Abstract
This study aims to provide an overview of the implementation impact of industrial cluster program to
increase the competitiveness of the national agro-industry bioenergy based on palm oil. Through a
comparative analysis approach that refers to previous studies, it is known that the implementation of the
industrial cluster strategy has a positive influence on the three national oil palm agro-industrial clusters
that located in the Riau Province, North Sumatra and East Kalimantan. Based on the assessment of the
four elements of competitiveness, such as agglomeration company, value-added and value chains,
networks and infrastructure, indicate that there has been an increase in the competitiveness value of the
three clusters agro-industries by each 0.503, 0294 and 0.232.
Pendahuluan
Secara nasional, saat ini kemampuan daya saing periode sebelumnya (2011-2012) yakni di peringkat 46
industri di Indonesia, cenderung mengalami penurunan. dari 142 negara, dan bahkan lebih rendah dibandingkan
Hal ini dibuktikan dari laporan tahunan yang disusun dengan periode 2010-2011 yang berada pada peringkat
oleh World Economic Forum (WEF) dan Bank Dunia 44 dari 139 negara. Hasil penilaian ini juga diperkuat
yang secara kontinyu melakukan penilaian daya saing dari laporan tahun Bank Dunia. Berdasarkan 11
global suatu negara. WEF membagi sejumlah faktor indikator penilaian daya saing ekonomi yang digunakan,
penentu daya saing ke dalam tiga kolompok (tiga sub- menunjukkan bahwa daya saing Indonesia terus
indeks), antara lain : (1) persyaratan-persyaratan dasar, mengalami penurunan berturut-turut yaitu pada posisi
(2) pendorong efisiensi serta (3) faktor-faktor inovasi 121 tahun 2011, turun ke posisi 129 di tahun 2012,
dan kecanggihan. Faktor-faktor ini dianggap sebagai (Tambunan, 2013). Oleh karenanya, diperlukan upaya-
motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi. upaya serius dan bersifat strategis demi meningkatkan
Berdasarkan Indeks Daya Saing Global atau daya saing industri nasional dari berbagai sektor
Global Competitiveness Index (GCI), WEF potensial yang ada.
menunjukkan bahwa posisi Indonesia berada di Kelapa sawit merupakan komoditas pertanian yang
peringkat 50 dari 144 negara pada periode tahun 2012 – paling potensial yang dimiliki Indonesia saat ini. Pada
2013. Posisi ini relatif memburuk dibandingkan dengan tahun 2013, tercatat bahwa tingkat produksi minyak
-------------------------------------------------------------
sawit kasar (crude palm oil – CPO) Indonesia dilihat
dari tiga sumber perkebunan (rakyat, swasta dan negara)
*)
adalah sebesar 23.123.359 Ton, dengan laju
Penulis Korespondensi. pertumbuhan 33,3% dan didominasi oleh perkebunan
email: pilo_ukm@yahoo.com milik swasta dengan tingkat pertumbuhan 54,8%. Selain
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 87
itu, telah terjadi peningkatan volume ekspor minyak dalam peraturan tersebut pemerintah menegaskan perlu
CPO hingga lebih dari 20 juta ton, dimana 70% dilakukan peningkatan porsi pemanfaatan bahan bakar
diantaranya ekspor pada tiga wilayah negara yakni nabati (BBN) dalam pemenuhan energi bahan bakar
India, Cina dan Uni Eropa. (GAPKI, 2014). minyak (BBM) sebesar 10% pada bahan bakar
Pada Awalnya, CPO merupakan produk eksport biodiesel. Pemanfaatan ini dilakukan melalui
utama yang dapat dihasilkan dari agroindustri kelapa mekanisme blending (pencampuran biodiesel dengan
sawit di Indonesia. Namun saat ini, agroindustri kelapa solar) atau yang dikenal dengan istilah B10, dimana dari
sawit nasional juga telah mengolah produk lain seperti setiap liter BBM perlu ditambahkan 10% biodiesel
PKO (Palm Kernel Oil) dan bahkan sampai kepada Upaya ini cukup memberikan hasil positif bagi
produk turunan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. perekonomian nasional. Menurut data Direktorat
Hambali E (2010), telah membagi CPO dan PKO Bioenergi ESDM, tahun 2013 penerapan kebijakan ini,
menjadi beberapa produk turunan utama, diantaranya mampu menghemat devisa negara (khususnya dari
minyak goreng (olein), margarin, Palm Mid Fraction pemanfaatan biodiesel) sebesar US$ 831 Juta. Bahkan,
(PMF), Palm Fatty Acid Destillate (PFAD), asam lemak pada tahun 2014 Pemerintah Indonesia kembali
dan bioenergi, dalam hal ini adalah biodiesel. merevisi peraturan sebelumnya, dengan mengeluarkan
Industri bioenergi khususnya biodiesel merupakan Permen ESDM No. 20 Tahun 2014, dimana porsi
industri hilir minyak sawit yang masih tergolong baru di pemanfaatan BBN dalam BBM mengalami peningkatan
Indonesia. Momentum pertumbuhan industri ini, mulai menjadi 20% (khusus untuk pemanfaatan biodiesel di
terjadi ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) fosil bidang transportasi dan industri). Meskipun Rencana
mengalami kenaikan secara signifikan di pasar dunia penerapan ini baru akan dilaksanakan pada tahun 2016,
khususnya setelah tahun 2003. Selain itu, keprihatinan secara ekonomis pemerintah menargetkan akan terjadi
dunia akan peningkatan pemanasan global yang penghematan sebesar US$ 3 Miliar. (EBTKE, 2014).
diakibatkan emisi CO2 dari konsumsi energi fosil, juga Kebijakan pemanfaatan dan pengembangan
ikut merangsang tumbuhnya industri biofuel di seluruh biodiesel ini, perlu ditunjang dengan konsep dan strategi
dunia termasuk di Indonesia. yang jelas dan terencana, sehingga kebutuhan bioenergi
Di beberapa negara, biodiesel juga dapat yang terus meningkat dapat terpenuhi. Lebih jauh lagi,
dihasilkan dari komoditas-komoditas lainnya, peningkatan produksi biodiesel dalam negeri diharapkan
diantaranya kacang kedele (soybean), jarak pagar pula mampu meningkatkan daya saing industri
(rapeseed) serta biji bunga matahari. FAPRI bioenergi nasional dalam upaya peningkatan pangsa
memproyeksikan bahwa hingga tahun 2020, pasar bioenergi secara global yang berimbas kepada
perkembangan produksi diodiesel dunia menunjukkan peningkatan pendapatan devisa negara. Oleh karenanya
trend pertumbuhan yang positif. Kawasan Eropa diperlukan strategi terbaik yang memungkinkan untuk
diproyeksikan masih memegang peran penting dalam diterapkan, sehingga dapat memberikan hasil-hasil
pasar biodiesel dunia, dengan produksi sebesar 15.14 ekonomi secara maksimal.
juta kilo liter atau dengan penguasaan pangsa pasar Salah satu strategi peningkatan daya saing industri
57.17%. Urutan kedua adalah USA, dengan pangsa bioenergi yang mulai dijalankan saat ini adalah
pasar 14,18%, dan dengan volume produksi 3.76 juta pengembangan kawasan klaster industri. Pemerintah
kilo liter. Sementara Argentina memiliki pangsa melalui Peraturan Nomor 24 Tahun 2009 menegaskan
produksi 13.26 %, Brazil 11.18 %. Sedangkan Asia, bahwa, pembangunan kawasan industri bertujuan untuk
dalam hal ini Indonesia dan Malaysia masing-masing mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah dan
diproyeksikan hanya memiliki pangsa pasar sebesar sekaligus meningkatkan daya saing industri dan
3.49% dan 0.72 %. Sementara, disisi konsumsi juga investasi serta memberikan kepastian lokasi dalam
terus mengalami peningkatan di setiap wilayah. perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang
(GAPKI, 2014). terkoordinasi antar sektor (Tambunan, 2013). Melalui
Jika dilihat dari kemampuan yang ada, produksi pengembangan klaster industri, pada suatu kawasan
biodiesel di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan tertentu, diharapkan pula akan mengurangi biaya
beberapa negara produsen lainnya seperti di kawasan transportasi dan transaksi, terjadinya peningkatan
Uni Eropa dan Amerika. Hal ini tidak terlepas dari daya efisiensi, penciptaan aset secara kolektif, serta
saing yang ada, ditambah lagi prioritas pemanfaatan mendorong terciptanya inovasi (Hambali E, 2005).
hasil minyak kelapa sawit di Indonesia, relatif lebih Penelitian berkait dengan klaster industri sebagai
banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan produk strategi peningkatan daya saing industri bioenergi
lainnya selain biodiesel, seperti minyak goreng dan berbasis kelapa sawit ini bertujuan untuk memberikan
margarin. gambaran tentang perkembangan klaster industri
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk bioenergi yang ada di Indonesia saat ini. Melalui
memaksimalkan pemanfaatan komoditas pertanian analisis secara deskriptif, serta review terhadap
dalam negeri khususnya kelapa sawit, guna memenuhi beberapa literatur terkait, diharapkan dapat memberikan
kebutuhan energi nasional. Keseriusan ini ditunjukkan gambaran tentang permasalahan yang ada, efektifitas
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM No. hubungan keterkaitan antar pelaku usaha serta upaya-
25 Tahun 2013 yang merupakan perubahan atas upaya yang dapat dilakukan demi meningkatkan daya
Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008, dimana saing klaster industri bioenergi nasional.
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 88
Tinjuan Pustaka Sebaliknya, Joni R (2012) telah mengkaji tentang
Penelitian Terkait Klaster Agroindustri Berbasis dampak pemanfaatan komoditas kelapa sawit sebagai
Kelapa Sawit bahan baku bioenergi terhadap perkebunan dan
Beberapa penelitian terkait dengan strategi agroindustri minyak kelapa sawit. Pemanfaatan hasil
pengembangan klaster industri dan bioenergi berbasis kelapa sawit sebagai sumber bahan baku biodiesel telah
kelapa sawit diantaranya adalah yang dihasilkan oleh menimbulkan beberapa dampak positif maupun negatif
Said Didu (2000), Hambali E (2005), Udayana (2010), terhadap harga minyak kelapa sawit serta produk
Hambali E (2010), Joni R (2012), dan Utama DN turunan lainnya seperti minyak goreng dan margarin.
(2012). Selain itu, beberapa penelitian terkait daya Beberapa dampak positif pemanfaatan biodiesel
saing dan nilai tambah agroindustri kelapa sawit terhadap agroindustri kelapa sawit diantaranya telah
diantaranya yang dilakukan Sari (2008), dan Hidayat terjadi peningkatan produksi, konsumsi dan harga
(2012). minyak kelapa sawit dan harga tandan buah segar
Said Didu (2000) telah melakukan penelitian kelapa sawit. Disisi lain juga menimbulkan dampak
tentang rancang bangun strategi pengembangan negatif, yakni terjadi peningkatan harga minyak goreng
agroindustri kelapa sawit nasional. Melalui analisis yang berdampak pada produksi dan konsumsi minyak
dengan pendekatan sistem pakar, dapat diketahui bahwa goreng.
beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan Utama DN (2012) juga telah melakukan penelitian
agroindustri kelapa sawit antara lain adalah faktor berkait pengembangan klaster industri bioenergi
ketersediaan dana, kondisi permintaan pasar serta berbasis kelapa sawit. Melalui pendekatan sistem, telah
kebijakan pemerintah. Khusus dari sisi kebijakan, faktor dibangun suatu model cerdas manajemen rantai pasok
lain yang juga penting untuk diperhatikan antara lain industri bioenergi berbasis kelapa sawit. Dengan
adalah harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, menggunakan metode Optimasi Koloni Semut (ant
gaji/ upah serta penetapan sistem perpajakan. colony) telah dibangun model pencarian optimum rantai
Menurut Hambali E (2005), strategi pasok mulai dari perkebunan di tingkat hulu hingga
pengembangan agroindustri kelapa sawit harus menghasilkan produk bioenergi di tingkat hilir. Dari
diarahkan ke dalam bentuk klaster agroindustri hilir, penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor optimasi
dimana orientasi produksi lebih fokus kepada produk- yang paling menentukan adalah faktor jarak.
produk turunan minyak kelapa sawit. Jadi untuk dapat Berkait dengan daya saing agroindustri kelapa
memberikan nilai tambah dari perkebunan dan pabrik sawit, Sari (2008) telah melakukan penelitian tentang
kelapa sawit, hilirisasi produksi agroindustri kelapa analisis daya saing dan strategi ekspor kelapa sawit
sawit harus diarahkan kepada produksi produk-produk (CPO) Indonesia di pasar internasional. Melalui analisis
turunan seperti minyak goreng, margarin, gliserol, asam kuantitatif dengan pendekatan Revealed Comparative
lemak serta produk-produk oleo kimia lainnya. Advantage (RCA) dan analisis kualitatif dengan
Selain produk-produk pangan dan oleo kimia, pendekatan SWOT Analysis, penelitian ini mendapatkan
hilirisasi agroindustri kelapa sawit juga dapat diarahkan bahwa pangsa pasar internasional dari agroindustri
pada industri bioenergi terutama melalui pemanfaatan kelapa sawit Indonesia adalah lebih baik dibandingkan
biomasa limbah kelapa sawit. Beberapa biomasa kelapa dengan negara Malaysia dan Kolumbia. Dari kajian ini
sawit yang potensial untuk dikembangkan sebagai dapat diketahui pula bahwa CPO produksi nasional
sumber energi diantaranya adalah tandan kosong, memiliki keunggulan komparatif dibandingkan negara
cangkang serta limbah cair atau yang dikenal dengan lainnya. Selain itu beberapa faktor kendala dalam
POME (Palm Oil Mill Effluent) (Hambali E, 2010); pemasaran produk CPO nasional diantaranya adalah
(Soerawidjaja, 2011). kebijakan pemerintah, nilai produk dan produktivitas
Udayana (2010) telah pula mengkaji beberapa yang masih rendah, serta masih tingginya biaya ekspor
resiko berkait pemanfaatan kelapa sawit sebagai sumber produk CPO.
energi seperti halnya bahan baku BBN (biodiesel). Menurut Hidayat (2012), salah satu faktor penentu
Menurutnya terdapat tiga kelompok resiko pada daya saing pengembangan agroindustri kelapa sawit
pemanfaatan kelapa sawit sebagai sumber bahan baku adalah faktor keseimbangan nilai tambah yang didasari
biodiesel, yakni : (1) resiko pengadaan bahan baku, (2) pada resiko kerugian antar aktor, mulai dari level
resiko proses dan (3) resiko pemasaran. Adapun faktor pemasok bahan baku di tingkat petani, pedagang
resiko pengadaan bahan baku yang perlu diperhatikan pengepul TBS, pabrik CPO, pabrik minyak goreng,
diantaranya adalah waktu dan jumlah ketersediaan distributor hingga konsumen. Dari hasil kajian ini, dapat
pasokan, harga jual, mutu serta biaya pembelian. Resiko diketahui bahwa selain konsumen kelompok aktor yang
dari sisi proses diantaranya kualitas biodiesel, kinerja mendapatkan porsi keuntungan paling tinggi adalah
mesin dan peralatan, biaya produksi biodiesel, pabrik pengolahan CPO dan industri minyak goreng.
pemeliharaan mesin serta lokasi pengolahan. Sedangkan Sementara kelompok petani merupakan kelompok yang
resiko dari sisi pemasaran diantaranya terdiri dari faktor juga memperoleh nilai tambah yang cukup tinggi,
kepuasan konsumen, posisi persaingan, distribusi, meskipun pada kenyataannya dari porsi keuntungan
kebijakan pemerintah, dan peningkatan harga bahan dianggap masih rendah.
baku.
Lembaga
Industri Industri Industri
Pembiayaan Usaha
Biodiesel Biodiesel Biodiesel
(Bank/ Non Bank) Perkebunan
Kelapa Sawit
Swasta
Industri Mesin
dan Alat
Pedagang Industri
Pengepul Oleokimia Asosiasi Petani
Industri Kimia Perkebunan
Industri
Koperasi Klaster Perkebunan Perusahaan CPO
Transportasi
Agroindustri Kelapa Sawit (Pabrik Kelapa
Biodiesel Rakyat Sawit)
Implikasi Kebijakan Pemerintah 10,62%. Sementara itu, ekspor minyak kelapa sawit
Tujuan utama kebijakan industri nasional pada mengalami penurunan sebesar 3,70% (Joni R, 2011).
hakekatnya adalah meningatkan volume produksi Lebih lanjut Joni R, (2011), menyatakan bahwa
dengan sekaligus meningkatkan daya saing produk- pengembangan biodiesel dari kelapa sawit yang
produk dalam negeri (Tambunan, 2013). Oleh dikombinasikan dengan penurunan suku bunga
karenanya, penetapan kebijakan mesti memperhatikan perbankan sebesar 10% (suku bunga lebih rendah 10%)
berbagai aspek keseimbangan diantara berbagai juga memberikan dampak pada industri minyak kelapa
kepentingan kelompok kelembagaan, terutama sawit. Beberapa pengaruh diantaranya terjadi
kepentingan para pelaku usaha, mulai ditingkat hulu peningkatan produksi minyak kelapa sawit sebesar
hingga hilir. 1,53%, peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit
Peningkatan daya saing industri biodiesel nasional domestik sebesar 5,92%, peningkatan harga domestik
membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah, seperti minyak kelapa sawit sebesar 3,71% serta peningkatan
memberikan subsidi bunga bagi petani kelapa sawit, harga ekspor minyak kelapa sawit sebesar 7,85%.
harmonisasi tarif CPO dengan tujuan menjaga Sebaliknya, ekspor minyak kelapa sawit mengalami
kestabilan harga CPO di tingkat industri, memberikan penurunan sebesar 2,09%.
subsidi pajak kurang lebih 5% dari kebutuhan biodiesel Selain itu pula, antisipasi terhadap pangaruh krisis
dan mendorong penggunaan biodiesel pada kendaraan finansial yang terjadi saat ini perlu segera diantisipasi
milik pemerintah (Udayana, 2010). melalui kebijakan-kebijakan yang fundamental.
Penetapan harga TBS ditingkat hulu menjadi Permasalahan krisis finansial yang terjadi secara global,
sangat penting dikarenakan harga beli pabrik terhadap kerap membawa pengaruh terhadap perkembangan
TBS petani saat ini masih yang menganut prinsip “titip– industri dalam negeri. Berbagai pengaruh negatif bagi
olah–jual” cenderung menimbulkan ketidakseimbangan agroindustri kelapa sawit nasional diantaranya dalam
pembagian keuntungan. Said Didu (2000), melalui bentuk tekanan terhadap harga, penurunan volume
kajiannya menyatakan bahwa, formulasi perhitungan ekspor serta penurunan kemampuan produksi (Dradjat,
harga TBS yang ditetapkan pemerintah melalui Kepmen 2011).
No. 627/Kpts-11/1998 cenderung menimbulkan Oleh karenanya, dalam menghadapi berbagai
ketidakadilan pembagian keuntungan. Petani cenderung tantangan yang ada, diperlukan suatu harmonisasi
lebih dirugikan dikarenakan berbagai resiko di tingkat kebijakan diantara berbagai pemangku kepentingan.
petani sulit diukur secara finansial dan tidak menjadi Tambunan (2013) menyatakan, bahwa permasalahan di
suatu parameter dalam penetapan formulasi harga TBS. tingkat kebijakan tidak bisa dilimpahkan pada satu
Begitu pula dengan kebijakan dibidang moneter, lembaga berwenang. Efektivitas dari sebuah kebijakan
banyak memberikan berbagai implikasi bagi kelompok industri sangat ditentukan oleh adanya harmonisasi
usaha pengolahan, baik pada level industri pengolahan diantara berbagai kebijakan yang saling terkait.
CPO, maupun industri pengolahan produk turunan Dalam upaya peningkatan daya saing industri
seperti halnya industri biodiesel kelapa sawit. nasional, Tambunan (2013) mengelompokkan beberapa
Pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit yang level kebijakan yang harus ditetapkan oleh pemerintah,
dikombinasikan dengan kebijakan kenaikan pajak antara lain : 1) kebijakan yang mendukung percepatan
ekspor sebesar 10% memberikan dampak yang pengembangan kawasan industri, 2) kebijakan dibidang
signifikan pada industri minyak kelapa sawit, dimana peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi, 3)
akan terjadi peningkatan produksi minyak kelapa sawit kebijakan hilirisasi industri, 4) kebijakan peningkatan
sebesar 0,68%, peningkatan konsumsi minyak kelapa standarisasi produk, 5) kebijakan moderniasi pabrik,
sawit domestik sebesar 6,73%, peningkatan harga serta 6) kebijakan yang mendorong ekspor produk
domestik minyak kelapa sawit sebesar 5,08% serta unggulan.
peningkatan harga ekspor minyak kelapa sawit sebesar
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 95
Kesimpulan Hidayat S, 2012. Kesetaraan Nilai Tambah pada Rantai
Program klaster industri telah memberikan Pasok Agroindustri Kelapa Sawit yang
pengaruh yang positif bagi pengembangan agroindustri Terintegrasi. Proceeding Seminar Nasional dan
kelapa sawit nasional beserta berbagai industri produk Kongres MAKSI. Bogor. Indonesia.
turunanya, seperti halnya biodiesel. Namun, untuk dapat Joni R. 2011. Dampak Pengembangan Industri
lebih meningkatkan daya saing, diperlukan pula Biodiesel dari Kelapa Sawit terhadap
berbagai langkah nyata dengan melibatkan berbagai Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Minyak
peran kelembagaan yang berkepentingan. Kelapa Sawit di Indonesia. Jurnal Teknologi
Penetapan kebijakan menjadi faktor kunci bagi Industri Pertanian Vol. 20 (3) : 143-151.
upaya peningkatan daya saing agroindustri nasional. Menzel dan Fornahl, 2009. Cluster Life Cycles –
Harmonisasi dan keterpaduan kebijakan merupakan titik Dimensions and Rationales of Cluster Evolution.
awal demi teriptanya efektivitas penerapan dalam Jurnal Industrial and Corporate Change Vol. 19
rangka pencapaian target-target pemenuhan kebutuhan (1) : 205-238.
berbagai tingkat kepentingan, khususnya kepentingan Porter ME. 2000. Local, Competition and Economic
berbagai pihak dan kelembagaan. Evaluasi dan Development : Local Cluster in a Global
perbaikan berkelanjutan terhadap berbagai aspek, Economy. Jurnal Economic Development
menjadi tonggak utama dalam upaya peningkatan daya Quarterly, Vol 14 (1) : 15-34. Harvard Business
saing agroindustri nasional secara berkelanjutan. Review.
Penguatan daya saing industri biodiesel kelapa sawit Pusdatin, 2014. Statistik Pertanian Indonesia Tahun
nasional harus terus diupayakan agar industri biodiesel 2014. Jakarta.
nasional mampu berbicara dan diakui dalam persaingan Roelandt dan den Hertog, 1999. Cluster Analysis and
bisnis global. Cluster Policy in Netherlands. OECD Proceeding
Boosting Innovation : The Cluster Approach.
Daftar Pustaka Said Didu, 2000. Rancang Bangun Strategi
Bappeda Provinsi Riau, 2010., Laporan Akhir Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit.
Feasibility Study Klaster Industri Berbasis Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol.
Pertanian dan Olekimia di Kota Dumai 11(1):20-26.
Biomass Energy Europe. 2010a. “Harmonization of Sari DM. 2008. Analisis Daya Saing dan Strategi
Biomass Resource Assessments, Volume I: Best Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar
Practices and Methods Handbook”. BEE: Internasional. [Skripsi]. Bogor : Fakultas
Freiburg-Germany Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
BPPT. 2011. Mapping Potensi dan Penyediaan Bahan Bogor.
Baku Bioenergi Nasional. Indo Bioenergy 2011. Soerawidjaja TH, 2011. Rintangan-rintangan Percepatan
Jakarta. Implementasi Bioenergi. Makalah Seminar
Ceglie G, Dini M, 1999). SME Cluster and Network KADIN “Memasuki Era Energi Baru dan
Development in Developing Countries : The Terbarukan untuk Kedaulatan Energi Nasional”
Experience of UNIDO. Vol 2 PSD Technical Jakarta.
Working Papers Series. Tambunan Dkk, 2013. Kebijakan Industri dalam
Deptan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia Menyosngsong ME-ASEAN 2015. Policy Paper
Dradjat B, 2011. Dampak Krisis Finansial Global dan Edisi 16 April 2013.
Kebijakan Antisipasi Pengembangan Industri Tan J, 2006. Growth of industry clusters and innovation
Kelapa Sawit. Jurnal Analisis Kebijakan : Lessons from Beijing Zhongguancun Science
Pertanian. Vol 9 (3) : 237-260. Park. Journal of Business Venturing 21 : 827–
EBTKE, 2014. Statistik Energi Baru Terbarukan dan 850.
Konservasi Energi Tahun 2014. Tim Tenaga Ahli Klaster Industri Agro, 2013.
Feser dan Bergman, 1999, “National Industry Cluster Perkembangan dan Evaluasi Klaster Industri
Tempaltes : A Framework for applied Regional Agro, 2012.
Clustery Analysis” Regional Studiese Journal 34 Udayana, 2010. Manajemen Resiko Agroindustri
:1, 2000. Biodiesel Berbasis Kelapa Sawit. [Disertasi]
GAPKI, 2014. Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju Pascarsarjana Institut Pertanian Bogor.
100 Tahun NKRI. Membaungan Kemandirian USDA, 2014. Indonesia Biofuel Annual 2014. Jakarta
Ekonomi, Energi dan Pangan secara Utama DN, 2012. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas
Berkelanjutan. untuk Pencarian Jalur Optimum Rantai Pasok
Hambali E, 2010. The Potential of Oil Palm and Rice Bioenergi Berbasis Kelapa Sawit dengan
Biomass as Bioenergy Feedstock. 7th Asia Menggunakan Metode Optimasi Koloni Semut.
Biomass Workshop Jakarta. Indonesia. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol
Hambali E, 2005. Pengembangan Klaster Industri 21(1):50-62.
Turunan Minyak Kelapa Sawit. Proceeding
Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia
Berbasis Minyak Sawit pada Berbagai Industri.
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2, Mei 2016 96