Anda di halaman 1dari 10

KLASTER INDUSTRI SEBAGAI STRATEGI

PENINGKATAN DAYA SAING AGROINDUSTRI BIOENERGI


BERBASIS KELAPA SAWIT

Petir Papilo*), Tajuddin Bantacut

Program Studi Teknik Industri – UIN Sultan Syarif Kasim Riau

(Received: November 11, 2015 / Accepted: February 6, 2016)


Abstrak
Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang dampak dari pelaksanaan program klaster
industri terhadap peningkatan daya saing industri bioenergi berbasis kelapa sawit nasional. Melalui
pendekatan analisis perbandingan yang merujuk pada berbagai kajian terdahulu, dapat diketahui bahwa
penerapan strategi klaster industri memberikan pengaruh positif terhadap tiga klaster agroindustri kelapa
sawit nasional yang berada di Provinsi Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Timur. Berdasarkan
penilaian terhadap empat elemen daya saing, seperti aglomerasi perusahaan, nilai tambah dan rantai nilai,
jejaring kerjasama serta infrastruktur ekonomi, menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan nilai daya
saing dari ketiga klaster industri sebesar masing-masingnya 0,503, 0294 dan 0,232.

Kata Kunci : biodiesel; daya saing; kelapa sawit; klaster industri

Abstract
This study aims to provide an overview of the implementation impact of industrial cluster program to
increase the competitiveness of the national agro-industry bioenergy based on palm oil. Through a
comparative analysis approach that refers to previous studies, it is known that the implementation of the
industrial cluster strategy has a positive influence on the three national oil palm agro-industrial clusters
that located in the Riau Province, North Sumatra and East Kalimantan. Based on the assessment of the
four elements of competitiveness, such as agglomeration company, value-added and value chains,
networks and infrastructure, indicate that there has been an increase in the competitiveness value of the
three clusters agro-industries by each 0.503, 0294 and 0.232.

Keywords: biodiesel; competitivenes; industrial cluster; palm oil

Pendahuluan
Secara nasional, saat ini kemampuan daya saing periode sebelumnya (2011-2012) yakni di peringkat 46
industri di Indonesia, cenderung mengalami penurunan. dari 142 negara, dan bahkan lebih rendah dibandingkan
Hal ini dibuktikan dari laporan tahunan yang disusun dengan periode 2010-2011 yang berada pada peringkat
oleh World Economic Forum (WEF) dan Bank Dunia 44 dari 139 negara. Hasil penilaian ini juga diperkuat
yang secara kontinyu melakukan penilaian daya saing dari laporan tahun Bank Dunia. Berdasarkan 11
global suatu negara. WEF membagi sejumlah faktor indikator penilaian daya saing ekonomi yang digunakan,
penentu daya saing ke dalam tiga kolompok (tiga sub- menunjukkan bahwa daya saing Indonesia terus
indeks), antara lain : (1) persyaratan-persyaratan dasar, mengalami penurunan berturut-turut yaitu pada posisi
(2) pendorong efisiensi serta (3) faktor-faktor inovasi 121 tahun 2011, turun ke posisi 129 di tahun 2012,
dan kecanggihan. Faktor-faktor ini dianggap sebagai (Tambunan, 2013). Oleh karenanya, diperlukan upaya-
motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi. upaya serius dan bersifat strategis demi meningkatkan
Berdasarkan Indeks Daya Saing Global atau daya saing industri nasional dari berbagai sektor
Global Competitiveness Index (GCI), WEF potensial yang ada.
menunjukkan bahwa posisi Indonesia berada di Kelapa sawit merupakan komoditas pertanian yang
peringkat 50 dari 144 negara pada periode tahun 2012 – paling potensial yang dimiliki Indonesia saat ini. Pada
2013. Posisi ini relatif memburuk dibandingkan dengan tahun 2013, tercatat bahwa tingkat produksi minyak
-------------------------------------------------------------
sawit kasar (crude palm oil – CPO) Indonesia dilihat
dari tiga sumber perkebunan (rakyat, swasta dan negara)
*)
adalah sebesar 23.123.359 Ton, dengan laju
Penulis Korespondensi. pertumbuhan 33,3% dan didominasi oleh perkebunan
email: pilo_ukm@yahoo.com milik swasta dengan tingkat pertumbuhan 54,8%. Selain
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 87
itu, telah terjadi peningkatan volume ekspor minyak dalam peraturan tersebut pemerintah menegaskan perlu
CPO hingga lebih dari 20 juta ton, dimana 70% dilakukan peningkatan porsi pemanfaatan bahan bakar
diantaranya ekspor pada tiga wilayah negara yakni nabati (BBN) dalam pemenuhan energi bahan bakar
India, Cina dan Uni Eropa. (GAPKI, 2014). minyak (BBM) sebesar 10% pada bahan bakar
Pada Awalnya, CPO merupakan produk eksport biodiesel. Pemanfaatan ini dilakukan melalui
utama yang dapat dihasilkan dari agroindustri kelapa mekanisme blending (pencampuran biodiesel dengan
sawit di Indonesia. Namun saat ini, agroindustri kelapa solar) atau yang dikenal dengan istilah B10, dimana dari
sawit nasional juga telah mengolah produk lain seperti setiap liter BBM perlu ditambahkan 10% biodiesel
PKO (Palm Kernel Oil) dan bahkan sampai kepada Upaya ini cukup memberikan hasil positif bagi
produk turunan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. perekonomian nasional. Menurut data Direktorat
Hambali E (2010), telah membagi CPO dan PKO Bioenergi ESDM, tahun 2013 penerapan kebijakan ini,
menjadi beberapa produk turunan utama, diantaranya mampu menghemat devisa negara (khususnya dari
minyak goreng (olein), margarin, Palm Mid Fraction pemanfaatan biodiesel) sebesar US$ 831 Juta. Bahkan,
(PMF), Palm Fatty Acid Destillate (PFAD), asam lemak pada tahun 2014 Pemerintah Indonesia kembali
dan bioenergi, dalam hal ini adalah biodiesel. merevisi peraturan sebelumnya, dengan mengeluarkan
Industri bioenergi khususnya biodiesel merupakan Permen ESDM No. 20 Tahun 2014, dimana porsi
industri hilir minyak sawit yang masih tergolong baru di pemanfaatan BBN dalam BBM mengalami peningkatan
Indonesia. Momentum pertumbuhan industri ini, mulai menjadi 20% (khusus untuk pemanfaatan biodiesel di
terjadi ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) fosil bidang transportasi dan industri). Meskipun Rencana
mengalami kenaikan secara signifikan di pasar dunia penerapan ini baru akan dilaksanakan pada tahun 2016,
khususnya setelah tahun 2003. Selain itu, keprihatinan secara ekonomis pemerintah menargetkan akan terjadi
dunia akan peningkatan pemanasan global yang penghematan sebesar US$ 3 Miliar. (EBTKE, 2014).
diakibatkan emisi CO2 dari konsumsi energi fosil, juga Kebijakan pemanfaatan dan pengembangan
ikut merangsang tumbuhnya industri biofuel di seluruh biodiesel ini, perlu ditunjang dengan konsep dan strategi
dunia termasuk di Indonesia. yang jelas dan terencana, sehingga kebutuhan bioenergi
Di beberapa negara, biodiesel juga dapat yang terus meningkat dapat terpenuhi. Lebih jauh lagi,
dihasilkan dari komoditas-komoditas lainnya, peningkatan produksi biodiesel dalam negeri diharapkan
diantaranya kacang kedele (soybean), jarak pagar pula mampu meningkatkan daya saing industri
(rapeseed) serta biji bunga matahari. FAPRI bioenergi nasional dalam upaya peningkatan pangsa
memproyeksikan bahwa hingga tahun 2020, pasar bioenergi secara global yang berimbas kepada
perkembangan produksi diodiesel dunia menunjukkan peningkatan pendapatan devisa negara. Oleh karenanya
trend pertumbuhan yang positif. Kawasan Eropa diperlukan strategi terbaik yang memungkinkan untuk
diproyeksikan masih memegang peran penting dalam diterapkan, sehingga dapat memberikan hasil-hasil
pasar biodiesel dunia, dengan produksi sebesar 15.14 ekonomi secara maksimal.
juta kilo liter atau dengan penguasaan pangsa pasar Salah satu strategi peningkatan daya saing industri
57.17%. Urutan kedua adalah USA, dengan pangsa bioenergi yang mulai dijalankan saat ini adalah
pasar 14,18%, dan dengan volume produksi 3.76 juta pengembangan kawasan klaster industri. Pemerintah
kilo liter. Sementara Argentina memiliki pangsa melalui Peraturan Nomor 24 Tahun 2009 menegaskan
produksi 13.26 %, Brazil 11.18 %. Sedangkan Asia, bahwa, pembangunan kawasan industri bertujuan untuk
dalam hal ini Indonesia dan Malaysia masing-masing mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah dan
diproyeksikan hanya memiliki pangsa pasar sebesar sekaligus meningkatkan daya saing industri dan
3.49% dan 0.72 %. Sementara, disisi konsumsi juga investasi serta memberikan kepastian lokasi dalam
terus mengalami peningkatan di setiap wilayah. perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang
(GAPKI, 2014). terkoordinasi antar sektor (Tambunan, 2013). Melalui
Jika dilihat dari kemampuan yang ada, produksi pengembangan klaster industri, pada suatu kawasan
biodiesel di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan tertentu, diharapkan pula akan mengurangi biaya
beberapa negara produsen lainnya seperti di kawasan transportasi dan transaksi, terjadinya peningkatan
Uni Eropa dan Amerika. Hal ini tidak terlepas dari daya efisiensi, penciptaan aset secara kolektif, serta
saing yang ada, ditambah lagi prioritas pemanfaatan mendorong terciptanya inovasi (Hambali E, 2005).
hasil minyak kelapa sawit di Indonesia, relatif lebih Penelitian berkait dengan klaster industri sebagai
banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan produk strategi peningkatan daya saing industri bioenergi
lainnya selain biodiesel, seperti minyak goreng dan berbasis kelapa sawit ini bertujuan untuk memberikan
margarin. gambaran tentang perkembangan klaster industri
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk bioenergi yang ada di Indonesia saat ini. Melalui
memaksimalkan pemanfaatan komoditas pertanian analisis secara deskriptif, serta review terhadap
dalam negeri khususnya kelapa sawit, guna memenuhi beberapa literatur terkait, diharapkan dapat memberikan
kebutuhan energi nasional. Keseriusan ini ditunjukkan gambaran tentang permasalahan yang ada, efektifitas
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM No. hubungan keterkaitan antar pelaku usaha serta upaya-
25 Tahun 2013 yang merupakan perubahan atas upaya yang dapat dilakukan demi meningkatkan daya
Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008, dimana saing klaster industri bioenergi nasional.
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 88
Tinjuan Pustaka Sebaliknya, Joni R (2012) telah mengkaji tentang
Penelitian Terkait Klaster Agroindustri Berbasis dampak pemanfaatan komoditas kelapa sawit sebagai
Kelapa Sawit bahan baku bioenergi terhadap perkebunan dan
Beberapa penelitian terkait dengan strategi agroindustri minyak kelapa sawit. Pemanfaatan hasil
pengembangan klaster industri dan bioenergi berbasis kelapa sawit sebagai sumber bahan baku biodiesel telah
kelapa sawit diantaranya adalah yang dihasilkan oleh menimbulkan beberapa dampak positif maupun negatif
Said Didu (2000), Hambali E (2005), Udayana (2010), terhadap harga minyak kelapa sawit serta produk
Hambali E (2010), Joni R (2012), dan Utama DN turunan lainnya seperti minyak goreng dan margarin.
(2012). Selain itu, beberapa penelitian terkait daya Beberapa dampak positif pemanfaatan biodiesel
saing dan nilai tambah agroindustri kelapa sawit terhadap agroindustri kelapa sawit diantaranya telah
diantaranya yang dilakukan Sari (2008), dan Hidayat terjadi peningkatan produksi, konsumsi dan harga
(2012). minyak kelapa sawit dan harga tandan buah segar
Said Didu (2000) telah melakukan penelitian kelapa sawit. Disisi lain juga menimbulkan dampak
tentang rancang bangun strategi pengembangan negatif, yakni terjadi peningkatan harga minyak goreng
agroindustri kelapa sawit nasional. Melalui analisis yang berdampak pada produksi dan konsumsi minyak
dengan pendekatan sistem pakar, dapat diketahui bahwa goreng.
beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan Utama DN (2012) juga telah melakukan penelitian
agroindustri kelapa sawit antara lain adalah faktor berkait pengembangan klaster industri bioenergi
ketersediaan dana, kondisi permintaan pasar serta berbasis kelapa sawit. Melalui pendekatan sistem, telah
kebijakan pemerintah. Khusus dari sisi kebijakan, faktor dibangun suatu model cerdas manajemen rantai pasok
lain yang juga penting untuk diperhatikan antara lain industri bioenergi berbasis kelapa sawit. Dengan
adalah harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, menggunakan metode Optimasi Koloni Semut (ant
gaji/ upah serta penetapan sistem perpajakan. colony) telah dibangun model pencarian optimum rantai
Menurut Hambali E (2005), strategi pasok mulai dari perkebunan di tingkat hulu hingga
pengembangan agroindustri kelapa sawit harus menghasilkan produk bioenergi di tingkat hilir. Dari
diarahkan ke dalam bentuk klaster agroindustri hilir, penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor optimasi
dimana orientasi produksi lebih fokus kepada produk- yang paling menentukan adalah faktor jarak.
produk turunan minyak kelapa sawit. Jadi untuk dapat Berkait dengan daya saing agroindustri kelapa
memberikan nilai tambah dari perkebunan dan pabrik sawit, Sari (2008) telah melakukan penelitian tentang
kelapa sawit, hilirisasi produksi agroindustri kelapa analisis daya saing dan strategi ekspor kelapa sawit
sawit harus diarahkan kepada produksi produk-produk (CPO) Indonesia di pasar internasional. Melalui analisis
turunan seperti minyak goreng, margarin, gliserol, asam kuantitatif dengan pendekatan Revealed Comparative
lemak serta produk-produk oleo kimia lainnya. Advantage (RCA) dan analisis kualitatif dengan
Selain produk-produk pangan dan oleo kimia, pendekatan SWOT Analysis, penelitian ini mendapatkan
hilirisasi agroindustri kelapa sawit juga dapat diarahkan bahwa pangsa pasar internasional dari agroindustri
pada industri bioenergi terutama melalui pemanfaatan kelapa sawit Indonesia adalah lebih baik dibandingkan
biomasa limbah kelapa sawit. Beberapa biomasa kelapa dengan negara Malaysia dan Kolumbia. Dari kajian ini
sawit yang potensial untuk dikembangkan sebagai dapat diketahui pula bahwa CPO produksi nasional
sumber energi diantaranya adalah tandan kosong, memiliki keunggulan komparatif dibandingkan negara
cangkang serta limbah cair atau yang dikenal dengan lainnya. Selain itu beberapa faktor kendala dalam
POME (Palm Oil Mill Effluent) (Hambali E, 2010); pemasaran produk CPO nasional diantaranya adalah
(Soerawidjaja, 2011). kebijakan pemerintah, nilai produk dan produktivitas
Udayana (2010) telah pula mengkaji beberapa yang masih rendah, serta masih tingginya biaya ekspor
resiko berkait pemanfaatan kelapa sawit sebagai sumber produk CPO.
energi seperti halnya bahan baku BBN (biodiesel). Menurut Hidayat (2012), salah satu faktor penentu
Menurutnya terdapat tiga kelompok resiko pada daya saing pengembangan agroindustri kelapa sawit
pemanfaatan kelapa sawit sebagai sumber bahan baku adalah faktor keseimbangan nilai tambah yang didasari
biodiesel, yakni : (1) resiko pengadaan bahan baku, (2) pada resiko kerugian antar aktor, mulai dari level
resiko proses dan (3) resiko pemasaran. Adapun faktor pemasok bahan baku di tingkat petani, pedagang
resiko pengadaan bahan baku yang perlu diperhatikan pengepul TBS, pabrik CPO, pabrik minyak goreng,
diantaranya adalah waktu dan jumlah ketersediaan distributor hingga konsumen. Dari hasil kajian ini, dapat
pasokan, harga jual, mutu serta biaya pembelian. Resiko diketahui bahwa selain konsumen kelompok aktor yang
dari sisi proses diantaranya kualitas biodiesel, kinerja mendapatkan porsi keuntungan paling tinggi adalah
mesin dan peralatan, biaya produksi biodiesel, pabrik pengolahan CPO dan industri minyak goreng.
pemeliharaan mesin serta lokasi pengolahan. Sedangkan Sementara kelompok petani merupakan kelompok yang
resiko dari sisi pemasaran diantaranya terdiri dari faktor juga memperoleh nilai tambah yang cukup tinggi,
kepuasan konsumen, posisi persaingan, distribusi, meskipun pada kenyataannya dari porsi keuntungan
kebijakan pemerintah, dan peningkatan harga bahan dianggap masih rendah.
baku.

Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 89


Konsep Klaster Industri  Kondisi faktor,
Istilah “klaster (cluster)” mempunyai pengertian  Industri terkait dan pendukung.
harfiah sebagai kumpulan, kelompok, himpunan, atau Porter selanjutnya juga menambahkan faktor chance
gabungan obyek tertentu yang memiliki kesamaan atau dan government dalam model berlian tersebut, dimana
atas dasar karakteristik tertentu. Dalam konteks kedua faktor tambahan ini bukanlah determinan tetapi
ekonomi/bisnis, “klaster industri (industrial cluster)” berpengaruh terhadap keempat determinan di atas.
merupakan terminologi yang mempunyai pengertian Keenam faktor tersebut secara bersamaan membentuk
khusus tertentu. Walaupun begitu, dalam literatur, sebuah sistem yang berbeda dari suatu lokasi dengan
istilah “klaster industri” diartikan dan digunakan secara lokasi yang lain, dan hal ini menjelaskan mengapa
beragam. beberapa perusahaan (industri) hanya berhasil di suatu
Secara umum, Michael Porter mendefinisikan lokasi tertentu saja. Tidak semua faktor harus optimal
klaster industri sebagai konsentrasi geografis dari dalam menjamin keberhasilan sebuah perusahaan atau
beberapa perusahaan yang saling berhubungan dan industri, (Porter, 2000).
lembaga pada bidang tertentu. (Menzel dan Fornahl,
2009). Hal ini menjelaskan bahwa, dalam sebuah klater
Strategi,
industri tidak hanya terdiri dari perusahaan, namunnya Struktur dan
juga di dukung oleh adanya institusi-institusi lainnya. Persaingan
Jadi, dapat dikatakan pula bahwa klaster industri
merupakan sekumpulan perusahaan dan lembaga-
lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan  Satu konteks lokal yang
secara geografis dan saling terkait karena “kebersamaan Kondisi mendorong bentuk yang
tepat dari investasi dan Kondisi
(commonalities) dan komplementaritas” (Porter, 2000). Faktor peningkatan Permintaan
(Input) berkelanjutan
Menzel dan Fornahl (2009), menggambarkan suatu  Kompetisi yang kuat di
klaster terdiri dari interkoneksi antar berbagai antara sesama
organisasi lokal
perusahaan dalam ruang dan batas-batas atau bidang Faktor Input (jumlah dan  Kompleksitas
industri (tematik) tertentu, sebagai berikut : biaya) : permintaan pelanggan
 Sumber daya alam Industri  Antisipasi berpindahnya
 Sumber daya manusia pelanggan kepada
 Modal
Terkait dan
pesaing
 Infrastruktur fisik Pendukung  Permintaan khusus dari
 Infrastruktur pelanggan pada level
administratif  Kemampuan
segmen tertentu
 Infrastruktur informasi menghadirkan pemasok
Industry/  Infrastuktur ilmu dan lokal
tematik teknologi  Kehadiran dan
persaingan antar
industri terkait
Cluster
Space Gambar 2. Model Berlian (diamond) Porter
(Porter, 2000)

Secara lebih detail, masing-masing faktor dari


Keterangan : model berlian Porter dapat dijelaskan sebagai berikut
: Organisasi/ : Spatial Boundary (Porter, 1990) :
institusi  Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan (firm
: Focal Point : Thematik strategy, structure, and rivalry) merupakan suatu
Boundary kondisi yang menentukan bagaimana perusahaan
: Interconnection muncul/tumbuh, terorganisasi dan dikelola, serta
sifat persaingan usaha di negara yang bersangkutan.
Gambar 1. Elemen-elemen dalam klaster industri  Kondisi permintaan (demand conditions) merupakan
(Menzel dan Fornahl, 2009) sifat permintaan domestik (home demand) untuk
produk (barang dan/atau jasa) dari industri yang
Model Daya Saing Berlian Porter bersangkutan. Porter mengemukakan bahwa inti
Berbagai model untuk mempelajari klaster industri penting dari faktor ini adalah komposisi permintaan
telah dikembangkan oleh berbagai peneliti dan pakar domestik merupakan “akar” bagi keunggulan daya
selama beberapa dekade terakhir. Salah satu model yang saing, sementara ukuran dan pola pertumbuhannya
sering dijadikan sebagai acuan dan rujukan dalam dapat memperkuat keunggulan tersebut dengan
pengembangan klaster industri adalah Model Berlian mempengaruhi perilaku investasi, timing, dan
Porter (Porter’s Diamond Model). Konsep “the four motivasi. Hal lain yang juga turut berkontribusi
diamond” Porter ini mengajukan empat faktor yang adalah mekanisme internasionalisasi “penarikan”
saling terkait yang merupakan penentu keunggulan daya permintaan domestik ke luar negeri.
saing suatu industri, yaitu:  Kondisi faktor (factor conditions) kondisi yang
 Strategi perusahaan, struktur dan persaingan, menggambarkan posisi suatu negara dalam “faktor-
 Kondisi permintaan, faktor produksi” (input yang dibutuhkan untuk
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 90
bersaing), seperti tenaga kerja atau infrastruktur, US/liter pada tahun 2014 menjadi 1.62 US/liter pada
yang diperlukan untuk bersaing dalam suatu industri. tahun 2021 (GAPKI, 2014).
 Industri terkait dan pendukung (related and
supporting industries), kehadiran industri-industri Bahan Dan Metode
pendukung dan yang terkait di negara yang Kajian ini merupakan review atas hasil –hasil
bersangkutan yang memiliki daya saing (kompetitif) penelitian sebelumnya yang berkait dengan
secara internasional. Kunci paling signifikan dalam pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit,
hal ini adalah industri pendukung dan terkait yang khususnya dalam menghasilkan biodiesel. Melalui
dinilai penting bagi inovasi suatu industri, atau yang analisis secara deskriptif terhadap beberapa literatur
memberikan kesempatan/peluang untuk berbagi terkait serta mengacu kepada data-data sekunder yang
aktivitas kritis suatu industri. ada, akan dilakukan suatu penggambaran tentang
Dalam model berlian tersebut, “kejadian-kejadian kondisi daya saing dan perkembangan klaster
yang bersifat kebetulan” (chance events) dan agroindustri berbasis kelapa sawit nasional. Beberapa
pemerintah terkait dengan hal-hal di luar kemampuan sumber data sekunder yang menjadi rujukan dalam
perusahaan, seperti adanya penemuan murni, kajian ini antara lain, Data Statistik Pertanian Indonesia
diskontinuitas teknologi yang besar, diskontinuitas 2014, Data Statistik Agroindustri Kelapa Sawit, GAPKI
dalam biaya input, perubahan yang signifikan dalam 2014, Data Statistik Energi Baru dan Terbarukan,
pasar keuangan dunia atau nilai tukar, berkembangnya EBTKE 2014, serta hasil-hasil kajian penelitian lainnya.
permintaan regional atau dunia, keputusan politik Adapun aspek daya saing yang dikaji, merujuk
pemerintah asing, dan peperangan. kepada faktor-faktor yang terdapat dalam Model Berlian
Porter. Aspek daya saing tersebut terbagi ke dalam
Bioenergi Berbasis Kelapa Sawit beberapa kondisi diantaranya, kondisi faktor, kondisi
Secara sederhana, bioenergi dapat didefinisikan permintaan, strategi pengembangan perusahaan inti dan
sebagai energi yang diperoleh datau dihasilkan dari struktur persaingan, serta kondisi industri terkait dan
sumber biomasa. Biomasa pula merupakan bahan-bahan industri pendukung.
organik yang berumur relatif muda yang berasal dari Selain itu juga dilakukan analisis secara deskriptif
tumbuhan/ hewan, produk dan limbah industri budidaya berdasarkan kajian terdahulu, yakni Hasil Evaluasi Tim
seperti pertanian, perkebunan, kehutanan dan Ahli Klaster Industri Kementrian Perindustrian Nasional
peternakan, (Soerawidjaja, 2011). Biomass juga dapat tahun 2012, berkait perkembangan klaster agroindustri
didefinisikan sebagai bagian dari suatu produk yang kelapa sawit yang terdapat pada tiga wilayah yakni
dapat terurai secara biologi, limbah dan sisa dari Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Timur. Penilaian
pertanian (termasuk zat nabati dan hewani), kehutanan dilakukan berdasarkan empat elemen daya saing yang
dan industri terkait, serta bagian dari limbah industri terdiri dari aglomerasi perusahaan, nilai tambah dan
dan limbah kota yang terdegradasi secara biologis rantai nilai, jejaring kerja sama, dan infrastruktur.
(Biomas Energy Europe, 2010a). Keempat elemen ini akan diukur berdasarkan sembilan
Bioenergi tersedia dalam bentuk cair seperti indikator penilaian yang dikembangkan oleh Feser
biodiesel atau bioethanol, berwujud gas atau yang (1999).
dikenal sebagai biogas serta berwujud padat seperti
pelet, briket atau biobriket (Soerawidjaja, 2011). Hasil Dan Pembahasan
Pemanfaatan bioenergi sangat luas diantaranya Pasokan dan Kebutuhan Bahan Baku.
penghasil panas (heat), sumber energi listrik Indonesia merupakan produsen kelapa sawit
(electricity) serta sebagai bahan bakar (fuel) (BPPT, terbesar di dunia. Hingga tahun 2014, total areal
2011). perkebunan kelapa sawit nasional mencapai 10,956,231
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas Ha dengan laju pertumbuhan luas lahan sebesar 4,69%.
potensial sebagai sumber penghasil bioenergi. CPO Dari keseluruhan areal perkebunan yang ada, dapat
merupakan bahan baku utama untuk menghasilkan menghasilkan TBS kelapa sawit sebanyak 29,344,479
bahan bakar nabati berupa biodiesel. Sedangkan limbah ton dengan laju pertumbuhan sebesar 5.62% (Deptan,
perkebunan kelapa sawit dalam bentuk tandan kosong, 2014).
serat, cangkang serta limbah cair (POME), berpotensi CPO dan PKO merupakan bahan baku utama yang
untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik dibutuhkan oleh berbagai industri turunan kelapa sawit,
(Hambali E, 2010). seperti minyak goreng, oleo kimia, margarin, sabun
Produk bioenergi yang paling potensial dan serta biodiesel. Setiap tahun kebutuhan akan bahan baku
memiliki nilai ekonomi paling tinggi yang dapat dasar tersebut terus mengalami peningkatan.
dihasilkan dari kelapa sawit adalah dalam bentuk bahan Berdasarkan data Statistik Industri Perkebunan
bakar nabati, yakni biodiesel. Saat ini, produk biodiesel Kelapa Sawit Indonesia, hingga tahun 2013, total
nasional lebih banyak dieksport ke luar negara produksi CPO nasional adalah sebesar 8.975.896 ton.
dikarenakan memberikan keuntungan lebih maksimal. Nilai ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
Secara umum, harga biodiesel dunia diproyeksikan akan total kebutuhan bahan baku untuk seluruh industri yang
cenderung mengalami peningkatan dari harga 1.52 berkait, yakni sebesar 10.500.525 ton (GAPKI, 2014).

Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 91


befluktuasi, dan bahkan mengalami penurunan drastis di
akhir tahun 2013 dengan jumlah ekspor pada bulan
Desember hanya sebesar 61.814 KL. Sementara harga
justru mengalami kenaikan dari Rp. 7.000 di bulan
Januar naik menjadi Rp. 9000/Lt di Bulan Desember
2013. (Sumber : kip.esdm.go.id/pusdatin. Dirujuk pada
tanggal 4 Juni 2015).

Gambar 3. Grafik Kebutuhan CPO Berbagai


Agroindustri Berbasis Kelapa Sawit
(GAPKI, 2014)

Kebutuhan bahan baku tertinggi masih didominasi


oleh industri minyak goreng, yakni sebesar 6.468.303
ton (61, 6%). Sedangkan kebutuhan bahan baku
Gambar 4. Grafik Ekspor dan Harga Biodiesel
biodiesel hanya sebesar 2.640.000 ton (25,2%).
Nasional Per Bulan di Tahun 2013
Perbedaan kebutuhan ini pada dasarya disebabkan oleh
(EBTKE, 2014)
kapasitas industri yang memang jauh berbeda, dimana
kapasitas industri minyak goreng nasional hingga tahun
Perkembangan Klaster Agroindustri Berbasis
2007 telah mencapai angka 15.259.884 ton (GAPKI,
Kelapa Sawit Nasional
2014). Sementara itu kapasitas terpasang industri
Berdasarkan potensi yang ada, semenjak tahun
biodiesel nasional baru mencapai 4.922.622 MT.
2010 pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik
(EBTKE, 2014).
Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun
Konsumsi Dalam Negeri dan Ekspor Biodiesel 2010, telah menetapkan Kawasan Industri Pelintung
Kelapa Sawit Nasional Dumai sebagai salah satu pusat klaster industri berbasis
Konsumsi bahan bakar nabati biodiesel dalam
Pertanian dan Oleokimia di Provinsi Riau. Hal ini
negeri terus mengalami peningkatan dari tahun ke
ditujukan untuk memperkuat pengembangan
tahun. Pada tahun 2006, tercatat bahwa konsumsi agroindustri kelapa sawit di tingkat hilir melalui
biodiesel nasional hanya 0,06% dibandingkan dengan pengolahan bahan baku berbasis kelapa sawit menjadi
konsumsi BBM. Namun pada tahun 2013, terjadi
berbagai produk turunan dalam bentuk industri
peningkatan yang cukup tinggi, yakni mencapai 5,57%
oleokimia termasuk produk bioenergi (Bappeda
(USDA, 2014).
Provinsi Riau 2010).
Ekspor – impor kelapa sawit Indonesia dilakukan
Melalui pengembangan klaster industri ini
dalam wujud minyak sawit, minyak sawit lainnya, diharapkan pula dapat memberikan kontribusi bagi
minyak inti sawit dan minyak inti lainnya. upaya pemenuhan kebutuhan bahan bakar nabati. Selain
Perkembangan volume ekspor kelapa sawit pada tahun
di Provinsi Riau, juga terdapat klaster agrindustri kelapa
1980-2013 cenderung terus meningkat dengan
sawit lainnya, diantaranya di Provinsi Sumatera Utara
pertumbuhan rata-rata sebesar 23,52% per tahun. Pada
dan Provinsi Kalimantan Timur.
tahun 1980 volume ekspor kelapa sawit Indonesia hanya
Tim Tenaga Ahli Klaster Industri Agro yang
sebesar 502,90 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$ bernaung dibawah Kementrian Perindustrian Indonesia,
254,74 juta, sedangkan tahun 2013 volume ekspor
telah melakukan evaluasi terhadap perkembangan 11
meningkat menjadi 25,79 juta ton senilai US$ 17,67
klaster industri yang ada di Indonesia selama tahun
milyar (Pusdatin, 2014).
2012, tiga diantaranya adalah agroindustri berbasis
Industri biodiesel nasional hingga tahun 2014 telah
kelapa sawit. Dalam melakukan analisis, tim ini
berjumlah 26 perusahaan. Skala produksi industri
menggunakan empat elemen kunci yang terdiri dari : 1)
biodiesel berkisar antara 8.000 hinga 1.200.000 KL/ aglomerasi perusahaan, 2) nilai tambah dan mata rantai
tahun. Salah satu industri biodiesel berbasis kelapa
nilai, 3) jejaring kerja sama dan 4) infrastruktur
sawit yang telah berkembang dalam bentuk pola klaster
ekonomi. Selain itu, dalam menilai perkembangan
adalah yang terdapat di Kawasan Industri Pelintung
klaster industri mengacu kepada sembilan kriteria yang
Dumai.
dikembangkan oleh Feser (1999) antara lain : 1)
Berdasarkan data Dirjen Energi Baru Terbarukan innovation, 2) entrepreneurship, 3) workforce skills and
dan Konservasi Energi (EBTKE) tahun 2013, rata-rata availability, 4) network, 5) external connection, 6)
ekspor biodiesel Indonesia per bulannya adalah sebesar
social capital, 7) geographic concern, 8) specialized
139.910 KL. Jumlah ekspor biodiesel nasional cukup
services, dan 9) R & D capacity.
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 92
Evaluasi penilaian elemen aglomerasi perusahaan 2 Sumut - Kualitas produk hulu,
dilakukan berdasarkan kepada 9 indikator, yakni : 1) - kualitas produk antara,
jenis champion, 2) jumlah usaha industri pengolahan, 3) - kualitas produk hilir,
jumlah pemasok bahan baku utama, 4) jumlah pasokan - capaian hilirisasi
bahan baku pendukung, 5) keberadaan pokja dalam 3 Kaltim - Capaian hilirisasi dan
pengembangan klaster, 6) keberadaan lembaga - kualitas produk hilir
pembiayaan, 7) keberadaan institusi pendidikan, C. Elemen Jejaring Kerjasama
pelatihan dan penelitian, 8) keberadaan industri jasa No Lokasi Prioritas Pengembangan
terkait dan 9) keberadaan asosiasi. 1 Riau - Kualitas kerjasama industri
Evaluasi penilaian pada elemen nilai tambah dan pengolahan
rantai nilai, dilakukan berdasarkan kepada 4 indikator - Peran swasta dalam
yang terdiri dari : 1) capaian hilirisasi, 2) pemanfaatan pengembangan klaster
teknologi, 3) ketersediaan peralatan, 4) kualitas produk. - Kualitas kerjasama champion
Dari keempat indikator ini diuraikan lagi sehingga - Kuantitas kerjasama champion
menjadi 11 indikator turunan. 2 Sumut - Kualitas kerjasama industri
Sementara itu, penilaian elemen jejaring pengolahan
kerjasama, dilakukan berdasarkan 12 indikator - Kuantitas kerjasama industri
pengukuran, antara lain : 1) kerjasama cahmpion, 2) pengolahan
kerjasama wirausaha, 3) kerjasama pemasok bahan baku - Kualitas kerjasama champion
utama, 4) kerjasama pemasok bahan pendukung, 5) - Kuantitas kerjasama champion
kerjasama lembaga pembiayaan, 6) kerjasama institusi 3 Kaltim - Kuantitas kerjasama champion
pendidikan, pelatihan dan penelitian, 7) kerjasama - Kuantitas kerjasama industri
industri jasa terkait, 8) kerjasama asosiasi, 9) kerjasama pengolahan
pemasaran, 10) peran pokja, 11) peran pemerintah dan - Peran swasta dalam
12) peran swasta. Dari 11 indikator utama ini diuraikan pengembangan klaster
lagi menjadi 21 indikator turunan. D. Elemen Infrastruktur Ekonomi
Sedangkan pada elemen infrastruktur, penilaian No Lokasi Prioritas Pengembangan
dilakukan berdasarkan kepada lima indikator utama,
1 Riau - Aksesibilitas jalan
yaitu :1) Aksesibilitas jalan, 2) Aksesibilitas transportasi
2 Sumut - Aksesibilitas lahan
(Pelabuhan/ Bandar Udara/Transportasi Darat), 3)
- Aksesibilitas transportasi
Aksesibilitas listrik, Air dan Komunikasi, 4)
3 Kaltim - Aksesibilitas jalan
Aksesibilitas Lahan dan 5) Aksesibilitas Penelitian dan
- Aksesibilitas transportasi
Pengembangan (Litbang). Adapun hasil evaluasi
- Aksesibilitas litbang
penilaian dari masing-masing elemen memberikan araha
Sumber : Tim Evaluasi Perkembangan Klater Industri
prioritas pengembangan seperti terangkum dalam tabel
(2012)
sebagai berikut :

Tabel 1. Prioritas Pengembangan Klaster Menurut


Elemen

A. Element Aglomerasi Perusahaan


No Lokasi Prioritas Pengembangan
1 Riau - Keberadaan institusi pendidikan,
pelatihan dan penelitian
- Keberadaan pokja dalam
pengembangan klaster
- Keberadaan industri jasa terkait
2 Sumut - Jenis champion skala besar dan
produk antara
- Jumlah pemasok bahan baku
utama
3 Kaltim - Menarik perusahaan hilir kelapa
sawit menjadi champion
- Jumlah pemasok bahan baku
utama
Gambar 5. Pertumbuhan nilai pada klaster kelapa sawit
B. Elemen Nilai Tambah
di Provinsi Riau
No Lokasi Prioritas Pengembangan
1 Riau - Kualitas produk hulu,
- kualitas produk antara dan
- capaian hilirisasi
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 93
Perbandingan nilai total antara ketiga klaster
agroindustri kelapa sawit yang ada, pada tahun 2012
dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut :

Tabel 3. Perbandingan Perkembangan Klaster

N Lokasi Nilai Nilai Peningkat


o Eksistin Sebelum an Nilai
g Terbentukn
(2012) ya Klaster
1 Riau 4,040 3,537 0,503
2 Sumut 3,531 3,237 0,294
3 Kaltim 2,678 2,446 0,232
Sumber : Tim Tenaga Ahli Klaster Industri Agro (2012)

Berdasarkan hasil evaluasi di atas terlihat bahwa


ketiga klaster agroindustri kelapa sawit nasional
mengalami peningkatan nilai setelah terbentuknya
Gambar 6. Pertumbuhan nilai pada klaster kelapa sawit klaster industri. Klaster industri kelapa sawit di Provinsi
di Provinsi Sumut Riau, mengalami peningkatan tertinggi dimana sebelum
terbentuknya klaster nilai perkembangan yang dapat
dicapai adalah sebesar 3,537 dan meningkat menjadi
4,040.

Kelembagaan pada Klaster Industri Biodiesel


Berbasis Kelapa Sawit.
Keberhasilan pengembangan klaster industri
sangat bergantung kepada hubungan kerjasama antar
kelembagaan. Hambali E (2005), menyatakan bahwa
untuk dapat melaksanakan program pengembangan
klaster turunan kelapa sawit, perlu diterapkan 8
kelompok aktivitas. Untuk diperlukan sinkronisasi
kerjasama antar kelembagaan seperti terangkum dalam
tabel sebagai berikut :

Tabel 4. Kelompok Kelembagaan Klaster Industri


Biodiesel Berbasis Kelapa Sawit

No Kelompok Pelaku Terkait


Gambar 7. Pertumbuhan nilai pada klaster kelapa sawit Kelembagaan
di Provinsi Kaltim 1 Pemerintah Departemen Perindustrian,
Departemen Perdagangan,
Hasil pengukuran nilai perkembangan klaster Departemen Pertanian,
kelapa sawit nasional di tiga wilayah provinsi pada Departemen Keuangan,
tahun 2012 menurut empat elemen yang diperhatikan, Depatemen Energi Sumber Daya
terangkum pada tabel sebagai berikut : Mineral, TNI / POLRI
2 Praktisi Perusahaan Perkebunan
Tabel 2. Nilai Perkembangan Setiap Klaster Kelapa Industri Inti Penyedia Bahan Baku, Industri
Sawit Menurut Empat Elemen Pengolahan CPO dan turunan
3 Instansi Jasa Lembaga Perbankan
Elemen Nilai Eksisting Tahun 2012 Terkait
per Provinsi 4 Lembaga Badan Kerjasama Penanaman
Riau Sumut Kaltim Pendukung Modal, Lembaga Asosiasi dan
Aglomerasi 4,22 3,89 2,78 Pendidikan, Lembaga Riset dan
Perusahaan 4,10 4,00 2,50 Pengembangan (LIPI/BPPT)
Nilai Tambah 4,05 3,24 2,81 Sumber : Diadopsi dari Hambali E (2005)
Jejaring Kerjasama 3,20 3,40 2,20
Infrastruktur
Sumber : Tim Evaluasi Perkembangan Klater Industri
(2012)
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 94
Pemerintah Forum Perguruan Tinggi
Pasar Luar
Pusat Komunikasi Lembaga Riset
Negeri
FKMKI Biodiesel
Investor
BUMN
Pasar Dalam
Pemerintah Negeri
Daerah Pembiayaan
Perkebunan
INDUSTRI INTI Kelapa Sawit
Negara

Lembaga
Industri Industri Industri
Pembiayaan Usaha
Biodiesel Biodiesel Biodiesel
(Bank/ Non Bank) Perkebunan
Kelapa Sawit
Swasta

Industri Mesin
dan Alat
Pedagang Industri
Pengepul Oleokimia Asosiasi Petani
Industri Kimia Perkebunan

Industri
Koperasi Klaster Perkebunan Perusahaan CPO
Transportasi
Agroindustri Kelapa Sawit (Pabrik Kelapa
Biodiesel Rakyat Sawit)

Gambar 8. Klaster Industri Biodiesel Kelapa Sawit (Udayana, 2010)

Implikasi Kebijakan Pemerintah 10,62%. Sementara itu, ekspor minyak kelapa sawit
Tujuan utama kebijakan industri nasional pada mengalami penurunan sebesar 3,70% (Joni R, 2011).
hakekatnya adalah meningatkan volume produksi Lebih lanjut Joni R, (2011), menyatakan bahwa
dengan sekaligus meningkatkan daya saing produk- pengembangan biodiesel dari kelapa sawit yang
produk dalam negeri (Tambunan, 2013). Oleh dikombinasikan dengan penurunan suku bunga
karenanya, penetapan kebijakan mesti memperhatikan perbankan sebesar 10% (suku bunga lebih rendah 10%)
berbagai aspek keseimbangan diantara berbagai juga memberikan dampak pada industri minyak kelapa
kepentingan kelompok kelembagaan, terutama sawit. Beberapa pengaruh diantaranya terjadi
kepentingan para pelaku usaha, mulai ditingkat hulu peningkatan produksi minyak kelapa sawit sebesar
hingga hilir. 1,53%, peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit
Peningkatan daya saing industri biodiesel nasional domestik sebesar 5,92%, peningkatan harga domestik
membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah, seperti minyak kelapa sawit sebesar 3,71% serta peningkatan
memberikan subsidi bunga bagi petani kelapa sawit, harga ekspor minyak kelapa sawit sebesar 7,85%.
harmonisasi tarif CPO dengan tujuan menjaga Sebaliknya, ekspor minyak kelapa sawit mengalami
kestabilan harga CPO di tingkat industri, memberikan penurunan sebesar 2,09%.
subsidi pajak kurang lebih 5% dari kebutuhan biodiesel Selain itu pula, antisipasi terhadap pangaruh krisis
dan mendorong penggunaan biodiesel pada kendaraan finansial yang terjadi saat ini perlu segera diantisipasi
milik pemerintah (Udayana, 2010). melalui kebijakan-kebijakan yang fundamental.
Penetapan harga TBS ditingkat hulu menjadi Permasalahan krisis finansial yang terjadi secara global,
sangat penting dikarenakan harga beli pabrik terhadap kerap membawa pengaruh terhadap perkembangan
TBS petani saat ini masih yang menganut prinsip “titip– industri dalam negeri. Berbagai pengaruh negatif bagi
olah–jual” cenderung menimbulkan ketidakseimbangan agroindustri kelapa sawit nasional diantaranya dalam
pembagian keuntungan. Said Didu (2000), melalui bentuk tekanan terhadap harga, penurunan volume
kajiannya menyatakan bahwa, formulasi perhitungan ekspor serta penurunan kemampuan produksi (Dradjat,
harga TBS yang ditetapkan pemerintah melalui Kepmen 2011).
No. 627/Kpts-11/1998 cenderung menimbulkan Oleh karenanya, dalam menghadapi berbagai
ketidakadilan pembagian keuntungan. Petani cenderung tantangan yang ada, diperlukan suatu harmonisasi
lebih dirugikan dikarenakan berbagai resiko di tingkat kebijakan diantara berbagai pemangku kepentingan.
petani sulit diukur secara finansial dan tidak menjadi Tambunan (2013) menyatakan, bahwa permasalahan di
suatu parameter dalam penetapan formulasi harga TBS. tingkat kebijakan tidak bisa dilimpahkan pada satu
Begitu pula dengan kebijakan dibidang moneter, lembaga berwenang. Efektivitas dari sebuah kebijakan
banyak memberikan berbagai implikasi bagi kelompok industri sangat ditentukan oleh adanya harmonisasi
usaha pengolahan, baik pada level industri pengolahan diantara berbagai kebijakan yang saling terkait.
CPO, maupun industri pengolahan produk turunan Dalam upaya peningkatan daya saing industri
seperti halnya industri biodiesel kelapa sawit. nasional, Tambunan (2013) mengelompokkan beberapa
Pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit yang level kebijakan yang harus ditetapkan oleh pemerintah,
dikombinasikan dengan kebijakan kenaikan pajak antara lain : 1) kebijakan yang mendukung percepatan
ekspor sebesar 10% memberikan dampak yang pengembangan kawasan industri, 2) kebijakan dibidang
signifikan pada industri minyak kelapa sawit, dimana peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi, 3)
akan terjadi peningkatan produksi minyak kelapa sawit kebijakan hilirisasi industri, 4) kebijakan peningkatan
sebesar 0,68%, peningkatan konsumsi minyak kelapa standarisasi produk, 5) kebijakan moderniasi pabrik,
sawit domestik sebesar 6,73%, peningkatan harga serta 6) kebijakan yang mendorong ekspor produk
domestik minyak kelapa sawit sebesar 5,08% serta unggulan.
peningkatan harga ekspor minyak kelapa sawit sebesar
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 95
Kesimpulan Hidayat S, 2012. Kesetaraan Nilai Tambah pada Rantai
Program klaster industri telah memberikan Pasok Agroindustri Kelapa Sawit yang
pengaruh yang positif bagi pengembangan agroindustri Terintegrasi. Proceeding Seminar Nasional dan
kelapa sawit nasional beserta berbagai industri produk Kongres MAKSI. Bogor. Indonesia.
turunanya, seperti halnya biodiesel. Namun, untuk dapat Joni R. 2011. Dampak Pengembangan Industri
lebih meningkatkan daya saing, diperlukan pula Biodiesel dari Kelapa Sawit terhadap
berbagai langkah nyata dengan melibatkan berbagai Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Minyak
peran kelembagaan yang berkepentingan. Kelapa Sawit di Indonesia. Jurnal Teknologi
Penetapan kebijakan menjadi faktor kunci bagi Industri Pertanian Vol. 20 (3) : 143-151.
upaya peningkatan daya saing agroindustri nasional. Menzel dan Fornahl, 2009. Cluster Life Cycles –
Harmonisasi dan keterpaduan kebijakan merupakan titik Dimensions and Rationales of Cluster Evolution.
awal demi teriptanya efektivitas penerapan dalam Jurnal Industrial and Corporate Change Vol. 19
rangka pencapaian target-target pemenuhan kebutuhan (1) : 205-238.
berbagai tingkat kepentingan, khususnya kepentingan Porter ME. 2000. Local, Competition and Economic
berbagai pihak dan kelembagaan. Evaluasi dan Development : Local Cluster in a Global
perbaikan berkelanjutan terhadap berbagai aspek, Economy. Jurnal Economic Development
menjadi tonggak utama dalam upaya peningkatan daya Quarterly, Vol 14 (1) : 15-34. Harvard Business
saing agroindustri nasional secara berkelanjutan. Review.
Penguatan daya saing industri biodiesel kelapa sawit Pusdatin, 2014. Statistik Pertanian Indonesia Tahun
nasional harus terus diupayakan agar industri biodiesel 2014. Jakarta.
nasional mampu berbicara dan diakui dalam persaingan Roelandt dan den Hertog, 1999. Cluster Analysis and
bisnis global. Cluster Policy in Netherlands. OECD Proceeding
Boosting Innovation : The Cluster Approach.
Daftar Pustaka Said Didu, 2000. Rancang Bangun Strategi
Bappeda Provinsi Riau, 2010., Laporan Akhir Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit.
Feasibility Study Klaster Industri Berbasis Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol.
Pertanian dan Olekimia di Kota Dumai 11(1):20-26.
Biomass Energy Europe. 2010a. “Harmonization of Sari DM. 2008. Analisis Daya Saing dan Strategi
Biomass Resource Assessments, Volume I: Best Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar
Practices and Methods Handbook”. BEE: Internasional. [Skripsi]. Bogor : Fakultas
Freiburg-Germany Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
BPPT. 2011. Mapping Potensi dan Penyediaan Bahan Bogor.
Baku Bioenergi Nasional. Indo Bioenergy 2011. Soerawidjaja TH, 2011. Rintangan-rintangan Percepatan
Jakarta. Implementasi Bioenergi. Makalah Seminar
Ceglie G, Dini M, 1999). SME Cluster and Network KADIN “Memasuki Era Energi Baru dan
Development in Developing Countries : The Terbarukan untuk Kedaulatan Energi Nasional”
Experience of UNIDO. Vol 2 PSD Technical Jakarta.
Working Papers Series. Tambunan Dkk, 2013. Kebijakan Industri dalam
Deptan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia Menyosngsong ME-ASEAN 2015. Policy Paper
Dradjat B, 2011. Dampak Krisis Finansial Global dan Edisi 16 April 2013.
Kebijakan Antisipasi Pengembangan Industri Tan J, 2006. Growth of industry clusters and innovation
Kelapa Sawit. Jurnal Analisis Kebijakan : Lessons from Beijing Zhongguancun Science
Pertanian. Vol 9 (3) : 237-260. Park. Journal of Business Venturing 21 : 827–
EBTKE, 2014. Statistik Energi Baru Terbarukan dan 850.
Konservasi Energi Tahun 2014. Tim Tenaga Ahli Klaster Industri Agro, 2013.
Feser dan Bergman, 1999, “National Industry Cluster Perkembangan dan Evaluasi Klaster Industri
Tempaltes : A Framework for applied Regional Agro, 2012.
Clustery Analysis” Regional Studiese Journal 34 Udayana, 2010. Manajemen Resiko Agroindustri
:1, 2000. Biodiesel Berbasis Kelapa Sawit. [Disertasi]
GAPKI, 2014. Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju Pascarsarjana Institut Pertanian Bogor.
100 Tahun NKRI. Membaungan Kemandirian USDA, 2014. Indonesia Biofuel Annual 2014. Jakarta
Ekonomi, Energi dan Pangan secara Utama DN, 2012. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas
Berkelanjutan. untuk Pencarian Jalur Optimum Rantai Pasok
Hambali E, 2010. The Potential of Oil Palm and Rice Bioenergi Berbasis Kelapa Sawit dengan
Biomass as Bioenergy Feedstock. 7th Asia Menggunakan Metode Optimasi Koloni Semut.
Biomass Workshop Jakarta. Indonesia. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol
Hambali E, 2005. Pengembangan Klaster Industri 21(1):50-62.
Turunan Minyak Kelapa Sawit. Proceeding
Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia
Berbasis Minyak Sawit pada Berbagai Industri.
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 96

Anda mungkin juga menyukai