Anda di halaman 1dari 7

Beban Kerja Mental

1. Beban Kerja
Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus dikeluarkan oleh seseorang
untuk memenuhi “permintaan” dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kapasitas adalah
kemampuan/kapasitas manusia. Kapasitas ini dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental
seseorang. Beban kerja yang dimaksud adalah ukuran (porsi) dari kapasitas operator yang
terbatas yang dibutuhkan untuk melakukan kerja tertentu.

Penjelasan sederhananya seperti ini. Misalkan suatu pekerjaan kuli angkut


mempunyai “demand” berupa mengangkat 100 karung per hari. Jika pekerja hanya mampu
mengangkat 50 karung per hari, berarti pekerjaan tersebut melebihi kapasitasnya.
Seperti halnya mesin, jika beban yang diterima melebihi kapasitasnya, maka akan
menurunkan usia pakai mesin tersebut, bahkan menjadi rusak. Begitu pula manusia, jika ia
diberikan beban kerja yang berlebihan, maka akan menurunkan kualitas hidup (kelelahan,
dsb) dan kualitas kerja orang tersebut (tingginya error rate dsb), dan juga dapat
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja. Gambar dibawah ini memperlihatkan
hubungan antara beban kerja dan kapasitas.

Gambar Beban Kerja dan Kapasitas


Analisis Beban Kerja ini banyak digunakan diantaranya dapat digunakan dalam penentuan
kebutuhan pekerja (man power planning); analisis ergonomi; analisis Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3); hingga ke perencanaan penggajian, dsb. Skema beban kerja dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini
Gambar Skema beban kerja
Perhitungan Beban kerja setidaknya dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik, mental, dan
penggunaan waktu. Aspek fisik meliputi perhitungan beban kerja berdasarkan kriteria-kriteria
fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan
mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan pemanfaatan waktu lebih
mempertimbangkan pada aspek penggunaan waktu untuk bekerja.
Secara umum, beban kerja fisik dapat dilihat dari 2 sisi, yakni sisi fisiologis dan
biomekanika. Sisi fisiologis melihat kapasitas kerja manusia dari sisi fisiologi tubuh (faal
tubuh), meliputi denyut jantung, pernapasan, dll. Sedangkan biomekanika lebih melihat
kepada aspek terkait proses mekanik yang terjadi pada tubuh, seperti kekuatan otot, dan
sebagainya.
Perhitungan beban kerja berdasarkan pemanfaatan waktu bisa dibedakan antara
pekerjaan berulang (repetitif) atau pekerjaan yang tidak berulang (non-repetitif). Pekerjaan
repetitif biasanya terjadi pada pekerjaan dengan siklus pekerjaan yang pendek dan berulang
pada waktu yang relatif sama. Contohnya adalah operator mesin di pabrik-pabrik. Sedangkan
pekerjaan non-repetitif mempunyai pola yang relatif “tidak menentu”. Seperti pekerjaan
administratif, tata usaha, sekretaris, dan pegawai-pegawai kantor pada umumnya.
Latar belakang diperlukannya pengukuran beban kerja adalah setiap pekerjaan
merupakan beban bagi pelakunya. Beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang
tersebut bekerja. Beban dimaksud dapat berupa fisik ataupun mental. Menurut Suma’mur
(1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda satu kepada yang lainnya
dan sangat tergantung dengan tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis
kelamin, usia dan ukuran tubuh dan pekerja yang bersangkutan. Inilah maksud penetapan
tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat atau pemilihan tenaga kerja tersehat
untuk pekerjaan yang sehat pula.
2. Beban Kerja Mental
Beban kerja mental yang merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental dengan
kemampuan mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkutan.
Beban kerja yang timbul dari aktivitas mental di lingkungan kerja antara lain
disebabkan oleh :
 keharusan untuk tetap dalam kondisi kewaspadaan tinggi dalam waktu lama
 kebutuhan untuk mengambil keputusan yang melibatkan tanggung jawab besar
 menurunnya konsentrasi akibat aktivitas yang monoton
 kurangnya kontak dengan orang lain, terutama untuk tempat kerja yang terisolasi dengan
orang lain.
Selain beban kerja fisik , beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun
demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan
yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis,
aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori
untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Pada hal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas
mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena lebih melibatkan kerja
otak ( white-collar) dari pada kerja otot( Blue-collar). Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak
didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai pengambil
keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut Grandjean (1993) setiap
aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari
suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses
mengingat informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan
untuk memanggil kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses mengingat
kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti kita tahu bahwa orang
tua kebanyakan mengalami penurunan daya ingat. Dengan demikian penilaian beban kerja
mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun
konstansi kerja. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih memerlukan kesiapsiagaan tinggi
seperti petugas air traffic controllers di Bandara udara adalah sangat berhubungan dengan
pekerjaan mental yang memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi
maka akan semakin berkurang tingkat kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk
menilai kesiapsiagaan tinggi adalah tes ‘ waktu reaksi’ . Dimana waktu reaksi sering dapat
digunakan sebagai cara untuk menilai kemampuan melakukan tugas-tugas yang
berhubungan dengan mental.

Karyawan merupakan asset yang sangat penting bagi berbagai perusahaan. Sehingga
penting bagi perusahaan untuk selalu mengetahui kondisi karyawannya dan selalu
memantau standar kinerja mereka supaya tujuan perusahaan dapat tercapai. Tetapi
akan muncul suatu permasalahan di perusahaan jika banyak karyawannya mengalami
stress. Bahkan sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Yaman mengungkapkan
bahwa lebih dari 20 % anggaran dari institusi pelayanan umum telah dikeluarkan
untuk menangani keluhan-keluhan yang berkaitan dengan stress karyawan. Oleh
karena tingkat stress karyawan yang cukup terlihat signifikan maka perusahaan perlu
mewaspadainya sebab hal tersebut akan menurunkan performance karyawannya.

Stress yang dialami oleh para karyawan menurut Sukmawati dapat disebabkan antara
lain karena :

 Frustasi, yaitu apabila ada halangan yang menghambat maksud dan tujuan yang
diinginkan,
 Konflik, yaitu terjadi jika tidak dapat memilih antara dua atau lebih kebutuhan /
tujuan yang diinginkan,
 Tekanan/ krisis, yaitu beban kerja mental dan fisik sehari-hari meskipun kecil
tetapi menumpuk dapat menyebabkan stres yang hebat.

Berdasarkan point-point yang telah dikemukakan Sukmawati di atas dapat dilihat


bahwa perusahaan berperan pula dalam peningkatan tingkatan stress karyawannya
karena perusahaan yang menentukan beban kerja dari karyawannya. Terutama di sini
beban kerja mental yang menyebabkan stress pada karyawan. Jika perusahaan
memberikan mental task yang berlebihan pada karyawannya, tentu akan akan
meningkatkan beban kerja mental (mental workload) mereka dan kemudian dapat
memancing timbulnya stress pada karyawan.

Adapun contoh-contoh dari mental task menurut Ridley antara lain :

 Kewaspadaan
 Mendeteksi permasalahan (Problem recognition and diagnosis)
 Penyusunan dan pelaksanaan suatu rencana
 Pemilihan prioritas
 Mengingat hal-hal yang perlu dilakukan
 Membuat keputusan yang cepat berdasarkan pada integrasi pengalaman dan
pemahaman tentang situasi saat ini.
 Mengatasi kejadian tak terduga

Dengan diketahuinya contoh-contoh mental task tersebut maka sebuah perusahaan


akan dapat mengetahui beban kerja apa yang diterima oleh karyawannya. Apakah
karyawan A memiliki beban kerja mental atau tidak dan seberapa besar beban kerja
mental yang akan ditangggungnya. Dengan mengetahui beban kerja mental
karyawannya maka perusahaan diharapkan lebih bijaksana dalam memperhatikan
kebutuhan pekerjanya, analisis ergonomi, analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) hingga pada penentuan penggajian. Dan pada akhirnya dapat menjaga
performance dari karyawannya.

Dalam hal ini salah satu contoh bidang pekerjaan yang memiliki situasi kerja dengan
tingkat beban kerja mental yang tinggi adalah karyawan pada instansi kesehatan,
khususnya perawat. Hal ini dapat dilihat pada pekerjaan yang harus mereka kerjakan
diantaranya adalah sebagai berikut :

 Melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.


 Dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat dalam mengambil tindakan
untuk menyelamatkan pasien
 Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi
terminal.
 Melaksanakan tugas delegasi dari dokter
 Menghadapi tuntutan dari keluarga pasien
Dari beberapa jenis tugas yang harus dilaksanakan oleh perawat tersebut, terlihat
bahwa mereka melaksanakan mental task yang memiliki beban kerja mental yang
tinggi. Karena tugas-tugas mereka melibatkan mental task yang telah disebutkan
Ridley. Meskipun mereka juga melakukan tugas-tugas fisik tetapi mental task mereka
juga cukup untuk menambah beban kerja mereka.

Pada awal pembahasan disebutkan bahwa performance karyawan akan menurun jika
mereka menghadapi kondisi dengan tingkat stress tinggi karena beban kerja mental
yang belebihan. Tetapi dengan beban kerja mental yang rendah yang diterima oleh
karyawan, performance mereka juga akan rendah. Hal tersebut didasarkan
pada Yerkes- Dodson Law yaitu hubungan antara beban kerja dengan kinerja dapat
digambarkan sebagai bentuk kurva U terbalik.

Kurva memperlihatkan bahwa dengan beban kerja yang yang terlalu rendah ataupun
terlalu tinggi maka akan menyebakan performance pekerja rendah. Hal itu juga berlaku
untuk beban kerja mental. Jika beban kerja mental seorang pekerja rendah, maka
pekerja tersebut akan mudah bosan dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap
pekerjaan yang dilakukan dan menurunnya konsentrasi. Kejadian tersebut dapat
dijelaskan dengan pendapat yang dikemukakan Grandjean (1993) bahwa setiap
aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental
dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu keputusan
atau proses mengingat informasi yang lampau. Jadi menurunnya konsentrasi pekerja
merupakan aktivitas mental dimana terjadi penurunan proses mental untuk menerima
suatu informasi. Yang dapat diartikan dengan menurunnya aktivitas mental maka
beban kerja mental pekerja menurun dan performance kerja menurun pula.

Oleh karena adanya dampak negatif bagi sebuah perusahaan jika memberikan beban
kerja mental terlalu tinggi ataupun terlalu rendah bagi karyawannya, maka
diperlukanlah pengukuran untuk mengetahui beban kerja mental yang tepat untuk
karyawannya.

Anda mungkin juga menyukai