarosa, sedangkan gula dalam
bentuk glukosa dan fruktosa akan menjadi limbah yang disebut tetes gula
(molasses). Output dari proses kristalisasi adalah masakan masing-masing pan,
stroop, klare, bibit gula serta gula SHS.
Dalam proses masakan akan dijumpai beberapa kondisi kejenuhan
akibat proses kenaikan suhu atau pada saat dimasak. Tingkat kejenuhan nira
35
dapat dinyatakan dalam Derajat Kejenuhan atau KK. Derajat kejenuhan dapat
dinyatakan dalam beberapa tingkatan menurut kejenuhannya, yaitu :
Daerah Encer adalah daerah dengan harga KK < 1, sehingga kristal sakarosa
masih dapat larut dalam larutan.
Daerah Jenuh adalah daerah dengan harga KK = 1, dimana terjadi keseimbangan
antara jumlah sakarosa yang larut dan kristal.
Daerah Metamantap adalah daerah dengan harga KK 1—1.2, dimana pada
daerah ini molekul sakarosa hanya dapat menempel pada Kristal yang telah ada.
Daerah ini disebut juga dengan pembesaran kristal.
Daerah Intermediate adalah daerah dengan harga KK 1.2—1.3, dimana molekul
sakarosa dapat membentuk inti kristal baru jika terdapat Kristal sakarosa dalam
larutan.
Daerah Goyah (labil) adalah daerah dengan harga KK 1.3—1.4, dimana molekul
sakarosa dalam larutan mampu membentuk inti kristal secara serentak tanpa
adanya kristal lain.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan proses kristalisasi adalah
kemurnian larutan, viskositas larutan dan sirkulasi larutan (Gambar 29). Sirkulasi
larutan berfungsi untuk meningkatkan jumlah frekuensi kontak antar molekul
sakarosa sehingga terjadi penempelan molekul sakarosa.
Gambar 29. Sirkulasi larutan nira pada pan masakan (Hugot, 1986)
Tahapan dalam proses kristalisasi adalah penarikan hampa, penarikan
larutan, pembuatan bibit, pembesaran kristal, pemasakan hingga tua, dan
menurunkan masakan. Proses penarikan hampa dengan cara membuka valve uap
pancingan sampai diperoleh tekanan 45 cmHg kemudian dilakukan pergantian
dengan kondensor hingga diperoleh vakum 60-65 cmHg. Penarikan larutan adalah
memasukkan bahan masakan ke dalam pan masakan. Proses pembuatan bibit
36
ditambahkan bahan berupa stroop C dan klare D2 hingga volume 250 HL.
Proses masakan berlangsung selama 6—7 jam. Masakan D yang sudah tua
kemudian diturunkan ke palung pendingin D. Masakan D yang telah didinginkan
kemudian dipompa menuju Rapid Cold Crystalizer yang berfungsi untuk proses
kristalisasi lanjutan sehingga dapat mengurangi kehilangan gula dalam masakan
D yang terbawa tetes. Setelah melalui Rapid Cold Crystalizer, masakan dialirkan
menuju LGC D1 menghasilkan tetes dan gula D1. Tetes akan ditampung di
dalam tanki tetes dan dijual ke pabrik ethanol sedangkan gula D1 akan dilebur
dan dipompa menuju LGC D2 menghasilkan klare D2 dan gula D2. Klare D2
digunakan sebagai bahan masakan D dan gula D2 akan dilebur menjadi Einwurf
C untuk bahan masakan C. Nilai Brix, HK dan BJB masakan D dapat dilihat
pada Tabel 19.
Tabel 19 Nilai Brix, HK dan BJB masakan
Jenis
No Nilai Brix (%) Nilai HK (%) Nilai BJB (mm)
Masakan
1 A > 80 94—95 0.9—1.1
2 C 72—74 96—67 0.4—0.5
3 D 57—60 99 > 0.3
Sumber : Pabrikasi PG Tersana Baru
Proses pendingingan diperlukan untuk terjadinya proses kristalisasi lanjutan
(na-kristalisasi). Proses pendinginan dilakukan pada palung pendingin dengan
dilengkapi pengaduk (Gambar 31). Penurunan suhu dilakukan hingga mencapai
±40 oC. Pada proses pendinginan, masakan dalam palung harus selalu teraduk untuk
memperoleh hasil kristalisasi sempurna dan mencegah terjadinya penggumpalan
kristal. Pemindahan masakan dari palung pendingin menuju pompa dengan
menggunaakn screw conveyor. PG Tersana Baru memiliki beberapa palung
pendingin yang dibedakan berdasarkan jenis masakan sebagai berikut :
1. Palung pendingin A : 7 unit
2. Palung pendingin C : 2 unit
3. Palung pendingin D : 13 unit
Proses ini bertujuan untuk pembesaran kristal atau kristalisasi lanjutan. Setelah
didinginkan masakan akan dipompa menuju preheater kemudian LGC D1.
Proses Puteran
Proses putaran merupakan proses pemisahan butir kristal dari larutan induk
dengan metode penyaringan menggunakan gaya putar (centrifugal). Gaya
centrifugal menyebabkan larutan terlempar menjauhi titik pusat putaran dan kristal
akan tertahan pada dinding saringan / screen sedangkan larutan yang menyertai
akan terlempar keluar melalui lubang saringan. Proses pemisahan kristal dari
larutan induk terjadi dalam beberapa tahapan yaitu :
a. Larutan induk akan keluar melewati sela-sela kristal dan saringan karena ada nya
gaya sentrifugal.
b. Pemisahan stroop yang menempel dan melapisi kristal dilakukan dengan gaya
sentrifugal dan pencucian menggunakan air dengan suhu 90—100 oC untuk
masakan A dan air dingin untuk masakan C dan D.
PG Tersana Baru menggunakan dua jenis unit puteran dalam kegiatan
produksi gula yaitu :
1. Low Grade Centrifugal (LGC)
LGC digunakan untuk masakan C dan masakan D. LGC untuk masakan C
terdiri dari 4 unit puteran, masakan D1 terdiri dari 5 unit puteran dan masakan
D2 terdiri dari 3 unit unit. Kecepatan putar LGC sekitar 1000—4000 rpm dengan
menerapkan prinsip feeding secara kontinyu yaitu proses putaran dan feeding
berjalan secara bersama-sama. Hasil putaran dari masakan C adalah gula C dan
stroop C, putaran dari masakan D1 adalah gula D1 dan tetes serta masakan D2
adalah gula D2 dan klare D2. Gula yang tertahan kemudian akan jatuh menuju
mixer yang bertujuan untuk meleburkan gula hasil putaran dengan air sebagai
bahan pembibitan masakan. Diagram operasi LGC dapat dilihat pada gambar 32.
AW. Kecepatan putar HGC sekitar 970—980 rpm dengan menerapkan prinsip
feeding secara diskontinyu yaitu dengan melakukan feeding terlebih dahulu
kemudian proses putaran. Proses putaran terdiri dari tahap pengisian bahan,
tahap kecepatan dan tahap penurunan. Tahap pengisian adalah pemasukan bahan
dengan dilaukan pembersihan terlebih dahulu dengan air untuk pembersihan
saringan kemudian katup masakan terbuka dan mengisi bagian dalam puteran
sampai ketebalan tertentu lalu katup tertutup dan kecepatan putaran naik. Tahap
kecepatan adalah tahap pencucian kristal dengan air pada kecepatan menuju
maksimum dan kemudian putaran mulai menurun. Tahap penurunan adalah
tahap pengeluaran hasil puteran dengan menggunakan scrapper unutk
menurunkan gula yang menempel pada saringan dan katup pengeluaran terbuka
lalu tertutup kembali diikuti kenaikan scrapper ke posisi awal. Waktu yang
dibutuhkan dalam melakukan satu siklus putaran adalah 3 menit. Hasil dari
putaran masakan A adalah stroop A dan gula A sedangkan hasil putaran dari
gula A adalah klare SHS dan gula SHS. Spesifikasi HGC dapat dilihat pada
Tabel 20. Diagaram operasi HGC dapat dilihat pada Gambar 33.
Tabel 20. Spesifikasi HGF
No Spesifikasi Keterangan
1 Tipe Voorworker G-8 Afterworker G-8
2 Tahun pembuatan 1982 1982
3 Jumlah (unit) 3 3
4 Penggerak Elektromotor Elektromotor
5 Ukuran basket (”) 48 x 36 48 x 36
6 Kapasitas max (kg cuite) 850 850
7 Kapasitas normal (kg cuite) 575 575
8 Kecepatan Maksimum (rpm) 1000 1000
Sumber : Instalasi PG Tersana Baru
Proses Penyelesaian
Proses penyelesaian terdiri dari tiga tahapan yaitu :
1. Pengeringan
Gula SHS hasil putaran masih dalam keadaan agak basah dengan suhu
tinggi akibat pemberian air dan uap baru selama diputar. Proses pengeringan
dilakukan menggunakan sugar dryer yang bertujuan untuk menurunkan kadar
air gula hingga dibawah 0.25%. Proses pengeringan sangat menentukan kualitas
gula karena gula yang masih mengandung air mudah menggumpal saat proses
penyaringan dan rentan untuk tumbuh mikroorganisme. PG Tersana Baru
menggunakan alat sugar dryer and cooler dimana dilengkapi dengan penghisap
gula debu yang memisahkan antara gula debu dan gula SHS. Di dalam sugar
dryer terdapat talang getar yang berlubang dengan diameter ±0.2 mm sebagai
saluran keluarnya hembusan udara panas bersuhu 85—95 oC. Setelah melalui
sugar dryer, gula menuju sugar cooler dan diberi hembusan udara dingin dari
blower dengan suhu 35 oC. Proses ini akan menghasilkan debu gula yang
kemudian akan dihisap dan dialirkan menuju peti leburan. Gula hasil leburan
debu gula akan dipompa menuju peti klare SHS. Setelah melalui sugar dryer
and cooler, gula akan menuju vibrating screen yang berfungsi untuk
memisahkan gula kasar, gula halus dan gula produksi. Gula halus dapat
digunakan sebagai Einwurf sedangkan gula kasar akan dilebur dan dipompa
menuju peti nira kental tersulfitasi sebagai bahan masakan.
2. Pengepakan
Proses pengepakan terdiri dari dua tahap yaitu pengisian gula di dalam
karung dan penjahitan karung gula. Berat bersih gula tiap karung adalah 50 kg.
Gula kemasan kemudian dibawa ke gudang penyimpanan menggunakan belt
conveyor. Gula kemasan memiliki merk dagang “Raja Gula”.
3. Penyimpanan di gudang
Gudang gula merupakan tempat penyimpanan gula setelah gula produk
dikemas dan ditimbang. Gudang gula harus memiliki kelembapan udara sebesar
50% dengan suhu ruangan ±25 oC untuk mencegah penurunan kualitas gula.
Gula disusun dengan sistem 2-3 yaitu 2 karung disusun secara melintang dan 3
karung disusun secara membujur. Tinggi tumpukan karung sebanyak 40
tumpukan. Penyusunan gula dilakukan dengan menerapkan sistem LIFO (Last
In First Out) yaitu karung gula pada tumpukan terakhir akan dikeluarkan terlebih
dahulu. PG Tersana Baru memiliki dua buah gudang penyimpanan gula yaitu
Gudang Timur dan Gudang Barat. Kapasitas penyimpanan Gudang Timur
sebanyak 268.000 zak dan Gudang Barat sebanyak 161.280 zak dengan
kapasitas total sebsar 21.540 ton.
42
Sumber Energi
Sebagian besar kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan
peralatan dan mesin produksi gula di PG Tersana Baru memanfaatkan tenaga uap /
steam yang berasal dari boiler dengan memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan
bakar. Selain ampas tebu, potongan kayu dan bahan bakar diesel juga dipakai
sebagai penunjang bahan bakar pada boiler. Beberapa komponen yang perlu
diperhatikan dalam proses pembakaran yaitu bahan bakar, udara, sumber panas
(api) dan air. Saat proses awal giling, bahan bakar yang digunakan adalah potongan
kayu dan bahan bakar diesel, sedangkan ampas tebu digunakan secara kontinyu saat
gilingan menghasilkan ampas.
Uap (steam) yang dihasilkan boiler digunakan untuk menggerakkan turbin
gilingan dan turbin alternator. Turbin alternator berfungsi untuk mengubah energi
mekanis turbin menjadi energi listrik yang kemudian digunakan untuk
menggerakkan alat atau mesin pada proses produksi gula, penerangan pabrik dan
kantor serta keperluan penunjang lainnya.
Pemanfaatan Ampas
Ampas tebu merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses
penggilingan tebu. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar boiler karena
mudah didapatkan dengan jumlah melimpah, memiliki nilai kalor yang tinggi serta
mudah untuk dibakar sehingga diharapkan akan mudah terjadi pembakaran
sempurna.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ampas sebagai bahan
bakar boiler adalah jumlah dan kualitas ampas. Jumlah ampas yang dihasilkan
dipengaruhi oleh kadar sabut dan setup pada gilingan. Kadar sabut sangat
ditentukan oleh varietas tebu, umur tebu dan kondisi lahan tebu. Jumlah ampas yang
dihasilkan pada bulan Juli adalah 27.18% dari tebu yang digiling yaitu sebesar
17038.26 ton ampas dari 63263.50 ton tebu giling. Kualitas ampas dipengaruhi oleh
kadar air (moisture content) dan % pol ampas. Kualitas ampas mempengaruhi nilai
kalor ampas dimana semakin rendah kadar air dan pol pada ampas maka semakin
tinggi nilai kalorinya. Menurut Hugot (1896), kadar air ampas berkisar antara
45—50% dan rata-rata kadar air ampas PG Tersana Baru pada Bulan Juli sebesar
47.44%.
Ampas tebu yang dihasilkan stasiun gilingan dibawa menuju bagasse feeder
pada boiler dengan menggunakan conveyor tipe rake. Sebelum ampas memasuki
jalur pada bagasse feeder, terdapat saringan dengan suction blower yang berfungsi
untuk menghisap ampas halus (fine bagasse) yang kemudian dibawa menuju
bagacilo dan bercampur dengan nira kotor di mixer pada proses pemurnian.
43
Stasiun Boiler
Stasiun boiler merupakan suatu unit operasi yang berfungsi untuk
mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi yang kemudian digunakan sebagai
penggerak turbin dan keperluan proses produksi lainnya. Tenaga yang dibutuhkan
pada pabrik gula adalah tenaga gerak dan tenaga panas. Sistem boiler terdiri atas
sistem air umpan, sistem bahan bakar dan sistem uap. Pada tahun 2019, PG Tersana
Baru mengoperasikan 1 unit boiler yaitu boiler Maxitherm. Spesifikasi boiler dapat
dilihat pada Tabel 21.
Sistem air umpan merupakan suatu sistem yang mengatur tentang jumlah
dan kualitas air yang disuplai ke boiler. Air yang disuplai ke boiler adalah air
kondensat dan air soften yang berasal dari Sungai Cisanggarung. Air kondensat
bersuhu 80—90 oC akan ditampung di tanki suplesi yang kemudian dipompa
menuju deaerator. Dearator berfungsi untuk menghilangkan kadar O2 pada air
sehingga mencegah terjadinya kavitasi pada pipa pemanas serta memanaskan air
hingga suhu 105 oC. Setelah itu air dilewatkan economizer hingga bersuhu
110—120 oC. Air yang telah dilewatkan economizer disebut Boiler Feed Water
(BFW). BFW memiliki nilai pH 10—11 karena jika dalam keadaan asam, pipa akan
mengalami pengerakan dan korosi.
Sistem bahan bakar berfungsi untuk mengatur jumlah pemasukan dan
kualitas ampas ke boiler. Ampas berasal dari stasiun gilingan yang kemudian
dibawa menuju bagasse feeder dengan menggunakan double deck rake conveyor.
Ampas yang berlebih akan dibawa menuju gudang reclaimer ampas dimana apabila
terjadi kekurangan jumlah ampas maka ampas pada gudang reclaimer akan
digunakan sebagai tambahan bahan bakar pada boiler.
Sistem uap berfungsi untuk mengatur jumlah uap yang dihasilkan boiler dan
distribusi uap pada stasiun yang membutuhkan uap. Uap yang dihasilkan berupa
Uap Baru (UBa) yang berfungsi untuk menggerakkan turbin gilingan, turbin
unigrator dan turbin alternator. UBa memiliki suhu sekitar 350—400 oC dan
tekanan sebesar 20—21 Bar. Uap yang telah dipakai untuk menggerakkan turbin
disebut Uap Bekas (UBe). Suhu UBe berkisar antara 110—120oC dengan tekanan
sebesar 0.8—1.0 Bar. UBe digunakan sebagai pemanas pada juice heater, stasiun
penguapan, stasiun masakan dan puteran. Sistem distribusi UBa disebut steam
header UBa sedangkan sistem distribusi UBe disebut steam header UBe. Skema
distribusi uap dapat dilihat pada Gambar 34.
Tabel 21. Spesifikasi boiler
No Spesifikasi Keterangan
1 Merk Maxitherm
2 Jumlah (unit) 1
2
3 Luas pemanas (m ) 1990
4 Kapasitas uap (ton/jam) 70
5 Tekanan kerja normal
20
(Kg/cm2)
44
Boiler
Ketel uap atau boiler merupakan suatu bejana besi tertutup yang berfungsi
sebagai alat pemindah panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar ke air
yang kemudian menghasikan uap. Proses produksi uap dapat dilihat pada
Gambar 35. PG Tersana Baru memiliki 2 unit boiler yaitu Hitachi dan Maxitherm.
Pada tahun 2019, PG Tersana Baru mengoperasikan 1 unit boiler yaitu Maxitherm
dengan kapasitas uap sebesar 70 ton/jam untuk memenuhi kebutuhan operasi
penggilingan tebu 2000 TCD. Umumnya jenis boiler yang digunakan pada pabrik
gula adalah water tube boiler dimana pindah panas terjadi antara panas hasil
pembakaran dengan pipa berisi air sehingga menghasilkan uap dengan kondisi
superheated/lewat jenuh. Bagian-bagian pada boiler dapat dilihat pada
Gambar 36. Beberapa komponen penting pada boiler adalah :
45
8. Super heater
Super heater berfungsi untuk mengubah uap saturated yang ada pada
steam drum menjadi uap superheated dimana memiliki suhu 350—450 oC.
Pipa super heater berada di dalam ruang bakar sehingga dapat menaikkan suhu
uap di atas suhu saturated.
9. Dust collector
Dust collector berfungsi untuk menangkap abu yang terbawa gas panas
sehingga tidak langsung terbuang ke udara. Dust collector berbentuk cone
dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dimana abu yang memiliki massa lebih
besar akan jatuh ke bawah sedangkan gas akan dibuang ke cerobong.
10. Induced Draft Fan (IDF)
IDF berfungsi untuk menghisap gas buangan dari ruang bakar
menggunakan blower yang digerakkan oleh elektromotor dengan kecepatan
putar sekitar 4400 rpm. Gas buangan akan dikeluarkan ke udara melalui
cerobong asap.
11. Force Draft Fan (FDF)
FDF berfungsi untuk memberikan suplai udara pada ruang pembakaran
agar terjadi pembakaran sempurna. FDF digerakkan oleh elektromotor dengan
kecepatan putar sekitar 4000 rpm.
12. Secondary Air Fan (SAF)
SAF berfungsi untuk memberikan suplai udara pada ruang pembakaran
dan mengatur letak ampas pada ruang bakar sehingga tidak terjadi penumpukan
ampas pada daerah tertentu. Penumpukan ampas dapat mengakipatkan suplai
udara tersumbat sehingga pembakaran tidak sempurna. SAF digerakkan oleh
elektromotor.
13. Dumping grate
Dumping grate berfungsi untuk membuang bahan sisa pembakaran atau
bahan yang tidak terbakar sehingga tidak terjadi penyumbatan pada ruang
bakar.
14. Chimney / cerobong asap
Chimney berfungsi untuk mengeluarkan gas buang hasil pembakaran
ke udara. Suhu udara gas buang sekitar 120oC.
7 1 13
4
5 3 6
2
11
10 9
12
Keterangan :
1. Steam drum 8. Dust Collector
2. Water drum 9. IDF
3. Boiler tube 10. FDF
4. Furnace 11. SAF
5. Bagasse feeder 12. Dumping grate
6. Economizer 13. Chimney
7. Super heater
Gambar 36. Bagian-bagian boiler
industri gula. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan oleh Hugot, rumus
perhitungan GCV dan NCV adalah sebagai berikut
dimana w adalah moisture content ampas dan s adalah kadar pol ampas. Satuan
GCV dan NCV dinyatakan dalam kkal/kg. Nilai kalor ampas dapat dilihat pada
Tabel 22.
Tabel 22. Nilai kalor ampas
Zat Kadar
Pol NCV NCV GCV
No Tanggal Kering Air
(%) (%) (%) (kkal/kg) (kJ/kg) (kJ/kg)
1 1-Jul-19 53.23 46.77 2.14 1955.98 8183.80 10137.41
2 2-Jul-19 52.83 47.17 2.27 1935.02 8096.10 10053.90
3 3-Jul-19 53.23 46.77 2.21 1955.14 8180.28 10133.90
4 4-Jul-19 52.77 47.23 2.37 1930.91 8078.91 10037.33
5 5-Jul-19 52.70 47.30 2.22 1929.31 8072.23 10031.39
6 6-Jul-19 52.38 47.62 2.24 1913.55 8006.29 9968.80
7 7-Jul-19 53.12 46.88 2.09 1951.24 8163.99 10118.75
8 8-Jul-19 52.67 47.33 2.04 1930.02 8075.18 10034.65
9 9-Jul-19 53.10 46.90 2.12 1949.91 8158.42 10113.40
10 10-Jul-19 53.10 46.90 2.17 1949.31 8155.91 10110.89
11 11-Jul-19 53.28 46.72 2.12 1958.64 8194.95 10148.04
12 12-Jul-19 53.22 46.78 2.19 1954.89 8179.26 10132.98
13 13-Jul-19 52.90 47.10 2.09 1940.57 8119.34 10076.41
14 14-Jul-19 53.15 46.85 2.12 1952.34 8168.57 10123.02
15 15-Jul-19 52.80 47.20 1.94 1937.52 8106.58 10064.70
16 16-Jul-19 53.40 46.60 2.17 1963.86 8216.79 10168.63
17 17-Jul-19 53.08 46.92 2.09 1949.30 8155.87 10111.05
18 18-Jul-19 52.60 47.40 2.37 1922.66 8044.41 10004.61
19 19-Jul-19 51.55 48.45 1.85 1877.98 7857.45 9828.63
20 20-Jul-19 52.77 47.23 1.98 1935.59 8098.49 10056.91
21 21-Jul-19 52.45 47.55 2.12 1918.39 8026.52 9988.30
22 22-Jul-19 51.20 48.80 2.22 1856.56 7767.85 9742.70
23 23-Jul-19 52.23 47.77 2.07 1908.32 7984.39 9948.46
24 24-Jul-19 52.15 47.85 2.04 1904.80 7969.66 9934.57
25 25-Jul-19 52.23 47.77 2.07 1908.32 7984.39 9948.46
26 26-Jul-19 51.90 48.10 2.07 1892.31 7917.43 9884.95
27 27-Jul-19 51.60 48.40 2.02 1878.36 7859.06 9829.72
28 28-Jul-19 51.52 48.48 2.30 1871.12 7828.77 9800.27
29 29-Jul-19 51.92 48.08 2.12 1892.68 7918.97 9886.29
30 30-Jul-19 52.05 47.95 2.14 1898.75 7944.35 9910.31
31 31-Jul-19 52.35 47.65 2.15 1913.18 8004.72 9967.54
Rata-rata 52.56 47.44 2.13 1923.76 8049.00 10009.58
Sumber : Quality Control PG Tersana Baru
49
1960.00
1940.00
NCV (kkal/kg)
1920.00
1900.00
1880.00
1860.00
1840.00
46.00 46.50 47.00 47.50 48.00 48.50 49.00
Moisture content (%)
Gambar 35. Grafik hubungan NCV terhadap kadar air (moisture content)
Efisiensi Boiler
Menurut Rein (2007), efisiensi boiler adalah rasio antara energi output
dengan energi input per unit waktu. Efisiensi boiler merupakan salah satu parameter
dalam perhitungan evaluasi kinerja boiler. Perhitungan efisiensi pada boiler dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.
Metode langsung adalah perhitungan efisiensi dengan membandingkan antara
energi masuk dengan energi keluar. Kelebihan dari metode langsung adalah
membutuhkan parameter yang sedikit. Sedangkan metode tidak langsung adalah
perhitungan efisiensi dengan menghitung kehilangan panas yang terjadi pada
boiler. Metode tidak langsung disebut juga dengan analisis ultimate. Kelebihan dari
metode tidak langsung adalah dapat mengetahui neraca bahan dan energi tiap aliran
sehingga memudahkan untuk menentukan berbagai opsi dalam peningkatan
efisiensi boiler (Winanti & Teguh, 2006). Berdasarkan buku Cane Sugar
Engineering, rumus efisiensi boiler untuk metode langsung adalah
dimana 𝜂 adalah efisiensi boiler dalam persen, mSteam adalah mass flow steam
dalam ton/hari, mfuel adalah mass flow rate ampas dalam ton/hari, hg adalah entalpi
steam dalam kJ/kg, hf adalah entalpi feed water dalam kJ/kg dan GCV adalah
entalpi bahan bakar dalam kJ/kg.
Dalam praktek industri lebih mudah untuk melakukan analisa ampas
berdasarkan nilai NCV, oleh karena itu kualitas ampas dapat direpresentasikan
dengan NCV sehingga rumus efisiensi boiler dapat ditulis sebagai berikut
1. Bak koagulasi
Limbah cair yang berasal dari beberapa stasiun di pabrik akan dipompa
menuju bak koagulasi. Pada bak koagulasi terdapat proses penggumpalan
dengan penambahan susu kapur dan dilakukan flash mixing / pengadukan secara
cepat menggunakan stirer yang digerakkan oleh elektromotor. Penambahan susu
kapur diharapkan dapat menggumpalkan kotoran yang terdapat dalam limbah
dan menaikkan pH limbah hingga mencapai pH netral. Jika limbah merupakan
air bekas soda, limbah akan ditambahkan air hingga pH netral.
2. Bak sedimentasi
Limbah cair yang telah melalui proses koagulasi kemudian mengalir ke bak
sedimentasi dimana terjadi proses pengendapan karena adanya gaya gravitasi.
Kotoran yang telah mengendap di bagian bawah bak kemudian akan dipompa
menuju drying bed sedangkan air limbah akan menuju bak biologis.
3. Bak biologis
Limbah cair yang telah melalui proses sedimentasi kemudian mengalir ke
bak biologis. Pada bak biologis terdapat bak pembibitan mikroba dan bak kontak
aerasi. Penambahan mikroba bertujuan agar mikroba memakan kotoran yang
terdapat pada air limbah. Mikroba yang digunakan jenis aerob dimana
memerlukan oksigen untuk pertumbuhan. Penambahan oksigen dilakukan pada
bak kontak aerasi dimana terdapat blower yang menghembuskan udara pada
limbah.
4. Clarifier
Limbah yang telah melalui bak biologis kemudian menuju clarifier.
Clarifier berfungsi untuk mengendapkan kotoran yang masih ada pada limbah
cair. Kotoran sisa pengendapan kemudian dibuang ke drying bed.
5. Bak transisi
Sebelum dibuang ke sungai, air limbah masuk bak transisi yang berfungsi
sebagai bak pengendali sebelum air limbah dibuang ke sungai. Pada bak transisi
dilakukan pengecekan pH. Nilai pH air limbah yang dibuang harus netral yaitu
pada pH 7.
6. Drying bed
Drying bed merupakan bak yang berfungsi untuk pengeringan kotoran agar
mempermudah proses pembuangan kotoran. Proses pengeringan dilakukan
secara konvensional yaitu dengan sinar matahari. PG Tersana Baru memiliki 6
buah bak yang berfungsi sebagai drying bed.
PEMBAHASAN
Pertumbuhan penduduk yang pesat di Indonesia menuntut pembangunan
infrastruktur seperti tempat tinggal, jalan dan berbagai kebutuhan lain.
Pembangunan infrastruktur tersebut menggunakan lahan yang dulu dipakai sebagai
lahan perkebunan khususnya lahan tebu. Berkurangnya lahan untuk menanam tebu
berakibat fatal kepada beberapa industri Gula Kristal Putih (GKP) yang masih
menggunakan tebu sebagai bahan baku produksi. Salah satu industri GKP di daerah
Cirebon yang masih beroperasi adalah PG Tersana Baru. PG Tersana Baru
menggunakan tebu yang berasal dari daerah lokal / tebu rakyat dan tebu dari luar
daerah / TDL. Kapasitas tebu giling PG Tersana Baru pada Tahun 2019 adalah
2000 TCD. Nilai kapasitas tebu giling mengakibatkan perlunya beberapa perubahan
dan penyesuaian dalam proses produksi seperti jumlah gilingan dan boiler yang
beroperasi masing-masing adalah 1 unit.
Seiring perkembangan zaman harga bahan bakar seperti batu bara dan
Industrial Diesel Oil (IDO) semakin mahal. Hal ini menuntut pabrik gula untuk
mengefisiensikan proses produksi sehingga biaya produksi dapat ditekan
semaksimal mungkin. Pada pabrik gula, sebagian besar energi yang diperlukan
berasal dari uap hasil pembakaran pada boiler. Pada Tahun 2019, PG Tersana Baru
mengoperasikan 1 unit boiler dengan kapasitas produksi uap sebesar 70 ton/jam.
Boiler tersebut menggunakan ampas tebu sebagai bahan bakar utama.
Jumlah ampas dan kualitas ampas tebu sangat mempengaruhi jumlah
produksi uap. Rata-rata jumlah tebu yang digiling selama bulan Juli sebesar
2041.40 ton/hari dengan jumlah ampas yang dihasilkan sebesar 549.62 ton/hari.
Pembakaran yang sempurna terjadi apabila bahan bakar memenuhi syarat.
PG Tersana Baru menetapkan standar untuk zat kering ampas yaitu > 48% dan rata-
rata zat kering ampas selama bulan Juli sebesar 52.56% dimana memenuhi syarat
mutu ampas. Beberapa syarat mutu ampas adalah % pol ampas yaitu sebesar < 2.5%
dan rata-rata % pol ampas selama bulan Juli adalah 2.12%. Zat kering dan % pol
ampas mempengaruhi nilai kalor ampas dimana semakin besar zat kering maka
nilai kalor ampas akan semakin besar. Menurut Hugot (1986), nilai kalor ampas
maksimum yang dapat dicapai adalah 4600 kkal/kg untuk GCV dan 4250 kkal/kg
untuk NCV. Rata-rata nilai NCV dan GCV ampas PG Tersana Baru pada bulan Juli
berturut-turut adalah 1923.76 kkal/kg dan 2392.35 kkal/kg.
Semakin bertambahnya umur operasional boiler maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya penurunan kinerja boiler. Evaluasi kinerja boiler
dapat dilakukan dengan menghitung efisiensi boiler. Metode yang dilakukan dalam
perhitungan efisiensi boiler adalah metode langsung. Efisiensi boiler
PG Tersana Baru pada bulan Juli dengan pendekatan GCV sebesar 63.38% dan
pendekatan NCV sebesar 78.83% Menurut Rein (2007), efisiensi boiler optimum
dalam produksi uap adalah > 60%. Boiler pada PG Tersana Baru masih optimal
untuk proses produksi gula.
56
PG Tersana Baru merupakan salah satu pabrik GKP yang masih beroperasi
dengan kapasitas giling pada Tahun 2019 sebesar 2000 TCD. Proses produksi gula
terdiri dari proses persiapan, proses penggilingan, proses pemurnian, proses
penguapan, proses masakan, proses puteran dan proses penyelesaian. Dalam
memenuhi kebutuhan energi dalam proses produksi gula, PG Tersana Baru
menggunakan boiler berbahan bakar ampas tebu. Efisiensi boiler PG Tersana Baru
pada bulan Juli dengan pendekatan GCV sebesar 63.38% dan pendekatan NCV
sebesar 78.83%.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tata letak PG Tersana Baru
58