Anda di halaman 1dari 6

BAKAT MENGGAMPAI MIMPI

Apa impianku? Mungkin aku benar-benar bingung akan Hal itu. Bukan Karena aku
bodoh dan tidak memiliki kemampuan apa pun, tapi aku bingung karena banyak impian yang
bisa aku capai. Karena aku pintar dalam semua pelajaran, Jago olahraga, Jago bermain musik,
ahli bela diri, berprestasi, karna setiap perlombaan yang aku ikuti selalu mendapatkan juara,
dan aku cukup tampan. Itu membuat diriku dikenal banyak orang.

Namaku Budi. Aku baru masuk kelas 1 SMA. Ini bukanlah SMA terbaik. Tapi ini
adalah Salah satu SMA terfavorit di Kota tempat tinggalku Dan mungkin terdekat dari rumah.
Banyak piala Dan penghargaan saat aku ikuti lomba dari SD sampai SMP dan banyak tawaran
jalur undangan tanpa tes dari SMA-SMA terbaik di Kotaku dan di luar Kota. Bahkan ada SMA
yang mau membiayai segala kebutuhan sekolah agar aku mau bersekolah di sana. Tetapi ibuku
tidak mau anak semata wayangnya ini sekolah terlalu jauh dari rumah. Aku tinggal berdua
bersama ibu yang bekerja sebagai tukang jahit. Ayah sudah meninggal Karena sakit saat usiaku
5 tahun.

Aku tidak suka terhadap murid-murid yang nakal dan pemalas. Menurutku mereka
terlihat tidak ada niatan untuk bersekolah dan belajar. Ditambah lagi kebanyakan dari mereka
adalah orang yang kurang dalam intelektual. Bisa di bilang mereka rata-rata bodoh. Murid-
murid seperti itu menurutku adalah orang-orang yang gagal, tidak mau berjuang dan akan
selalu membuat masalah. Dan aku benar-benar tidak suka dengan murid-murid seperti itu.
Salah satu dari murid itu adalah Agus. Dia duduk di pojok paling belakang kelas. Dia jarang
berangkat ke sekolah. Sering tidur di kelas. Sampai di tegur bahkan di marahi oleh para guru
yang sedang mengajar di kelas. Dia juga jarang mengerjakan PR. Semua nilai-nilai ulangan
dan ujiannya kecil. Sering ke BK karena masalah tersebut. Banyak yang bilang dia anak yang
bodoh, nakal Dan suka berkelahi. Selalu sendirian tidak memiliki teman. Dia sering menyendiri
di belakang tak ada yang mengajaknya bicara selama ini.

Saat itu ada pak Heni yang masuk kelas di jam 10.50 mengajar matematika. Di terkenal
sangat galak di sekolah ini. Apabila ada murid kelasnya yang dia suruh maju mengerjakan soal
matematika yang diberikan dan tidak bisa menjawabnya dengan benar, maka dia akan
memarahi dan menghukum murid itu. Saat dia masuk kelas pun semua murid terdiam. Suasana
dia mengajar benar-benar sangat tenang. Tidak ada berani bersuara jika tidak di tanya. Minggu
lalu ada insiden di mana Agus di tendang dan di gampar oleh pak Heni karena tidak
menyelesaikan PR yang di berikannya.
Seperti biasa saat dia mengajar pasti dia akan menunjuk muridnya untuk menjawab soal
di papan tulis. Lalu saat itu yang di tunjuk adalah aku. Sebenarnya ada rasa takut saat di tunjuk.
Padahal aku bisa menjawab dengan benar soal yang di berikan. Lalu setelah itu dia tiba-tiba
menunjuk Agus dengan suara yang keras. “Baik Pak,” jawab Agus dengan kagetnya. Dia pun
berjalan ke depan. Namun sesampainya di depan papan tulis dia hanya terdiam. Tangannya
bergetar. Dia seperti tidak bisa menjawab soal tersebut. Lalu beberapa saat kemudian terdengar
suara “BAAAAAK!!!) Suara meja yang dipukul Pak Heni. “Ini baru saja saya terangkan tadi,”
ucap Pak Heni sembari menunjuk ke papan tulis. Andik menundukkan kepala. “Maaf Pak, saya
belum paham.” “Kamu pasti tadi tidak memperhatikan ya?! Kalo mau memperhatikan pasti
bisa, seperti Budi,” ucap Pak Heni sambil berjalan ke arah Agus. “Tidak Pak,” ucap Agus.
“Halah alasan saja kamu ini, silakan kamu berdiri di tengah lapangan sampai pulang sekolah,”
kata pak Heni yang terlihat sangat marah kepada Agus. Agus pun berjalan keluar kelas. Jam
istirahat pun tiba, murid-murid lain keluar kelas. Siang itu cuaca sangat terik. Saat aku keluar
kelas untuk ke kantin pun suhu terasa sangat panas. Agus masih saja berdiri di depan tiang
bendera halaman sekolah. Menurutku dia pantas untuk di hukum. Saat di kelas tadi pun dia
terlihat mengantuk. Pukul 15.00 Bel pulang sekolah pun berbunyi. Semua murid keluar kelas
untuk pulang. Lalu saat dia beranjak ke kelas dia tiba-tiba pingsan di tengah lapangan. Sontak
murid-murid pun membawanya ke UKS. Mungkin saja dia kelelahan di jemur oleh pak Heni.
Tapi menurutku itu pantas dia dapatkan.

Keesokan harinya saat di kelas ada pembagian kelompok yang di lakukan oleh Pak
Yuda. Dia guru sejarah. “Siapa yang belum dapat kelompok?” tanya Pak Yuda. Agus pun
mengangkat tangannya. Wajar saja kalo murid-murid lain tidak mau menerima Agus di
kelompoknya, karena mereka semua tau kalau Agus anak yang bodoh. “Kelompok siapa yang
kurang anggotanya?” tanya Pak Yuda. Saat itu hanya kelompoknya Riko yang kurang. Lalu
pak Yuda menyuruh Agus untuk ikut kelompoknya Riko. “Tapi Pak, saya tidak mau menerima
dia di kelompok ini,” jawab Riko. “Kan cuma kelompok kamu yang kurang anggotanya... Atau
mau saya kurangi nilai dari kelompok kamu?” ucap Pak Yuda. Agus pun terpaksa menerima
Agus ikut kelompoknya, tapi terlihat dia sangat kesal. Lalu kemudian saat jam istirahat aku
pergi ke WC. Saat hampir sampai di dekat WC aku melihat Riko dan kawan-kawannya keluar
dari WC pria. Saat aku masuk untuk membasuh muka. Aku melihat Agus sedang membasuh
wajahnya dengan air di keran. Aku melihat air dari keran tersebut agak berwarna kemerahan.
Sepeti darah. Lalu saat dia mengangkat kepalanya ke arah kaca terlihat wajahnya seperti habis
di pukuli. Rambut dan bajunya juga berantakan. Aku pun berpikir kalo dia pasti sehabis di
keroyok oleh gengnya Riko.

Bel masuk kelas pun berbunyi. Ibu Nita pun masuk kelas. Dia guru bahasa Inggris.
Seperti biasa saat jam pelajaran tersebut murid harus menggunakan bahasa Inggris dalam
berbicara. Dia pun sempat menyinggung materi Minggu lalu menanyakannya ke Agus. Namun
Agus tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Lalu dia menanyakan materi yang Barus
saja dia sampaikan tadi namun lagi-lagi dia tidak bisa menjawabnya. Dia menanyakan ke murid
yang lain, tapi tidak ada yang bisa menjawab juga, selain diriku. Dia menunjuk yang lain juga
tidak ada yang mau menjawab. Semua murid diam setiap di tanya. Ibu Nita pun cukup kesal.
Dia pun marah-marah kepada semua murid di kelas. Dia terus mengatakan kalo kami ini tidak
malas belajar, bodoh. Lebih sering bermain dari pada belajarnya. Semua murid di kelas
menundukkan kepalanya.

Malam harinya aku dan ibuku pergi untuk makan malam merayakan ulang tahun bibi
Maria. Di sana sudah ramai semua anggota keluarga menunggu. Saat sedang makan aku
terdengar suara live music yang ada di restoran tersebut. Musiknya terdengar bagus. Sesaat
melihat para pemain live music itu aku sangat terkejut dengan apa yang aku lihat. Agus anak
satu kelas denganku yang duduk pojok belakang. Dia yang bernyanyi dan bermain gitar.
Suaranya bagus dan petikan gitarnya membawa lagu itu benar-benar hidup. Aku benar-benar
tidak percaya dengan apa yangku lihat. Para pelanggan yang ada di restoran memberikan tepuk
tangan yang meriah untuk penampilannya. Itu sangat luar biasa. Aku pun menjadi kagum
dengan bakat musiknya tersebut.

Keesokan harinya saat di sekolah Aku menanyakan kenapa dia bekerja di restoran
tersebut. Dia mengatakan kalo dia bekerja sebagai penyanyi di setiap restoran dan cafe yang
mau menyewanya. Orang tuanya meninggal dunia karena kecelakaan lalulintas. Dia tinggal
bersama adiknya. Dia harus membayar uang kos per bulannya dan segala kebutuhan lainnya.
Maka dari itu dia harus mencari uang dengan bernyanyi dan bermain musik. Kami mengobrol
kan banyak hal. Apa lagi itu mengenai musik Itu membuat kami semakin akrab. Sejak saat itu
kami menjadi semakin akrab. Bahkan murid-murid di kelas sangat heran. Kenapa anak yang
pandai dan rajin sepertiku bersama dengan anak yang terkena bodoh dan sering bermasalah
seperti Agus. Banyak yang bertanya seperti itu. Namun aku tidak peduli dengan apa yang
mereka katakan. Berteman bisa dengan siapa saja. Mungkin mereka belum begitu mengenal
Agus.
Saat itu aku ikut bersama dia bermain musik di pinggir jalan perkotaan. Dengan
berbekal kan gitar milik Agus dan piano yang aku bawa dari rumah. Awalnya aku sedikit malu
tapi lama kelamaan itu cukup menyenangkan. Banyak orang yang menyaksikan pertunjukan
musik yang kami berikan. Suaranya sangat bagus dan dia juga pandai bermain gitar. Dia sangat
luar biasa saat bermain gitar sambil bernyanyi. Berbeda seperti saat dia belajar di sekolah. Agus
seperti menjadi dirinya yang sebenarnya. Sore hari pun tiba. Kami pun duduk sejenak di pinggir
jalan sambil meminum es sembari mengistirahatkan diri. Aku mengatakan kepadanya bahwa
dia sangat berbakat dalam bernyanyi dan bermain gitar. “Hanya ini yang bisa Aku lakukan.
Sangat senang rasanya ketika melakukan ini, meskipun ini tuntutan dari takdir yang terjadi
padaku. Memang sulit tapi aku menikmatinya,” kata Agus. Lalu kutanyakan lagi kenapa dia
tidak ikut ekstrakurikuler musik saja di sekolah. “Bagaimana mau ikut, murid-murid di sekolah
tidak ada yang mau aku ajak bicara, kecuali dirimu saat ini. Mungkin karena aku bodoh di
setiap pelajaran jadi semuanya menganggapku tidak bisa apa-apa. Lagian Musik di sekolah
tidaklah penting,” ucap Agus. Padahal dia memiliki potensi di bidang musik hanya saja sekolah
terlalu lebih condong ke akademik. Kutanyakan lagi padanya kenapa dia masih sekolah.
“Sekolah itu penting kata kedua orang tuaku. Dia ingin anak-anaknya sekolah dan aku tindak
akan mengecewakannya,” ucap Agus. “Meskipun itu sangat sulit?” “Sekolah memang terasa
sulit bagi anak-anak sepertiku Bud,” kata Agus.

Hari demi hari berlalu. Kami menjadi teman dekat, bisa dibilang sahabat. Aku
mengajaknya bergabung dengan ekstrakurikuler musik di sekolah. Semua anak-anak kagum
dengan bakatnya. Dia menjadi primadona sekarang di bidang musik. Ada kompetisi musik
antar SMA di selenggarakan setiap tahunnya. Aku dan Agus di tunjuk untuk mewakili sekolah.
Itu membuat kami bangga. Namun banyak guru-guru dan murid-murid yang kurang percaya
akan mendapatkan juara apalagi bersama dengan Agus. Maklum saja SMA ini tidak pernah
mendapatkan juara di bidang musik. Tapi itu tidak membuat mentalnya turun. Dia malah
semakin bersemangat. Kami semakin rajin berlatih bersama. Tibalah hari di mana Kompetisi
musik antar SMA pun di mulai. Banyak peserta yang ikut serta. Banyak guru-guru dan murid-
murid yang menyaksikan kompetisi musik tahunan ini. Tapi itu tidak membuat kami takut.
Kami semakin yakin. Kami pun akhirnya menjadi juara di kompetisi musik antar SMA
tersebut. Seluruh guru dan murid-murid yang menyaksikan mereka sangat tercengang melihat
penampilan kami yang luar biasa. Banyak yang tidak menyangka Agus berbakat di bidang
musik. Akhirnya sekolah ini memiliki piala di bidang musik. Agus pun akhirnya memiliki
banyak teman. Dia sekarang seperti murid-murid yang lain di sekolah.
Beberapa hari setelah itu. Sampai saat jam istirahat aku mendengar kabar kalau Agus
mengalami kecelakaan saat dia akan berangkat ke sekolah. Langsung bergegas ke rumah sakit
tempat dia di rawat. Dia masih belum boleh di jenguk oleh siapa pun. Suster itu bilang kalo
Agus sedang menjalani operasi akibat kecelakaan yang terjadi. Aku terus berada di sana
sembari menunggu. Aku berharap tidak terjadi hal yang lebih buruk menimpanya. Lalu saat
operasi selesai di lakukan. Aku sangat terkejut. Kedua tangannya telah diamputasi dan dia tidak
bisa berjalan karena lumpuh.

Dia benar-benar tidak percaya apa yang terjadi padanya. Dia menangis dengar sangat
keras sampai-sampai tidak terdengar. Dia mengamuk di ruang tersebut. Dia menyuruh keluar
semua orang yang ada di sana. Aku sangat sedih melihat penderitaannya saat ini. Saat itu aku
merasa Tuhan sangat berlebihan kepadanya. Setiap hari aku menjenguknya. Namun dia selalu
menolak untuk di jenguk. Beberapa hari kemudian akhirnya dia mau aku jenguk. Dia meminta
maaf karena tidak mau untuk di jenguk. Namun aku mengerti perasaannya. Kini Agus sudah
tidak bisa bermain gitar lagi. Bahkan dia sekarang tidak bisa mencari uang lagi. Aku berjanji
akan membantunya jika dia sudah keluar dari rumah sakit. Dia mungkin sudah kehilangan
kedua tangannya dan tidak bisa berjalan lagi. Namun dia masih memiliki suara yang sangat
bagus. Aku yakin itu masih bisa untuk di perjuangkan. Biaya rumah sambil sudah dibayar, itu
semua karena donasi yang murid-murid di SMA kumpulan untuknya.

Kini Agus sukses menjadi penyanyi dan penulis lagu. Beberapa bulan setelah kejadian
itu dia mengikuti acara ajang pencarian bakat di TV. Tentu dia berhasil menjadi juara di sana.
Kini dia sudah sukses dengan kariernya sendiri dan dia juga punya studio musik. Kini dia sibuk
dengan konser pribadinya di seluruh dunia. Meskipun sudah jarang bertemu tapi aku sangat
senang dengan dirinya yang sekarang. Lalu bagaimana dengan diriku? Guru di sekolah dasar
adalah pekerjaanku sekarang, karena aku ingin mengajari murid-murid yangku didik agar
mereka benar-benar bisa menggapai impian mereka masing-masing. Aku tidak ingin membuat
anak-anak yang aku didik merasa bahwa dirinya tidak bisa seperti kawannya. Mungkin dia
tidak bisa, tapi pasti ada sesuatu yang dia bisa dan bahkan sampai kawannya itu tidak bisa
melakukannya. Sampai mengakibatkan mereka sulit untuk menghadapi kehidupan. Karena
semua anak itu tidak sama kemampuan, minat, dan bakat yang mereka miliki. Intinya aku akan
berjuang agar tidak banyak anak-anak yang kehilangan kemampuan dan bakat yang mereka
miliki.
Nama : Wayan Surya Dewantara

Alamat : Lampung Selatan, Jati Agung, desa way huwi, RT/RW 007/023

Email : suryadewantara3@gmail.com

Nomor telepon : 087781994231

Nomor WhatsApp : 0895621466294

Instagram : manusiamalassekali

Anda mungkin juga menyukai